Prasangka - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I
Prasangka
Diskriminasi
Stereotype
Fakultas
Program Studi
Fakultas Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
09
Kode MK
Disusun Oleh
61016
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD
Abstract
Kompetensi
Materi
tentang
perbedaan
dan
hubungan prasangka, diskriminasi dan
stereotype
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan perbedaan dan hubungan
prasangka, diskriminasi dan stereotype
dan dapat memberikan contohnya
Prasangka
Pengertian prasangka berbeda dengan pengertian stereotipe, diskriminasi, rasisme,
& sexism. Prasangka adalah sikap negatif sebuah kelompok & anggota-anggoyanya.
Prasangka merupakan sebuah sikap (biasanya bersifat negatif) yang ditujukan bagi
anggota-anggota beberapa kelompok, yang didasarkan pada keanggotaannya dalam
kelompok. Dengan kata lain, jika seseorang memiliki prasangka pada seseorang, maka
prasangka yang muncul didasarkan pada keanggotaan orang tersebut pada sebuah
kelompok dan bukan oleh karakteristik lain yang dimilikinya, seperti kepribadian, masa lalu,
atau karena kebiasaan negatifnya. Prasangka yang berkembang lebih disebabkan oleh
keanggotaannya dalam sebuah kelompok tertentu. Peran karakteristik diri dalam
memunculkan prasangka dari orang yang menjadi target prasangka dapat dikatakan jauh
lebih kecil ketimbang keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Sebagai sebuah sikap,
prasangka tidak harus tampil dalam perilaku yang berlebihan (over), tetapi bisa jadi sebagai
sebuah kecenderungan psikologis.
Prasangka (prejudice) adalah sikap. Sikap adalah kombinasi yang jelas dari
perasaan (feelings), kecenderungan bertindak (inclination to act) dan keyakinan (beliefs).
Definisi tersebut dapat dengan dengan mudah diingat sebagai sikap ABC; affect (perasaan),
behavior tendency dan cognition (keyakinan). Ketika prasangka didefinisikan secara khusus
sebagai sebuah sikap maka terdapat dua implikasi. Yang pertama, sikap sering berfungsi
sebagai skema yaitu kerangka berpikir kognitif untuk mengorganisasi, menginterpretasi dn
mengambil informasi. Maka individu yang memiliki prasangka terhadap kelompok tertentu
cebderung memproses informasi tentang kelompok ini secara berbeda dari cara mreka
memproses informasi tentang kelompok lain. Misalnya informasi yang konsisten dengan
pandangan individu yang berprasangka seringkali menerima perhatian lebih banyak dan
diingat lebih akurat daripada informasi yang tidak konsisten dnegan pandangan mereka.
Hasil dari efek teresebut, prasangka menjadi sebuah lingkaran kognitif yang tertutup dan
cenderung bertambah kuat seiring dengan berjalannya waktu.
Yang kedua, sebagai sebuah sikap, prasangka juga melibatkan perasaan negative
atau emosi kepada orang yang dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan
memikirkan anggota kelompok yang tidak mereka sukai. Prasangka juga melibatkan
keyakinan dan harapan terhadap anggota berbagai kelompok misalnya keyakinan bahwa
semua anggota dari kelompok tertentu menujukkan trait-trait tertentu. Keyakinan ini dikenal
dengan stereotype.
Psikologi Sosial I
2013
2
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor Penyebab Timbulnya Prasangka
Baron and Byrne (2004) mengemukakan bahwa terdapat empat factor utama penyebab
timbulnya prasangka dalam diri seseorang. Empat factor tersebut adalah konflik antar
kelompok secara langsung, kategorisasi social, pengalaman belajar di masa awal dan
beberapa aspek dalam kognisi social.
Teori realistic konflik mengmukakan bahwa umumna konflik antar kelompok secara
langsung timbul sebagai akibat dari terjadinya kompetisi antar kelompok untuk
menguasai komoditi-komoditi yang dipandang memiliki nilai yang berharga. Dalam hal ini
prasangka akan dapat tumbuh subur karena perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan,
perumahan
yang
layak,
sekolah
unggulan
dan
sebagainya.
Kompetisi
yang
berkelanjutan pada akhirnya akan menimbulkan pandangan negative terhadap kelompok
lain dengan segenap konsekuensinya termasuk prasangka dan diskriminasi.
Teori kategorisasi social mengemukakan bahwa individu-individu membagi dunia
social menjadi dua kategori ekstrim yang saling terpisah satu dengan yang lain. Dua
kategori itu adalah kelompok dalam pada satu sisi dan kelompok luar pada sisi yang lain.
Individu membagi kelompok menjadi kategori “kita” dan “mereka”. Dalam berbagai hasil
penelitian psikologi social sering digambarkan bahwa subyek acap kali mengekspresikan
sikap lebih negative terhadap anggota-anggota kelompok luar dan memperlakukan
mereka dalam cara-cara yang kurang menyenangkan disbanding apabila mereka
berhadapan dengan anggota-anggota kelompok mereka sendiri.
