Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk melindungi tubuh manusia terhadap patogen dari luar tubuh, seperti bakteri, virus, parasit, jamur, dan protein. Barrier tersebut di antaranya: a. Barrier mekanik: kulit, mukosa, lapisan mukus. b. Barrier kimiawi: short-chain fatty acid (SCFA), pH yang cenderung asam. c. Barrier biologis: flora normal yang melindungi dari tumbuhnya patogen. d. Barrier imun: antibodi, sitokin, sel darah putih, makrofag, dll. Tugas utama sistem imun di dalam tubuh manusia (dari yang non-spesifik ke yang spesifik): a. Pertahanan tubuh dari patogen, seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur. b. Respon anti-kanker c. Membuang benda asing atau komponen non-self d. Inhibisi self-reactive atau autoreactive responsiveness (mekanisme autoimun) e. Inhibisi overaktivitas atau alergi. Kita mengenal dua jenis sistem imun di dalam tubuh manusia, yaitu sistem imun innate (primitif) yang bersifat tidak spesifik, dan sistem imun adaptif yang bersifat lebih canggih, lebih spesifik terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita. Komponen yang berperan dalam sistem imun innate antara lain makrofag, sel natural-killer, granulosit (basofil, eosinofil, neutrofil), sel mast, komplemen. Komponen yang berperan dalam sistem imun adaptif antara lain sel B, antibodi, sel T (CD4+ dan CD8+). Saat tubuh manusia melawan patogen dari luar, kedua sistem imun ini bekerja secara bersamaan, akan tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Jika tubuh kita terserang benda asing, sistem imun yang terlebih dahulu diaktifkan adalah sistem imun innate, sedangkan sistem imun adaptif lebih banyak dipersiapkan untuk menyerang patogen yang lebih spesifik. Sel-sel yang berperan dalam sistem imun adaptif mempunyai kemampuan untuk mengingat (memory cell). Tubuh kita tidak bisa menyimpan antibodi spesifik yang terlalu lama. Memory cell ini berperan untuk mengingat patogen yang pernah masuk ke dalam tubuh kita, dan memberikan respon imun yang lebih cepat dibandingkan saat terpapar pertama kali. Berikut ini adalah gambaran dari sistem imun spesifik dan non-spesifik yang ada di tubuh kita. Proses perkembangan sistem imun pada manusia dimulai sejak masa kehamilan. Selama hamil, terjadi natural imbalance pada sistem imun tubuh kita, di mana asistem imun yang lebih berkembang adalah Th2-directed immunity dibandingkan Th1-directed immunity. Sitokin yang terdapat pada Th2-directed immunity akan menekan imunitas seluler pada Th1-directed immunity, sehingga tidak terjadi penyerangan antara komponen ayah dan komponen ibu pada tubuh janin. Jika ketidakseimbangan alamiah ini tidak terjadi, di mana Th1-directed immunity lebih dominan atau seimbang dengan Th2directed immunity, besar kemungkinan akan terjadi keguguran. Setelah lahir, konsentrasi Th2 mulai berkurang, dan sistem imun yang lebih berkembang adalah Th1directed immunity. Ketidakseimbangan alamiah yang terjadi pada saat di dalam kandungan bergeser menuju titik seimbang antara Th1-directed immunity dan Th2-directed immunity. Hal ini memungkinkan agar tubuh bayi lebih siap untuk melawan patogen dari luar. Pada saat di dalam rahim, janin menunjukkan respon imun spesifik yang rendah terhadap antigen makanan dan inhalan. Limfosit T muncul pada usia kehamilan 13 minggu. Prekursor sel T mulai teraktivasi pada usia kehamilan 18-22 minggu. Antibodi IgG ibu meningkat dan ditransfer ke janin pada usia kehamilan 20 minggu ke atas. Berikut ini adalah tabel mengenai tahap-tahap perkembangan sistem imun pada masa kehamilan. Usia janin (minggu) 5-6 9-10 12-14 16-17 20-30 Imunitas innate Terbentuk makrofag di hati dan darah Dimulainya sintesis komplemen Terbentuk makrofag pada limfonodus dan APC MHC kelas 2 Makrofag di hati telah matur dan neutrofil beredar ke seluruh tubuh Imunitas humoral Imunitas seluler Terbentuk prekursor sel T di hati Terbentuk Terbentuk prekursor sel B di prekursor sel T di hati timus Prekursor sel B Terbentuk sel T dilengkapi dengan CD4+ dan CD8+ di IgD, IgG, dan IgA hati dan limpa Sel B terbentuk dalam jumlah yang besar di limpa, darah, dan sumsum tulang Sel B mulai mensekresi antibodi Terbentuk sel T di dalam darah dan jaringan limfoid, penyusunan kembali reseptor sel T Peningkatan secara gradual limfosit sel T yang memproduksi limfokin, Imunitas pasif Dimulainya transfer IgG ibu ke janin Pen ingkatan secara gradual transportasi IgG Pada saat lahir, bayi mempunyai sistem imun naif yang membutuhkan paparan antigen asing agar berkembang secara