Modul Pendidikan Agama Islam [TM12].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN AGAMA ISLAM
BAB XI
ISLAM DAN
DEMOKRASI
Pokok-Pokok Bahasan Bab XI:
1.Mengetahui proses demokrasi di era Rasullah SAW
2.Mengetahui kaitan Islam dan Masyarakat Muslim
dengan perkembangan demokrasi di era globalisasi
Fakultas
Program Studi
Ekonomi
Akuntansi
Pertemuan 12
Online
11
Kode MK
Disusun Oleh
90002
Yayah Hidayah, Dr. M.Si
Abstract
Kompetensi
Modul tatap muka ini dipergunakan
sebagai Bahan Materi Perkuliahan
Mata Kuliah Agama Islam di
Universitas Mercu Buana
Dengan membaca materi ini mahasiswa
diharapkan dapat mengetahui korelasi
islam dengan demokrasi
MODUL MATERI BAB XI.
Islam dan Demokrasi
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan
hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi,
seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan),
human right (hak asasi manusia), dst.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa
rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil
rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas
tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat
menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga
legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen
rakyat yang aspiratif dan distributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan
atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu
negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh
sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip
amanah
dan
tanggung
jawab
(credible
and
accountable)
menjadi
keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan
pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik
rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat
yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar
ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota
masyarakat
maupun
sebagai
pemimpin
negara.
Doktrin
tersebut
merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan
saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.
2016
2
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Nah, bagaimanakah konsep demokrasi Islam itu sesungguhnya?
Jika secara normatif Islam memiliki konsep demokrasi yang tercermin
dalam prinsip dan idiom-idiom demokrasi, bagaimana realitas empirik
politik Islam di negara-negara Muslim? Bagaimana dengan pengalaman
demokrasi di negara-negara Islam? Benarkah Samuel Huntington dan F.
Fukuyama, yang menyatakan bahwa realitas empirik masyarakat Islam
tidak compatible dengan demokrasi? Tulisan ini ingin mengkaji demokrasi
dalam
perspektif
Islam
dari
aspek
elemen-elemen
pokok
yang
dikategorikan sebagai bagian terpenting dalam penegakan demokrasi,
dan hubungannya dengan realitas demokrasi dalam negara yang berbasis
mayoritas Islam.
Jika dilihat basis empiriknya, agama dan demokrasi memang
berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari
pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki
dialeketikanya sendiri. Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada
halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi. Dalam
perspektif Islam elemen-elemen demokrasi meliputi: syura, musawah,
adalah, amanah, masuliyyah dan hurriyyah, bagimana makna masingmasing elemen tersebut?.
Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan
keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya
saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159 Dalam praktik
kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana
syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga
ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara
atau khalifah.
Jelas
bahwa
pertimbanagan
musyawarah
dan
tanggung
sangat
jawab
diperlukan
bersama
di
sebagai
bahan
dalam
setiap
mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan
2016
3
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
akan
menjadi
tanggung
jawab
bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian
penghargaan
terhadap
orang
lain
karena
pendapat-pendapat
yang
disampaikan menjadi pertimbangan bersama.
Kedua, al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan
hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus
dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti
pentingnya
penegakan
keadilan
dalam
sebuah
pemerintahan
ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam
surat an-Nahl:90; QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst. Betapa
prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada
ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari
kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski
ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”.
Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak
yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan
kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap
rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam
suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas
rakyat.
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi
yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan
yang jujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan
undang-undang yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki
tanggung jawab besar di hadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan.
Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku
yang dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami almusawah ini sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al‘adalah. Diantara dalil al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini
adalah surat al-Hujurat:13,
2016
4
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang
diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau
amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan,
pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus
mampu
melaksanakan
kepercayaan
tersebut
dengan
penuh
rasa
tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti
ditegaskan Allah SWT dalam surat an-Nisa’:58.
Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka
tersebut
tidak
seharusnya
bisa
merasa
diminta,
prihatin
dan
bukan
orang
malah
yang
menerima
bersyukur
atas
jabatan
jabatan
jabatan
tersebut. Inilah etika Islam.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita
ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus
diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung
jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan
kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah
yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah
yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah, bahwa penguasa
merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus
wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip
pertanggung jawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing
orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat
luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada
posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai
khadim al-ummah (pelayan umat). Dus dengan demikian, kemaslahatan
umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan
keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat
ditinggalkan.
