Genetika serta Imunitas Bawaan maupun Adaptif pada IBD Penulis : Galliano Zanello, David Kevans, Ashleigh Goethel, Mark Silverberg, Andrea Tyler dan Kenneth Croitoru Selama ini, Inflammatory Bowel Disease (IBD) dianggap akibat respon inflamasi abnormal dalam usus sebagai respon terhadap pemicu yang belum diketahui. Adanya riwayat keluarga pada sebagian besar pasien, terutama mereka dengan penyakit Crohn, menunjukkan adanya faktor genetik. Telah dihipotesiskan, bahwa respon inflamasi abnormal tersebut disebabkan oleh perubahan pada gen yang menjamin proses simbiosis antara mukosa usus dan mikrobiota 'normal' di usus. Penelitian genetik dengan desain kohort, telah mengidentifikasi peningkatan jumlah alel yang berisiko mengalami perubahan pada individu dengan IBD. Perubahan dapat terjadi ditingkat molekuler maupun seluler. Di tingkat molekuler, perubahan dapat terjadi melalui: kecacatan pada fungsi barier epitel dan gen yang terlibat dalam autofagi. Perubahan melalui jalur seluler sebelumnya tidak pernah dipertimbangkan dalam studi IBD, contohnya perubahan reseptor dari respon imun bawaan serta sistem imun dan sitokin terkait gen yang terlibat dalam lengan efektor dan regulator dari respon imun adaptif. Studi lebih lanjut pada hewan dan manusia, telah menyoroti bagaimana respon imun bawaan yang mengalami perubahan dapat terlibat dalam peradangan usus dan bagaimana respon imun adaptif yang abnormal pada pasien IBD menyerang mikrobiota usus. Hilangnya mekanisme homeostasis normal dengan aktivasi baik respon imun bawaan maupun adaptif, mungkin menjadi kunci dari IBD. Respon imun adaptif telah lama menjadi fokus penelitian dalam memahami patogenesis IBD. Subset sel T, Th1 dan Th2, telah diidentifikasi sebagai mediator peradangan pada studi sebelumnya, dan antigen spesifik adalah kunci untuk mengaktivasi kedua subset sel T. Memang, penelitian telah menunjukkan bahwa antigen bakteri akan memicu respon imunitas sel T. Barubaru ini, Th17, suatu sel T pengatur (regulatory T cells) dan sel T naive telah disebut berperan penting dalam induksi dan regulasi tanda-tanda peradangan usus. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengetahui peran kedua sel tersebut dalam IBD. Penemuan reseptor yang mengenali pathogen, seperti Toll-like reseptors dan nucleotide-binding oligomerization domain receptors, telah mengubah pemahaman kita tentang bagaimana sel imun tanpa reseptor antigen spesifik berespon terhadap mikroba sehingga merangsang sekresi sitokin inflamasi di dalam usus. Peran reseptor bawaan dalam homeostasis dan peradangan usus, telah didukung oleh sejumlah studi pada hewan; namun, peran respon imun bawaan dan berbagai reseptor bawaan dalam pengembangan dan pengekalan (perpetuation) IBD masih harus ditentukan. Kesimpulannya, memahami peran perubahan genetik pada imunitas bawaan dan adaptif pada pasien dengan IBD akan mendorong munculnya strategi baru dalam pencegahan dan pengobatan IBD.