Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Perilaku dan
Proses Mental
Interaksi Sosial
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
11
Kode MK
Disusun Oleh
61093
(A21616AA)
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Abstract
Kompetensi
Penjelasan tentang Interaksi Sosial
Mahasiswa dapat menjelaskan dan
mengkomunikasikan tentang pengertian
Streotype, Prasangka, Diskriminasi dan
Atribusi
Streotype
Pengertian Streotype
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap
kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas
pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang
kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat
Stereotip merupakan komponen kognitif dari pertentangan kelompok, kepercayaan tentang
atribut pribadi yang diakui oleh orang dalam satu kelompok atau kategori social. Stereotip
tentang kelompok adalah keyakinan dan harapan bahwa kita fokus akan seperti apa
anggota kelompok itu.
Stereotip mempengaruhi bagaimana seseorang memproses dan menginterprestasikan
informasi. Stereotip dapat membawa orang untuk melihat apa yang mereka harapkan untuk
melihat dan memperkirakan bagaaimana sering melihatnya.
Stereotip sering diartikan sebagai ejekan, juga merupakan gambaran-gambaran atau anganangan atau tanggapan tertentu terhadap individu atau kelompok yang dikenai prasangka.
Individu yang stereotip terhadap suatu kelompok atau golongan, sikap stereotip ini sukar
berubah, meskipun apa yang menjadi stereotip berbeda dengan kenyataan. Misalnya :
Stereotip mengatakan bahwa orang Yahudi itu lintah darat, penipu. Padahal banyak orang
yahudi yang ramah dan jujur.
Stereotip yang paling umum dimasyarakat kita berbasis pada gender dan keanggotaan di
kelompok etnik atau pekerjaan. Stereotip gender adalah kepercayaan tentang perbedaan
ciri-ciri atau atribut yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Orang lebih respek kepada
laki-laki daripada perempuan dan faktor ini memainkan peran penting pada diskriminasi di
tempat kerja bagi wanita. Kadang-kadang terjadi perempuan yang memiliki prestasi kerja
yang tinggi tidak mendapatkan posisi yang sesuai prestasinya karena dia seorang
perempuan. Stereotip gender cenderung mengatakan bahwa perempuan emosional,
penurut, tidak logis, pasif, sebaliknya pria cenderung tidak emosional, dominan, logis dan
agresif. Stereotip atas pekerjaan, misalnya guru bijak, artis glamor, polisi tegas dan
sebagainya. Stereotip cenderung menggeneralisasikan yang terlalu luas yang tak kenal
perbedaan dalam satu kelompok dan persepsi yang kurang akurat pada seseorang. Tidak
semua polisi tegas, tidak semua wanita emosional, tidak semua laki-laki dominan, dan tidak
semua guru bijak.
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Prasangka
Pengertian
Sikap yang biasanya cenderung negatif, yang ditujukan bagi anggota-anggota beberapa
kelompok yang didasarkan pada keanggotaannya dalam kelompok
Teori-teori Timbulnya Prasangka
Teori Kategorisasi Sosial
Dunia merupakan kekomplekan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya
menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita
dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain, kelompok kita dengan kelompok lain,
etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau
perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan,
kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang
sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal,
pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang
berbeda.
Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita
atau ingroup. Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai
outgroup. Seseorang pada saat yang sama bisa dikategorikan dalam ingroup ataupun
outgroup sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota
kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita
karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok
dengan
kita
(ingroup)
sekaligus
bukan
sekelompok
dengan
kita
(outgroup)
Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar
kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang
ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang
ada cenderung untuk diabaikan. Disisi lain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok
cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu
perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa
dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana
etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa
sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda.
kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif
sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok,
sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok
yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada didalam
ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok
minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap
kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan
sosial. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan
yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap
kelompok lain.Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda.
Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri
biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibanggakan untuk meningkatkan harga diri.
Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan
memalukan. Keadaan ini bisa menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa
paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka.Oakes,
Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akan melahirkan
diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut :
subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap
kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok
lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk
terjadi diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensidimensi itu (kesamaan, kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin
dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan
mengecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas
kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas
kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.Status relatif ingroup dan
karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang
dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi.
Teori Identitas Sosial
Identitas sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari
kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil
evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap
kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya
sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai identitas sosialnya sebagai
sumber dari kebanggaan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin
kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jika
kelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu juga akan
menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang
mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat. Demikan pula akhirnya prasangka
diperkuat.