2016
5
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap
orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk
mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara
yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka
al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan
bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai
adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani
melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah
tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan
semakin merajalela.
Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau
elemen-elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat
legitimasi dari rakyat. Dus dengan demikian maka roda pemerintahan
akan berjalan dengan stabil.
Watak ajaran Islam sebagaimana banyak dipahami orang adalah
inklusif dan demokratis. Oleh sebab itu doktrin ajaran ini memerlukan
aktualisasi dalam kehidupan kongkret di masyarakat. Pertanyaannya
kemudian,
bagaimana
realitas
demokrasi
di
dunia
Islam
dalam
sejarahnya?
Dalam realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter
yang dibungkus dengan baju Islam seperti pada praktek-praktek yang
dilakukan oleh sebagian penguasa Bani ‘Abbasiyyah dan Umayyah. Tetapi
itu bukan alasan untuk melegitimasi bahwa Islam agama yang tidak
demokratis. Karena sebelum itu juga ada eksperimen demokratisasi
dalam sejarah Islam, yaitu pada masa Nabi dan khulafaurrasyidin .
Memang
harus
diakui,
karena
kepentingan
dan
untuk
melanggengkan status quo raja-raja Islam, demokrasi sering dijadikan
2016
6
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
tumbal. Seperti pengamatan Mahasi, bahwa di beberapa bagian negara
Arab misalnya, Islam seolah-olah mengesankan pemerintahan raja-raja
yang korup dan otoriter. Tetapi realitas seperti itu ternyata juga dialami
oleh pemeluk agama lain. Gereja Katolik misalnya , bersikap acuh-tak
acuh ketika terjadi revolusi Perancis. Karena sikap tersebut kemudian
Katolik disebut sebagai tidak demokratis. Hal yang sama ternyata juga
dialami oleh agama Kristen Protestan, diamana pada awal munculnya
merugikan posisi kaum tani dan buruh. Tak mengherankan kalau Kristen
pun disebut tidak demokratis.
Melihat kenyataan sejarah yang dialami oleh elit agama-agama di
atas, maka tesis Huntington dan Fukuyama yang mengatakan, “bahwa
realitas empirik masyarakat Islam tidak kompatibel dengan demokrasi”
adalah
tidak benar. Bahkan Huntington mengidentikkan demokrasi
dengan the Western Christian Connection. Inilah memang, betapa
sulitnya menegakkan demokrasi, yang di dalamnya menyangkut soal:
persamaan
musyawarah,
hak,
pemberian
keadilan,
kebebasan
amanah
dan
bersuara,
tanggung
penegakan
jawab.
Sulitnya
menegakkan praktik demokratisasi dalam suatu negara oleh penguasa di
atas,
seiring
dengan
kompleksitas
problem
dan
tantangan
yang
dihadapinya, dan lebih dari itu adalah menyangkut komitmen dan
moralitas sang penguasa itu sendiri. Dengan demikian, meperhatikan
relasi antara agama dan demokrasi dalam sebuah komunitas sosial
menyangkut banyak variabel, termasuk variabel independen non-agama.
Praktek demokrasi di Era Rasul : Piagam Madina
Berbicara tentang demokrasi, ingatan kita diajak untuk menerawang jauh
kebelakang, yaitu pada tahun 622 M. Piagam Madinah atau ‘Mitsaqal
Madinah’ yang lembaran tertulisnya ( shahifat ) berfungsi sebagai dasar
hukum dan konstitusi dalam mempersatukan penduduk Madinah dari
semua golongan (suku, agama, dan ras). Inilah sebuah piagam yang
2016
7
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
merupakan cikal bakal sebuah negara demokrasi moderen. Mitsaqal
Madinah yang lembarannya terinspirasi dari wahyu ilahi dan berisikan
empat belas prinsip yang mengatur jalannya roda kepemimpinan Nabi
Muhammada SAW. Walaupun pada saat itu belum ada sebutan negara
kepada Islam yang berada di kota Madinah secara dejure, namun secara
defacto, kaum muslimin dibawah komando Nabi Muhammad SAW telah
mempraktekan kehidupannya sebagai sebuah negara yang demokratis.
Dari ke empat belas prinsip itu, :
1.prinsip
pertama
adalah
‘prinsip
keumatan’,
dimana
dalam
lembaran itu ditegaskan bahwa pada kenyataannya karakter manusia
sebagai makhluk sosial , membutuhkan kerja sama antara satu dengan
yang lainnya, dan hidup berkelompok. Setiap kelompok dapat dibedakan
dari segi keyakinan dan agama yang mereka anut, dari segi etnis-budaya,
prinsip politik, kepentingan ekonomi, pola pikir dan pandangan hidup.
