1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik yang ada di darat maupun yang ada di laut. Sumberdaya dan tenaga yang dimiliki oleh masyarakat kita merupakan modal yang sangat penting dalam mengembangkan usaha-usaha yang ada, terutama usaha di bidang perikanan. Perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam Pembangunan Nasional. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor, diantaranya adalah sekitar 2.274.629 orang nelayan dan 1.063.140 rumah tangga budidaya, menggantungkan hidupnya dari kegiatan usaha perikanan. Adanya sumbangan devisa, yang jumlahnya cukup signifikan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Mulai terpenuhinya kebutuhan sumber protein hewani bagi sebagian masyarakat. Terbukanya lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, sehingga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan adanya potensi perikanan yang dimiliki Indonesia (DKP, 2006). Pengembangan sub sektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan, baik dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana maupun jumlah produksi. Pada tahun 2000 di Sulawesi Selatan terdapat alat penangkap ikan laut berjumlah 46,567 unit dan pada tahun 2000 naik menjadi 64,925 unit. Pada tahun 2001 atau meningkat sekitar 17,93%. Kesempatan sub sektor perikanan untuk bertumbuh lebih cepat dimasa yang akan datang masih terbuka luas 2 Propinsi Sulawesi Selatan memiliki areal perikanan yang cukup potensial baik perikanan darat dan perikanan laut serta didukung tersedianya sumber daya manusia yang relative besar. Salah satu daerah di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki potensi pengembangan perikanan laut yang cukup besar adalah di Kabupaten Luwu. Status kota administratif yang di sandang sejak 1986 ditingkatkan menjadi kota otonom. Sebelumnya kota yang memiliki empat kecamatan ini merupakan bagian dari kabupaten Luwu dan menjadi menjadi ibukota kabupaten tersebut. Dengan luas wilayah 155,19 Km2, Kota Palopo kini memiliki 16 Kelurahan dan 12 buah Desa (sebelum dengan jarak tempuh dari Makassar sepanjang 390 Km) (http://www. Palopo.go.id, 2007). Kabupaten Luwu merupakan salah satu daerah yang memiliki sumber daya perikanan yang tinggi, oleh kerena itu seharusnya nelayan yang berada di daerah itu kehidupannya sejahtera. Karena sumber daya perikanan yang dapat dijadikan penopang hidup nelayan tersedia, Kecenderungan meningkatnya permintaan ikan telah membuka peluang berkembang pesatnya usaha perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang dapat dipergunakan karena sumberdaya perikanannya masih dalam keadaan stabil dalam artian masih dapat dilakukan penangkapan. Kabupaten Luwu terbagi atas tiga belas kecamatan yaitu Kecamatan Larompong, Kecamatan Larompong Selatan, Kecamatan Suli, Kecamatan Belopa, Kecamatan Kamanre, Kecamatan Bajo, Kecamatan Bassesangtempe, Kecamatan Latimojong, Kecamatan Bupon, Kecamatan Ponrang, Kecamatan Bua, Kecamatan Walenrang dan Kecamatan Lamasi Kecamatan Bua khususnya desa pabbaressang dahulu memiliki nelayan payang terbanyak di kec. Bua, namun dengan maraknya usaha budidaya rumput 3 laut (Euchema Cottoni ), kebanyakan masyarakat masyarakat desa pabbaressang berganti profesi menjadi pembudidaya rumput laut, hal ini dapat di lihat dari tabel di bawah ini. Tabel 1. Jumlah alat tangkap payang beberapa tahun terakhir di Desa Pabbaressang. Tahun Jumlah alat tangkap payang Jumlah nelayan 2006 28 140 2007 23 115 2008 15 75 2009 10 50 2010 6 30 Sumber: Kantor Desa Pabbaressang,2011 Tabel di atas memperlihatkan terjadinya perubahan yang signifikan dari penggunaan alat tangkap payang, dari tahun ke tahun penggunaan alat tangkap payang semakin sedikit . Mengapa terjadi perubahan jumlah alat tangkap payang di desa pabbaressang Kec. Bua kab. Luwu? Hal ini yang menyebabkan penulis ”Analisis ini melakukan penelitian terhadap alat tangkap payang yaitu pendapatan nelayan pada unit alat tangkap payang di desa pabbaressang kec. Bua kab. Luwu ”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Berapa besar nilai produksi yang di peroleh nelayan dari penggunaan alat tangkap payang di Desa pabbaressang kec. Bua kab. Luwu? 2. Berapa besar investasi yang dikeluarkan oleh Nelayan pada unit alat tangkap Payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu? 3. B e r a p a besar pendapatan yang diperoleh nelayan 4 p a d a u n i t a l a t t a n g k a p Payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1 Untuk mengetahui nilai produksi yang di peroleh nelayan pada unit alat tangkap payang di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu. 2 Untuk mengetahui berapa besar dana investasi yang dikeluarkan nelayan pada unit alat tangkap payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu. 2. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan nelayan pada unit alat tangkap payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah 1. S e b a g a i bahan p e r t i m b a ng a n b ag i n e l a ya n u n t uk mengembangkan unit usaha penangkapan ikan dengan payang. 2. Sebagai kebijakan bahan dalam inf ormasi bagi pemer intah merumuskan kebijakan at au yang penentu dapat m e n u n j a n g p e n g e m b a n g a n penangkapan nelayan. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian dimasa yang akan datang khususnya tentang pendapatan nelayan pada unit alat tangkap Payang. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perikanan Perikanan adalah semua usaha penangkapan budidaya ikan dan kegiatan pengelolaan hingga pemasaran hasilnya (Mubiyarto, 1994). Sedangkan sumberdaya perikanan adalah seluruh binatang dan tumbuhan yang hidup di perairan (baik di darat maupun di laut) oleh karena itu perikanan dapat dibedakan atas perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan darat adalah semua usaha perikanan yang tidak dilakukan di laut luas seperti perikanan air tawar, tambak, kolam dan sebagainya. Khusus perikanan di laut ahli biologi kelautan membedakan perikanan laut kedalam dua kelompok yaitu kelompok ikan pelagis (ikan yang hidup pada bagian permukaan) dan jenis ikan demersal (ikan yang hidup di dasar laut). Kelompok ikan pelagis diantaranya ikan cakalang, tuna, layang, kembung, lamun dan lain-lain. Sedangkan jenis demersal seperti udang, kepiting, kakap merah dan lain-lain. Walangadi (2003) mengemukakan bahwa usaha perikanan dapat dipandang sebagai suatu perpaduan faktor produksi atau suatu barang antara yang dihasilkan faktor-faktor produksi klasik tenaga kerja dan barang-barang modal atau apapun yang dianggap sejenisnya. Defenisi ini mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya memperoleh hasil yang laku dijual dan tidak terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan yang langsung dengan menangkap ikan. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2000) bahwa usaha penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan binatang atau tumbuhan yang hidup di laut untuk memperoleh penghasilan dengan melakukan pengorbanan 6 tertentu, sedangkan penangkapan sepenuhnya dilakukan untuk konsumsi tidak termasuk dalam pengertian dimaksud. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha penangkapan merupakan segala pengorbanan yang ditujukan untuk memperoleh hasil laut dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan nelayan ataupun nelayan ikan. Nelayan itu sendiri adalah mereka yang aktif dalam melakukan kegiatan pada sub sektor perikanan dan ini dilakukan dalam usaha ekonomi dan oleh karena itu indikator yang digunakan untuk menentukan bahwa seseorang termasuk nelayan yaitu apabila seluruh atau sebagian besar penghasilan pendapatan rumah tangganya merupakan konstribusi dari pendapatan yang diperoleh dari sub sektor perikanan. Dalam usaha penangkapan untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, nelayan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain modal, tenaga kerja dan teknologi dalam artian bahwa nelayan diharapkan mempunyai kemampuan dalam mengkombinasikan berbagai faktor ditentukan oleh (1) penguasaan sumber daya, (2) kemudahan mendapatkan tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mekanik, (3) kemudahan memperoleh modal usaha, dan (4) kemudahan memasarkan hasil produksi dengan harga yang wajar (Walangadi, 2003). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam usaha perikanan adalah kemampuan menangkap yang bervariasi karena adanya perubahan iklim dan karakteristik penangkapan lokal yang merupakan masalah utama dalam pengelolaan usaha perikanan. Selain itu pengetahuan dan keterampilan sangat menentukan produktivitas nelayan seperti yang dikemukakan oleh Sukirno (1999) bahwa 7 kekurangan pengetahuan merupakan faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas dan yang lebih penting adalah faktor ini yang menjadi penyebab tingkat produktivitas sejak berabad-abad yang lalu tidak mencapai perubahan yang berarti. B. Sifat Perikanan Menurut sifatnya, sumberdaya alam dapat dibedakan atas sumberdaya dapat pulih (renewable resources) misalnya sumberdaya hayati, hutan dan sebagainya serta sumberdaya yang tidak dapat pulih (exhausitible resources) misalnya barang tambang, nikel, tembaga dan sebagainya. Sedangkan menurut kepemilikan sumberdaya alam terdiri atas sumberdaya alam yang dimiliki (property right) dan sumberdaya milik bersama adalah dikuasai oleh masyarakat (common property resources). Perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sifatnya open acses yaitu sumberdaya alam yang pengambilannya tidak dibatasi yang berarti setiap orang secara bebas dapat mengambil sumberdaya alam oleh karena itu perikanan disebut juga sumberdaya alam milik bersama. Oleh karena sumberdaya perikanan ini milik semua orang, maka tidak seorangpun yang memilikinya. Hal ini akan berakibat pada daya tangkap lebih karena maing-masing orang berusaha mendapatkan hasil yang banyak tanpa memperdulikan faktor eksternalitas/kerusakan habitatanya. Suparmoko (1997) mengemukakan dua ciri sumberdaya alam milik bersama yaitu (1) tidak terbatasnya cara-cara pengambilan serta (2) terdapat interaksi diantara para pemakai sumber daya ini sehingga terjadi saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang sifatnya disekonomis. 8 Ciri-ciri hasil perikanan yaitu bersifat musiman, kecil dan terpencar, mudah rusak, jumlah dan kualitas tidak stabil karena tergantung dari musim atau alam. C. Alat Tangkap Payang Gambar1. Alat tangkap payang Payang adalah termasuk alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal nelayan Indonesia. Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkapgerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Kedua sayapnya berguna untuk menakut-nakuti atau mengejutkan serta menggiring ikan untuk masuk ke dalam kantong. Cara operasinya adalah dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong tersebut ditarik ke arah kapal. Payang adalah pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong (bag), badan/ perut (body/belly) dan kaki/ sayap (leg/wing). Namun ada juga pendapat yang membagi hanya menjadi 2 bagian, yaitu kantong dan kaki. Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian-bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri-sendiri. Namun bagian-bagian ini untuk tiap daerah umumnya berbeda-beda sesuai daerah masing-masing. Besar mata jaring mulai dari ujung kantong sampai dengan ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm (atau kadang kurang) sampai ± 40 cm. 9 Berbeda dengan jaring trawl di mana bagian bawah mulut jaring (bibir bawah/underlip) lebih menonjol ke belakang, maka untuk payang justru bagian atas mulut jaring (upperlip) yang menonjol ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagik yang biasanya hidup dibagian lapisan atas air atau kurang Iebih demikian dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Oleh karena bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring. Pada bagian bawah kaki/sayap dan mulut jaring diberi pemberat. Sedangkan bagian atas pada jarak tertentu diberi pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan di bagian tengah dan mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan tali panjang yang umumnya disebut tali selambar (tali hela/tali tarik). Penangkapan dengan jaring payang dapat dilakukan baik pada malam maupun siang hari. Untuk malam hari terutama pada hari-hari gelap (tidak dalam keadaan terang bulan) dengan menggunakan alat bantu lampu petromaks (kerosene pressure lamp). Sedang penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon/payaos (fish aggregating device) atau kadang kala tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga ditempat yang dikira banyak ikan atau mencari gerombolan ikan. Kalau gerombolan ikan yang diburu tadi kebetulan tongkol dalam penangkapan ini disebut oyokan tongkol. Penggunaan rumpon untuk alat bantu penangkapan dengan payang meliputi 95% lebih. 10 Penangkapan dengan payang dan sejenisnya ini dapat dilakukan baik dengan perahu layar maupun dengan kapal motor. Penggunaan tenaga berkisar antara 6 orang untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang besar. Daerah penangkapan payang ini pada perairan yang tidak terlalu jauh dan pantai atau daerah subur yang tidak terdapat karang. Hasil tangkapan terutama jenis-jenis pelagik kecil (layang, solar, kembung, lemuru, tembang japuh dan lain-lain). Hasil tangkapan sangat tergantung keadaan daerah dan banyak sedikitnya ikan yang berkumpul disekitar rumpon.(www.google.co.id. 2011) D. Investasi Investasi merupakan dana yang dikeluarkan untuk membiayai usaha pembudidayaan pada saat sekarang dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Dimana semakin besar skala usaha maka semakin tinggi nilai investasi yang dikeluarkan petambak. Salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam memulai suatu usaha adalah investasi. Investasi sangat penting diperhatikan karena dapat menunjang peningkatan usaha yang dijalankan. Investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan pada saat awal menjalankan suatu usaha. Jenis investasi pada hasil penelitian Astuti (2007) di desa Tasiwalie kab.Pinrang berupa jala, mesin, jaring, serok dan pipa dengan total investasi rata-rata sebesar Rp 1.432.000,-. Tujuan utama investasi adalah untuk memperoleh macam manfaat yang cukup layak dikemudian hari, manfaat berupa imbalan keuangan, misalnya laba dan manfaat non keuangan atau kombinasi antara keduanya. 11 E. Biaya Biaya atau cost merupakan nilai dari seluruh pengeluaran yang diukur dengan nilai uang. Menurut Suhartati (2003) biaya dapat dibagi berdasarkan realitasnya dan sifatnya. Biaya berdasarkan realitasnya terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah pengeluaran yang nyata dari suatu perusahaan untuk membeli atau menyewa input atau faktor produksi yang diperlukan dalam proses produksi. Adapun biaya implisit adalah nilai dari input milik sendiri atau keluarga yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri di dalam proses produksi. Biaya berdasarkan sifatnya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap dan biaya variabel terbagi berdasarkan pengaruhnya terhadap jumlah produksi. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Biaya variabel disebut pula biaya operasional, karena pengaturan biaya berdasarkan kebutuhan operasi usaha untuk jumlah produksi tertentu. Biaya ini selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya produksi. Penelitian Astuti (2007) menunjukkan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan berupa benur, nener, pupuk (TSP dan Urea), racun, BBM, dan tenaga kerja dengan nilai rata-rata sebesar Rp 692.8822,7,-. Sedangkan biaya tetap yang dikeluarkan berupa jala, mesin, jaring, serok dan pipa dengan nilai rata-rata sebesar Rp 2.615.273,-. Menurut Soekartawi (1995), prinsip analisis biaya sangat penting untuk diketahui para nelayan karena mereka hanya dapat menguasai pengaturan produksi dalam usaha taninya, tanpa mampu mengatur harga dan memberikan nilai pada komoditas yang dijualnya. Harga berbagai komoditas pertanian lebih 12 banyak ditentukan oleh beberapa faktor di luar negeri. Oleh karena itu, apabila keadaan tidak dapat berubah, nelayan harus mengurangi biaya persatuan komoditas yang dihasilkan bila mereka ingin meningkatkan pendapatan bersih usaha taninya. Keuntungan maksimum dapat ditingkatkan dengan cara meminimumkan biaya untuk penerimaan yang tetap atau dengan meningkatkan penerimaan pada biaya yang tetap. Total biaya usaha merupakan pengeluaran tunai usaha tani (Farm Payment) yang ditunjukkan oleh jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha tersebut. Menurut Soekartawi (2005) bentuk persamaan total biaya pada tingkat harga tertentu ialah : TC = VC + FC Dimana : TC = Total Cost (total biaya) VC = Variabel Cost (biaya variable) FC = Fixed Cost (biaya tetap) Biaya yang dikeluarkan petambak juga terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, sehingga penerimaan juga dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan. Selain biaya yang mempengaruhi pendapatan juga terdapat banyak faktor produksi yang turut mempengaruhi perolehan pendapatan petambak, antara lain luas usaha tani, tingkat produksi, pemilihan dan kombinasi usaha, efisiensi penggunaan tenaga kerja, dan lainnya. Sedangkan yang tidak dapat dikendalikan oleh petambak seperti iklim dan cuaca. Untuk analisis pendapatan mempunyai manfaat yang penting bagi petambaki maupun pemilik faktor produksi. Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan 13 sekarang dalam kegiatan usaha serta dapat memberkan gambaran keadaan yang akan datang. F. Penerimaan Penerimaan budidaya tambak adalah perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual. Penerimaan dapat diketegorikan sebagai suatu target penciptaan barang-barang berdasarkan selera pasar, dimana penerimaan bersumber dan hasil penjualan usaha seperti tanaman dan barang olahan serta hasil budidaya serta hasil olahannya (Riyanto,2003). Nilai produksi usaha tani merupakan penerimaan tunai usaha tani yang ditujukan oleh besarnya nilai uang yang diterima nelayan dari penjualan usaha taninya. Begitupun halnya dengan petambak yang nilai produksi usahanya berdasarkan hasil penerimaan dari usaha budidaya polikultur udang windu (P.monodon) dan bandeng (Chanos-chanos,f) di Desa Tammarupa. Menurut hasil penelitian Astuti (2007) total penerimaan yang diperoleh nelayan tambak di desa Tasiwalie dengan teknologi tradisional sistem polikultur luas lahannya 1 ha dengan nilai rata-rata sebesar Rp 13.775.000,-/ha. Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Dalam bentuk persamaan total penerimaan pada tingkat harga pasar tertentu ialah: TR = P . Q Dimana : TR = Total Revenue (Total penerimaan) P = Price (Harga) Q = Quantity (jumlah) 14 G. Pendapatan Pendapatan yang dimaksud adalah berapa besar jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan yang dinyatakan dalam rupiah selama satu bulan. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan (jumlah hasil tangkapan) diperlukan cukup banyak persyaratan, disamping pengetahuan/tingkat pendidikan dan keterampilan dan juga berbagai jenis modal seperti tersedianya peralatan dan sarana-sarana produksi. Sampai saat ini nelayan kita tergolong sebagai kelompok masyarakat yang tingkat pendidikan terendah. Peningkatan pendidikan berkelanjutan sangat di perlukan dalam penyerapan teknologi (baik teknologi penangkapan maupun teknologi budidaya). Hal ini dijelaskan pula oleh Smith dalam Rahmawati (1990), bahwa kemampuan nelayan untuk memaksimumkan hasil tangkapan ikan ditentukan oleh berbagai faktor anatara lain : 1. Modal kerja atau investasi adalah perahu/motor dan jenis alat tangkap. 2. Potensi Sumberdaya Perikanan/daerah operasi penangkapan ikan di laut. 3. Hari kerja Efektif melaut (HKE). 4. Kemudahan untuk memasarkan hasil tangkapan dengan harga yang wajar. 5. Biaya operasional/produksi antara lain : bahan bakar, perawatan alat tangkap dan biaya konsumsi waktu melaut. Dalam analisis pendapatan nelayan dikenal dua faktor yang menentukan keberhasilan seorang nelayan, yaitu faktor lingkungan/keadaan alam dan faktor produksi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Mubiyarto (1985) bahwa pendapatan seorang nelayan ditentukan oleh faktor produksi dan iklim atau musim. 15 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan nelayan adalah : 1. Modal investai, menurut Rahmawati (1990) bahwa penangakapan ikan berhubungan erat dengan kemampuan nelayan dalam usaha penangkapan ikan di laut atau dengan kata lain modal penangkapan ikan di laut adalah faktor yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan nelayan, semakin besar tingkat modal investai dalam penangkapan ikan dari nelayan semakin besar peluang untuk meningkatkan produktivitas usaha penangkapan. 2. Biaya operasional, menurut Rahmawati (1990) bahwa biaya operasional dikeluarkan oleh nelayan produktif karena dalam penggunaan dapat meningkatkan pendapatan lebih besar. Berpengaruhnya operasi melaut secara nyata dan positif terhadap pendapatan nelayan berhubungan dengan frekuensi kegiatan penangkapan ikan. Dengan demikian semakin besar biaya produksi melaut akan semakin tinggi pula produktivitas penangkapan ikan dengan anggapan cuaca sangat mendukung. 3. Pengalaman, menurut Walangadi (2003) bahwa berpengaruhnya pengalaman nelayan terhadap pendapatan berhubungan dengan lamanya nelayan tersebut dalm usaha penangkapan ikan di laut, dengan demikian penguasaan terhadap jenis alat tangkap maupun daerah operai akan menyebabkan semakin tingginya produktivitas hail tangkapan ikan di laut. Sedang menurut Soeharjo dan Patong (1986) bahwa pengalaman dianggap sebagai penentu dari penerimaan keuntungan, karena pengalaman akan memberikan kesempatan pada nelayan untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi yang berubah-ubah dan dapat menerapkan cara-cara melut yang lebih efisien. 16 4. Tenaga kerja sangat berpengruh terhadap peningkatan hasil tangkapan nelayan. Menurut Walangadi (2003) bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka ukuran jaring yang digunakan semakin besar sehingga berpengaruh terhadap hasil tangkapan. 5. Musim, menurut Walangadi (2003) bahwa jika terjadi musim gelap maka jumlah hail tangkapan nelayan akan lebih banyak dibanding dengan musim terang. Setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan semuanya bertujuan untuk memperoleh hasil dan keuntungan.. Keuntungan didefenisikan sebagai penghasilan/pendapatan berupa gaji/upah suatu arus uang yang diukur dalam waktu tertentu. Pendapatan mempunyai manfaat penting bagi nelayan/nelayan maupun pemilik faktor produksi. Analisis pendapatan suatu sistem usaha bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat usaha tersebut (Sudaryanto, 1991). Jadi analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang dalam kegiatan usaha serta dapat pula memberikan gambaran keadaan yang akan datang. Untuk mengetahui tingkat propabilitas digunakan untuk R/C (Revenue Cost Ratio) yaitu untuk perbandingan antara hasil dengan biaya total usaha nelayan. Semakin besar ratio tersebut berarti pengelolaan usaha nelayan semakin menguntungkan. Menurut Soekartawi (2003), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha lebih lanjut Soekartawi mengemukakan bahwa ada beberapa pengertian yang perlu di perhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain : 17 1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar. 2. Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi. 3. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap. Penerimaan pada hampir semua industri perusahaan pengelolaan akan timbul dari penjualan barang dan jasa. Dan pengeluaran biaya atau biaya mencakup seluruh biaya-biaya baik tunai maupun yang timbul untuk memproduksi output. Kusnadi (2000) bahwa besarnya pendapatan nelayan tergantung pada hasil penangkapan dan pemasaran. Sedangkan penangkapan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh macam jenis perahu dan alat penangkapan, musim ikan dan keadaan alam khususnya angin dan bulan purnama. Pada musim hujan penangkapan ikan sukar dilakukan, sedangkan pada musim kemarau penangkapan ikan mudah dilakukan. Demikian juga pada saat bulan purnama ikan menyebar (terutama ikan-ikan permukaan), tetapi pada saat bulan gelap ikan dipasar sangat banyak, maka harga ikan menjadi murah sehingga pendapatan nelayan juga rendah G. Kerangka Pikir Potensi sumberdaya perikanan sangat melimpah khusunya sumberdaya perikanan pelagis. Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan tersebut, maka nelayan melakukan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap payang. 18 Alat tangkap payang merupakan salah satu alat tangkap yang khusus untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang hidup di daerah permukaan air yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan pemanfaatan sumberdaya tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Selain itu ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar pendapatan nelayan “payang” meningkat antara lain barang modal yang digunakan, jumlah biaya operasi, jumlah tenaga kerja, pengalaman menggunakan alat tangkap dan musim. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut maka digunakan analisis fungsi linear berganda dan analisis keuntungan untuk mengetahui berapa besar keuntungan yang diperoleh nelayan. Mengacu pada gambaran tersebut maka pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan payang 19 POTENSI PERIKANAN LAUT USAHA PENANGKAPAN ALAT TANGKAP PAYANG BIAYA PRODUKSI PENDAPATAN Gambar 2. Skema kerangka pikir 20 III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di Desa pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010. Penentuan Lokasi ini dilakukan secara sengaja (metode purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut sebagian masyarakatnya melakukan penangkapan menggunakan alat tangkap payang. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok, dimana responden yang dijadikan sampel adalah nelayan pemilik unit usaha alat tangkap payang. C. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode sensus dimana semua populasi nelayan payang di jadikan sampel yaitu 6 alat tangkap payang dengan jumlah nelayan sebanyak 30 orang. ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2002), yaitu metode sensus sering digunakan bila jumlah populasi relatif kecil. D. Teknik Pengambilan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi, yaitu pangamatan Iangsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan di lokasi penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. 2. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan wawancara 21 dengan pihak terkait yang berkaitan dengan penelitian. 3. Study Pustaka, yaitu mengumpulkan data dengan studi dokumentasi yang relevan dengan penelitian. E. Sumber Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer data dan sekunder, dengan jenis data sebagai berikut : 1 . Dat a pr im er, yait u dat a yang diperoleh lang sung dar i lapangan m elalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner dan pengamatan (observasi) langsung di lapangan. 2 . Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan masalah dan obyek yang diteliti. F. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah untuk menjawab permasalahan agar tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai yaitu untuk permasalahan: 1. Untuk mengetahui nilai produksi yang di peroleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap payang, di gunakan persamaan berikut : TR = P.Q Dimana : TR = Total Revenue (Total Penerimaan) (Rp) P = Harga Jual (Rp/Kg) Q = J u m l a h ikan y a n g d i j u a l ( K g ) 2. Untuk mengetahui besarnya dana investasi yang dikeluarkan nelayan digunakan analisis deskriptif. 3. Untuk mengetahui tingkat pendapatan nelayan unit alat tangkap 22 payang, digunakan persamaan berikut : ∏ = TR-TC ∏ = Pendapatan bersih (Rp) Dimana : TR = Total Revenue (Total penerimaan) (Rp) TC = Total cost (total biaya) (Rp) Untuk mencari Total Revenue dapat digunakan rumus : Sedangkan untuk mencari Total Cost dapat digunakan rumus TC = FC + VC Dimana : TC = Total Cost (Total Biaya) (Rp) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp) VC = Variable Cost (Biaya Variabel) (Rp) G. Konsep Operasional 1. Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). 2. Investasi adalah dana yang dikeluarkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan dengan harapan dapat memperoleh kentungan di masa akan datang dalam satuan rupiah. 3. Penerimaan adalah jumlah hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual ikan dan di ukur dalam satuan rupiah. 4. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak berubah karena tidak tergantung dari besar kecilnya volume produksi, misalnya biaya 23 penyusutan, biaya perawatan dan biaya gaji tenaga kerja dalam satuan rupiah. 5. Biaya variable ( variable cost ) adalah biaya yang sewaktu-waktu dapat berubah tergantung jauh dekatnya tempat penangkapan ikan yang di ukur dalam satuan rupiah. 6. Penyusutan alat adalah pengeluaran untuk memproduksi nilai alat di waktu sekarang dimana besarnya biaya penyusutan tergantung pada investasi dan umur dari usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap payang dalam satuan rupiah. 7. Total biaya adalah seluruh biaya yang di keluarkan dalam proses produksi alat tangkap payang dalam satuan rupiah. 8. Keuntungan adalah hasil yang di peroleh dari penerimaan ( penjualan hasil produksi ) setelah dikurangi dengan biaya total yaitu ( biaya tetap dan biaya variabel ) dalam satuan rupiah. 24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lintas Sejarah Pabbaressang adalah nama desa yang mekar pada tahun 2008 dari Desa Barowa, Pengusulan untuk menjadi desa yang berdiri sendiri telah digagas sejak tahun 2007. Secara administratif desa Pabbaresseng masuk dalam wilayah Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Nama Pabbaressang memiliki arti yakni sebagai wadah atau tempat penyimpanan beras. Konon kabarnya tempat ini dahulunya adalah tempat atau gudang penyimpanan Beras jika Kapal-kapal pengangkut Beras dari berbagai daerah berlabuh di Pabbaressang. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Pabbaresseng sebagai tempat menyambut tamu yang menggunakan perahu perang bernama La Uli Bue. Tempat tersebut dinamakan La Pandoso yang berada di Muara Sungai Pabbaresseng pada saat agama Islam pertama kali masuk di Tanah Luwu yang dibawa oleh Khatib Datok Sulaiman dari Buo Lintau Padang panjang Sumatra. B. Keadaan Geografis Letak dan Luas Wilayah Desa Pabbaressang terletak pada 3°04’00,54” LS - 3°03’11,30” LU, 120°15’10,81”BT - 120°14’20,06” BB, merupakan salah satu dari 15 Desa di Wilayah Kecamatan Bua yang terletak 1 Km ke arah Timur Desa Pabbaresseng mempunyai luas wilayah seluas ± 3,5 Km. Batas- batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Timur : Teluk Bone - Sebelah Utara : Desa Barowa - Sebelah Barat : Desa Tanarigella - Sebelah Selatan : Desa Pammesakang 25 C. Keadaan Penduduk. 1. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Penduduk merupakan salah satu potensi dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu modal dalam pembangunan daerah, namun jumlah penduduk yang besar tersebut dapat pula memunculkan berbagai masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, peningkatan kualitas penduduk merupakan hal yang sangat penting. Untuk mengetahui secara jelas jumlah penduduk dan presentasenya menurut jenis kelamin di Desa Pabbaressang dapat dilihat pada tabel 1 dan Gambar 2 . Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Pabbaressang, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Laki-laki 750 2 Perempuan 818 Total 1568 Sumber : kantor desa pabbaressang, 2011 47,8 52,2 100 Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan di Desa Pabbaressang lebih dominan dibandingkan penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan berjumlah 818 orang sedangkan penduduk laki-laki berjumlah 750 orang. Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Pabbaressang, dapat dilihat pada pada gambar berikut : 26 Persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin Perempuan 52% Laki-laki 48% Gambar 3 .Persentase penduduk berdesarkan jenis kelamin di desa pabbaressang kec. Bua kab. Luwu Pada Gambar 4 terlihat bahwa persentase perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing 48 % dan 52 %. Ini memperlihatkan bahwa penduduk perempuan di Desa Pabbaressang lebih dominan dibandingkan penduduk laki-laki. 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk merupakan salah satu variabel yang sangat menentukan tingkat kemajuan suatu wilayah. Semakin banyak penduduk yang berpendidikan tinggi di suatu wilayah maka semakin tinggi pulalah tingkat kemajuan wilayah tersebut, begitu pula sebaliknya semakin banyak penduduk yang berpendidikan rendah maka tingkat kemajuan wilayah tersebut semakin lambat. Untuk mengetahui secara lebih jelas keadaan penduduk menurut tingkat pendudukan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 27 Tabel 3. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu PERSENTASE (%) 10.91 1.85 4.34 37.24 24.04 17.92 3.70 100.00 NO PENDIDIKAN JUMLAH 1 Belum Sekolah 171 2 Tidak Sekolah 29 3 TK 68 4 SD 584 5 SLTP 377 6 SMA 281 7 PT 58 Total 1568 Sumber : Kantor Desa Pabbaressang, 2011. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan pendudkuk di Desa Pabbaressang yang belum sekolah sebanyak 171 orang, tidak sekolah sebanyak 29 orang, TK sebanyak 68 orang, SD sebanyak 584 orang, SLTP sebanyak 377 orang SMA sebanyak 281 orang, dan yang menyelesaikan pendidikannya sampai ke bangku kuliah Program S1 sebanyak 58 orang. Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan antara jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya, dapat dilihat pada Gambar 5 Persentase penduduk berdasarkan pendidikan 4% 11% 2% 18% 4% Belum Sekolah Tidak Sekolah TK SD 24% SLTP 37% SMA PT . Gambar 4. Persentase Penduduk berdasarkan pendidikan di desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab. Luwu Pada Gambar 5. terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dominan di Desa Pabbaressang adalah SD sebanyak 584 orang atau 37 %, disusul kemudian 28 SLTP sebanyak 377 atau 24 %,kemudian SMA sebanyak 281 orang atau 18 %, lalu ada juga yang belum bersekolah dalam hal ini balita sebanyak 171 orang atau 11 %, lalu TK sebanyak 68 orang atau 4 %, kemudian yang melanjutkan ke perguruan tinggi sebanyak 58 orang atau 4 % bahkan ada yang tidak mengeyam dunia pendidikan yaitu sebanyak 29 orang atau 2 % Dengan mengacu pada program pemerintah mengenai wajib belajar 9 tahun maka dari data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Desa Pabbaressang masih cukup rendah. 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian. Struktur mata pencaharian/penghasilan masyarakat Desa Pabbaressang sangat bervariasi karena pekerjaan yang ditekuni masyarakatnya juga beranekaragam. Untuk mengetahui secara terperinci keadaan penduduk menurut mata pencahariannya, dapat dilihat pada tabel dan Gambar berikut ini: Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu No 1 2 3 4 5 6 7 Pekerjaan Nelayan Nelayan Pedagang PNS Pensiunan Swasta Tidak Bekerja Total Sumber : Kantor desa Pabbaressang, 2011 Jumlah 46 79 8 19 20 296 1100 1568 Persentase (%) 2.93 5.04 0.51 1.21 1.28 18.88 70.15 100.00 Pada Tabel 4 terlihat bahwa kebanyakan penduduknya tidak bekerja di Desa Pabbaressang, yang berada dalam karakter disini adalah di dominasi oleh anak-anak yang masih mengeyam dunia pendidikan,lalu mata pencaharian 29 terbanyak di lakukan yaitu pegawai swasta, yang dimana kebanyakan masyarakat bekerja di PT. Panply plywood, kemudian nelayan, nelayan, pegawai negeri sipil, pedagang dan terakhir pensiunan. Data di atas menunjukkan bahwa penduduk di Desa Pabbaressang memiliki mata pencaharian yang beranekaragam. Dari berbagai sumber mata pencaharian tersebut, ada beberapa penduduk yang mata pencahariannya tidak pada satu bidang saja, tetapi juga bekerja pada bidang lainnya (pekerjaan sampingan). Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan antara jumlah penduduk berdasarkan mata pencahariannya, dapat dilihat pada Gambar 6. Persentase penduduk berdasarkan pekerjaan 3% 5% 1%1% 1% Petani 19% Nelayan Pedagang PNS Pensiunan 70% Swasta Tidak Bekerja Gambar 5. Persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab. Luwu Pada Gambar 6 terlihat bahwa kebanyakan penduduk desa pabbaressang tidak bekerja sebanyak 70%, mata pencaharian yang banyak dilakukan yaitu pegawai swasta sebanyak 19%, kemudian nelayan sebanyak 5%, kemudian nelayan sebanyak 3%, kemudian pensiunan sebanyak 1,28%, 30 kemudian pegawai negeri sipil sebanyak 1.21% dan mata pencaharian yang paling sedikit jumlahnya adalah pedagang yang berjumlah 0,51%. D. Sarana dan prasarana. Sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan dan keamanan mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan daerah di segala bidang. Untuk mengetahui secara terperinci jumlah dan jenis sarana pendidikan, kesehatan, dan keagamaan di Desa Pabbaressang, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis dan jumlah sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan dan keamanan di Desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab. Luwu No Sarana dan Prasarana Jumlah 1 Taman Kanak-kanak 1 2 Sekolah Dasar 1 3 Poskesdes 2 4 Mesjid 2 5 Pos Kamling 4 Total 10 Sumber : Kantor desa pabbaressang, 2011 Pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah sarana pendidikan, kesehatan dan keagamaan di Desa Pabbaressang, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, belum cukup memadai dimana sarana pendidikan sebanyak 2 buah, sarana kesehatan sebanyak 2 buah dan sarana keagamaan sebanyak 2 buah sehingga pembinaan spritual masyarakat dapat terlaksana dengan baik, tapi dari sektor pendidikan masih di anggap kurang memadai karena belum ada pendidikan sekolah menengah pertama yang berada di dalam desa. E. Karateristik responden Responden yang dijadikan sampel adalah masyarakat Desa Pabbaressang yang Mata pencaharian utamanya adalah nelayan. Status dari responden tersebut adalah sebagai kepala keluarga sebanyak 24 responden 31 untuk sawi dan 6 reponden untuk punggawa. Berikut dijelaskan identitas dari responden seperti umur, pendidikan dan tanggungan keluarganya. 1. Tingkat umur Umur merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam bidang usahanya. Umumnya seseorang yang masih muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dibanding dengan yang berumur tua. Seseorang yang masih muda lebih cepat menerima hal-hal yang baru, lebih berani mengambil resiko dan lebih dinamis. Sedangkan seseorang yang relatif tua mempunyai kapasitas pengelolaan yang matang dan memiliki banyak pengalaman dalam mengelola usahanya, sehingga ia sangat berhati-hati dalam bertindak, mengambil keputusan dan cenderung bertindak dengan hal-hal yang bersifat tradisional, disamping itu kemampuan fisiknya sudah mulai berkurang. Untuk mengetahui dengan jelas klasifikasi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karateristik responden berdasarkan tingkat umur di Desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab.Luwu No 1 2 3 Umur 21 - 30 31 - 40 41 - 50 Jumlah 15 11 4 total 30 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2011 Persentase (%) 50.00 36.67 13.33 100.00 Pada Tabel 6 terllihat bahwa responden yang umurnya antara 21-30 tahun berjumlah 15 orang, antara 31-40 tahun berjumlah 11 orang dan yang berumur 41-50 tahun berjumlah 4 orang. Jadi tingkat umur nelayan Payang didominasi oleh nelayan yang berusia muda. Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan antara umur responden yang menggunakan alat tangkap payang,dapat dilihat pada Gambar 7 32 Persentase responden berdasarkan tingkat umur 13% 50% 37% 21 - 30 31 - 40 41 - 50 Gambar 6. Persentase responden berdasarkan tingkat umur di Desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab. Luwu Pada Gambar 7 terlihat bahwa nelayan Payang yang umurnya antara 2130 tahun sebanyak 50,00%, antara 31-40 tahun sebanyak 36,67%, dan yang berumur 41-50 tahun sebanyak 13,33%. Hal ini memperlihatkan bahwa para nelayan melakukan usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap payang masih tergolong umur yang produktif. 2. Tingkat pendidikan. Selain umur, tingkat pendidikan Juga sering mempunyai pengaruh bagi pola fikir seorang nelayan dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemen dalam mengelola bidang usahanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang nelayan, maka cenderung semakin dinamis dan tanggap terhadap penerimaan hal-hal baru atau berupa anjuran dibanding seseorang yang berpendidikan relatif rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola fikir semakin rasional, Sehingga nelayan lebih mudah untuk cepat menerima tekhnologi baru untuk peningkatan produksi usahanya. Untuk mengetahui distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 7. 33 Tabel 7. Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu No Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 Tidak Tamat SD 6 20.00 2 Tamat SD 12 40.00 3 Tidak Tamat SMP 4 13.33 4 Tamat SMP 8 26.67 Total 30 100.00 Sumber : Data primer yang telah di olah, 2011 Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan antara tingkat pendidikan responden nelayan payang, dapat dilihat pada Gambar 8. Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 27% 20% Tidak Tamat SD Tamat SD 13% 40% Tidak Tamat SMP Tamat SMP Gambar 7. Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu 34 Pada Gambar 8 terlihat bahwa nelayan payang yang tidak tamat sekolah dasar sebanyak 20%, tamat SD sebanyak 40%, tidak tamat SLTP sebanyak 13% dan yang menamatkan pendidikannya SLTP sebanyak 27%. Jadi sesuai dengan tabel yang diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan nelayan Payang umumnya hanya tamatan SD, artinya tingkat pendidikan nelayan payang masih sangat rendah. 3. Tanggungan Keluarga. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan adalah besarnya tanggungan setiap kepala keluarga untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Semakin besar jumlah tanggungan dalam sebuah rumah tangga, akan mempengaruhi besarnya pengeluaran. Tabel 8 berikut akan memperlihatkan jumlah tanggungan responden. Tabel 8. Persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Pabbaressang, kec. Bua kab. Luwu No 1 2 3 Interval Tanggungan 1-2 orang 3-4 orang 5-6 orang Jumlah Jumlah (Orang) 13 16 1 Persentase (%) 43.33 53.33 3.33 30 100 Sumber : Data primer yang telah di olah,2011 Pada tabel 8 terlihat jumlah tanggungan responden yang berkisar antara 1-2 orang ada sebanyak 13 orang,yang berkisar antara 3-4 orang sebanyak 16 orang dan yang berkisar 5-6 orang hanya ada 1 orang. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga disebabkan karena tingkat kelahiran masyarakat pesisir yang masih tinggi. Hal ini erat kaitannya dengan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki, dimana pandangan banyak anak banyak rejeki masih berkembang. Selain itu banyaknya tanggungan juga 35 disebabkan karena adanya orang lain yang hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga. Selanjutnya untuk melihat persentase perbandingan tanggungan keluarga nelayan payang dapat di lihat pada gambar 9. Persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 3% 44% 1-2 orang 3-4 orang 53% 5-6 orang Gambar 8. Persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Pabbaressang, kec. Bua kab. Luwu. Dari gambar 9 terlihat bahwa jumlah tanggungan keluaraga nelayan payang yang berkisar antara 1-2 orang sebanyak 44%, berkisar 3-4 orang sebanyak 53% dan yang berkisar antara 5-6 orang sebanyak 3%. 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Singkat Alat Tangkap Payang. Payang merupakan alat tangkap sangat produktif untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol. Konstruksi kapal Payang yang digunakan di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu sama agak sedikit berbeda dengan kapal payang pada umumnya Hasil wawancara dengan nelayan pada saat penelitian, kapal yang digunakan mempunyai ukuran panjang (L) = 10 - 13 m, lebar (B) = 60 cm dan tinggi (D) = 1 m dan memiliki bamboo di samping kiri kanan yang berfungsi sebagai penyeimbang agar pada saat penarikan jaring payang kapal tidak oleng sehingga kapal tidak tenggelam. Kapal tersebut di lengkapi dengan satu mesin saja, yaitu mesin dengan merk yanmar 30 PK. Jaring Payang yang dioperasikan di Desa Pabbaressang kec. Bua Kab. Pangkep terbuat dari bahan benang atau tali nylon tunggal (monofilament) atau pun dari benang ganda (multifilament). Memiliki ukuran panjang antara 30 m, lebar jaring 10 m dan mata jaring (mesh size) 1 inci. Pelampung jaring berjumlah 40 buah yang terbuat dari bahan sintesis (plastik) berbentuk bola dengan diameter 11 cm yang dipasang pada tali ris atas dengan jarak masing-masing antar pelampung 25 cm. Selain itu, pada tali ris bawah terdapat i pemberat, terbuat dari bahan besi baja dengan diameter 2 cm dan memiliki berat hingga 50 gram. Kegunaan pemberat dimaksudkan agar mulut jaring terbuka sehingga ikan dapat masuk ke mulut jaring 37 Gambar 9. Kapal dan alat tangkap payang yang di gunakan di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu B. Investasi Usaha Salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam memulai suatu usaha adalah investasi. Investasi sangat penting diperhatikan karena dapat menunjang peningkatan usaha yang dijalankan. Investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan pada saat awal menjalankan suatu usaha. Tujuan utama investasi adalah untuk memperoleh macam manfaat yang cukup layak dikemudian hari. Tabel 9. Nilai rata-rata investasi per tahun pada usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap payang di Desa Pabbaressang, Kec. Bua Kab. Luwu. No Jenis Investasi Nilai Rata-rata ( Rp ) Persentase (% ) 1 Kapal 34.500.000 68.59 2 Mesin 10.500.000 20.88 3 Jaring 5.000.000 9.94 4 Basket 75.000 0.15 5 Jangkar 145.000 0.29 6 Tali Jangkar 79.000 0.16 Total Investasi 50.299.000 100.00 Sumber : Data primer yang telah di olah, 2011 Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya investasi yang dikeluarkan nelayan payang sebesar Rp.50.299.000,-. Jenis investasi yang terbesar yang dikeluarkan nelayan payang adalah perahu sebesar Rp. 34.500.000,- dan yang terkecil adalah basket sebesar Rp.75.000,- 38 C. Biaya Usaha Biaya adalah salah satu faktor penentu kelancaran dalam menjalankan suatu usaha, sebab besarnya tingkat produktifitas hasil tangkapan tergantung pada berapa besar biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan berjalan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha penangkapan akan menentukan besarnya harga pokok dari hasil tangkapan. Ada dua jenis biaya yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha yaitu biaya tetap (biaya penyusutan investasi) dan biaya Variabel. a. