PENERAPAN SOLUTION FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT) UNTUK MENINGKATKAN KETERBUKAAN DIRI PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 PRAMBON NUR FADILAH Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, email: [email protected] Denok Setiawati S.Pd., M.Pd., Kons. Dosen Program Studi BK, Jurusan PPB, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan solution focused brief therapy (SFBT) dalam meningkatkan keterbukaan diri pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Prambon. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre-experimental dengan jenis one group pre-test dan post-test design. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 siswa yang mempunyai keterbukaan diri rendah. Metode pengumpul data yang digunakan adalah angket keterbukaan diri siswa. Jenis angket yang digunakan angket tertutup dengan 4 alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, agak sesuai, dan tidak sesuai. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistic non parametric dengan uji tanda (sign test). Setelah diperoleh data hasil dari angket pre-test dan post-test, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis dengan uji tanda, dapat diketahui ρ = 0,031 lebih kecil dari α sebesar 5% = 0,05. Dapat diartikan setelah diberikan perlakuan solution focused brief therapy mengalami peningkatan keterbukaan diri siswa. Dari hasil analisis data dapat diketahui ada perbedaan skor antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yang menggunakan solution focused brief therapy dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Prambon. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling solution focused brief therapy dapat digunakan untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Prambon. Kata kunci : solution focused brief therapy, keterbukaan diri ABSTRACT The purpose of this study was to test the application of solution focused brief therapy in improving the self disclosure of students of class VIII junior high school Prambon. This research use a pre-experimental study with a type of one group pre-test and post-test design. Subjects in this study consisted were five students who have low self disclosure . the method used for collecting data was a questionnaire self disclosure. Tyoe of questionnaire used closed questionnaire with four alternative answers that very appropriate, appropriate, rather fit, and not in accordance. Analysis of the data used in this study is a non parametric statistical test with a sign (sign test). After the results of the data obtained from the questionnaire pre-test and post-test, it can be further analyzed with the sign test, ρ = 0,031 can be seen less than 5%, α = 0,05. Can be interpreted after being given treatment solution focused brief therapy experienced an increase in self disclosure. From the analysis of the data can be known there a difference between this score before and after treatment usingh the solution focused brief therapy in enhancing the self disclosure in the students of class VIII-D SMPN 1 Prambon. It can be concluded that the counseling solution focused brief therapy can be used to enhance the self diclosure in the students of class VIII-D SMPN 1 Prambon. Keywords: Strategy Assertive Training, Behavior Conformity. PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial manusia dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungannya tempat ia tinggal Adler dalam Corey, 1986, (dalam Khanan, 2013: 1). Menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam kehidupan, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannnya. Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) Misalnya dalam lingkungan sekolah terjadi interaksi dengan antar anggota sekolah, dalam lingkungan keluargaterjadi dengan antar anggota keluarga, dan dalam lingkungan masyarakat terjadi hubungan antar individu. Agar hubungan antar individu terjalin secara harmonis dengan lingkungan sosialnya, individu dituntut mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dengan lingkungan sosial adalah proses individu menyesuaikan diri dengan masyarakat atau lingkungan sosial, sehingga individu dapat menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, baik penyesuaian diri dengan individu maupun di luar kelompok. Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial. Dimana keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu. Salah satu aspek yang penting dalam keterampilan sosial adalah keterbukaan diri Buhrmester, 1998 (dalam Gainau, 2009: 2). Menurut Lumsden, 1996 (dalam Gainau, 2009: 2). Keterbukaan diri dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, keterbukaan diri dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas Calhoun dan Acocella, 1990 (dalam Gainau, 2009: 2). Tanpa keterbukaan diri individu cenderung mendapat penerimaan sosial yang kurang baiksehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Setiap individu tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, begitu pula dengan remaja. Disatu sisi ada remaja yang mudah untuk membuka diri terhadap orang lain, namun disisi lain ada juga yang cenderung menutup diri dan lebih suka untuk menyimpan masalahnya sendiri tanpa diketahui oleh orang lain. Keterbukaan diri merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. Informasi yang bersifat pribadi tersebut mencakup aspek: (1) sikap atau opini mencakup pendapat atau sikap mengenai keagamaan dan pergaulan remaja, (2) selera dan minat mencakup selera dalam berpakaian, selera makanan dan minuman, kegemaran akan hobi yang disukai, (3) pekerjaan atau pendidikan mencakup keadaan di lingkungan sekolah dan pergaulan di lingkungan sekolah, (4) fisik mencakup keadaan fisik dan kesehatan fisik, (5) keuangan mencakup keadaan keuangan, seperti sumber keuangan, pengeluaran yang dibutuhkan, cara mengatur keuangan, (6) kepribadian hal-hal yang mencakup keadaan marah, cemas, sedih serta hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis Jourard, 1971 (dalam Khanan, 2013: 16). Sikap terbuka dapat dimiliki oleh setiap individu. Sehingga individu yang terbuka akan mendapatkan informasi dan pengetahuan, serta mempererat persaudaraan. Dan begitupun sebaliknya sifat yang serba tertutup justru dapat merugikan diri sendiri. Dalam proses keterbukaan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok/ timbal balik Raven & Rubin, 1983 (dalam Hidayati, 2011: 2). Apabila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi kepada kita, kita akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita juga mengharapkan orang lain memperlakukan kita sama seperti kita memperlakukan mereka. Beberapa fakta yang didapat dari hasil-hasil penelitian maupun hasil studi pendahuluan mengenai masalah keterbukaan diri terutama meningkatkan keterbukaan diri khusunya remaja, mengindikasikan perlunya upaya-upaya atau strategi untuk menangani remaja yang memiliki keterbukaan sedang maupun rendah. Upaya-upaya tersebut dapat dipetik deri berbagai hasil penelitian yang terkait dengan keterbukaan diri. Hasil penelitian yang dilakukukan oleh Dian, 2000 ( dalam Gainau, 2009: 2) menunjukkan bahwa 35% siswa mengungkapkan diri secara terbuka. Penelitian yang dilakukan Dewi, 2004 (dalam Gainau, 2009: 3) menunjukkan bahwa hanya 24,55% siswa yang terampil dalam membuka diri, sedangkan sebagian besar 43,63% siswa yang kurang terampil dalam membuka diri. Sedangkan penelitian yang dilakukan Maharani, 2000 (dalam Gainau, 2009: 3) 68,80% mempunyai keterbukaan diri yang bersifat dangkal. Berdasarkan hasil teori dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak akan mudah untuk membuka diri atau mengungkapkan informasi pribadi yang meliputi perasaan, keinginan, dan pendapat kepada orang lain. Hal di atas dikarenakan keterbukaan diri hanya terjadi ketika telah jadi keakraban satu sama lain yang menimbulkan kepercayaan dalam diri individu terhadap orang lain sehingga individu tidak enggan untuk mengungkapkan dirinya. Apabila individu telah mampu membuka diri maka individu akan dapat melihat dirinya sendiri, lebih percaya diri, kompeten, bersikap positif Keterbukaan diri merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial. Individu yang terampil melakukan keterbukaan diri mempunyai ciri-ciri yakni memiliki rasa tertarik kepada orang lain daripada mereka yang kurang terbuka, percaya diri sendiri, dan percaya pada orang lain Taylor & Belgrave, 1986; Johnson, 1990 (dalam Khanan, 2013: 2). Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri keterbukaan diri tersebut, mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, keterbukaan diri juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan menerima dalam berhubungan dengan orang lain. Berdasrkan hasil dari jawaban tertulis DCM yang disebarkan di SMPN 1 Prambon tepatnya pada 1 kelas VIII A – I pada tanggal 15 November diperoleh hasil bahwa terdapat 53% dari beberapa siswa yang menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut,yang sukar untuk mengakui kekurangan dirinya, suka menutupi kesalahan dirinya maupun orang lain, menutupi keadaannya ketika sakit ringan maupun sakit parah. Rendahnya keterbukaan diri siswa bisa disebabkan karena merasa dirinya tidak diterima oleh lingkungannya, rasa takut akan melakukan suatu kesalahan, merasa diri tidak sempurna, dan berbagi pikiran negatif lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMPN 1 Prambon yang khususnya memegang kelas VIII. Diperoleh hasil bahwa terdapat 73% dari beberapa siswa yang terindikasi memiliki keterbukaan diri yang rendah, dimana hanya sebagian kecil siswa yang antusias mendatangai ruangan BK secara sukarela, siswa akan mendatangi ruangan BK pada saat ketika ada panggilan dari guru BK, dan siswa akan datang ke ruangan BK untuk berterus terang tentang masalahnya ketika hanya ada panggilan dari guru BK. Namun menurut saya bukan dikarenakan guru BK nya siswa tidak mau memasuki ruangan BK, tapi karena dari lembar jawaban tulis DCM siswa banyak yang mengisi kalau guru yang disenangi adalah guru BK dengan macam-macam guru BK yang berbeda-beda, dimana di SMPN 1 Prambon memiliki 3 guru BK yang memiliki ke khas an masing-masing. Berdasarkan hasil dari wawancara dan observasi yang telah dipaparkan di atas, maka diperlukan penanganan yang lebih lanjut, karena dikhawatirkan dengan keterbukaan diri yang rendah akan mengganggu perkembangan individu yang tidak bisa mencapai perkembangan individu secara optimal. Tanggung jawab sebagai konselor adalah membantu siswa untuk dapat tumbuh secara optimal. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan diatas yaitu dengan menggunakan strategi konseling dengan menggunakan pendekatan SFBT. Dimana konseling yang bercorak postmodern. Pendekatan-pendekatan konseling postmodern dipilih sebagai jawaban atas gaya hidup dan perubahan situasi sosial yang cenderung sederhana dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan yang memiliki maknamakna, bahasa yang bersifat mencipta, sosial dan menerima Sutanto, 2006 (dalam Mulawarman, 2010: 9). Strategi solution focused brief therapy (SFBT) dapat meningkatkan keterbukaan diri pada siswa. Karena pada dasarnya dalam strategi ini dapat mengkonstruksikan solusi pada masalah yang dihadapi. Dan SFBT menurut Bill O’Connel (dalam Palmer, 2011: 551), solution focused brief therapy dapat digunakan untuk membantu menemukan solusi pada masalah konseli yang tidak memiliki keterampilan sosial dan kepercayaan diri untuk menjalin pertemanan. Selain itu SFBT menekankan pada pentingnya perubahan sikap masa depan, sehingga SFBT dapat meningkatkan keterbukaan diri siswa. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Penerapan Solution Focus Brief Therapy dapat digunakan untuk meningkatkan keterbukaan diri pada siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Prambon?” KAJIAN PUSTAKA Keterbukaan Diri Menurut Altman dan Taylor, 1973 (dalam Natih, dkk, 2014: 2) keterbukaan diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Menurut (Devito, 1997: 62) berpendapat bahwa “keterbukaan diri ialah membagikan informasi pribadi meliputi pikiran, prasaan, pendapat pribadi dan juga informasi yang disembunyikan pada orang lain”. Menurut Jourard, 1971 (dalam Khanan, 2013: 16) menjelaskan bahwa “penggambaran secara tepat mengenai diri sendiri ke orang lain adalah sebuah ciri kepribadian yang sehat”. Selain itu menurut Pearson, 1987 (dalam Gainau, 2009: 4) mendefinisikan keterbukaan diri tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. Sedangkan menurut Barker dan Gaut, 1996 (dalam Gainau, 2009: 4) mendefinisikan keterbukaan diri adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran/pendapat, keinginan, perasaan maupun perhatian. Menurut (Devito, 1997: 61) mengemukakan bahwa keterbukaan diri mempunyai beberapa karakteristik umum antara lain : a. Keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain, b. Keterbukaan diri adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan demikian harus dikomunikasikan, c. Keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri yakni tentang pikiran, perasaan, dan sikap, d. Keterbukaan diri dapat bersifat informasi secara khusus. Informasi secara khusus adalah rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi yang tidak semua orang ketahui, e. Keterbukaan diri melibatkan sekurang-kurangnya seorang individu, oleh krena itu keterbukaa diri merupakan informasi yang harus diterima dan dimengerti oleh individu lain. Menurut Adler (dalam Gainau, 2009: 4) mengemukakan bahwa karakteristik keterbukaan diri mengarah kepada hal yang lebih khusus yaitu informasi pribadi. Individu harus mengkomunikasikan informasi pribadi. Individu harus mengkomunikasikan informasi ini secara lisan dan orang lain harus menyadari tujuan dari apa yang disampaikan. Berdasarkan pendapat diatas bahwa karakteristik keterbukaan diri adalah individu harus mengkomunikasikan tentang informasi diri yang pada umumnya disimpan dan bersifat rahasia secara lisan kepada orang lain dan dapat dimengerti oleh orang lain. Brooks dan Emmert (Rachmat, 2007) mengemukakan ciri-ciri orang terbuka sebagai berikut: 2 Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) SFBT membangun kerja sama antara konselor dan konseli . konseli dipandang kompeten dan berdaya. Terapi ini hanya menaruh sedikit perhatian pada akar atau penyebab problem yang dihadapi konseli. Peran itu bisa diibaratkan saat mengendarai mobil kadang-kadang kita harus menengok ke spion mobil, namun disarankan untuk lebih banyak melihat ke depan! Konselor berfokus solusi hanya melakukan intervensi minimal dalam kehidupan konseli. Tugasnya adalah memunculkan pemicu perubahan yang akan dilanjutkan setelah konseling. Konselor bernegoisasi dengan konseli untuk mengidentifikasi problem prioritas yang tujuannya bisa dicapai. Pendekatan berfokus solusi berasal dari terapi keluarga. Tokoh pendirinya adalah terapis keluarga, Steve de Shazer, Kim Insoo Berg dan Kolega-kolega di Pusat Terapi Singkat Keluarga di Milwaukee, serta Bill O’Hanlon, terapis di Nebraska. Anggota-anggota praktik Terapi Singkat di London memelopori metode tersebut di Inggris. Banyak profesional di bidang-bidang seperti pengajaran, manajemen, kesehatan dan pengasuhan komunitas menggunakan keterampilan dan intervensi yang disarankan SFBT. Terapi ini sekarang banyak digunakan dalam berbagai lingkup, termasuk sekolah, rumah sakit jiwa, layanan konseling, organisasi relawan, kelompok terapeutik, dan tim kerja sosial. Konseli yang ditangani pun beragam, mereka yang kecanduan minum, suka berbuat kekerasan, korban penganiayaan, karyawan yang mengalami gangguan karena stres, problem pasangan hidupnya, dan keluarga. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Strategi Solution – Focused Brief Therapy (SFBT) adalah salah satu strategi dalam Bimbingan dan Konseling yang menggunakan proses pengentasan masalah yang lebih berfokus pada solusi permasalahan secara singkat dari pada berfokus pada permasalahannya dengan cara mengkonstruk solusi-solusi yang dilakukan oleh konseli itu sendiri. a. Menilai pesan secara obyektif dengan menggunakan data dan logika. b. Mampu membedakan dan melihat nuansa dengan mudah. c. Lebih menekankan pada isi. d. Berusaha mencari informasi dari sumber lain. e. Bersifat profisional dan berusaha mencari informasi serta bersedia mengubah keyakinannya jika tidak sesuai dengan keadaan. f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. Dari ciri-ciri yang terpapar di atas apabila diterapkan secara tepat dan didukung oleh sikap saling percaya akan dapat menciptakan hubungan yang intim. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri menurut Devito (1997: 62) antara lain: a. Besarnya kelompok b. Perasaan menyukai c. Efek diadik d. Kompetensi e. Kepribadian f. Topik yang dibicarakan g. Jenis kelamin Berikut ini adalah pedoman dalam keterbukaan diri menurut Dewi (Lubis, 2008: 24) antara lain: a. Pertimbangan akan motivasi melakukan keterbukaan diri b. Pertimbangan pantas atau tidaknya keterbukaan diri c. Pertimbangan akan respon yang terbuka dan jujur d. Pertimbangan akan kejelasan dari keterbukaan diri e. Pertimbangan kemungkinan keterbukaan diri pendengar f. Pertimbangan akan resiko yang mungkin terjadi akibat keterbukaan diri Solution Focused Brief Therapy Terapi singkat berfokus solusi menurut Bill O’Connel (dalam Stephen Palmer 2011:551) adalah bentuk terapi singkat yang dibangun di atas kekuatan konseli dengan membantunya memunculkan dan mengkonstruksikan solusi pada problem yang dihadapinya. Terapi ini lebih menekankan pentingnya masa depan ketimbang masa lalu atau masa kini. Dalam pendekatan berfokus solusi ini, konselor dan konseli mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengkonstruksi solusi ketimbang mengeksplorasi masalah. Konselor dan konseli mencoba mendefinisikan sejelas mungkin hal yang ingin dilihat konseli di dalam kehidupannya. Selain itu solution focused brief therapy memandang manusia sebagai makhluk yang memilki kemampuan untuk menciptakan solusi dan mengatasi tantangan hidup (Ramli,2014) Sedangkan menurut Bill O’Connel (dalam Palmer, 2011: 551), solution focused brief therapy dapat digunakan untuk membantu menemukan solusi pada masalah konseli yang tidak memiliki keterampilan sosial dan kepercayaan diri untuk menjalin pertemanan. METODE Berdasarkan permasalahan penelitian yang berjudul “Penerapan Solution Focused Brief Therapy Untuk Meningkatkan Keterbukaan Diri pada Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 1 Prambon”, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini digunakan penelitian eksperimen dengan jenis penelitian quasi experiment dengan metode one group pretest posttest design, yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa pembanding. Pertama akan dilakukan pengukuran tes awal (pre-test) kemudian akan diberikan perlakuan dalam jangka waktu tertentu, setelah itu dilakukan pengukuran kembali (post-test). Rancangan penelitian ini terdapat tahap-tahap dalam penelitian mulai tahap persiapan sampai pada perlakuan. Dalam tahap perlakukan terdapat 6 tahapan dalam proses konseling. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Hasil Pre-test Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-D SMPN 1 Prambon yang teridentifikasi memiliki sikap keterbukaan diri rendah. Untuk menentukan subyek penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap keterbukaan diri siswa melalui angket terhadap 32 siswa yang berada di kelas VIII-D tersebut. Pemberian angket pre-test bertujuan untuk mengetahui skor perilaku harga diri siswa sebelum diberikan strategi SFBT untuk kemudian dijadikan sebagai subyek penelitian. Kemudian hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu: tinggi, sedang, rendah. Kategori tersebut diperoleh dari penghitungan Mean dan Standart Deviasi sebagai berikut : 1) Kategori tinggi = Mean + 1 SD X Kategori tinggi = (Mean + 1SD) ke atas = 140.75 + 14.087 = 154,837 ke atas 2) Kategori sedang = Mean- 1 SD X Mean + 1 SD Kategori sedang = Dari (Mean 1SD) sampai (Mean 1SD) = (140.75 - 14.087 ) sampai (140.75 + 14.087 ) = 126.663 – 154,837 3) Kategori rendah = X Mean- 1 SD Kategori rendah = (Mean − 1SD) ke bawah = 140.75 - 14.087 = 126.663 ke bawah Tabel 4.4 Hasil Analisis Pre-test dan Post-test No 1. 