Hal-hal diatas sesuai dengan tekstual al Qur’an yang menyatakan
memang
manusia
hidup
berkelompok
agar
mereka
saling
kenal
mengenali,
‘ waja’alnakum syu’uban waqabaila lita’arafu’. Dan al Qur’an juga
menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu lemah, ‘ wakhuliqal
insanu dha’ifa’ . Karena itu mereka harus membentuk kerja sama dalam
kebaikan dan taqwa (wata’a wanu alal birri wattaqwa’), sebagai wujud
menjaga kelestarian hubungan antar manusia (hablum minannas).
2. Prinsip
kedua
dalam
piagam
itu
adalah
‘Persatuan
dan
Persaudaraan’. Pembentukan umat bagi kaum muslimin disatu pihak
dan bagi orang-orang muslim bersama kaum Yahudi, Nashrani di pihak
lain menunjukkan betapa pentingnya prinsip tersebut. Artinya, di dalam
oraganisasi umat terkandung makna persatuan persaudaraan, baik
2016
8
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
persatuan
dan
persaudaraan
seagama,
maupun
persatuan
dan
persaudaraan kemanusiaan antar pemeluk agama.
Karena suatu umat, atau bangsa dan negara tidak akan pernah berdiri
tegak bila di dalamnya tidak terdapat persatuan dan persaudaraan
masyarakatnya. Persatuan dan persaudaraan tidak akan terwujud tanpa
adanya saling bekerja sama dan kasih sayang dan untuk kebaikan. Hal itu
ditegaskan nabi dalah shahifatnya pada pada pasal 24 dan 38 ‘ wa annal
yahuda yunfiquna ma’al mukminana ma damu.
Dan wa anna bainahumun nashra ‘ala man haraba ahla hadzihish shahifati
wa anna bainahumun nashha wannashihata wal birradunal itsmi…’
orangorang Yahudi bersama-sama dengan orang-orang mukmin saling
membantu dalam menghadapi orang yang menyerang terhadap pemilik
Piagam, saling menasehati dan memberi saran, dan berbuat baik, bukan
berbuat dosa.
Lebih
jauh
dapat
dijelaskan,
bahwa
di
dalam
ketetapan
yang
menghendaki terwujudnya persatuan dan persaudaraan di kalangan
penduduk Madinah, juga menggambarkan bentuk hubungan antara
golongan Islam dan Non Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam
hal
ini
Nabi
Muhammad
SAW
tidak
membentuk
persatuan
dan
persaudaraan yang eksklusif bagi umat Islam saja.
Oleh karena itu, prinsip persatuan dan persaudaraan yang diletakkan Nabi
SAW dapat dikatakan pertama dalam sejarah kemanusian. Bahkan
menurut Robert N Bellah, seorang pakar sosiologi agama-agama, prinsipprinsip yang diletakkan Nabi SAW sangat moderen pada zamannya. Di era
moderen ini, setiap pemerintahan suatu negara memandang prinsip
persatuan dan persaudaraan merupakan hal yang harus dibina dan
ditegakkan sebagai prasyarat bagi pelaksanaan pembangunan di segala
bidang.
2016
9
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
3.
Prinsip
ketiga
dalam
Piagam
Madinah
adalah
‘Prinsip
Persamaan’. Sebagaimana diketahui, bahwa masyarakat Arab adalah
masyarakat yang cenderung kepada kefanatikan terhadap suku, dan
darah
turunan
(nasab),
sehingga
mereka
terjerumus
ke
dalam
pertentangan, kekacauan yang merusak tatanan sosial, politik dan
ekonomi. Mereka tidak mengenal adanya prinsip persamaan antara
sesama manusia.
Satu kabilah dengan kabilah lainnya tidak saling mendukung dan
melindungi. Bahkan satu kabilah adalah musuh bagi kabilah lainnya yang
harus dilenyapkan. Karena setiap kabilah menganggap dirinya lebih
unggul dari kabilah lainnya, sehingga mereka sibuk dengan urusannya
sendiri, tanpa ada rasa kepedulian sosial terhadap kabilah yang lain.
Itulah yang disadari oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga dalam
piagamnya menetapkan seluruh penduduk Madinah memperoleh status
yang sama atau persamaan dalam kehidupan sosial. Ketetapan ini
berkaitan
dengan
kemashlahatan
umum
yang
menjamin
hak-hak
istimewa mereka sebagaimana hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
kaum muslimin. Sebab prinsip persamaan dalam Islam adalah pengakuan
hak-hak yang sama antara kaum muslimin dan bukan muslimin.
Persamaan yang mencakup berbagai aspek kehidupan dapat dirujuk
dalam jiwa pada shahifat tersebut yang menyatakan, bahwa penduduk
Madinah adalah umat yang satu, yaitu umat yang memiliki status yang
sama dalam kehidupan sosial, hak membela diri, persamaan tanggung
jawab dalam mempertahankan keamanan kota Madinah, persamaan
kewajiban dalam memikul belanja perang bila diperlukan, persamaan hak
dalam memberikan saran dan nasehat untuk kebaikan, dan persamaan
hak kebebasan dalam memilih agama dan keyakinan, serta hak mengatur
kehidupan
ekonomi
masing-masing
juga
nafaqatahum wa ‘alal muslimina nafaqahum’.
2016
10
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
sama,
‘waannal
yahudi
Prinsip
di
atas
sebagaimana
sabda
Rasulullah
SAW
sebagaimana
diriwayatkan oleh imam Ahmad, ‘Wahai manusia, ingatlah sesungguhnya
Tuhan kamu satu (Allah SWT), dan bapak kamu satu (semua berasal dari
nabi Adam as). Ingatlah, tidak ada keutamaan orang Arab dengan orang
yang bukan Arab
(a’jami), dan
tidak pula sebaliknya, tidak ada
keistimewaan orang kulit berwarna (ahmar) dengan orang kulit hitam dan
sebaliknya, kecuali karena ketaqwaannya”.
Demikian juga al Qur’an menegaskan tentang prinsip-prinsip persamaan
sebagaiman diurai dalam surah an Nisa ayat 1, surah al A’raf ayat 189,
surah Azzumar ayat 6. Kemudian surah Fathir ayat 11 surah al mukmin
ayat 67 yang menerangkan asal usul kejadian manusia, yaitu dari setetes
air mani, dan setelah itu menjadi segumpal darah dan membentuk
segumpal daging dan seterusnya.
Walaupun disadari, bahwa antara manusia terdapat perbedaan dari segi
jenis kelamin, warna kulit (ras), sifat pembawaan, bakat, kekuatan fisik,
ketrampilan, kemampuan intelektual dan pendidikan, kedudukan sosialekonomi, dan sebagainya, namun sebagai manusia, mereka adalah sama
dan tetap sama.
Perbedaanperbedaan
yang
nyata
ini
bukan
alasan
untuk
saling
membedakan satu sama lain, sebaliknya dengan adanya perbedaan itulah
umat manusia untuk saling mengenali dan membantu sesama mereka.
Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana
diriwayatkan oleh imam Muslim, Ibn Majah. Ahmad dari Abu Hurairah, ‘
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk dan rupa kamu,
dan harta kamu, akan tetapi Allah hanya memandang kepada hati kamu
dan amal perbuatan kamu.”
2016
11
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Dalam prinsip persamaan ini, Nabi SAW menetapkan agar akar-akar
fanitisme jahiliyah yang berbangga diri dengan keturunan dan ras nya
atau
kekayaannnya
dapat
dihilangkan
dan
memunculkan
rasa
kebersamaan yang melahirkan persatuan dan persaudaraan sejati,
sehingga harkat dan martabat kemanusiaannya dapat terangkat dan juga
dapat mengembangkan potensi setiap diri secara wajar dan layak .
Demikian juga sepirit al Qur’an yang menjelaskan adanya perbedaan
warna kulit dan lainnya, bukan untuk menunjukkan superioritas mereka,
tetapi lebih dari itu agar satu warna dengan warna lainnya dapat
mengenali karakter sehingga dapat dijalinnya suatu kerja sama.
Dari ketiga prinsip di atas maka secara jelas dapat dibuktikan bahwa
Islam memiliki prinsip-prinsip demokrasi yang utuh berdasarkan wahyu
ilahi. Dan sejarah membuktikan bahwa dimana Islam merupakan pemeluk
mayoritas, maka golongan minoritas terlindungi. Karena ada hak asasi
yang dijamin syariat yang harus diberlakukan secara adil pada semua
golongan.
2016
12
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
2016
13
Pendidikan Agama Islam
Yayah Hidayah
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
www.mercubuana.ac.id
Download