TEORI KEBENARAN

advertisement
STEREOTIP DALAM
PRAKTIK KOMUNIKASI
Definisi Stereotip
Stereotip adalah sebuah pandangan
atau cara pandang terhadap suatu
kelompok sosial dimana cara pandang
tersebut lalu digunakan pada setiap
anggota kelompok tersebut.


Kita
memperoleh
informasi
biasanya dari pihak kedua atau
media, sehingga kita cenderung
untuk menyesuaikan informasi
tersebut agar sesuai dengan
pemikiran kita.
Ini
sudah
merupakan
pembentukan stereotip.


1.
2.
3.
Stereotip bisa berkaitan dengan hal positif
atau negatif, stereotip bisa benar bisa salah,
stereotip bisa berkaitan dengan individu atau
sub-kelompok.
Contoh stereotip:
Orang gemuk biasanya malas dan rakus.
Orang arab teoris.
Polisi selalu bisa disogok dengan uang.

Stereotip juga digunakan oleh manusia
sebagai bagian dari mekanisme pertahanan
diri [self defense mechanism] untuk
menyembunyikan keterbatasan kita atau
untuk membenarkan perasaan kita yang
rapuh tentang superioritas.

Sebagai contoh, stereotip negatif tentang
orang Amerika kulit hitam sebenarnya
bersumber pada justifikasi perbudakan orang
Amerika kulit putih terhadap orang kulit
hitam.

Stereotip
dapat
membawa
ketidakadilah sosial bagi mereka yang
menjadi korban, dan jika ini terjadi
maka akan memunculkan pertanyaan
terkait etnisitas.

Stereotip kadangkala bahkan melebihi
pertanyaan seputar keadilan sosial. Hal ini
terkait dengan tendensi yang mengaitkan
antara stereotip dengan persoalan yang
bersifat visibel seperti prejudis tentang
kelamin, ras dan etnis.

Menurut Alvin Day, karena sifat manusia
yang selalu mencari kesamaan mendasar
atas segala sesuatu tersebut menyebabkan
stereotip, dalam kacamat komunikasi,
bukanlah hal yang mengejutkan jika
kemudian stereotip.



Stereotip merupakan cara ekonomis
untuk melihat dunia secara
keseluruhan.
Hal ini dikarenakan individu tentu tidak
dapat sekaligus mengalamai dua even
yang berbeda dalam tempat yang
berbeda sacara bersamaan.
Karenanya manusia kemudian
menyandarkan pada testimoni orang
lain untuk memperkaya
pengetahuannya tentang lingkungan
sekitar.

Media, sudah pasti merupakan jendela yang
sangat penting untuk memberikan
pengalaman yang hampir seperti aslinya
sehingga dapat berfungsi sebagai telinga dan
mata untuk mengamati alam dimana kita
tidak akan bisa mengalaminya secara
langsung.

Media dengan demikian merupakan katalis
[pemercepat] budaya sekaligus pengaruh
yang tak terhindarkan terhadap cara pandang
kita akan dunia

Day mengatakan bahwa bagaimanapun kita
tidak boleh membiarkan stereotip yang tak
terhindarkan tersebut kemudian menghalangi
kita untuk melawan dan menolak tindakan
yang merusak sendi sosial, sekaligus
kebiasaan yang memiliki konsekuensi yang
tidak adil tersebut.

Dalam masyarakat egaliter, stereotip
dipandang sebagai sesuatu yang tidak
fair. Penggunaan stereotip akan
menutup ruang untuk melihat individu
dengan segala keunikan dan kapabilitas
masing-masing.

Sedangkan dalam tataran kelompok,
penggunaan stereotip akan
menghilangkan hak individu untuk
menentukan diri sendiri, dimana hak ini
merupakan nilai dasar dari
pembentukan suatu masyarakat.
Mengapa Muncul Stereotip?
Manusia butuh sesuatu untuk
menyederhanakan realitas kehidupan
yang bersifat kompleks.
2. Manusia butuh sesuatu untuk
menghilangkan rasa cemas [anxiety]
ketika berhadapan dengan sesuatu
yang baru, manusia lalu
menggunakan stereotip.
1.
3. Manusia butuh cara yang ekonomis
untuk membentuk gambaran dari
dunia disekitarnya.
4. Manusia tidak mungkin mengalami
semua kejadian, karenanya manusia
mengandalkan informasi dari pihak
lain sebagai jendela dunia.
 Maka, terjadilah duplikasi stereotip.
Nilai Negatif Stereotip:
1.
2.
3.
4.
Melanggar nilai-nilai kemanusiaan, yakni
kejujuran dan ketulusan.
Tidak fair, karena meniadakan perbedaan
dan potensi individu.
Stereotip mengarahkan pada kebohongan.
Stereotip audiens berpikiran sempit.
Peran Stereotip dalam Konten Media