Teori belajar social mengemukakan bahwa anak mempelajari sikap negative terhadap
suatu kelompok social tertentu seringkali karena mereka dikenalkan dengan pandanganpandangan semacam itu oleh lingkungannya atau mereka sering mendapat ganjaran
apabila memperlihatkan perilaku itu.
Orang tua, guru, saudara, dan media massa
memiliki sumbangan yang sangat penting bagi proses belajar social seorang anak dalam
pembentukan prasangka.
Proses kognisi social sebagai cara individu untuk berpikir tentang orang lain dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan prasangka. Beberapa gejala kognisi social
yang dapat dikategorikan memberikan kontribusi bagi timbulnya prasangka adalah
korelasi ilusif, ilusi tentang keseragaman kelompok luar dan stereotype. Korelasi ilusif
adalah kecenderungan individu untuk membuat kesimpulan tentang adanya hubungan
Psikologi Sosial I
2013
3
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
antar variable, meskipun dalam kenyataannya hubungan tersebut sebenarnya tidak ada.
Misalnya kekerasan yang dilakukan kelompok kulit hitam akan dengan mudah diingat
oeh kelompok kulit putih karena berhubungan dengan kelompok luar mereka dan pada
akhirnya orang kelompok kulit putih akan dengan mudah mengambil kesimpulan yang
bersifat menyederhanakan masalah yaitu terdapat hubungan antara orang kulit hitam
dengan kebiasaan perilaku kekerasan.
Ilusi tentang keseragaman kelompok luar adalah kecenderungan individu utnuk
mempersepsi kesimpulan bahwa anggota-anggota suatu kelompok tertentu memiliki
banyak kesamaan, ketimbang apabila ia mempersepsi kelompokya sendiri secara
negative. Banyaknya interkasi dengan kelompoknya sendiri membuat individu saling
mengenal keunikan masing-masing yang kemudian membawa suatu kesimpulan kognitif
bahwa individu-individu yang menjadi anggota kelompoknya memiliki banyak perbedaan
yang bersifat variatif. Sedangkan stereotype adalah pengetahuan dan keyakinan tentang
ciri-ciri anggota suatu kelompok social yang seringkali bersifat negative. Stereotype
dapat dilihat sebagai skema yang bersifat negative terhadap kelompok-kelompok social
tertentu.
Basis Kognitif Dari Prasangka
Memahami stereotip & prasangka akan membantu memahami bagaimana otak bekerja.
Bagaimana cara kita memikirkan tentang dunia & benarkah cara menyederhanakannya
akan mempengaruhi stereotip kita? Lalu bagaimana dengan stereotip-stereotype itu
apakah berpengaruh terhadap keputusan-keputusan kita?
▫
Kategorisasi
Salah satu utnuk menyederhanakan (mensimpflikasikan) lingkungan kita yaitu
melalui pengkategorisasian (categorization) yang berarti mengorganisasikan dunia
dengan cara mengklompokkan obyek2 berdasarkan kategorinya. Misalnya ahli
biologi mengkelompokkan tanaman, hewan, &
manusia. Dengan demikian kita
mempelajari mereka akan lebih mudah. Jenis kelamin & etnik dalam dunia terkini kita
adalah cara yang paling tepat untuk mengkategorisasikan orang. Jika seseorang
dalam suatu kelompok membagi beberapa kesamaan maka mereka dapat
mengetahui keanggotaan kelompok mereka dan memberikan informasi yang
berguna dengan usaha yang minimal. Hal tersebut merupakan usaha penghematan
Psikologi Sosial I
2013
4
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
energy untuk membuat penilaian dan prediksi yang lebih cepat mengenai bagaimana
orang lain akan berpikir dan berperilaku.
Kategorisasi; mengelompokkan orang berdasarkan karakteristik tertentu, seperti
gender, kebangsaan, etnis, dan sebagainya. Ketika bertemu orang-orang dengan
karakteristik tertentu, manusia akan bergantung pada persepsi yang dibentuk di
masa lalu mengenai orang dengan karakteristik tersebut untuk membantu
menentukan reaksi dan perilaku untuk mengahadapi orang dengan karakteristik
tersebut.
Diskriminasi
Diskriminasi merupakan perwujudan prasangka dalam tingkah laku. Diskriminasi menurut
Taylor (2009) adalah perilaku negative terhadap individu karena individu itu adalah anggota
dari kelompok tertentu.
Misalnya: banyak perusahaan yang menolak mempekerjakan
karyawan dari etnik tertentu. Politik aphartheid yang dijalankan pemerintah Afrika Selatan
membatasi akses kulit hitam dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya (th 80-an).
Diskriminasi da prasangka tidak selalu konsisten. Misalnya ketika sebuah prasangka
terhadap sebuah kelompok tidak akan menjadi sebuah diskriminasi ketika muncul sebuah
undang-undang antidiskriminasi. Meskipun demikian, diskriminasi cenderung lebih konsisten
dengan prasangka apabila situasinya lebih ambigu. Misalnya dalam sebuah studi ,
partisipan diminta menilai siswa yang mendaftar masuk universitas. Jika pelamar benarbenar bagus atau benar-benar bernilai jelak maka penilai yang berprasangka tidak akan
melakukan diskriminasi terhadap siswa kulit hitam. Namun penilai yang berprasangka
hamper selalu akan mendiskriminasi siswa kulti hitam apabila nilai siswa itu tidak terlalu
tinggi atau tidak terlalu rendah.
