1 MODEL INOVASI TATA KELOLA GAS METAN KABUPATEN/KOTA Sampah Berlipah dan Energi Terengah Apa hubungan antara perang dan sampah? Mungkin sebagian dari kita sulit menemukan korelasi kedua hal tersebut. Namun jika kita memahami bahwa timbulan sampah dapat menghasilkan gas metan sebagai energi alternatif, maka hubungan antara keduanya menjadi sangat jelas. Sejumlah konflik / perang di dunia berkaitan dengan masalah energi seperti Amerika Selatan, Timur Tengah, Georgia, Afganistan, hingga kawasan Asia Tengah adalah untuk mendapatkan energi. Dengan tersedianya sumber energi alternatif , maka potensi konflik bahkan perang karena energi fosil yang terbatas, minimal dapat diredam. Jika hanya mengandalkan energi fosil dan tidak mengembangkan energi alternatif yang sistematis dan komprehensif, Indonesia juga berpotensi terjebak dalam konflik karena energi. Kebutuhan yang terus bertambah tersebut membuat cadangan minyak di Indonesia kian menipis. Cadangan minyak misalnya, hanya cukup untuk 23 tahun lagi. Sementara cadangan gas masih cukup sampai 50 tahun ke depan dan batu bara cukup untuk 80 tahun mendatang."Cadangan migas yang tinggal sedikit ini dikarenakan kita kesulitan menemukan lagi lokasi penghasilnya. Kita sudah tidak bisa lagi mencari migas di darat, terutama di hutan. Alhasil kita hanya bisa bergantung pada lautan," ujarnya saat mengisi Seminar Penjabaran Potensi Sumber Daya Energi dan Mineral di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKHH) UGM Dengan kondisi tersebut, Indonesia perlu berinovasi menciptakan energi-energi terbarukan. Salah satu sumber energi tersebut adalah gas metan dari timbulan sampah. Pontensi energi ini cukup besar terutama di kota-kota besar, sebagai Contoh Jakarta menghasilkan sampah sekitar 6.000 hingga 6.500 ton per hari. Bali, menghasilkan sampah sebanyak 10.725 ton per hari. Dan,Kota Palembang mengalami peningkatan produksi sampah dari 700 ton per hari menjadi 1.200 ton per hari. Dengan inovasi ini, maka ada dua persoalan yang sekaligus dapat terpecahkan, yaitu permasalahan sampah selalu menumpuk dan yang kedua adalah penyediaan energi alternatif. Model Inovasi Tata Kelola Gas Metan Inovasi ini sangat tepat diterapkan oleh pemerintah kabupaten / kota yang secara kelembagaan memiliki kewajiban mengelola sampah di wilayahnya. Dan pada umumnya ini melekat pada SKPD yang menangani fungsi lingkungan hidup / kebersihan. Berdasarkan, Hasil mini riset dan pendampingan inovasi gas metan, maka Model Inovasi Tata Kelola Gas Metan seperti pada Gambar di bawah ini. 2 Model Inovasi Tata Kelola Gas Metan terbagi dalam tiga bagian besar yakni Input, Proses dan Output. Input menggambarkan potensi sampah dan kurangnya/ketiadannya energi alternatif. Output menggambarkan Kondisi yang diharapkan dengan tersedianya energi alternatif. Sedangkan, proses menggambarkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam Mewujudkan energi alternatif. Delapan Langkah Inovasi Tata Kelola Gas Metan Kabupaten / Kota sebagai berikut: 1. Identifikasi Potensi: SKPD yang menangani lingkungan hidup / kebersihan perlu mengidentifikasi volume timbunan sampah dan berbagai permasalahan sampah di kabupaten/kota. Dalam Tahapan ini juga, SKPD perlu “mengkampayekan berbagai perbalahan sampah” sehingga menjadi persoalan kolektif seluruh SKPD / Masyarakat. 2. Identifikasi Pengguna: Sebelum mengembangan energi alternatif gas metan, SKPD sangat penting mengidentifikasi pengguna/penerima manfaat dari gas metan. Sehingga inovasi ini akan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat / penggunanya. 3. Dukungan Bupati/Walikota : Setiap gagasan inovasi / trobosan perlu mendapatkan dukungan pimpinan puncak. Oleh karena itu, pimpinan SKPD yang menangani lingkungan hidup/kebersihan perlu menerapkan strategi komunikasi yang efektif dengan Bupati/Walikota untuk mendaptkan komitmen dukungan, karena tanpa dukungan bupati/walikota maka inovasi tidak dapat berjalan efektif. 4. Dukungan Teknis : Mengelola timbulan sampah mejadi gas metan sarat dengan pengetahuan teknis. Oleh karena itu, SKPD yang menangani lingkungan hidup / kebersihan perlu secara aktif mencari pengetahuan terbaik untuk melaksanakan inovasi ini. Pada Tahap ini, sangat penting menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah pusat, swasta baik dalam negeri maupun luar negeri, termasuk LSM yang tentu saja kompeten. 3 5. Dukungan Anggaran: Saat ini pembiayaan inovasi tidak harus selalu bergantung pada anggaran pemerintah (rupiah murni), Tersedia sejumlah sumber pendanaan yang dapat dipergunakan kabupaten/kota yang tidak melanggar ketentuan seperti CSR atau kerjasama dengan NGO/LSM. 6. Penangkapan Gas Metan: tahap ini merupakan pembangunan instalasi penangkapan gas metan dari timbunan sampah. Tahapan ini perlu didampingi dan diawasi oleh tim ahli, supaya instalasi dapat secara optimal dapat menangkap Gas metan 7. Instalasi pengguna: pembangunan instalasi perpipaan dari tempat gas metan dihasilkan menuju rumah-rumah/pabrik-pabrik yang akan menggunakan gas metan. 8. Penyaluran Gas Metan: tahap pemanfaatan hasil inovasi, yaitu dengan menyalurkan gas metan yang sudah diproduksi ke masyarakat yang akan memanfaatkannya. Penerapan Model Inovasi Tata Kelola Gas Metan pada pemerintah Kabupaten/Kota, merupakan model kuantum karena dengan sekali inovasi dapat memecahkan dua masalah, yaitu mencipatkaan energi terbarukan gas metan dan menyelesaikan permsalahan sampah. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, delapan langkah dalam model tersebut tidak bersifat linier dalam artian bahwa untuk lanjut ke tahap berikutnya, maka tahap sebelumnya sudah harus rampung. Beberapa tahap dapat dilaksanakan secara paralel. Misalnya, tahap 1 dan 2; 4 dan 5; 6 dan 7. Namun, langkah 4,5,6,7 dan 8 tidak bisa dilaksanakan sebelum langkah 3. (bsg)