Konten media dalam semua bentuk –berita,
hiburan dan iklan—terkait dengan dengan
stereotip.
Stereotip tidak bisa tidak merupakan alat
untuk mengkonstruksi realitas untuk
kemudian disebarkan kepada audiensnya.
Hal ini dikarenakan stereotip merupakan alat
bagi individu untuk memahami lingkungan
sekitar dan pada saat yang sama media
merupakan jendela bagi individu untuk
melihat dunia luar.
Efek awal dari stereotip dalam media
adalah terjadinya diskriminasi dan
prejudis. Dalam masyarakat pluralistik,
praktisi media memiliki kewajiban
untuk mendorong perwujudan nilainilai keadilan [fairness] dalam sistem
sosial.
Ambivalensi Media dalam Stereotip
Maraknya stereotip dalam media justru
memunculkan pertanyaan seputar peran
media dalam masyarakat, yakni apakah
media memang memiliki peran perubahan
sosial yang mengkampanyekan nilai-nilai
egaliter, atau apakah justru media hanya
berperan sebagai cermin dari nilai-nilai
sosial?
ISU-ISU MORAL
1.
2.
3.
4.
5.
Ras minoritas
Wanita
Penyimpangan seksual
Agama
Orang cacat
1. STEREOTIP RAS MINORITAS


Di AS ras minoritas terkait dengan masyarakat
kulit hitam dan suku Indian, yang sering
digambarkan sebagai masyarakat kelas dua,
kriminalis dan terbelakang. Stereotip lainnya
adalah penggambaran orang Islam sebagai
teroris. Hal ini terkit terutama setelah peristiwa
9/11.
Di Indonesia sering terkait dengan suku Tionghoa,
sebagai kelompok yang tidak memiliki
nasionalisme, licik dan menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuan.
2. STEREOTIP WANITA


Wanita sering digambarkan sebagai sosok
yang kurang rasional, bodoh, namun
kadang juga sebagi pribadi yang tegas dan
mandiri.
Pada iklan wanita digambarkan sebagai
“super mom”, yakni pintar mengurus rumah
tangga, melindungi anak, memuaskan
suami dan menyenangkan mertua.
Stereotip janda sebagai sosok yang tidak baik.
 Stereotip kecantikan sebagai langsing, putih dan
berambut lurus.
 Contoh, iklan Pond’s yang menampilkan
fotografer lelaki tampan memilih membidik
kameranya kepada si gadis yang berkulit putih.
Mengetahui hal itu, gadis berkulit lebih gelap
berwajah murung, kemudian berusaha
memutihkan kulitnya dengan harapan lelaki itu
memperhatikannya.

3. STEREOTIP SEKSUAL
MENYIMPANG



Gay dan lesbi digambarkan sebagai
kejahatan, penyimpangan dan karenanya
tidak boleh diberi ruang komunikasi.
Padahal dalam konteks komunikasi, hal
tersebut merupakan pilihan. Menjadi gay dan
menjadi lesbi adalah pilihan.
Praktisi komunikasi tidak boleh terpengaruh
dengan stereotip gay dan lesbi.
4. STEREOTIP AGAMA




Stereotip tentang agama diantaranya adalah
pelabelan Islam sebagai agama teror.
Paus Benedictus XVI misalnya pernah
“keseloe lidah” dengan mengatakan bahwa
makna jihad dalam Islam dan penyebaran
Islam dengan pedang (Kompas, 16/9/2006).
Kontan, sejumlah pemimpin Islam mengecam
keras dan menganggapnya sebagai anti-Islam.
Paus mengutip pernyataan seorang kaisar
Kristen Ortodoks abad ke-14, Kaisar Manuel II
Palaeologus.
5. STEREOTIP ORANG CACAT

Orang cacat sering dikatakan sebagai orang
yang lemah, tidak mampu memenuhi
kebutuhan diri sendiri serta tidak dapat
menyesuaikan diri dalam tantangan di
kehidupan sosial.
MELAWAN STEREOTIP
 Untuk melawan stereotip, ada 3 pendekatan:
1.

Deontologis
Aliran yang digagas oleh Immanuel Kants ini
menekankan pada pelaksanaan tugas
[duty-based] dari tiap individu, sehingga
rasisme dan prejudis bukan lagi sebagai
pertimbangan universalitas standar sikap.
Deontologis selanjutnya memeriksa motif
yang ada pada agen moral, tanpa melihat
konsekuensi yang spesifik digariskan oleh
stereotip.
2. Teleologis (maksud dan tujuan)
 Aliran ini disebut juga konsekuensialis, yakni
menekankan pada konsekuensi dari sebuah
keputusan. Teleologis tidak melihat motif
penyampaian pesan, karena bagi aliran ini
belum tentu pesan yang disampaikan adalah
berasal dari kemurnian moral. Bagi aliran ini
stereotip adalah tindakan yang tidak adil
sekaligus menyerang segmentasi sosial,
karenanya stereotip mesti ditolak. Yang
diperlukan adalah pertimbangan sisi positif
dan sisi negatif dari penyampaian gambaran
suatu kelompok.
3. Golden Mean

Pendekatan golden mean sangat berguna
ketika karakter yang distereotipkan justru
merepresentasikan beberapa individu dalam
suatu kelompok [seperti sosok gay yang
flamboyan atau gambaran ibu rumah tangga
tradisional]. Dalam kondisi seperti ini, praktisi
komunikasi harus berhati-hati, yakni tidak
menggunakan gambaran yang ada untuk
menilai keseluruhan kelompok, namun juga
tetap mengapresiasi diversitas individu.
Praktisi komunikasi harus berusaha menjaga
keseimbangan antara individu dan kelompok
dimana individu tersebut berada.
Download