masihkah dada

advertisement
MASIHKAH DADA (SAYA) SEMPIT KARENA AYAT-AYAT ALLOH?
Disarikan oleh Al-fakir : AAR
kitaabun unzila ilayka falaa yakun fii shadrika harajun minhu litundzira bihi wadzikraa
lilmu’miniin
[7:2] Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di
dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang
kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (AL-QUR’AN SURAT AL-A’RAAF : 2)
Saudara-saudara seiman yang dirahmati Alloh SWT.
Alhamdulillah ungkapan syukur kepada Alloh atas karuniaNya, kita masih diberikan kesehatan dan
kesempatan untuk beramal sholeh, pun kita berharap mudah-mudahan Alloh senantiasa memberikan
petunjuk (hidayah) dan bimbingan (taufiq) Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurahlimpahkan kepada pimpinan besar kita Rosululloh Muhammad
SAW., keluarganya, Sohabatnya, tabi’in (pengikut), tabi’it tabi’in (pengikut dari pengikut yang mewarisi
ajaran Rosululloh), termasuk kita umatnya di akhir jaman yang senantiasa patuh dan tunduk pada
ajaran Al-Islam. Aamiin.
Adalah Al-kitab (Al-Qur’an) merupakan pedoman yang paling ideal bagi umat manusia karena Alloh
yang menyusunnya. Kebenaran Al-Qur’an mutlak adanya, tentu sangat berbeda dengan buku-buku teks
yang pernah kita temui dan kita baca, yang relative sekali kebenarannya, teori yang ada di text book
bisa saja dipersepsikan benar saat ini, namun belum tentu kebenaran tersebut bisa dipertahankan di
masa yang akan datang, karena ada teori baru yang ditemukan kemudian.
Al-Qur’an bukanlah nilai tapi merupakan ajaran yang berfungsi sebagai nadir atau peringatan bagi
manusia yang mendustakan agama dan bashiron atau kabar gembira bagi manusia yang beriman kepada
Alloh serta senantiasa melakukan amal sholeh.
Dalam pembukaan tulisan di atas alfakir (yang sangat mengharapkan limpahan rahmat Alloh) mengutif
salah satu ayat dari Al-Qur’an yaitu surat Al-A’raaf ayat 2, dalam ayat tersebut Alloh mengingatkan
kepada kita selaku manusia, meski khitobnya (ditujukan) kepada Rosululloh SAW. Bahwa kitab Al-quran
diturunkan kepadamu (Rosulullah) maka jangan ada dalam dada engkau harojun (kesempitan) dari
keberadaannya (Al-Qur’an) untuk kamu mengingatkan dengan Al-Qur’an itu (kepada manusia yang
mendustakan agama) dan merupakan dzikr (pelajaran) untuk orang-orang yang beriman.
Mentafakuri ayat-ayat Alloh akan sangat menarik dari sisi manapun, karena ia merupakan al-haq
(kebenaran), iapun merupakan dzikr (pelajaran). Ayat tersebut di atas ditujukan kepada Rosulullah.
Maka ragam pemahamannya (mafhum mukholafah), kalau saja Rosululloh diingatkan seperti itu, maka
apalagi kita manusia yang sangat jauh tingkatannya dari pada Nabi.
Dalam keseharian kitapun termasuk penulis pernah merasakan beratnya atau sempitnya dada
(harojun) ketika berhadapan dengan ayat-ayat Alloh, baik ketika berhadapan dengan tilawah (bacaan)
maupun dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Berapa banyak dari Al-Qur’an
yang kit sudah baca, berapa banyak yang kita tafakuri dan berapa banyak yang kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari (penulis sendiri merasakan sangat sedikit sekali pelajaran yang diambil dari AlQur’an). Ini Sunatullohnya, silakan saja coba, ketika kita memperbincangkan urusan pekerjaan, hobi
atau yang lainnya, mungkin kita akan lebih antusias memberikan tanggapan. Setelah itu jika ada rekan
kita yang menghubungkan pembicaraan dengan ayat-ayat Alloh, bisa jadi kita mulai segan untuk
mengikuti pembicaraan, kalau bukan karena malu hati mungkin malah kita akan meninggalkan rekan
kita sendirian, dan hanya sedikit orang saja yang mau dibawa berdiskusi dan mengambil pelajaran dari
ayat-ayat Al-Qur’an.
Contoh lainnya, sering pula kita melihat live show di televisi untuk memperbincangkan suatu
permasalahan, kita bisa memperhatikan dengan seksama, biasanya diantara audience ada yang
mengungkapkan solusi melalui pendekatan ayat-ayat Alloh, namun apa yang kita saksikan malah
biasanya sang pemandu acara akan cepat-cepat memotong pembicaraan untuk segera menyudahi
pembicaraan dengan yang bersangkutan dan segera mengalihkan pembicaraan dengan audien lain.
Tentu banyak lagi contoh lainnya, bagaimana Al-qur’an sangat familiar di telinga, namun sangat sulit
untuk diterima dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih bangga mengungkapkan
argument dengan teori yang dikutif dari buku teks barat, kita lebih bangga mengutip pasal-pasal dari
undang-undang buatan manusia. Sebaliknya kita merasa sempit dada untuk mengungkapkan ayat-ayat
Alloh di muka manusia. Cerita seorang dosen yang juga ustadz (mudah-mudahan beliau istiqomah)
ketika menyampaikan kuliah berkaitan bidang teknik, system antrian, integral lipat, diferensial dan
sebagainya, biasanya beliau senantiasa menghubungkan dengan ayat-ayat Alloh, ternyata responnya
bermacam-macam, salah satunya dari koleganya yang mengingatkan beliau agar jangan terlalu banyak
mengutif ayat ketika menyampaikan kuliah di depan mahasiswa. Ironis memang logika manusia untuk
hal seperti ini kadang tidak jalan, kita hidup dibumi Alloh tapi tidak mau belajar dari aturan yang Alloh
berikan kepada manusia yang menempati buminya Alloh. Lalu kepada siapa kita akan kembali?
Padahal kalau mau menelaah lebih jauh untuk menggunakan akal secara jernih dan sehat. Bagaimana
eksitensi kita di muka bumi ini. Jika saya ditanya, dimana anda tinggal, saya katakana saya tinggal di
Bandung. Lalu ditanya lagi Bandung itu dimana?, tentu saya jawab Bandung adalah salah satu kota di
Provinsi Jawa Barat. Pertanyaan berikutnya Jawa Barat itu dimana, tentu saya jawab Jawa Barat
merupakan salah satu Provinsi di Indonesia. Indonesia itu dimana?, jawabannya Indonesia merupakan
salah satu Negara di dunia, lalu pertanyaanya dunia itu yang membuat siapa? Ya tentunya Alloh SWT.
yang juga menciptakan langit, serta mahluk yang ada diantara keduanya, serta akan mengembalikan
semuanya kepadaNya.
Pertanyaannya berapa banyak manusia yang mau diatur oleh Alloh SWT? (sangat sedikit) Padahal
senyatanya, tempat tinggal yang kita tinggali berasal dari Alloh, Rezekinya dari Alloh, nyawa/jiwa juga
dari Alloh, dan tak satupun yang benar-benar milik kita - semuanya akan kembali kepadaNya. Lantas
masihkah dada kita (saya, bapak dan ibu) merasa sesak dan merasa sempit dengan Al-Qur’an sebagai
Kalamulloh yang didalamnya merupakan banyak pelajaran (dzikr) baik dalam kehidupan berumah
tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Wallahu A'lam Bishawab.
Download