THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta EVALUASI PENGGUNAAN PARASETAMOL INTRAVENA PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD MAS AMSYAR KASONGAN KALIMANTAN TENGAH Dita Nururiyanie¹, Lukman Hakim², Agung Endro Nugroho² ¹ Magister Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada ² Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Abstract This study aims to determine the rationality of the use of paracetamol intravenous to hospitalized pediatric patients. It also purposes to see the relationship between the rationality of paracetamol intravenous treatment and clinical outcomes to hospitalized pediatric patients in regional public hospital of Mas Amsyar Kasongan Central Borneo. This study is an observational analytic study using retrospective cohort design, by using data from medical records of hospitalized pediatric patients during the period of October 2014 to October 2016. The evaluation is using two groups of patients that are a group use rational paracetamol intravenous and a group use irrational paracetamol intravenous. Patients who met the inclusion criteria are rationally evaluated by using 4P criteria that are proper in indication, proper in patient, proper in medicine and proper in dosage. Then clinical outcomes of therapy are recorded. The result of the study is analyzed using Chi-square. The result of the study shows that the rationality of the paracetamol intravenous use from 136 hospitalized pediatric patients seen from 4P criteria is 100% of proper in indication, 50% of proper in medicine, 100% of proper in patient, and 8.09% of proper in dosage. Patients who receive rational paracetamol intravenous therapy are 8 patients (5,88%). While patients who receive irrational paracetamol intravenous are 128 patients (94,12%). The average of drop in temperature after 4 hours infusion is 0.60C. The statistical analysis presents that there is no correlation between the rationality of paracetamol intravenous treatment and clinical outcome (p> 0.05). Keywords: Drug use evaluation, Paracetamol intravenous, Rationality. Pendahuluan Kementerian Kesehatan (2007) tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 menyatakan bahwa salah satu fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan serta memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. WHO mendefinisikan penggunaan obat yang rasional adalah jika pasien menerima obat yang tepat, dalam dosis yang sesuai kebutuhan untuk periode waktu yang cukup dan pada biaya terendah untuknya dan dimasyarakat. Salah satu bentuk penggunaan obat yang irrasional adalah THE 5TH URECOL PROCEEDING pemberian sediaan injeksi jika sediaan oral dapat diterima pasien (Holloway dan Dijk, 2011). Pada saat ini telah tersedia parasetamol infus dengan sediaan 10 mg/ml dalam vial berisi 100 ml. Oleh US Food Drug Administration pada tahun 2010 telah disetujui digunakan untuk terapi nyeri akut derajat ringan hingga sedang dan terapi demam pada anak dan dewasa. Sejak ditemukan, parasetamol infus telah digunakan sebagai alternatif pada pasien seperti: pasien dengan gangguan penyerapan parasetamol/NSAID oral lain, pasien yang memerlukan terapi nyeri dan/atau memerlukan penurunan suhu tubuh dengan cepat, pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian obat secara oral, dan pada pasien yang memiliki reaksi sensitivitas terhadap golongan obat analgetik lain, seperti NSAID (Cermin Dunia Kedokteran, 2013). UK medicines information (UKMi) pharmacist (2010) menyatakan bahwa beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan parasetamol infus yaitu: 422 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 1. risiko terjadi infeksi atau nyeri dan peradangan lokal di tempat injeksi 2. potensi overdosis jika diberikan bersamaan dengan obat oral yang mengandung parasetamol atau pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal 3. kegagalan untuk penyesuaian dosis berdasarkan berat badan atau faktor lain yang berhubungan dengan pasien 4. peningkatan waktu perawatan dan biaya lebih tinggi. Penggunaan parasetamol intravena di RSUD Mas Amsyar Kasongan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, berdasarkan data di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah penggunaan parasetamol intravena pada tahun 2014 sebanyak 196 botol dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1303 botol. Penelitian mengenai evaluasi penggunaan parasetamol intravena perlu dilakukan di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah karena belum pernah ada evaluasi terhadap penggunaan obat parasetamol intravena di rumah sakit ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui rasionalitas penggunaan parasetamol intravena pada pasien anak rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah. 2. Mengetahui hubungan antara rasionalitas penggunaan parasetamol intravena terhadap luaran klinik pada pasien anak rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah penggunaan parasetamol infus yang rasional pada pasien anak rawat inap memberikan luaran klinik yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan parasetamol infus yang tidak rasional. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan kohort retrospektif tentang evaluasi penggunaan parasetamol intravena pada pasien anak rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah (studi kasus pasien anak rawat inap periode Oktober 2014-Oktober 2016). Proposal penelitian dan jalannya penelitian telah mendapatkan surat keterangan kelaikan etik penelitian dengan nomor. THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta 00843/KKEP/FKG-UGM/EC/2016. Pada penelitian kohort retrospektif, luaran klinik dan terapi sudah terjadi di masa lampau sebelum dimulainya penelitian, sehingga variabelvariabel tersebut diukur melalui catatan rekam medik pasien. Rancangan kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan dua kelompok yaitu kelompok pasien yang mendapat terapi parasetamol intravena yang rasional dan kelompok pasien yang mendapat terapi parasetamol intravena yang tidak rasional. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Pasien anak laki-laki maupun perempuan dengan usia kurang dari 18 tahun yang menjalani rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah yang menerima terapi parasetamol intravena sebagai antipiretik selama periode Oktober 2014-Oktober 2016 dan Pasien dengan observasi suhu tubuh 4 jam setelah pemberian parasetamol intravena yang pertama. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk evaluasi penggunaan parasetamol intravena adalah: rekam medik pasien, lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diambil dari catatan rekam medik pasien, buku laporan perawat di ruang perawatan, buku dan jurnal referensi antara lain: Lexicomp Tahun 2016, DIH Edisi 20, Martindale Edisi 36 dan jurnal terkait. Jalannya Penelitian Evaluasi penggunaan parasetamol intravena yang dilakukan meliputi evaluasi rasionalitas dan pengamatan efektivitas. Evaluasi rasionalitas dengan menggunakan kriteria 4T yaitu: tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Pengamatan efektivitas diamati berdasarkan efek antipiretik dengan pengamatan penurunan suhu tubuh pada 4 jam (240 menit) setelah pemberian parasetamol intravena yang pertama. Rasionalitas adalah ketepatan penggunaan parasetamol intravena berdasarkan kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Penggunaan parasetamol intravena pada pasien anak rawat inap dikategorikan rasional apabila memenuhi semua kriteria rasionalitas yang ditetapkan yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Jika penggunaan 423 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 parasetamol intravena tidak memenuhi salah satu kriteria rasionalitas yang ditetapkan maka akan dikategorikan tidak rasional. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu Oktober sampai dengan November 2016 dengan menggunakan data catatan rekam medik pasien anak rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah dan dilakukan secara retrospektif terhadap pasien anak yang mendapat terapi parasetamol intravena. Jumlah sampel berdasarkan hasil pengamatan adalah sebanyak 136 sampel yang masuk kedalam kriteria inklusi. Pada penelitian ini, pasien dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya yang meliputi: usia, berat badan, jenis kelamin dan diagnosis. Pemakaian parasetamol intravena paling sedikit adalah pasien kelompok usia neonatus (0 – 27 hari) yaitu sebanyak 3 pasien (2,21%), sedangkan pemakaian parasetamol intravena paling banyak adalah pasien kelompok usia anak (2 – <12 tahun) yaitu sebanyak 85 pasien (63,50%). Pengelompokkan berdasarkan berat badan ditemui pemakaian parasetamol intravena paling sedikit adalah pasien kelompok dengan berat badan >50 kg yaitu sebanyak 1 pasien (0,74%), sedangkan pemakaian parasetamol intravena paling banyak adalah pasien dengan berat badan 10-33 kg yaitu sebanyak 79 pasien (58,09%). Pengelompokkan pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar adalah pasien laki-laki yaitu sebanyak 80 pasien (59%) sedangkan pasien perempuan sebanyak 56 pasien (41%). Pengelompokkan berdasarkan diagnosis penyakit menunjukkan bahwa parasetamol intravena digunakan pada pasien anak rawat inap dengan berbagai macam diagnosis penyakit yang disertai dengan demam. Terdapat 21 macam diagnosis penyakit dari hasil pengelompokkan secara umum dan 3 jenis penyakit yang memiliki persentase tertinggi yang mendapat terapi parasetamol intravena yaitu Gastro enteritis dehidration syndrome (GEDS) sebanyak 35 pasien (25,74%), kejang demam sederhana (KDS) sebanyak 15 pasien (11,03%), dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terdapat 15 pasien (11,03%). Dosis tunggal parasetamol intravena terbukti memiliki efektivitas dan efikasi yang sama dengan parasetamol oral. Parasetamol intravena dapat digunakan jika pasien tidak dapat menerima dosis oral atau jika diharapkan THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta mencapai onset aksi yang cepat (Peacock dkk., 2011). Hasil evaluasi rasionalitas penggunaan parasetamol intravena pada pasien anak rawat inap berdasarkan masing-masing kriteria menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol intravena dengan ketepatan indikasi sebesar 100%, ketepatan obat sebesar 50%, ketepatan pasien sebesar 100% dan ketepatan dosis sebesar 8,09%. Penggunaan parasetamol intravena pada pasien anak rawat inap dikategorikan rasional apabila memenuhi semua kriteria rasionalitas yang ditetapkan yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Jika penggunaan parasetamol intravena tidak memenuhi salah satu kriteria rasionalitas yang ditetapkan maka akan dikategorikan tidak rasional. Berdasarkan penilaian kriteria rasionalitas tersebut dapat dihitung bahwa penggunaan parasetamol intravena di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah dari 136 pasien anak yang diamati terdapat 8 pasien (5,88%) telah mendapat terapi yang rasional sedangkan penggunaan parasetamol intravena yang tidak rasional adalah sebanyak 128 pasien (94,12%). Parasetamol termasuk obat dengan indeks terapi yang lebar namun ketidaktepatan dalam pembagian dosis akan berpotensi terjadinya subterapetik atau juga overdosis. Pembagian sediaan seharusnya dihitung secara pasti dalam konsentrasi (mg/ml) dan pemberian intravena dapat menggunakan alat seperti syring pump ataupun burette infusion set. Peresepan parasetamol i.v harus dilakukan secara hati-hati, peresepan harus didasarkan pada berat badan, usia dan komorbid dari pasien. Batas dosis maksimal dari masing-masing dosis tunggal dan dosis untuk 24 jam harus tidak boleh terlewati. Parasetamol i.v 50 ml harus digunakan untuk pasien dengan berat badan kurang dari 33 kg. Dosis untuk bayi dan anak kecil harus tepat diukur menggunakan syringe. Kebutuhan dosis yang kecil untuk pasien anak berakibat satu botol parasetamol intravena dapat digunakan untuk beberapa kali pemberian. Berdasarkan penelitian sediaan parasetamol intravena (10 mg/ml) stabil secara fisika dan kimiawi dalam berbagai volume hingga 84 jam dalam botol yang telah dibuka dan jarum suntik 424 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING polypropylene pada suhu (Kwiatkowski dkk., 2012). 18 February 2017 kamar Luaran klinik terapi parasetamol intravena merupakan respon perbaikan kondisi klinik setelah adanya terapi berupa penurunan suhu tubuh. Efektivitas antipiretik diamati berdasarkan penurunan suhu tubuh sampai dengan 4 jam setelah pemberian parasetamol intravena yang pertama. Perhitungan efektivitas terapi parasetamol intravena menunjukkan bahwa penurunan suhu tubuh pada tiap pasien yang mendapat terapi parasetamol intravena sangat bervariasi antara 0,0-3,3˚C dengan ratarata penurunan suhu tubuh adalah 0,6 ± 0,94˚C. Demam pada sepsis dan penyakit infeksi sangat berkaitan dengan efektivitas penggunaan parasetamol intravena terhadap penurunan suhu tubuh, ketepatan pemberian antibiotika juga mempengaruhi efektivitas penurunan suhu tubuh. Selain itu terapi non farmakologi (misalnya peningkatan pemasukkan cairan, kontrol temperatur lingkungan) juga mempengaruhi efektivitas terapi parasetamol intravena. Rasionalitas penggunaan obat sangat diperlukan untuk menjamin terapi yang diterima pasien efektif, aman dan efisien. Luaran klinik yang diinginkan dari terapi parasetamol intravena ini adalah penurunan suhu tubuh menjadi suhu tubuh normal (36-37,5˚C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 pasien anak yang menerima terapi parasetamol intravena secara rasional memberikan luaran klinik membaik sebanyak 2 pasien (25,00%) dan luaran klinik tidak membaik sebanyak 6 pasien (75,00%). Sedangkan dari 128 pasien yang mendapat terapi parasetamol intravena tidak rasional menunjukkan luaran klinik yang membaik sebanyak 28 Pasien (21,88%) dan sebanyak 100 pasien (78,12%) dengan luaran klinik yang tidak membaik. Penggunaan parasetamol intravena yang rasional memang belum tentu akan dapat memberikan luaran klinik yang membaik terhadap penurunan suhu tubuh pasien karena banyak faktor lain yang juga berpengaruh diantaranya jenis penyakit, kondisi pasien dan ketepatan pengobatan yang diterima. Sediaan parasetamol intravena ini memiliki harga yang relatif mahal jika dibandingkan dengan sediaan oral sehingga penggunaannya akan secara THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta langsung meningkatkan biaya pengobatan/perawatan pasien di rumah sakit. Menurut Kementerian Kesehatan (2011) dampak negatif ketidakrasionalan penggunaan obat dapat meliputi: dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan, dampak terhadap biaya pengobatan, dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan, dampak terhadap mutu ketersediaan obat dan dampak psikososial. Oleh sebab itu diperlukan peran farmasi klinik di ruang perawatan untuk mendukung penggunaan parasetamol intravena yang rasional bagi pasien dan diperlukan suatu pedoman terapi penggunaan parasetamol intravena untuk menjamin rasionalitas, efektivitas dan efisiensi pengobatan bagi pasien. Keterbatasan Penelitian Penelitian evaluasi penggunaan parasetamol intravena yang dilakukan ini masih terdapat banyak keterbatasan, diantaranya adalah yang pertama catatan rekam medik yang kurang lengkap (data observasi suhu tubuh yang tidak dicatat di rekam medik) sehingga mempersulit peneliti untuk mencatat perubahan suhu tubuh pasien tiap jamnya. Kedua, penelitian evaluasi penggunaan parasetamol intravena ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan secara retrospektif sehingga pengamatan mengenai reaksi obat yang tidak diinginkan setelah diberikan parasetamol intravena tidak dapat diamati. Ketiga, jumlah sampel pada kategori rasional sangat sedikit atau kurang dari minimal jumlah sampel yang telah diperhitungkan. Kesimpulan 1. Rasionalitas penggunaan obat parasetamol intravena pada 136 pasien anak rawat inap di RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah periode Oktober 2014Oktober 2016 dilihat dari kriteria 4T yaitu: tepat indikasi 100%, tepat obat 50%, tepat pasien 100% dan tepat dosis 8,09% dengan persentase perbandingan terapi rasional dengan tidak rasional adalah 5,88 : 94,12. 2. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara rasionalitas pengobatan parasetamol intravena terhadap luaran klinik (suhu tubuh) pada pasien anak rawat inap di 425 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta RSUD Mas Amsyar Kasongan Kalimantan Tengah (p>0,05). Saran 1. Diperlukan penelitian selanjutnya untuk membandingkan efektivitas parasetamol intravena dibandingkan dengan parasetamol oral ataupun antipiretik yang lain. 2. Rumah sakit perlu membuat suatu pedoman terapi penggunaan parasetamol intravena untuk menjamin rasionalitas, efektivitas dan efisiensi pengobatan bagi pasien. 3. Diperlukan peran farmasi klinik di ruang perawatan untuk mendukung penggunaan parasetamol intravena yang rasional bagi pasien. Referensi Cermin Dunia Kedokteran, 2013. Peranan Paracetamol Infus dalam Tata Laksana Nyeri Pascaoperasi, Cermin Dunia Kedokteran, 40: 872–873. Holloway, K. dan Dijk, L. van, 2011. The World Medicines Situation 2011, Rational Use of Medicines, 3rd edition. WHO, Geneva. Kementerian Kesehatan, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Kementerian Kesehatan, 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Peacock, W.., Breitmeyer, J.B., Pan, C., Smith, W.B., dan Royal, M.A., 2011. A Randomized Study of the Efficacy and Safety of Intravenous Acetaminophen Compared to Oral Acetaminophen for the Treatment of Fever: Iv acetaminophen for the treatment of fever. Academic Emergency Medicine, 18: 360–366. Kwiatkowski, J.L., Johnson, C.E., dan Wagner, D.S., 2012. Extended stability of intravenous acetaminophen in syringes and opened vials. American Journal of HealthSystem Pharmacy, 69: 1999–2001. THE 5TH URECOL PROCEEDING 426 ISBN 978-979-3812-42-7