Sebagai upaya meningkatkan harga diri, seseorang akan selalu berusaha untuk
memperoleh identitas sosial yang positif. Upaya meningkatkan identitas sosial yang positif
itu diantaranya dengan membesar-besarkan kualitas kelompok sendiri sementara kelompok
lain dianggap kelompok yang inferior. Secara alamiah memang selalu terjadi ingroup bias
yakni kecenderungan untuk menganggap kelompok lain lebih memiliki sifat-sifat negatif atau
kurang baik dibandingkan kelompok sendiri. Tidak setiap orang memiliki derajat identifikasi
yang sama terhadap kelompok. Ada yang kuat identifikasinya dan ada pula yang kurang
kuat. Orang dengan identifikasi sosial yang kuat terhadap kelompok cenderung untuk lebih
berprasangka daripada orang yang identifikasinya terhadap kelompok rendah. Secara
umum derajat identifikasi seseorang terhadap kelompok dibedakan menjadi dua yakni high
identifiers dan low identifiers. High identifiers mengidentifikasikan diri sangat kuat, bangga,
dan rela berkorban demi kelompok. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan melindungi dan
membela kelompok kala mendapatkan imej yang buruk. Dalam situasi yang mengancam
kelompok, orang dengan high identifiers akan menyusun strategi kolektif untuk menghadapi
ancaman tersebut. Sebaliknya Low identifiers kurang kuat mengidentifikasikan ke dalam
kelompok. Orang dengan identifikasi rendah terhadap kelompok ini akan membiarkan
kelompok terpecah-pecah dan melepaskan diri mereka dari kelompok ketika berada
dibawah ancaman. Mereka juga merasa bahwa anggota-anggota kelompok kurang
homogen.
Teori Perbandingan Sosial
Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kita dengan kelompok
lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki, mulai dari status sosial,
status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dan sebagainya. Konsekuensi dari
pembandingan adalah adanya penilaian sesuatu lebih baik atau lebih buruk dari yang lain.
Melalui perbandingan sosial kita juga menyadari posisi kita di mata orang lain dan
masyarakat. Kesadaran akan posisi ini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai
orang lain relatif memiliki posisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang
menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah
yang akan melahirkan prasangka (Myers, 1999). Dalam masyarakat yang perbedaan
kekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknya bila
status
sosial
ekonomi
relatif
setara
prasangka
yang
ada
kurang
kuat.
Para sosiolog menyebutkan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hasil dari stratifikasi
sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaan yang tidak seimbang
diantara kelompok-kelompok yang bertentangan (Manger, 1991). Dalam masyarakat yang
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan
mereka untuk memaksakan ideologi yang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk
mempertahankan posisi menguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat
kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkan
hegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangka terhadap
kelompok
dominan
karena
kecemasan
akan
dieksploitasi.
Deprivasi Relatif
Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan ketidakpuasan
atas kesenjangan/kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan
kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa
menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami
ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown,
1995). Misalnya di suatu wilayah, sekelompok etnis A bermata pencaharian sebagai petani
padi sawah. Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Ratarata hasil panenan yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton padi.
Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian datanglah
sekelompok etnis B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan luas 2 ha per
keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnis B jauh lebih banyak (14 ton sekali panen).
Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnis A terhadap hasil panenannya karena mengetahui
bahwa etnis B bisa panen lebih banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnis A itu merupakan
deprivasi
relatif.
Pada awal kedatangan etnis B, mereka disambut baik oleh etnis A. Akan tetapi setelah etnis
B berhasil memanen padi di sawah barunya, mulailah timbul ketidaksukaan etnis A terhadap
etnis B. Etnis A menuduh etnis B berkolusi dengan petugas pengairan sehingga
mendapatkan pengairan yang lebih baik karenanya hasil panenannya lebih baik. Etnis A
mulai merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari petugas pengairan terhadap
mereka, meski sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan dari petugas tesebut. Tidak
hanya itu, dalam berbagai hal etnis A pun jadi berprasangka terhadap etnis B, dan mulai
tidak
menerima
kehadiran
etnis
B.
Contoh diatas menggambarkan timbulnya prasangka akibat dari deprivasi relatif. Hal
demikian seringkali terjadi terutama di daerah-daerah dimana terdapat penduduk asli dan
penduduk pendatang yang cukup besar. Contoh paling bagus adalah daerah transmigrasi
dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang kondisi ekonomi penduduk
asli masih lebih baik daripada transmigran, penerimaan penduduk asli terhadap transmigran
akan berjalan baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik
daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, halmana
mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya.