2. Subyek Anggur Kelengk eng 3. Jeruk 4. Mangga 5. Apel Rata- Rata Pretest (XB) Posttest (XA) Arah Perbedaan 119 121 151 146 123 115 124 120,4 158 149 160 152,8 Tanda Ket XA>XB XA>XB + Meningkat Meningkat XA>XB XA>XB XA>XB + + + + Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa yang menunjukkan tanda negatif (-) berjumlah 5 yang bertindak sebagai N (banyaknya pasangan yang menunjukkan perbedaan) dan x (banyaknya tanda yang lebih banyak) berjumlah 0. Dengan melihat tabel tes binomial dengan ketentuan N = 5 dan x = 0 (z), maka diperoleh ρ (kemungkinan harga di bawah Ho) = 0,031. Bila dalam ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5% adalah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa harga 0,031 < 0,05, berdasarkan hasil tersebut maka Hο ditolak dan Ha diterima. Setelah diberi perlakuan dengan pemberian strategi solution focused brief therapy terdapat perbedaan skor antara pre-test dan post-test sikap keterbukaan diri siswa. Selain itu, berdasarkan perhitungan pada tabel 4.4 diketahi rata-rata pre-test 120,4 dan rata-rata post-test 152,8. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan pemberian strategi solution focused brief therapy dapat meningkatkan keterbukaan diri pada siswa kelasVIII-D SMPN 1 Prambon. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang berbunyi “Pemberian Strategi solution focused brief therapy dapat meningkatkan keterbukaan diri pada siswa kelas” dapat diterima. Adapun hasil perbedaan pre-test dan post-test yang digambarkan dalam grafik sebagai berikut: Dari hasil pedoman pengkategorian tersebut diketahui 5 siswa dalam kategori skor rendah. Sehingga 5 siswa tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian. Hasil Pre-Test terhadap subyek penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 4.2 Data Hasil Angket Pre-test Keterbukaan Diri No Nama Skor Kategori 1. Anggur 119 Rendah 2. Kelengkeng 121 Rendah 3. Jeruk 123 Rendah 4. Mangga 115 Rendah 5. Apel 124 Rendah Rata-rata 120,4 Analisis Hasil Penelitian Teknik analisis yang digunakan statistik non parametik dengan uji tanda atau sign test. Uji tanda ini digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran awal dan pengukuran akhir. Kondisi berlainan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor keterbukaan diri siswa antara sebelum dan sesudah pemberian strategi SFBT. Berikut adalah hasil analisis skor angket yang diberikan pada siswa dengan pengukuran pre-test dan post-test dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Gambar Diagram 4.3 Data Hasil Pre-Test dan Post-Test 4 Meningkat Meningkat Meningkat Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) Maka secara keseluruhan dapat dilihat adanya perbedaan grafik hasil post test lebih tinggi dari pada hasil pre test Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan skor keterbukaan diri siswa antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa pemberian strategi solution focused brief therapy. 124 sedangkan skor post-test 160. Apel mengalami peningkatan skor dari hasil Pre-test ke Post-test sebesar 36 poin. Sebelum perlakuan Siswa sering menutupi kesalahan temannya, karena dia tidak mau mempedulikan temannya.. Sesudah perlakuan siswa lebih peduli dengan temannya, kalau temannya menghiraukannya dia akan lapor ke guru BK atau siapapun yang bersangkutan. Analisis Individual a. Subyek Anggur Subyek Anggur mengalami peningkatan skor keterbukaan diri, hasil pre-test mendapatkan skor 119 sedangkan skor post-test 151 . Anggur mengalami peningkatan skor dari hasil Pre-test ke Post-test sebesar 32 poin. Sebelum diberi perlakuan siswa merasa cemas ketika mau curhat dengan temannya, karena pesan dia takut dibocorkan dan akan menyebar, sehingga dia lebih memilih memendam semua masalahnya. Setelah diberi perlakuan Siswa sudah mampu bergaul dengan baik dan percaya diri sehingga merasa dirinya lebih nyaman dan tenang karena dia mampu lebih terbuka. b. Subjek Kelengkeng Subyek Kelengkeng mengalami peningkatan skor keterbukaan diri, hasil pre-test mendapatkan skor 121 sedangkan skor post-test 146 . Kelengkeng