Document

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan
lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya
disebabkan oleh meningkatnya kompetisi dan turbulensi lingkungan
global, tetapi juga karena kompleksitasnya yang terus meningkat sebagai
akibat tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan.
Disisi lain, fenomena baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, yaitu adanya pemerintahan multi partai, desentralisasi
pemerintahan, evolusi perkembangan organisasi, pergeseran kekuasaan,
tuntutan penerapan paradigma good governance, dan globalisasi juga
menuntut berbagai pembaharuan dalam pola manajemen pemerintahan.
Oleh karena itu, organisasi pemerintahan dituntut menata ulang dirinya
untuk menciptakan organisasi pemerintahan masa depan.
Di dalam lingkungan yang berubah dengan cepat dan hypercompetitive seperti ini, peran manajer juga harus didefinisikan kembali.
Para manajer harus belajar menjalankan pengorganisasian yang lebih
sedikit hirarkis, lebih demokratis, dan memusatkan pada pengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Untuk bisa bertahan dan berhasil baik di abad 21, organisasi
perlu mengadopsi cara baru mengelola organisasi dimana organisasi
secara terus menerus dan dengan cepat meningkatkan kapasitasnya
untuk belajar dan sadar akan perubahan (Senge, 1996).
Dalam rangka mengarahkan pola pengelolaan aparatur yang
menghasilkan peningkatan kompetensi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
telah
melakukan
manajemen
berbagai
aparaturnya.
perubahan
Perubahan
dan
pembaharuan
dalam
dan
pembaharuan
yang
dilaksanakan dalam periode 2002-2007 menyangkut seluruh aspek
manajemen
aparatur,
pengembangan
kualitas,
mulai
dari
perencanaan,
penempatan,
promosi,
pengadaan,
penggajian,
kesejahteraan dan pemberhentian (Aflah, 2003).
Beberapa waktu lalu, juga telah banyak prakarsa manajemen
yang mengarah pada upaya peningkatan, seperti reinventing government,
transformasi organisasi, penataan ulang kualitas dan kuantitas aparatur
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui pendekatan kompetensi
(competency based) melalui upaya right-sizing, dan lain-lain. Kesemuanya
ini merupakan konsekuensi dari diterbitkannya Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok kepegawaian dan TAP MPR No.IV/MPR/1999
tentang GBHN dan sekaligus merupakan arah reformasi manajemen
kepegawaian dalam rangka pendekatan manajemen sumber daya
manusia aparatur yang rasional dan modern.
Secara kelembagaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga
telah melakukan perubahan dan pembaharuan susunan perangkat
daerahnya, dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
Kesemuanya ini menyiratkan suatu pergeseran manajemen
pemerintahan yang birokratis tradisional ke arah yang lebih bersifat
usahawan, seperti disebut Osborne dan Gaebler (1999) sebagai New
Public Management. Secara luas diakui bahwa jika organisasi publik ingin
survive dan berhasil baik di dalam lingkungan yang kompetitif dan
mengglobal seperti sekarang ini, harus cepat merubah cara berpikir dan
akting mereka (Osborne dan Gaebler, 1999).
Pada sisi lain, fenomena yang menarik berkaitan dengan kondisi
internal
organisasi
Pemerintah
Provinsi
DKI
Jakarta,
yaitu
kelembagaannya lebih mengutamakan pendekatan struktural dari pada
fungsional; organisasi relatif masih terlalu besar dan belum proporsional.
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara juga menunjuk berbagai
kelemahan sektor aparatur yang dipaparkan pada Rapat Koordinasi
Pembangunan Tingkat Pusat Tahun 2004, diantaranya adalah pembagian
tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab antar instansi dan antar
tingkatan instansi masih banyak yang belum jelas sehingga menimbulkan
duplikasi;
ketatalaksanaan
pemerintahan
yang
mencakup
proses
penyusunan kebijakan, proses perencanaan, koordinasi, sistem dan tata
hubungan
kerja,
prosedur
kerja,
masih
belum
mencerminkan
pelaksanaaan administrasi pemerintahan yang efisien dan efektif; nilainilai budaya kerja aparatur melemah, sehingga etos kerja dan
produktivitas kerja menurun, efisiensi dan disiplin serta keteladanan
kepemimpinan dalam penyelenggaraan adminitrasi pemerintah melemah.
Dalam konteks inilah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah
seharusnya melakukan refleksi sekaligus introspeksi atas kiprah yang
telah
dilakukan
selama
ini
dan
menata
ulang
dirinya
yang
implementasinya memerlukan struktur organisasi dan sistem manajemen
baru. Terlebih lagi, adanya perubahan lingkungan global yang turbulen
semakin meniscayakan kebutuhan untuk merevitalisasi peran organisasi
agar dapat berkontribusi secara maksimal bagi pembangunan. Hal ini
dirasa penting untuk menjamin bahwa format dan strategi organisasi di
masa depan harus cukup adaptif dan efektif untuk menjawab dinamika
lingkungan strategisnya.
Untuk
mentransformasi
organisasi
itu,
Pemerintah
organisasinya
pembelajar
(learning
Provinsi
yang
DKI
mengarah
organization).
Jakarta
pada
Konsep
perlu
terwujudnya
organisasi
pembelajar pada hakekatnya merupakan tanggapan pada pemenuhan
kebutuhan akan penyesuaian pada perubahan atau ketidakpastian
lingkungan dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Daft, 1995 dan
Dodgson, 1993 dalam Ellis dan Shpielberg, 2003).
Beberapa cendekiawan seperti dikutip Ellis dan
(2003) berikut
ini berpendapat bahwa dalam
rangka
Shpielberg
melakukan
penyesuaian pada lingkungan yang berubah dan untuk membuat pilihan
strategi yang sesuai, organisasi harus menjadi sadar akan perubahan
lingkungan yang berkesinambungan (Hall dan Saias, 1989), lebih
memahami lagi lingkungannya (Daft dan Weick, 1984; Weick, 1996), dan
menerapkan kebenaran pembelajaran (Child, 1997).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Child (1997); Levitt dan
March (1988) dalam Ellis dan Shpielberg (2003), bahwa aktivitas belajar
yang intensif akan membantu organisasi untuk belajar dari pengalaman,
memahami lebih baik lagi lingkungannya, dan dapat mendorong kearah
pengambilan keputusan yang tepat mengenai penyesuaian atau koreksi
internal organisasi, seperti pada strategi, struktur dan proses. Pendapat
senada dikemukakan Ghoshal (1987) dalam Ellis dan Shpielberg (2003),
yang menyatakan, jika ingin memanfaatkan potensi pembelajarannya dan
untuk menjamin pembelajaran dapat berlangsung, organisasi harus
mempertimbangkan pembelajaran sebagai suatu sasaran yang tegas dan
eksplisit, serta harus menciptakan mekanisme pembelajaran organisasi.
Di dalam ketidakhadiran mekanisme seperti itu, potensi pembelajaran
mungkin akan hilang.
Dalam hubungan ini, buruknya kondisi internal organisasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, salah satu faktor determinannya adalah
lemahnya struktur pendukung yang memfasilitasi pembelajaran, yaitu
mekanisme pembelajaran organisasi yang ada saat ini. Dengan perkataan
lain, lemahnya mekanisme pembelajaran organisasi akan mendorong ke
arah pengambilan keputusan yang kurang tepat dalam penyesuaian
internal organisasi. Kondisi ini mensyaratkan perlunya dilakukan penelitian
untuk menganalisa mekanisme pembelajaran organisasi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta yang ada saat ini.
Armstrong dan Foley (2003) menyebut mekanisme pembelajaran
organisasi sebagai pondasi atau struktur dasar yaitu kultur dan struktur
organisasi yang memfasilitasi penciptaan atau peningkatan peluang
pembelajaran. Lebih lanjut mereka menyebut mekanisme pembelajaran
organisasi sebagai struktur dasar yang mendukung pengembangan dan
peningkatan proses renewal suatu organisasi serta operasionalisasi
organisasi pembelajar. Tanpa mekanisme ini, suatu organisasi pembelajar
tidak mungkin dapat diwujudkan.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui
bagaimana mekanisme pembelajaran organisasi Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, yaitu kultur dan struktur organisasi, memfasilitasi penciptaan atau
peningkatan peluang pembelajaran; bagaimana sesungguhnya organisasi
belajar saat ini; dan bagaimana mengembangkan organisasi pembelajar.
Penelitian ini mencoba mengangkat masalah-masalah pembelajaran di
dalam organisasi dengan harapan dapat diperoleh suatu solusi atas
masalah
tersebut,
dan
sumbang
saran
serta
gagasan
bagi
penyempurnaannya dalam upaya meningkatkan kesiapan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta menjadi organisasi pembelajar.
1.2 Rumusan Masalah
Atas dasar permasalahan yang telah diuraikan pada latar
belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah.
1. Faktor-faktor apa yang memfasilitasi pembelajaran organisasi?
2. Bagaimanakah
faktor-faktor
dalam
memfasilitasi
pembelajaran
organisasi?
3. Kebijakan dan strategi apa yang perlu diambil dalam upaya
meningkatkan pembelajaran di dalam organisasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
memfasilitasi
pembelajaran
memfasilitasi
pembelajaran
organisasi.
2. Menganalisis
faktor-faktor
dalam
organisasi.
3. Merancang kebijakan atau strategi peningkatan pembelajaran di dalam
organisasi.
UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI
PERPUSTAKAAN MB IPB
Download