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori Konflik-Realistis
Menurut teori konflik-realistik (Realistic Conflict Theory), prasangka timbul karena kompetisi
yang terjadi antara berbagai kelompok sosial yang berbeda untuk meraih kesempatan atau
sumber daya yang terbatas (Baron & Byrne, 1991). Prasangka bisa muncul dan
berkembang sebagai efek samping perjuangan berbagai kelompok memperebutkan
pekerjaan, perumahan yang memadai, sekolah yang baik, lahan pertanian, dan lainnya.
Apabila kesempatan dan sumber daya melimpah, umumnya prasangka antar kelompok
rendah karena orang-orang tidak perlu bersaing keras mendapatkannya. Sedangkan apabila
kesempatan dan sumber daya yang tersedia sangat terbatas jumlahnya, biasanya
prasangka di daerah tersebut cukup tinggi. Terjadinya prasangka di daerah-daerah
pertambangan rakyat, seperti pertambangan emas di Kalimantan, di Rejang Lebong, dan di
beberapa tempat lain umumnya didorong oleh adanya konflik kepentingan untuk berebut
sumberdaya tambang yang ada. Demikian juga prasangka antara warga asli dengan warga
pendatang di daerah-daerah yang dijadikan pemukiman transmigrasi umumnya karena
adanya perebutan sumberdaya ekonomi yang terbatas. Persaingan memperebutkan
sumberdaya yang terbatas seringkali berujung pada timbulnya konflik antara pihak-pihak
yang berkompetisi. Konflik-konflik yang terjadi yang sering berupa kerusuhan dan kekerasan
antar kelompok seringkali dipicu oleh prasangka. Sebaliknya, konflik antar kelompok yang
membesar akan menyebarkan prasangka dan diskriminasi (Simpson & Yinger, 1965). Jadi,
prasangka merupakan pemicu konflik sekaligus sebagai hasil dari konflik. Prasangka
memicu konflik karena prasangka menciptakan kondisi hubungan sosial yang penuh
ketegangan. Prasangka sebagai hasil konflik karena konsekuensi munculnya sikap
permusuhan terhadap kelompok lain.Pada saat kerusuhan dan kekerasan antarkelompok,
prasangka antara kelompok bertikai menguat. Semakin besar skala kerusuhan yang terjadi,
prasangka yang timbul cenderung semakin besar. Sebagai contoh, kekerasan antara etnis
Dayak dan etnis Madura di Kalimantan, seperti tragedi Sampit dan tragedi Sambas, telah
menyebarkan prasangka diantara etnis Dayak terhadap etnis Madura dan sebaliknya
diantara etnis Madura terhadap etnis Dayak. Padahal mungkin saja sebelum kerusuhan
banyak diantara mereka memiliki hubungan yang sangat baik. Prasangka tidak selalu
melahirkan diskriminasi. Apabila prasangka yang ada pada masyarakat dibiarkan saja tanpa
adanya kontrol dari pihak-pihak eksternal seperti institusi pemerintah, maka prasangka akan
melahirkan diskriminasi. Dan bila diskriminasi dibiarkan berlanjut tanpa adanya kontrol maka
bisa memunculkan terjadinya ketegangan sosial yang bisa berujung pada terjadinya
kerusuhan dan kekerasan sosial. Namun apabila ada kontrol dari pihak eksternal yang
cukup kuat, misalnya adanya tekanan dari pemerintah, dari negara-negara lain dan
sebagainya maka prasangka tidak akan melahirkan diskriminasi. Akan tetapi pada kondisi
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tidak melahirkan diskriminasi, prasangka tetap bisa memicu adanya ketegangan sosial yang
berujung pada kerusuhan sosial.
Teori Frustrasi-Agresi
Prasangka bisa muncul sebagai hasil dari adanya frustrasi (frustration-agression
hypothesis), dimana pencapaian tujuan mungkin dihalangi pihak lain. Seseorang yang
dalam mencapai tujuan dihalangi pihak lain ini akan cenderung berprasangka terhadap
pihak-pihak yang dianggap menghalangi itu. Dalam hal ini prasangka mungkin merupakan
mekanisme mempertinggi harga diri atau untuk mengalahkan dan mengalihkan ancaman
terhadap harga diri (Simpson & Yinger, 1965). Jadi, ketika seseorang merasa tidak akan
mencapai sesuatu, ia tidak ingin tampak sebagai orang gagal karena kegagalan membuat
harga dirinya terancam. Maka ia akan berprasangka pada orang-orang atau kelompok lain
agar harga dirinya tidak terancam. Frustrasi seringkali menimbulkan agresi meski tidak
selalu berbentuk agresi terbuka (Berkowitz, 1995). Namun kadangkala karena sumber
frustrasi tidak mungkin menjadi sasaran agresi maka agresinya dialihkan kepada pihak lain.
