Modul Psikometri [TM1]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOMETRI
Pengantar Psikometri
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
01
Kode MK
Disusun Oleh
B41616BA
Mutiara Pertiwi, M.Psi
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi tentang pengantar
psikometri yang meliputi pengertian
psikometri dan pengukuran
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan pengertian psikometri,
perbedaan
pengukuran
fisik
dan
psikologis, macam-macam skala hasil
pengukuran, serta permasalahan dalam
pengukuran psikologis
Pengertian Psikometri
Psikometri merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang membahas
mengenai konsep pengukuran. Beberapa tokoh mengungkapkan beberapa pandangan
mengenai definisi psikometri, yaitu:

Prosedur untuk pengukuran psikologi (Guilford)

Kombinasi dari pengukuran psikologi dan statistika (Kerlinger)

Metodologi tentang pengembangan dan penggunaan pengukuran pada psikologi
(Nunnally)

The science of psychological measurement (Cohen & Swerdlik)
Pengukuran
Weitzenhoffer, dalam Cohen dan Swerdlik (2009) mendefinisikan pengukuran
sebagai operasionalisasi dunia fisik dari seorang pengamat. Stevens, dalam Cohen dan
Swerdlik (2009) berpendapat bahwa pengukuran merupakan pemberian angka kepada
objek atau peristiwa menurut aturan tertentu.
Dari pemaparan definisi yang diajukan Stevan, 'Lord dan Novick (1968) dan
Torgerson '(1958) menekankan bahwa pengukuran berkaitan dengan sifat dari suatu objek
bukan pada objek itu sendiri. Misalnya, seorang ahli kimia mengukur berat molekul yang
menentukan jumlah bakteri pada air yang terdapat di sebuah kolam. Hal ini merupakan
pengukuran dari atribut spesifik suatu objek. Begitu juga halnya dengan seorang psikolog
sekolah, mereka tidak mengukur seorang anak, melainkan mengukur atribut psikologis yang
spesifik dari anak tersebut, seperti perkembangan kosa kata, kematangan sosial, atau
pengetahuan umum.
Pengukuran sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengukuran fisik dan pengukuran
psikologis. Adapun penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran fisik. Pengukuran fisik berkaitan dengan benda-benda fisik yang dapat
diamati, seperti meja, kursi, tinggi atau berat badan. Pengukuran fisik juga biasa
disebut dengan pengukuran tangible atau overt
2. Pengukuran psikologis. Pengukuran psikologis berkaitan dengan proses pemberian
angka (skor) pada individu. Pada pengukuran ini, individu tidak diukur seabgai suatu
keseluruhan, melainkan dari sampel-sampel perilaku. Karena itu pengukuraan ini
dikenal juga sebangai pengukuran intangible
2016
2
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pengukuran Psikologis
A. Definisi pengukuran psikologis
Berikut pemaparan beberapa tokoh mengenai definisi pengukuran psikologis, yaitu:
•
Pengukuran baku dan objektif dari sebuah sampel tingkah laku (Anastasi & Urbina)
•
Prosedur sistematis untuk mengamati tingkah laku individu dan menjelaskannya
dengan bantuan skala (Cronbach)
•
Seperangkat item yang dirancang untuk mengukur ciri-ciri tingkah laku (Kaplan &
Saccuzo)
B. Fungsi pengukuran psikologis
Anastasi dan Urbina memaparkan bahwa pengukuran psikologis berfungsi untuk:
•
Mengukur perbedaan antar individu
•
Mengukur perbedaan reaksi pada individu yang sama dalam keadaan yang berbeda
C. Asumsi-asumsi dalam pengukuran psikologis
1. Adanya traits dan states dalam psikologi
Traits didefinisikan sebagai sesuatu yang membedakan satu individu dengan individu
lainnya, dimana trait ini reltif menetap. Sementara, state juga didefinisikan sebagai sesuatu
yang membedakan satu individu dengan individu lain, namun relatif tidak menetap. Trait
dapat diketahui melalui sampel perilaku yang didapat melalui berbagai cara seperti
observasi langsung, analisa self report,a atau jawaban dari tes tertulis. State sendiri pada
dasarnya merupakan bagian dari trait yang memiliki level tertentu dan mucul pada situasi
tertentu, misalnya seseorang dapat melakukan tindakan kekerasan yang lebih besar pada
keluarganya daripada rekan kerjanya. Contoh lain seseorang dianggap sebagai orang yang
bodoh dan kekanak-kanakan oleh keluarganya, namun dapat dianggap menarik dan
menghibur oleh rekan kerjanya.
2. Traits dan states dalam diukur secara kuantitatif
Spesifik Traits dan states yang akan diukur perlu didefinisikan secara hati-hati. Para
pengembang tes atau peneliti, bahkan orang kebanyakan memiliki cara pandang dan
definisi sendiri mengenai suatu fenomena. Untuk itu, definisi yang jelas mengenai traits atau
states diperlukan dalam rangka mengembangkan alat ukur.
2016
3
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Test-related behavior memprediksi test-non related behavior
Hal ini berkaitan dengan pengukuran yang ditujukan untuk perilaku tertentu dapat
memprediksi perilaku yang bukan diukur pada saat pengukuran dilakukan, misalnya pola
jawaban dari suatu tes kepribadian digunakan dalam pengambilan keputusan terkait dengan
kelainan mental.
4. Pengukuran dalam psikologi memiliki kelebihan dan kekurangan