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya Tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh produksi dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan. Penyusutan alat dapat terjadi karena pengaruh umur pemakaian. Pada biaya penyusutan ini dapat dihitung dengan cara membagi harga alat sebagai investasi dengan umur ekonomis / umur produktif alat tersebut. Biaya tetap pada nelayan yang menggunakan alat tangkap payang per tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10.Nilai rata-rata biaya tetap pertahun pada usaha alat tangkap payang di Desa Pabbaressang, kec. Bua kab. Luwu. No Jenis investasi Rata-rata Biaya penyusutan(Rp) persentase (%) 1 Kapal 3.450.000 52.05 2 Mesin 2.100.000 31.68 3 Jaring 1.000.000 15.09 4 Basket 37.500 0.57 5 Jangkar 20.714 0.31 6 Tali Jangkar 19.750 0.30 Total Biaya penyusutan 6.627.964 100.00 Sumber: Data primer yang telah diolah,2011. Berdasarkan Tabel 10. di atas dapat dilihat rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp. 6.627.964,- dengan nilai rata-rata tertinggi adalah 39 biaya penyusutan kapal sebesar Rp. 3.450.000,- atau 52,05 % kemudian mesin dengan biaya penyusutan sebesar Rp. 2.100.000,- atau 31,68 %. Alat Tangkap (Jaring) biaya penyusutan sebesar Rp. 1.000.000,- atau 15,09 %, basket dengan biaya penyusutan sebesar Rp.37.500,- atau 0,57 %, jangkar dengan biaya penyusutan sebesar Rp. 20.714 atau 0,31 % dan untuk jenis investasi tali jangkar dengan biaya penyusutan sebesar Rp. 19.750 atau 0,30 %. Untuk lebih jelasnya komponen jenis investasi dan biaya tetap pada nelayan alat tangkap payang di desa Pabbaressang ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Kapal Kapal yang digunakan oleh nelayan payang di desa Pabbaressang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 10 Meter,lebar 50 Centi meter dan tinggi 1 meter dengan harga Rp. 34.000.000, sampai Rp 35.000.000, pada penelitian ini nelayan di desa Pabbaressang menggunakan 1 perahu, yang menggunakan tenaga mesin untuk menuju ke daerah penangkapan tersebut. Rata-rata biaya investasi per tahun untuk perahu sebesar Rp. 34.500.000,Perahu ini memiliki daya tahan 8 - 10 tahun. Sehingga rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp. 3.450.000 Mesin Mesin yang digunakan oleh nelayan payang di desa Pabbaressang yaitu mesin 30 PK dengan merk yanmar dengan nilai investasi rata-rata pertahun Rp. 10.500.000,- Mesin ini memiliki daya tahan 3 - 5 tahun. Sehingga rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp.2.100.000,- 40 Alat Tangkap (Jaring) Jaring payang tergolong kedalam “Pukat Kantong Lingkar”, adalah suatu jaring yang terdiri dari kantong (bunt or bag), kaki/sayap (leg/wing) yang dipasang pada kedua sisi (kiri dan kanan) mulut jaring. Kantong jaring merupakan bagian jaring tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas). Bahan kantong dibuat dari benang katun yang telah mengalami penanganan seperlunya. Badan jaring (body/bally) merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak diantara kantong dan kaki. Badan terdiri dari bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda. Bahan badan jaring dari benang nilon jaring payang yang digunakan berukuran panjang kantong 9 meter dan panjang kaki jaring 20 meter.Harga perbuah sebesar Rp. 5.000.000,- dengan rata-rata biaya investasi per tahun sebesar Rp. 5.000.000,Jaring ini memliki daya tahan 45 tahun. Sehingga rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp.1.000.000, Tali Jangkar Tali jangkar yang digunakan nelayan yaitu tali nilon no.8, yang dibutuhkan oleh nelayan tiap perahu adalah 1 gulung. Harganya berkisar Rp. 78.000,sampai Rp. 80.000,- per gulung. Pada penelitian ini rata-rata biaya investasi per tahun yang dikeluarkan untuk tali jangkar sebesar Rp. 79.000,- Memiliki daya tahan 2-4 tahun, Sehingga rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp.19.750,Jangkar Jangkar merupakan alat pemberat untuk berlabuh di daerah penangkapan yang terbuat dari besi agar perahu yang digunakan nelayan tidak terbawa oleh arus maupun ombak pada saat melakukan penangkapan yang 41 jumlah 1 buahnya di beli dengan harga Rp. 140.000,- sampai Rp. 150.000,Pada penelitian ini rata-rata biaya investasi per tahun yang dikeluarkan untuk jangkar sebesar Rp. 145.000,- Memiliki daya tahan 5-7 tahun, sehingga rata-rata biaya penyusutannya sebesar Rp. 20.714,- b. Biaya Variabel (Variabel Cost) Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh nelayan pada usaha penangkapan yang habis dipakai dalam satu kali operasi penangkapan. Biaya variabel dikeluarkan selama melakukan operasi penangkapan dan biaya variabel ini berubah-ubah tergantung jauhnya daerah penangkapan dan lama operasi penangkapan. Komponen biaya variabel yang harus dikeluarkan nelayan payang adalah biaya BBM, Oli, Konsumsi, Rokok, dan Es Batu yang digunakan nelayan di desa Pabbaressang. Adapun jenis dan nilai investasi serta nilai rata-rata biaya tetap per tahun pada nelayan payang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11. Jenis dan Nilai Rata-rata Biaya Variabel pertahun pada Nelayan payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu. No Jenis biaya variabel Nilai rata-rata biaya variable ( Rp) Persentase ( % ) 1 BBM 14.152.500 48.32 2 OLI 2.669.667 9.11 3 Komsumsi 3.845.000 13.13 4 Rokok 3.379.167 11.54 5 Es Balok 5.243.750 17.90 Total Biaya Variabel 29.290.083 100.00 Sumber : Data primer yang telah di olah, 2011 Berdasarkan Tabel 11. di atas terlihat bahwa rata-rata biaya variabel dalam setahun pada usaha nelayan payang di Desa Pabbaressang yaitu BBM sebanyak Rp. 14.152.500, Oli sebanyak Rp. 2.669.667, Komsumsi sebanyak Rp 3.845.000, rokok sebanyak Rp. 3.379167 dan es balok sebanyak Rp 5.243.. Jadi Total rata-rata biaya variabel per tahun adalah sebesar Rp. 22.798.083. 42 Untuk lebih jelasnya komponen biaya variabel pada usaha nelayan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Biaya BBM Biaya BBM yang dikeluarkan nelayan payang yang ada di desa Pabbaressang bermacam-macam tergantung dari jauh dekatnya dalam melakukan penangkapan. Nelayan menggunakan solar sebanyak 20 - 25 liter dengan harga Rp. 4.500,-per liter sehingga biaya rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp. 101.250,- /trip atau Rp 14.152.500.,- dalam per tahun. Biaya Oli Biaya oli yang dikeluarkan nelayan payang yang ada di desa Pabbaressang bermacam-macam sebab oli ini hanya merupakan bahan pelumas mesin yang digunakan. Nelayan menggunakan oli sebanyak 1 liter dengan harga Rp.18.000 sampai Rp 20.000. per liter, sehingga biaya rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp. 19.083,- dalam per trip atau Rp. 2.669.667,- dalam per tahun. Biaya Konsumsi Biaya konsumsi yang dikeluarkan nelayan payang yang ada di desa Pabbaressang rata-rata mereka mengeluarkan biaya sebesar Rp. 27.500,-per trip. Sedangkan rata-rata biaya yang dikeluarkan per tahun sebesar Rp. 3.845.000. Biaya Rokok Rokok telah menjadi suatu kebutuhan dasar bagi seorang pekerja apalagi bagi pekerja laki-laki. Berdasarkan penelitian di desa Pabbaressang diperoleh informasi bahwa para nelayan yang sedang melaut lebih semangat kalau sambil merokok. Hal ini rokok menjadi bagian dari biaya dalam produksi yang harus 43 diperhitungkan. Dalam usaha nelayan udang payang rata-rata mereka menggunakan 5 bungkus rokok dengan merek yang berbeda-beda, dengan ratarata biaya yang dikeluarkan per trip sebesar Rp. 24.167,- dan biaya per tahun sebesar Rp. 3.379.167. Biaya Es Batu Es batu merupakan bahan pengawet ikan yang sudah tertangkap. Es batu yang digunakan nelayan biasanya 5 balok yang rata-rata biaya per trip sebesar Rp. 37.500,- sedangkan rata-rata biaya per tahun sebesar Rp. 5.243.750. c. Biaya