mengalami peningkatan skor dari hasil Pre-test ke Post-test sebesar 25 poin. Sebelum diberi perlakuan siswa cenderung diam ketika mendapat permasalahan dengan teman lawan jenis, karena dia sudah memiliki perasaan negatif terhadap teman lawan jenis.. Setelah diberi perlakuan siswa bisa lebih berani untuk bergaul dengan teman lawan jenis dan mampu sedikit terbuka ketika bergaul. c. Subjek Jeruk Subyek Jeruk mengalami peningkatan skor keterbukaan diri, hasil pre-test mendapatkan skor 123 sedangkan skor post-test 158 . Jeruk mengalami peningkatan skor dari hasil Pre-test ke Post-test sebesar 35 poin. Sebelum perlakuan siswa merasa ragu-ragu atau tidak percaya diri dalam mengungkapkan pendapat atau ketika menjawab pertanyaan guru, karena dia tidak percaya diri dengan jawabannya. Sesudah perlakuan siswa lebih percaya diri dan lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru. d. Subjek Mangga Subyek Mangga mengalami peningkatan skor keterbukaan diri, hasil pre-test mendapatkan skor 115 sedangkan skor post-test 149. Mangga mengalami peningkatan skor dari hasil Pre-test ke Post-test sebesar 34 poin. Sebelum perlakuan siswa merasa malu karena sering ditertawakan temannya ketika mendapat instruksi dari guru karena keterbatasan pendengarannya. Sesudah perlakuan Siswa merasa lebih percaya diri dan tidak menghiraukan apa kata teman. e. Subjek Apel Subyek Apel mengalami peningkatan skor keterbukaan diri, hasil pre-test mendapatkan skor Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan analisis hasil pre-test dan post-test yang menggunakan uji tanda (sign test), pada tabel 4.4 (lihat hal) menunjukan arah perubahan yang positif dikarenakan ada penurunan skor dari Pre-test (XB) ke Post-test (XA), yang diketahui rata-rata pre-test 120,4 dan rata-rata post-test 152,8. Dapat diketahui bahwa x=0 dan N=5 dengan α (taraf kesalahan) sebesar 5% adalah 0,05 yang kemudian dikonsultasikan dengan tabel tes binomial hingga diperoleh (kemungkinan harga di bawah H0) = 0,031. Berdasarkan hasil tersebut maka Hο ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan 0,031 < 0,05. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada perbedaan skor keterbukaan diri pada siswa kelas VIII-D SMPN 1 Prambon antara sebelum dan sesudah diterapkan strategi solution focused brief therapy” dapat diterima. Sehingga dengan adanya peningkatan skor antara skor pre-test dan skor post-test dapat disimpulkan bahwa pemberian strategi solution focused brief therapy dapat meningkatkan keterbukaan diri pada siswa kelas VIII-D SMPN 1 Prambon. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa x=0 dan N=5 dengan α (taraf kesalahan) sebesar 5% adalah 0,05 yang kemudian dikonsultasikan dengan tabel tes binomial hingga diperoleh (kemungkinan harga di bawah H0) = 0,031, maka 0,031 < 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skor keterbukaan diri sebelum dan sesudah diberikan strategi solution focused brief therapy pada siswa kelas VIII-D SMPN 1 Prambon. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi solution focused brief therapy dapat meningkatkan keterbukaan diri. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka ada beberapa saran yang diberikan, sebagai berikut: 1. Bagi siswa Sebagai siswa harus lebih bisa terbuka terhadap semua guru atau yang mungkin lebih dianggap dekat dengannya. Sehingga tidak akan mengganggu dalam perkembangan kepribadiannya. 2. Bagi konselor sekolah 5 3. Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books Konselor sekolah juga perlu untuk meningkatkan pelayanan bimbingan dan Konseling yang lebih kreatif, baik melalui layanan informasi tentang bimbingan pribadi atau sosial guna untuk mecegah terjadinya keterbukaan diri yang rendah pada siswa. Selaini itu, perlu kiranya konselor sekolah untuk bergerak lebih aktif dalam memahami siswa, sehingga mudah dalam mengidentifikasi siswa yang bermasalah. Bagi peneliti lain a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan lagi oleh peneliti lain yang meneliti tentang penerapan solution focused brief therapy (SFBT) pada siswa, tetapi dengan variabel satu yang lain, agar strategi ini tidak hanya digunakan dalam permasalahan keterbukaan diri rendah melainkan permasalahan yang lain juga. Namun dalam penelitian ini dilakukan tanpa mengontrol variabel lain yang mungkin bisa memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian ini seperti latar belakang keluarga, budaya, dan lain-lain. b. Peneliti lain dapat menggunakan variabel yang sejenis, namun dalam penelitiannya peneliti lain hendaknya bisa memakai instrumen yang paten atau lebih terpercaya untuk ukuran kebutuhan dan keinginan masing-masing individu dalam pengumpulan datanya. Gainau, M. B. 2009. Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa dalam Perspektif Budaya dan Implikasinya bagi Konseling (http://.petra.ac.id/ejournal, diakses tanggal 6 Desember 2014). Liputan6. 2015. Kasus Anak Bunuh Diri, Sentilan Bagi Orang Tua. (Online), (http://health.liputan6.com/read/2163180/ kasus-anak-bunuh-diri-sentilan-bagiorangtua, diakses 26 Februari 2015) Hidayati, Nurlaili. 2011. Keefektifan Teknik Homeroom untuk Meningkatkan Keterbukaan Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Karangrejo Tulungagung. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Bimbingan dan Konseling UM. Khanan, Abdul. 2013. Keefektifan Pendekatan Konseling Naratif untuk Meningkatkan keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMK. Tesis Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Margono, S. 2010. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Mulawarman. 2010. Keefektifan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) Untuk Meningkatkan Harga Diri (Self-Esteem) Siswa SMA. Tesis Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. DAFTAR PUSTAKA Anshori, Muslich & Sri Iswati. 2009. Buku Ajar Metedologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP). Natih, N. K. S. Y.W., dkk. 2014. Penerapan Konseling Rasional Emotif Dengan Teknik Role Playing Untuk Meningkatkan Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Kelas X MIA 3 SMA Negeri 2 Singaraja. (http://.undip.ac.id/ejournal, diakses tanggal 6 Desember 2014) Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Naiyah, Najlatun. 2015. Pelatihan Konseling Komunitas bagi Konselor Sekolah Menengah. Jurnal Bimbingan dan Konseling: Vol 1, No 1, 62-71. Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of counseling and Psichoterapy (7th edition). Belmont, CA : Brooks/Cole. Pahlevy, Syahnaz. 2014. Efektifitas Solution Focused Brief Counseling untuk Membantu Meningkatkan Sikap Asertiv Siswa SMP. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: UM Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice of counseling and Psichoterapy. Belmont, CA : Brooks/Cole. Dayaknisi Tri, dan Hudania. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Palmer, Stephen. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Alih bahasa oleh Haris H. Setiadjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 6 Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) Papu, J. 2002. Pengungkapan diri. (http://www.epsikologi.com/sosial//120702.htm. Diakses tanggal 20 Januari 2014). Pratiwi, Manis A. 2014. Penerapan solution focused brief therapy untuk meningkatkan harga diri siswa kelas XI bahasa SMA AL-ISLAM Krian. Skripsi. PPB FIP UNESA. Rahmad, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Sugiyono. 2009. Stattistik Bandung: CV Alfabeta. untuk Penelitian. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sunanto, Juang dkk. 2005. Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Center for Research on International Cooperation in Educational Development (CRICED) University of Tsukuba. Taylor, S. E, Letitia .A, dan David O. 1997. Social Psychology. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Taylor, S. E, Letitia A. P., dan David O. Sears. 2009. Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Ummah, A. H. 2012. Efektivitas Konseling Ringkas Berpusat Solusi untuk Meningkatkan Efikasi Diri Akademik Siswa SMP. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. 7