Terkait dengan hal ini, pengguna tes atau para peneliti yang menggunakan berbagai teknik
pengukuran dalam psikologi memahami letak kekuatan dan kelemahan dari teknik
pengukuran yang digunakan. Dengan pemahaman ini, teknik pengukuran lain dapat
ditambahkan atau rekomendasi kepada pihak lain dapat lebih jelas.
5. Berbagai macam error merupakan bagian dari proses pengukuran
Error merupakan berbagai faktor yang mempengaruhi performa seseorang saat di
tes atau saat pengukuran dilakukan. Error dapat muncul dari berbagai sumber, misalnya
error muncul dari peserta tes yang sedang mengalami flu sehingga mempengaruhi
performanya saat mengikuti tes. Contoh lain error dapat muncul dari instruktur tes yang
kurang jelas dalam menyampaikan instruksi tes.
Skala Hasil Pengukuran
Jika kita tinjau lagi pengertian pengukuran, kita dapat menyimpulkan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka kepada objek atau peristiwa menurut aturan
tertentu. Pemberian angka dengan aturan ini disebut sebagai scaling. Terdapat empat jenis
skala hasil pengukuran yaitu:
1. Nominal.
Merupakan bentuk pengukuran yang paling sederhana. Nomor atau angka yang
terdapat pada skala ini murni hanya untuk pemberian label atau kategori dari data,
tidak
mengandung
arti
urutan
atau
rangking.
Tujuan
skala
ini
untuk
mengklasifikasikan data, misalnya jenis kelamin (laki-laki =1, perempuan = 2), usia
(10 tahun = 1, 20 tahun = 2, 30 tahun = 3).
2016
4
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Ordinal
Skala ordinal juga membuat klasifikasi pada data yang diperoleh, namun klasifikasi
pada data sudah melibatkan urutan atau rangking. Misalnya membuat klasifikasi
nilai-nilai kesuksesan dalam bekerja:
-
Jujur = 1
-
Kerja keras = 2
-
Relasi = 3
-
Dan seterusnya
Namun dalam skala ordinal jarak antara rangking 1 dan 2 belum tentu sama dengan
jarak antara 2 dan 3
3. Interval
Dalam skala interval juga terdapat rangking atau urutan dan sudah memiliki jarak
yang sama antar rangking atau urutan. Misalnya: jarak antara skor IQ 110 dan 120
sama dengan jarak antara skor IQ 130 dan 140. Pada skala ini tidak terdapat “nol
mutlak”, artinya jika seseorang mendapatkan skor tes 0, bukan berarti ia tidak
memiliki kemampuan sama sekali.
4. Rasio
Skala rasio merupakan skala pengukuran yang memiliki nilai rangking atau urutan,
memiliki jarak yang sama antar urutan, dan memiliki skor “nol mutlak”. Misalnya pada
pengukuran objek fisik seperti panjang meja, tinggi badan, dan sebagainya.
Permasalahan Dalam Pengukuran Psikologis
Pengukuran dalam psikologis merupakan pengukuran tidak langsung yang dapat
dilakukan melalui sampel-sampel perilaku. Untuk menentukan sampel-sampel perilaku ini
diperlukan suatu teori yang mendasarinya yang dalam psikologi dikenal sebagai konstruk
(constructs). Oleh karena itu, hal ini menyebabkan munculnya beberapa permasalahan
dalam pengukuran psikologis. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
1. Tidak ada satu pendekatan terhadap suatu konstruk yang berlaku secara universal
Karena pengukuran terhadap konstruk psikologi tidak dapat dilakukan secara langsung,
melainkan melalui sampel perilaku yang berhubungan dengan konstruk tersebut, maka tidak
menutup kemungkinan terdapat dua teori atau lebih yang membahas mengenai konstruk
yang sama, namun memiliki definisi operasional yang berbeda mengenai konstruk tersebut.
2016
5
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Pengukuran psikologis umumnya didasarkan pada sampel tingkah laku yang
terbatas. Misalnya, kita ingin mengukur kemampuan pemecahan masalah pada
siswa. Untuk mengukur hal ini tidak mungkin semua masalah yang ada pada diri
siswa dapat dilibatkan, yang dipilih adalah sampel-sampel dari masalah yang
mewakili kehidupan siswa di sekolah yang dapat dijadikan dasar dari pembuatan alat
ukur kemampuan memecahkan masalah.
3. Hasil pengukuran psikologis yang diperoleh selalu mengandung error
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pengukuran psikologis berdasarkan pada
sampel perilaku yang terbatas yang diambil pada waktu tertentu. Jika seorang siswa diberi
tes yang sama pada dua kali pengambilan data, bisa saja hasil yang diperoleh tidak sama
karena ada pengaruh faktor kelelahan, kebosanan, lupa, dan sebagainya. Jika ia diberikan
tes yang berbeda, maka hasilnya akan berubah dikarenakan adanya perbedaan konten tes,
perbedaan bentuk tes, dan sebagainya. Inkonsistensi skor tes seseorang yang diakibatkan
berbagai faktor inilah yang dikenal dengan error.
2016
6
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
•
Anastasi, A. & Urbina, S. (2007). Tes psikologi. Jakarta: PT Indeks.
•
Cohen-Swerdlik. (2009). Psychological testing and assessment: An introduction to
test and measurement (7th ed.). USA: McGraw-Hill Companies, Inc.
•
Crocker, L. & Algina, J. (2008). Introduction to classical and modern test teory. USA:
Cengage Learning.
2016
7
Psikodiagnostik
Mutiara Pertiwi, M.psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download