Pengalihan agresi ini biasa dikenal sebagai pengkambinghitaman yang merupakan bentuk
dari prasangka. Biasanya sasaran pengkambinghitaman adalah kelompok-kelompok yang
subordinat dan lemah, atau kelompok minoritas. Sebagai contoh pada tahun 1997/1998 di
saat negara kita mengalami krisis ekonomi, etnis Cina dituding sebagai biang keladinya.
Pada saat itu prasangka terhadap etnis Cina meningkat dan sebaliknya etnis Cina juga
menjadi lebih berprasangka terhadap etnis lainnya. Struktur sosial yang kaku merupakan
salah satu penyebab frustrasi karena mobilitas sosial vertikal yang terhambat. Dalam
banyak negara yang menerapkan sistem pemerintahan otoriter dan tertutup dimana
mobilitas sosial masyarakatnya sangat terbatas, hal mana aspirasi untuk maju dan
berkembang warganya sangat sulit diwujudkan, prasangka yang ada diantara kelompokkelompok dalam masyarakat cukup tinggi. Berdasarkan teori frustrasi-agresi, prasangka
yang muncul merupakan akibat dari timbulnya frustrasi atas keadaan sosial yang tidak
menfasilitasi keinginan individu ataupun kelompok untuk maju dan berkembang.
Teori Belajar Sosial
Menurut teori ini prasangka dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses
sosialisasi. Apabila suatu keluarga memiliki prasangka yang tinggi terhadap kelompok lain,
maka itulah yang cenderung ditanamkan pada anak-anak dalam keluarga itu melalui idiomidiom bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Apalagi, stereotip dan juga prasangka
dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa tanpa pernah ada kontak dengan
tujuan/objek stereotip dan prasangka (Brisslin, 1993). Keadaan ini membuat kecenderungan
kuat bahwa orangtua yang berprasangka akan melahirkan anak-anak berprasangka.
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Anak-anak belajar melalui identifikasi atau imitasi, atau melalui pembiasaan. Apa yang
dilakukan orangtua, anggota keluarga lain dan semua yang dilihat anak-anak akan ditiru.
Misalnya bila orang tua sering mengata-ngatai tetangganya yang beretnis batak dengan
kata-kata “dasar batak”, maka sang anak juga akan meniru dan mengembangkan perasaan
tidak suka terhadap etnik batak secara keseluruhan.
Ada bukti bahwa anak pada usia 3 tahun sudah sadar akan kategorisasi sosial utama yakni
gender dan etnik. Anak-anak sudah mengenal kategori-kategori dan bersikap serta
bertindak berdasarkan kategori-kategori itu (Brown, 1995). Pengkategorian itu mendasarkan
pada berbagai informasi yang telah diterima anak-anak dari keluarganya. Informasi yang
penuh dengan stereotip negatif dan berprasangka akan membuat anak-anak bertindak
sesuai dengan stereotip dan prasangka yang dimiliki terhadap kelompok lain.
Media massa juga merupakan alat dalam belajar sosial yang penting. Banyak pengetahuan
mengenai kelompok lain diperoleh melalui berita-berita di media massa. Akibatnya opini
yang terbentuk mengenai kelompok lain tegantung pada isi pemberitaan media massa.
Misalnya bila kelompok tertentu dalam berita diposisikan sebagai ekstremis, suka
kekerasan, dan teroris maka prasangka terhadap kelompok itu di masyarakat akan
menguat.
Diskriminasi
Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target prasangka.
Merasa tidak nyaman jika duduk di samping target prasangka menunjukkn bahwa seseoran
memiliki prasangka, namun memutuskan untuk pindah tempat dudukuntuk menjauhi target
prasangka adalah sebuah diskriminasi.Dasar dari munculnya prasangka dan diskriminasi
adalah stereotip. Walaupundikatakan bahwa stereotip adalah dasar dari prasangka dan
diskriminasi,namuntidak berarti bahwa seseorang yang memiliki stereotip negatif mengenai
sebuah kelompoktertentu pasti akan menampilkan prasangka dan diskriminasi.Target dari
diskriminasi :
•Seksisme Nampaknya prasangka dan diskriminasi yang paling banyak terjadi adalah dalam
pembedakan antara pria-wanita. Hal ini mungkin berkaitan dengan banyaknya penderitaan
yang dialami wanita sepanjang sejarah sebagai korban dariseksisme.Contoh paling nyata di
Indonesia adalah pada jaman Raden Ajeng Kartini. Dalam praktek seksisme di tempat
lain,sering terjadi apa yang disebut selective infanticide,yaitu pembunuhan bayi perempuan
(fetus).Biasanya hal initerjadi pada budaya yang lebih menilai tinggi kaum pria ketimbang
kaumhawanya.Praktek ini terdapat di beberapa tempat,misalnya di RRC,Taiwan,Korea,dan
India.Sedangkan praktek seleksi jenis kelamin yang mengutamakankaum perempuan tidak
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ditemukan.Dalam
dikenaldengan
praktik
istilah
kerja,terjadi
glass
ceiling
praktik
prasangka
effect,yaitu
adanya
dan
batas
diskriminasi
yang
yang
menghambat
seseorang(dalam hal ini wanita) untuk mengembangkan karirnya dengan leluasa
sepertirekan kerja prianya.Prasangka dan diskriminasi ini menghambat para menejer wanita
yang handal sulit menduduki posisi top di organisasinya.
Bentuk Diskriminasi
Menolak untuk Menolong
Menolak untuk menolong orang lain (reluctance to help) yang berasal darikelompok tertentu
sering kali dimaksudkan untuk membuat kelompok lain tersebut tetap berada dalam
posisinya yang kurang beruntung.Selain itu,menolak untuk menolong adalah ciri-ciri dari
diskriminasi rasial yang nyata.Penelitian eksperimen dari Gaertner dan Dovidio (1977 dalam
Vaughan dan Hogg,2005) menunjukkan bahwa orang kulit putih lebih menolak untuk
menolong confederatekulit hitam daripada confederate kulit putih dalam situasi darurat.o
Tokenisme
Tokenisme adalah minimnya perilaku positif kepada pihak minoritas.Perilaku ini nanti
digunakan sebagai pembelaan dan justifikasi bahwa ia sudah melakukan hal baik yang tidak
melanggar diskriminasi (misalnya : saya sudah memberikancukupkan?)
Tokenisme dapat dipraktikkan oleh organisasi atau oleh masyarakat luas.Di Amerika
Serikat,ada kritik pada beberapa organisasi karena adanya tokenisme untuk kelompok
minoritas disana,yaitu kulit hitam,perempuan dan orang Spanyol,yang dilakukan oleh
oraganisasi kerja.Organisasi ini hanya memperkerjakan kelompok minoritas sebagai strategi
untuk terhindar dari tuduhan melakukan diskriminasi.
Tokenisme pada level ini dapat menghancurkan harga diri orang yang dikenai token ini.
Reserve Dicrimination
Bentuk token yang lebih ekstrem adalah reserve discrimination,yaitu praktik melakukan
diskriminasi
yang
menguntungkan
pihak
yang
biasanya
menjadi
target prasangka dan diskriminasi dengan maksut agar mendapatkan justifikasi danterbebas
dari
tuduhan
telah
melakukan
prasangka
dan
diskriminasi.Oleh
karena
reserve
discrimination memberikan keuntungan kepada kelompok minoritas,makaefek jangka
pendeknya dapat dirasakan langsung.Namun dengan berjalannya waktu ada konsekuensi
negatif yang bisa ditanggung oleh kelompok minoritastersebut.Menjadi penting bagi para
peneliti untuk melihat apakah perilaku positif yang ditampilkan kepada kelompok minoritas
adalah benar-benar ungkapan untukmembantu orang yang kurang beruntung atau justru
sebuah reservediscrimination.
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Atribusi
Atribusi adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu berperilaku tertentu.
Menurut Myers (1996), kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan
manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang
lain. Attribution theory (teori sifat) merupakan posisi tanpa perlu disadari pada saat
melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang menjalani sejumlah tes bisa
memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan orang lain dapat
merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi dalam dirinya, atau hanya berupa
reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi tertentu.
Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Frizt Heider (1958). Menurut Heider,
setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan semu (pseudo scientist) yang
berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan
potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal
tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Dengan kata lain seseorang itu
selalu berusaha untuk mencari sebab mengapa seseorang berbuat dengan cara-cara
tertentu. Misalkan kita melihat ada seseorang melakukan pencurian. Sebagai manusia kita
ingin mengetahui penyebab kenapa dia sampai berbuat demikian. Dua fokus perhatian di
dalam mencari penyebab suatu kejadian, yakni sesuatu di dalam diri atau sesuatu di luar
diri. Apakah orang tersebut melakukan pencurian karena sifat dirinya yang memang suka
mencuri, ataukah karena faktor di luar dirinya, dia mencuri karena dipaksa situasi, misalnya
karena dia harus punya uang untuk membiayai pengobatan anaknya yang sakit keras. Bila
kita melihat/menyimpulkan bahwa seseorang itu melakukan suatu tindakan karena sifat-sifat
kepribadiannya (suka mencuri) maka kita telah melakukan atribusi internal (internal
attribution). Tetapi jika kita melihat atau menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dikarenakan oleh tekanan situasi tertentu (misalnya mencuri untuk membeli obat)
maka kita melakukan atribusi eksternal (external attribution).
(Jones & Davies) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor untuk menarik kesimpulan
tentang apakah suatu perbuatan disebabkan oleh sifat kepribadian atau disebabkan oleh
faktor tekanan situasi. Bila diantara ketiga faktor tersebut di bawah ini ada disaat seseorang
melakukan suatu perbuatan, maka tindakan orang tersebut disebabkan oleh sifat
kepribadian (disposisional) orang tersebut.
1)
Non Common Effect : Situasi dimana penyebab dari tindakan yang dilakukan seseorang
adalah sesuatu yang tidak disukai oleh orang pada umumnya. (misal : Seorang pria menikah
dengan seorang wanita yang kaya, pintar tetapi tidak cantik dan sudah tua. Sifat-sifat yang
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tidak umum ini (Tua dan tidak cantik) inilah yang disebut sebagai non common effect. Orang
akan segera saja menyimpulkan bahwa pria itu memiliki sifat-sifat kepribadian yang
meterialistic. Mengapa demikian? Sebab umumnya pria tidak menyukai menikah dengan
wanita yang buruk rupa dan tua usianya. Sebaliknya pria umum menyukai menikah dengan
wanita yang elok parasnya, banyak hartanya, muda usianya, sehat tubuhnya dan
sebagainya.
2)
Freely Choosen Act : Banyak tindakan yang dilakukan oleh orang dikarenakan oleh
paksaan situasi. (misalnya: seorang wanita muda harus menikah dengan seorang duda
kaya yang berusia tua. Wanita itu menikah karena dipaksa oleh orang tuanya. Dari peristiwa
itu, sangatlah sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa wanita tersebut adalah seorang yang
materialistik yang mengejar harta si duda. Tetapi kalau dia sendiri yang ingin menikah
dengan duda tersebut sedangkan orang tuanya tidak menyarankan maka dengan mudah
kita menarik kesimpulan bahwa wanita itu materialistik. Sebab tindakan untuk menikah
dengan duda adalah tindakan atas pilihannya sendiri, bukan tekanan situasi.
3)
Low Social Desirability (menyimpang dari kebiasaan): Kita akan dengan mudah menarik
kesimpulan bahwa seseorang memiliki kepribadian tertentu yang tidak wajar bila orang itu
menyimpang dari kebiasaan umum. (misal : Jika seseorang menghadiri upacara kematian
biasanya orang harus menujukkan roman muka yang sedih dan berempati pada ahlul duka.
Kalau orang yang melayat menujukkan hal yang demikian akan sulit bagi kita unyuk
mengatribusikan bahwa orang itu orang yang empatik, karena memang begitulah
seharusnya. Tetapi bila orang layat lalu menujukkan kegembiraan dengan tertawa terbahakbahak di saat orang lain susah, maka mudah untuk kita simpulkan bahwa kepribadian orang
tersebut agak kurang beres.
Daftar Pustaka
Atkinson & Hilgard’s, 2009, Introduction to Psychology, Cengage Learning, UK
Robert E. Slavin, Psikologi pendidikan teori dan praktik, (Jakarta:PT Indeks, 2011)
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, edisi keenam, jilid 1, (Jakarta:Penerbit Erlangga,
2008)
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2016
16
Perilaku dan Proses Mental
Popi Avati.,S.Psi.,M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download