Target dari Prasangka dan Diskriminasi
1. Seksisme
2. Rasisme
3. Ageism
4. Diskriminasi terhadap kelompok homoseksual
Psikologi Sosial I
2013
5
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Diskriminasi berdasarkan keterbatasan fisik
Bentuk Diskriminasi
1. Menolak untuk menolong (reluctance to help)
Menolak untuk menolong orang lain (reluctance to help) yang berasal dari kelompok
tertentu sering kali dimaksudkan untuk membuat kelompok lain tersebut tetap berada
dalam posisinya yang kurang beruntung
2. Tokenism
Tokenisme adalah minimnya perilaku positif kepada pihak minoritas. Perilaku ini
nanti digunakan sebagai pembelaan dan justifikasi bahwa ia sudah melakukan hal
baik yang tidak melanggar diskriminasi. Salah satu contoh Organisasi kerja yang
hanya mempekerjakan kelompok minoritas sebagai strategi untuk terhindar dari
tuduhan melakukan diskriminasi
3. Reverse discrimination
Bentuk token yang lebih ekstrem adalah reverse discrimination, yaitu praktik
melakukan diskriminasi yang menguntungkan pihak yang biasanya menjadi target
prasangka dan disikriminasi dengan maksud agar mendapatkan justifikasi dan
terbebas dari tuduhan telah melakukan prasangka dan diskriminasi. Oleh karena
reverse discrimination memberikan keuntungan kepada kelompok minoritas, maka
efek jangka pendeknya dapat dirasakan langsung. Namun, dengan berjalannya
waktu ada konsekuensi negatif yang bisa ditanggung oleh kelompok minoritas
tesebut.
Mengendalikan tingkat prasangka dan diskriminasi
1. Belajar untuk tidak membenci
2. Direct intergroup contact
3. Rekategorisasi
4. Intervensi kognitif
5. Social influence sebagai cara mengurangi prasangka
Psikologi Sosial I
2013
6
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Coping terhadap prasangka
Stereotype
Kuatnya Stereotip
Pada dasarnya stereotype merefleksikan keyakinan budaya mengenai hal tertentu. Individu
dapat menginternalisasi stereotype tersebut dan menggunakannya sebagai bagian dari
skema yang dimilikinya. Jika individu tidak percaya pada stereotype yang ada, ia dengan
mudah akan mengakui stereotype tersebut sebagai kepercayaan yang didukung oleh orangorang lain.
Stereotype adalah keyakinan tentang atribut personal yang dimilki oleh orang-orang dalam
suatu kelompok tertentu atau kategorisasi social tertentu. Dalam beberapa kasus stereotype
dikaitka dengan atribusi seperti banyak warga kulit putih menganggap semua orang kulit
hitam memiliki pendidikan rendah dan motivasi rendah. Stereotype biasanya terlalu
menekankan pada atribut tertentu khususnya atribut yang sangat tidak disukai atau sangat
disukai. Dan stereotype biasanya mengabaikan variasi dalam suatu kelompok.
Apakah stereotype dan prasangka berbeda ? stereotype adalah komponen kognitif
sedangkan prasangka adalah komponen afektif. Perbedaan itu memang membantu
memahami namun dalam kenyataannya keduanya merupakan campuran dari elemen
kognisi dan afeksi.
Psikologi Sosial I
2013
7
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Proses Stereotip: Otomatis dan Terkendali Patricia Devine dkk menemukan bahwa
anggota masyarakat sama-sama menyimpan arsip stereotip yang dapat diakses dari
pikirannya, meskipun mungkin mereka tidak mempercayai stereotip tsb. Devine dkk
membedakan adanya dua pemrosesan informasi stereotip, yaitu pemrosesan otomatis dan
pemrosesan terkendali.
Pemrosesan otomatis:
Terjadi ketika ada stimulus yang memicu, adanya anggota kelompok yang distereotip dan
pernyataan yang mengandung stereotype, mengakibatkan stereotype mengenai kelompok
tersebut teraktivasi. ~ Terjadinya tanpa disadari, terjadi begitu saja dipicu oleh adanya suatu
stimulus.
Pemrosesan terkendali:
Terjadi dengan kesadaran ~ individu memutuskan untuk mengikuti stereotype yang ada atau
tidak.
Psikologi Sosial I
2013
8
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial. Suatu Pengantar. Bandung : Rosdakarya
Baron, R.A., & Byrne, D. (2004). Social Psychology . Alih bahasa Ratna Djuwita. Jakarta.
Erlangga
Taylor, S.E., Peplau, L.A., Sears D, (2009). Social Psychology, 12th Edition, New Jersey :
Pearson Education .
Psikologi Sosial I
2013
9
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download