Total (Total Cost) Biaya Total adalah penjumlahan antara biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). untuk lebih jelas besarnya biaya total yang dikeluarkan dalam usaha nelayan payang pertahun dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 12. Jenis dan Nilai Biaya Total Rata-rata per tahun pada usaha nelayan payang di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu Biaya Kelompok TC Nelayan biaya tetap(Rp) Biaya variable (Rp) 1 6.778.929 28.755.000 35.533.929 2 6.377.000 30.084.000 36.461.000 3 6.477.500 30.429.000 36.906.500 4 6.778.929 27.440.000 34.218.929 5 6.778.429 28.147.500 34.925.929 6 6.577.000 30.885.000 37.462.000 Total 39.767.786 175.740.500 215.508.286 Rata-rata 6.627.964 29.290.083 35.918.048 Sumber : Data Primer yang telah di olah, 2011 Berdasarkan tabel 12. di atas dijelaskan bahwa biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost) dimana nilai rata-rata biaya tetap per tahun sebesar Rp. 6.627.964,29,sedangkan nilai rata-rata biaya variabel per tahun sebesar Rp. 29.290.083,33,- 44 sehingga biaya total untuk usaha nelayan payang di Desa pabbaressang pertahun yaitu sebesar Rp. 35.918.047,62 D. Penerimaan Usaha Penerimaan adalah jumlah hasil tangkapan dikali dengan harga hasil tangkapan pada saat itu. Untuk alat tangkap payang di Desa Pabbaressang ada tiga macam ikan yang di buru oleh nelayan payang yaitu ikan selar kuning,ikan japuh dan tembang. Musim penangkapan ada 3 macam yaitu musim puncak (Maret - Juni) dan musim sedang (Juli - September) dan musim paceklik ( Oktober – februari ). Gambar 11. Gambar ikan Selar kuning,tembang dan japuh hasil tangkapan nelayang payang di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu Dengan adanya musim penangkapan ikan, hal ini juga mempengaruhi penerimaan nelayan karena harga ikan yang selalu berubah berdasarkan dari musim musim penangkapan. Pada musim puncak harga ikan selar kuning di jual ke pengumpul Rp. 7.000 /Kg, ikan japuh sebesar Rp 3.500 / Kg sedang ikan tembang seharga Rp. 1.500 /Kg, lalu pada musim sedang harga ikan mengalami sedikit kenaikan karena jumlah produksi yang berkurang, harga ikan selar kuning pada musim ini yang di jual ke pengumpul seharga Rp. 7.500 / Kg,ikan japuh seharga Rp. 4.000/kg dan ikan tembang Rp. 2.000/kg. Sedangkan pada musim paceklik harga ikan mengalami kenaikan karena adanya kendala cuaca yang mengakibatkan nelayan payang kurang melakukan kegiatan penangkapan 45 bahkan pada bulan tertentu tidak melakukan kegiatan penangkapan. Harga ikan selar yang di jual ke pengumpul yaitu Rp. 8.000/kg,ikan japuh Rp. 4.500/kg dan ikan tembang Rp. 2.000/kg. Adapun rata-rata penerimaan usaha nelayan payang di Desa Pabbaressang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 13. Total Rata-rata penerimaan nelayan payang Per tahun di Desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. Luwu. Penerimaan Total/thn Kelompok Musim Puncak Musim sedang Musim Paceklik (Rp) Nelayan (Rp) (Rp) (Rp) 1 108.240.000 30.240.000 9.000.000 147.480.000 2 119.680.000 35.802.000 8.716.500 164.198.500 3 118.008.000 30.996.000 9.301.500 158.305.500 4 116.820.000 32.832.000 8.982.000 158.634.000 5 112.182.000 34.956.000 8.658.000 155.796.000 6 116.160.000 30.384.000 8.968.500 155.512.500 Total 691.090.000 195.210.000 53.626.500 939.926.500 Rata-rata 115.181.667 32.535.000 8.937.750 156.654.417 Sumber : Data primer yang telah di olah,2011 Dari tabel tabel 13, terlihat nilai rata-rata penerimaan nelayan payang pada musim puncak Rp.115.181.667,pada musim sedang Rp. 32.535.000 dan musim paceklik sebanyak Rp. 8.937.750,.jadi penerimaan rata-rata nelayan payang pertahun yaitu Rp. 156.654.417. E. Pendapatan Pendapatan merupakan hasil penerimaan di kurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Adapun keuntungan yang diperoleh nelayan payang di desa Pabbaressang Kec. Bua Kab. luwu Pertahun yaitu rata-rata total penerimaan per tahun untuk nelayan payang di Desa Pabbaressang yaitu sebesar Rp. 156.654.417,- sedangkan total biaya per tahun nelayan payang sebesar Rp 35.918.048,- dan pendapatan nelayan payang 46 selama setahun sebesar Rp 120.736.369,- jumlah pendapatan kelompok nelayan yang jika di kompersi perbulan yang dimana dalam satu tahun nelayan payang melakukan kegiatan penangkapan selama 9 bulan, maka jumlah perolehan pendapatan kelompok nelayan payang adalah Rp.13.415.152,- Namun demikian perolehan pendapatan ini bersifat pendapatan kelompok yang selanjutnya akan terdistribusi berdasarkan sistem bagi hasil yang diberlakukan dalam kelompok nelayan, Khususnya di Desa Pabbaressang para punggawa memberlakukan system bagi hasil dua banding satu, yang dimana dua bagian untuk punggawa dan satu bagian untuk sawi. Oleh karena itu banyak-sedikitnya anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan produksi akan mempengaruhi besarkecilnya perolehan pendapatan masing-masing anggota kelompok.Konteks ini di pertegas oleh Satria (2001) bahwa salah satu pembeda kelompok nelayan jepang dan di Indonesia adalah pengerahan tenaga kerja dalam kegiatan produksi. Kelompok Nelayan di Jepang mengefisiensikan teknologi sehingga distribusi perolehan pendapatan sangat besar sedangkan di Indonesia lebih mengefektifkan tenaga kerja,karena minimnya teknologi,sehingga distribusi perolehan pendapatan sangat kecil . 47 VI. PENUTUP A. Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu , maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Investasi yang dibutuhkan untuk nelayan payang yang ada di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu Rp. 50.299.000. 2. Nilai produksi yang di peroleh nelayan payang dalam satu tahun di Desa Pabbaressang kec. Bua kab. Luwu sebesar Rp. 156.654.417,3. Perolehan pendapatan rata-rata tiap kelompok nelayan payang di Desa Pabbaressang kec. bua kab. Luwu dalam satu tahun sebesar Rp 120.736.369,-atau di kompersi dalam perbulan sebesar Rp.13.415.152,- B. Saran Setelah melihat Pabbaressang kec. Bua hasil dari penelitian yang diadakan di Desa Kabupaten luwu, maka penulis memberikan saran- saran sebagai berikut : 1. Perlunya peran pemerintah daerah setempat dalam hal pengenalan teknologi serta lembaga permodalan yang bersifat formal untuk memberi bantuan modal pada tiap kelompok nelayan payang merujuk daripada modal investasi yang sangat besar, agar perolehan pendapatan dapat lebih ditingkatkan. 2. Khususnya kepada anggota kelompok nelayan, perlu adanya inisiataif untuk penyerapan teknologi baru dan pengefisiensian jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam satu kelompok. 48 DAFTAR PUSTAKA Astuti, Puji, 2007. Analisis Saluran Distribusi dan Pendapatan Nelayan Tambak Usaha Udang Windu di Desa Tasiwalie Kec. Suppa Kab. Pinrang. Universitas Hasanuddin Makassar Dinas Kelautan dan perikanan. 2006. Laporan Dinas Kelautan dan perikanan. Makassar. http://www.google.co.id/ teknologi kelautan dan perikanan kabupaten mukomuko alat tangkap payang.htm. di akses 25 september 2011 Hanafiah, A.M dan Saefuddin. Jakarta. 2000. Tataniaga Hasil Perikanan UI, Press. http://www.Palopo.co.id/Official Website Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Palopo, htm. Diakses 20 Januari 2007. Kusnadi. 2000. Nelayan Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humanoira Utama Press. Bandung Mubiyarto. 1994. Ekonomi pertanian. LP3ES. Jakarta Santoso, S. 2001. SPSS Versi 10.0 Mengolah Data Statistic Secara Profesional. PT.Gramedia. Jakarta. Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Jakarta Sukirno Sadono. 1999. Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Edisi ke 2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Yogyakarta : BPFE. Walangadi Hakop. 2003. Analisis Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Ikan Di Propinsi Gorontalo Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar