WORKING SHEET PROGRAM : TECHNICAL NOTE No : WEEK : DATE : PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN BUDIDAYA PADI TERHADAP EMISI METHAN Pendahuluan Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) utama, selain uap air (H2O), karbondioksida (CO2) dan nitrous-oxide (N2O). Gas-gas ini dapat menyerap radiasi infra-merah sehingga menyebabkan pemanasan atmosfer yang dikenal sebagai fenomena efek rumah kaca. Metan, chlorofuoro-carbons (CFCs), nitrous-oxide (N2O) dan ozone (O3), secara bersama menyebabkan sekitar 3% efek rumah kaca global. Meskipun kontribusi keempat GRK ini relatif kecil dibandingkan uap air (67%) dan karbondioksida (30%), tetapi laju peningkatan konsentrasinya di atmosfer sangat nyata dalam menentukan peningkatan efek rumah kaca pada abad ke-20 (Lelieveld dan Crutzen, 1993). Selain itu, keempat GRK tersebut juga lebih reaktif dibandingkan uap air maupun karbondioksida (Bouwman, 1990). Menurut Lelieveld dan Crutzen (1993), pada skala global, tanah sawah diperkirakan menyumbangkan 20-120 juta ton CH4 ke atmosfer, atau sekitar 12.5% dari sumber total tahunan yaitu sekitar 470-650 juta ton CH4. Emisi total tersebut berasal dari total luasan lahan dunia yang digunakan untuk budidaya padi sawah yang mencapai 1.45 x 106 km2 atau sekitar 10% dari total lahan pertanian dunia. Fakta dan Data Hampir semua budidaya tanaman padi di dunia dilakukan pada areal dengan penggenangan. Ketika sawah digenangi, dekomposisi aerobic bahan organic secara bertahap mengurangi kandungan oksigen dalam tanah dan air genangan, dan kondisi anaerobic meningkat dalam tanah. Pada kondisi tesebut, methan diproduksi melalui dekomposisi anaerobic bahan organic tanah oleh bakteri metanogenik. Namun demikian, tidak semua methan yang diproduksi dilepas ke atmosphere. Kira-kira 60 sampai 80 persen produksi methan dioksidasi oleh bakteri metanogenik aerobic dalam tanah (Holzapfel-Pschorn et al., 1985, Sass et al., 1990). Sejumlah methan juga tercuci ke dalam air tanah sebagai endapan methan. Sisanya non-oxidized methan diangkut dari tanah dari tanah ke atmosphere terutama dengan diffusi melalui tanaman padi. Sejumlah methan juga keluar dari tanah melalui diffusi dan gelembung air genangan. Laju oksidasi metan di lapangan, yang dihitung berdasarkan selisih hasil pengukuran in situ produksi dan emisi, sangat tergantung pada musim (Schutz et al., 1989a). Pada awal musim, ketika seluruh tanaman padi tergenang dan emisi metan terutama melalui cara ebulisi, kurang dari separuh metan yang diproduksi teremisikan. Pada akhir musim, ketika sistem transportasi vaskular pada tanaman padi telah berkembang dan sebagian besar metan diemisikan melalui aerenchyma, hampir 90% dari metan yang diproduksi dioksidasikan. Dengan demikian, peningkatan produksi metan diiringi dengan peningkatan oksidasinya, karena: (1) residence time metan yang lebih lama jika emisinya terjadi melalui tanaman dibandingkan dengan cara ebulisi dan/atau (2) terjadinya stimulasi terhadap aktivitas oksidasi pada laju produksi metan yang meningkat. Proses lain seperti transportasi O2 ke zona perakaran juga berperan dalam peningkatan laju oksidasi metan (Rennenberg et al., 1992). Sistem pengelolaan air di areal persawahan pada saat budidaya padi dilakukan adalah merupakan factor utama yang menyebabkan emisi methan. Sedangkan budidaya padi lahan kering (gogo, padi huma) tidak perlu penggenangan air maka tidak dipercaya sebagai sumber emisi methan. Dalam pengelolaan padi genangan dalam (genangan lebih dari 3,3 feet), batang bagian bawah dan akar padi tidak mentransportasikan CH4, sehingga menghambat emisi CH4. Dalam kasus tersebut, areal padi dengan genangan dalam mengemisikan methan, namun jumlah yang diemisikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan areal genangan dangkal. Demikian juga untuk areal padi yang secara periodic kebanjiran baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Pada saat air terdrainase dan tanah menjadi kering, emisi methan berkurang atau bahkan berhenti. Jadi pengaruh aerasi tanah dapat berpengaruh terhadap percepatan emisi maupun penghambatan emisi methan (sumber.....) . Suhu juga merupakan faktor penting bagi berlangsungnya produksi metan pada tanah sawah (Conrad et al., 1987). Mayoritas bakteri methanogen yang telah diisolasi bersifat mesofilik, dimana aktivitas optimalnya terjadi pada suhu 30-40 oC (Vogels et al., 1988). Oleh karena itu, perubahan suhu harian maupun musiman sangat berpengaruh terhadap produksi metan pada tanah sawah. Pada kondisi tersedia cukup substrat, peningkatan suhu dari 17 ke 30 oC menyebabkan peningkatan produksi metan 2.5 sampai 3.5 kali lipat. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh sistem budidaya padi setempat (local value) terhadap besaran emisi methan. Varietas padi Suhu Water regim Tingkat pemupukan Fase pertumbuhan padi Metodologi dan Desain Percobaan Maksud ‘Local Value’ dalam hal ini adalah pengelolaan atau perlakukan yang dilakukan oleh petani setempat terhadap tanaman padi yang dibudidayakan. Oleh karena itu dalam percobaan ini, faktor-faktor penentu emisi, yaitu varietas, water regim, tingkat pemupukan dan lain-lain disesuaikan pada budaya atau kebiasaan yang berlaku secara umum di daerah Pantura. Percobaan dilakukan dengan membuat 8 demplot berukuran 4 m x 4 m, di areal percobaan Balai Besar Penelitian Padi di Sukamandi Kabupaten Subang. Dua varietas padi (Ciherang dan IR64) dengan 3 tingkat perlakukan pemupukan ditambah satu blanko. Adapun strategi pengukuran emisi methan dilakukan sebagai berikut: Varietas yang umum di daerah Pantura terutama di Jawa Barat adalah Ciherang dan IR64, oleh karena itu kedua verietas tersebut akan diukur emisi methannya Menurut literatur, perbedaan suhu menyebabkan perbedaan emisi methan. Untuk mengetahui besaran emisi karena perbedaan suhu akan dilakukan pengukuran pada waktu siang dan sore (perbedaan suhu harian) Water regim. Pengukuran emisi dilakukan pada tanaman padi dengan varietas sama dan tingkat pemupukan sama dengan kedalaman penggenangan yang berbeda Walaupun belum ditemukan informasi perbedaan emisi karena adanya tingkat pemupukan yang berbeda, namun dalam percobaan ini akan diukur emisi methan karena perbedaan tingkat pemupukan (blanko-tanpa pemupukan, 100, 150, dan 200 kg urea/ha) Fase pertumbuhan padi juga berpengaruh terhadap besaran emisi methan, oleh karena itu untuk mengetahui perbedaan tersebut akan dilakukan pengukuran pada fase vegetatif, generatif dan pemasakan (menjelang panen) Output Output yang diharapkan adalah besaran nilai emisi dari berbagai pengelolaan padi di daerah Pantai Utara Jawa Barat. Nama Job Code PERAN Mubekti dan Gatot Hendrarto Tanda Tangan :