normal. Imunitas yang didapat dari ibu tidak dapat memberikan efek proteksi terhadap seluruh infeksi dan hanya bertahan beberapa saat. Konsep inilah yang dipakai dalam vaksinasi. Pada bayi aterm yang lahir dari ibu dengan kondisi yang baik, antibodi spesifik ini dapat umumnya menetap sampai 18 bulan. Pada bayi preterm, perkembangan sistem imun menunggu maturasi sistem imun, tidak bisa dipercepat. Oleh karena itu, respon imun pada bayi yang preterm berbeda dengan bayi aterm, tergantung usia kehamilan pada saat bayi tersebut dilahirkan. Berikut ini adalah tabel maturasi sistem imun yang sangat bergantung pada usia kehamilan. Fungsi Imunitas nonspesifik Produksi sitokin Sel natural killer (NK) Sistem komplemen Imunitas spesifik (sel T dan sel B) Perbedaan selama masa bayi Fagosit tidak dapat bermigrasi ke tempat infeksi walaupun aktivitas bakterisidalnya normal Produksi sitokin lebih rendah, khususnya sitokin Th1, seperti IFN-γ oleh sel T Belum terbentuk secara sempurna. Hal ini disebabkan produksi sitokin imatur dari sel T dan monosit. Berkembang secara progresif selama tahun pertama kehidupan Berkembang pada usia kehamilan awal. Sel T dan sel B pertama kali muncul pada organ-organ berikut: - Sumsum tulang (8-10 minggu) - Timus (8 minggu) - Limpa (8 minggu) - Nodus limfoid (11 minggu) - Appendiks (11 minggu) - Tonsil (14 minggu) Respon imun spesifik muncul sekitar usia kehamilan 12 minggu. Akan tetapi, sel B dan sel T masih bersifat naif. Produksi imunoglobulin Sub grup IgG tidak diproduksi sampai tahun ke-2 kehidupan. Produksi isotipe imunoglobulin maasih belum sempurna. Kadar IgM, IgA, dan IgE serum masih rendah. IgG terutama berasal dari ibu. Proteksi antibodi ibu dari plasenta IgG yang melawan infeksi organisme melewati plasenta. Implikasi Respon terhadap infeksi lambat Respon populasi sel lain yang bergantung pada sitokin tersebut terganggu, misalnya sel natural killer. Respon terhadap infeksi virus tidak efisien. Fagositosis tidak efisien Sel B dan sel T yang relatif naif tersebut mengindikasikan respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus relatif inefisien pada bayi baru lahir, khususnya bayi prematur. Stimulasi antigen berulang menyebabkan maturasi yang sempurna dari imunitas spesifik selama tahun-tahun pertama kehidupan. Ketidakmampuan untuk merespon bakteri berkapsul polisakarida, seperti meningokokus dan pneumokokus sampai usia 2 tahun. Ketidakmampuan untuk merespon vaksin polisakarida Memberikan proteksi terhadap infeksi yang pernah dipaparkan kepada ibu, atau yang pernah diberikan imunisasi kepada ibu (misalnya campak dan penyakit meningokokus) Dapat berinterferensi dengan vaksin seperti MMR. Proteksi ibu dari ASI Terutama IgA Efek proteksi terhadap penyakit lain tidak ada atau sangat kecil. Memberikan proteksi tambahan terhadap mikroba usus, kurangefektif terhadap infeksi pernapasan Sebagai akibat dari sistem imun yang belum matur, ada beberapa kecenderungan yang dimiliki oleh bayi preterm dan/atau small for gestational age (SGA) pada usia selanjutnya, yaitu respon terhadap vaksinasi lebih rendah, respon terhadap asma atau alergi meningkat, dan respon terhadap infeksi lebih rendah. Pada bayi SGA ditemukan banyak komponen inflamasi di dalam tubuhnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amarylio G, et al di Brazil, tahun 2011, menunjukkan bahwa sebagian besar bayi SGA terlahir dari ibu yang pre-eklampsia. Pada ibu yang mengalami pre-eklampsia, terdapat banyak komponen inflamasi di plasentanya sehingga membuat janin tidak/atau lambat tumbuh. Intervensi yang dapat diberikan terhadap bayi preterm dan/atau SGA antara lain: a. Pada kondisi hipoglobulinemia. Pada bayi preterm dan/atau SGA dengan hipoglobulinemia yang mengalami sepsis bisa diberikan IVIG (intravenous immunoglobulin), akan tapi pemberian IVIG tidak relevan untuk pencegahan sepsis. b. Pada kondisi neutropenia. Pada bayi preterm dan/atau SGA yang mengalami sepsis dan ditemukan adanya neutopenia, dapat diberikan G-CSF/GMCSF, akan tetapi morbiditas dan lama rawat di rumah sakit tidak berbeda bermakna. c. Pada kondisi defisiensi Th1. Kita tidak dapat memberikan tambahan Th1 dari luar kepada bayi preterm dan/atau SGA yang mengalami defisiensi Th1, karena akan menimbulkan respon inflamasi yang berat. Pemberian Th17 tidak efektif untuk mengatasi keadaan ini karena Th17 pada bayi preterm dan/atau SGA kadarnya sudah tinggi. Pemberian IFN-γ pada kondisi ini juga belum terbukti efektivitasnya, karena penelitiannya baru dilakukan secara ex vivo.