Modul 7 - Universitas Mercu Buana

advertisement
Maka sudah saatnya bagi kita untuk mengatasi pelbagai perselisihan dan konflik
antarbudaya, baik secara vertical maupun horizontal,
baik secara pribadi ataupuan
pada tingkat komunitas. Salah satu caranya adalah dengan membekali diri kita dengan
pengetahuan yang relevan, diantaranya adalah dengan memahami komunikasi verbal
dan non verbal yang berbeda yang dimiliki setiap komunitas kebudayaan.
Simbol
Sebagian besar ahli antropologi dan sosiologi mengemukakan kebudayaan
ditandai oleh bahasa. Kebudayaan tanpa bahasa adalah kebudayaan tidak beradab.
Menurut mereka, bahasa menentukan cirri kebudayaan, dari bahasa diketahui derajat
kebudayaan suatu suku bangsa. Pengembangan bahasa dalam sebuah kebudayaan
merupakan issu sepanjang waktu, terutama dikaitkan dengan ilmu semantic.
Pembicaraan tentang bahasa tidak bisa dilepaskan dari masalah symbol dan
sign (tanda). Kita berbicara sign atau tanda artinya kita bicara tentang cara memberi
makna terhadap objek. Keunikan kualitas tanda terletak pada hubungan ‘satu persatu’,
hubungan itu dapat diartikan bahwa tanda memberikan makna yang sama bagi semua
orang yang menggunakannya. Jadi, setiap tanda berhubungan langsung dengan
objeknya, apalagi semua orang memberikan makna yang sama atas tanda tersebut
sebagai hasil konvensi. Tanda, langsung mewakili sebuah realitas.
Kalau Anda
mengendarai mobil dan berhadapan dengan tanda lalu lintas maka tanda itu berfungsi
memerintah atau mewajibkan, melarang, dan memberikan informasi.
Simbol berasal dari bahasa Latin symbolycum (semula dari bahasa Yunani
sumbolon, yang berarti tanda untuk mengartikan sesuatu). Sebuah symbol adalah
‘sesuatu’ yang terdiri atas ‘sesuatu yang lain’. Suatu makna dapat ditunjukkan oleh
symbol. Cincin merupakan symbol perkawinan, bendera merupakan simbol suatu
Negara dan sebagainya.
Komunikasi dapat terjadi jika setidaknya suatu pesan membangkitkan respons
pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda dan symbol, baik
bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata), tanpa harus
memastikan terlebih dahulu kedua pihak yang berkomunikasi punya system symbol
yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu lainnya
berdasarkan kesepakatan bersama, misalnya kata ‘kucing’ mewakili suatu makhluk
berbulu dan berkaki empat yang dapat mengeong, tanpa memerlukan kehadiran hewan
tersebut. Simbol juga dapat merepresentasikan suatu konsep atau gagasan yang lebih
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos
Komunikasi Antar Budaya
abstrak, seperti ditunjukkan oleh gambar palu arit yang merepresentasikan komunisme
atau kata-kata: kemerdekaan, perdamaian, demokrasi, komunikasi yang membutuhkan
penjelasan panjang. Pendeknya sebagaimana yang dikatakan Geert Hofstede, symbol
adalah kata, jargon, isyarat, gambar, gaya (pakaian, rambut), atau objek (symbol status)
yang mengadung suatu makna tertentu yang hanya dikenali oleh mereka yang
menganut suatu budaya (Deddy Mulyana, 2004 : 3).
Komunikasi Verbal : Bahasa
Diantara semua bentuk symbol, bahasa merupakan symbol yang paling rumit,
halus, dan berkembang. Kehidupan manusia tidak mungkin tanpa bahasa, dan tidak ada
bahasa tanpa kata. Setiap hari kehidupan manusia dikelilingi oleh kata-kata. Beberapa
di antara kata itu kita dengar melalui radio dan televise, kita dengar melalui ungkapan
orang, kata-kata lain kita baca melalui buku, surat kabar, majalah. Kata-kata seolah-olah
mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menyatakan maksud orang kepada
sesamanya. Dan jangan lupa, kata-kata itu ada dalam setiap bahasa umat manusia
karena merupakan bagian dari kebudayaan untuk menyatakan pendapat, pandangan,
pikiran, dan perasaan. Kalau orang masih berbahasa maka dia masih sadar bahwa
bahasa menunjukkan kesadaran manusia. Bahasa adalah medium untuk menyatakan
kesadaran, tidak sekedar mengalihkan informasi. Bahasa merupakan media paling baik
untuk menyatakan struktur kesadaran, kepercayaan, maupun peta kesadaran. Dengan
demikian, dapat pula dikatakan bahwa bahasa menyatakan pikiran dan bahkan prosedur
pengujian struktur berpikir tentang sesuatu (Whorf, 1956; Vygostsky, 1962; Fodor, 1988;
Jackendoff, 1992; Pinker, 1994; Miller, 1996). Maka terdapat hubungan yang erat antara
bahasa dengan kesadaran, seperti dalam pernyataan ‘kita berbicara dengan akal
melalui bahasa’. Melalui bahasa kita mengetahui mental orang lain yang berekspresi
dengan kata-kata (emosi). Manusia tanpa bahasa, mentalnya kurang lengkap.
Bahasa dapat membantu kita untuk memiliki kemampuan memahami dan
menggunakan symbol, khususnya symbol verbal dalam pemikiran dan berkomunikasi.
Secara etimologis, kata verbal berasal dari verb (bahasa Latin) yang berarti word (kata).
Word merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, rhema, yang berarti ‘sesuatu’ yang
digunakan untuk menggambarkan tindakan, eksistensi, kejadian, atau peristiwa, atau
‘sesuatu’ yang digunakan sebagai pembantu atau penghubung sebuah predikat. Kata
‘verbal’ sendiri berasal dari bahasa Latin, verbalis, verbum yang sering pula
dimaksudkan dengan ‘berarti’ atau ‘bermakna melalui kata-kata’, atau yang berkaitan
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos
Komunikasi Antar Budaya
dengan ‘kata’ yang digunakan untuk menerangkan fakta, ide, atau tindakan yang lebih
sering berbentuk percakapan lisan daripada tulisan. Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa komunikasi verbal adalah bahasa – kata dengan aturan tata bahasa, baik secara
lisan maupun secara tertulis. Dan hanya manusia yang dapat melambangkan keadaan
dunia malalui bahasa.
Setiap kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakan
prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para pendukungnya. Bahasa
merupakan mediasi pikiran, perkataan dan perbuatan. Seperti kebudayaan secara
umum, bahasa dipelajari untuk melayani setiap pikiran manusia. Kemungkinan adanya
hubungan antara bahasa dan budaya telah dirumuskan ke dalam suatu hipotesis oleh
dua ahli linguistic Amerika, Edward Sapir dan Benjamin L. Whorf yang kemudian dikenal
dengan Hipotesis Sapir-Whorf yang sering disebut juga Tesis Whorfian. Menurut Sapir,
manusia tidak hidup di pusat keseluruhan dunia, namun hanya di sebagiannya, bagian
yang diberitahukan oleh bahasanya. Menurut Sapir, “sangat bergantung pada bahasa
tertentu yang menjadi medium ekspresi” bagi kelompoknya. Oleh karena itu, dunia
riilnya “sebagian besar secara tidak disadari dibangun atas kebiasaan-kebiasaan
bahasa kelompok….Dunia-dunia di mana masyarakat-masyarakat hidup adalah dunia
berlainan..” Bagi Sapir dan Whorf, bahasa menyediakan suatu jaringan jalan yang
berbeda bagi setiap masyarakat yang sebagai akibatnya, memusatkan diri pada aspekaspek tertentu realitas.
Menurut hipotesis itu, perbedaan-perbedaan antara bahasa-bahasa jauh lebih
besar daripada sekedar hambatan-hambatan untuk berkomunikasi; perbedaanperbedaan itu menyangkut perbedaan-perbedaan dasar dalam pandangan dunia (world
view) berbagai bangsa dan dalam apa yang mereka pahami tentang lingkungan.
Hipotesis itu juga mengasumsikan bahwa bahasa tidak sekedar deskriptif, yakni sebagai
sarana untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat
memengaruhi cara kita melihat lingkungan kita. Artinya, orang-orang yang berbahasa
berbeda; Indoensia, Cina, Jepang, Rusia, cenderung melihat realitas yang sama dengan
cara yang berbeda pula. Implikasi lebih jauh dari pandangan ini adalah bahasa juga
dapat digunakan untuk memberikan aksen tertentu terhadap suatu peristiwa atau
tindakan,
misalnya
dengan
menekankan,
mempertajam,
memperlembut,
mengagungkan, melecehkan, membelokkan, atau mengaburkan peristiwa atau tindakan
tersebut. Menurut Brown, orang mengkategorikan dunia dengan melekatkan label
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos
Komunikasi Antar Budaya
terhadap apa yang penting atau ada di luar sana. Dan mengabaikan serta tidak memberi
nama bagi kategori-kategori yang mereka anggap tidak penting.
Orang-orang Eskimo dapat menggunakan kira-kira dua puluh kata untuk
menyebut wujud-wujud salju yang berlainan (karena sebagian besar wilayahnya tertutup
salju sehingga salju merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakatnya).
Sementara orang Inggris hanya dapat membedakan salju yang lengket, hujan es, hujan
es bercampur salju, dan es (karena mereka memiliki empat musim yang berlainan).
Orang Indonesia atau negara-negara lain mungkin hanya mengenal satu atau dua kata
saja untuk melukiskan salju. Jelasnya, budaya-budaya lain dapat mengidentifikasi
nuansa salju yang berbeda-beda, hanya saja karena fenomena salju itu bagi budayabudaya lain itu tidak sepenting seperti bagi orang Eskimo.
Dalam konteks komunikasi antarbudaya, terdapat hambatan-hambatan dalam
interaksi bahasa dan verbal, yaitu :
1. Polarisasi
Polarisasi adalah kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata
dan menguraikanya dalam bentuk ekstrim – baik atau buruk, positif atau
negative, sehat atau sakit, pandai atau bodoh. Dalam faktanya, kebanyakan
orang berada di antara ekstrim baik dan ekstrim buruk, sehat dan sakit, pandai
dan bodoh dan sebagainya. Namun demikian kita mempunyai kecenderungan
kuat untuk hanya melihat titik-titik ekstrim dan mengelompokkan manusia, obyek,
dan kejadian dalam bentuk lawan kata yang ekstrim ini.
2. Orientasi Intensional
Mengacu pada kecenderungan kita untuk melihat manusia, obyek, dan kejadian
sesuai dengan cirri yang melekat pada mereka. Sebagai contoh, jika Sally
dicirikan sebaga orang yang “tidak menarik”, kita akan, secara intensional,
menilainya
sebagai
tidak
menarik
sebelum
mendengarkan
apa
yang
dikatakannya. Orientasi intensional terjadi bila kita bertindak seakan-akan label
adalah
lebih
ekstensional,
penting
adalah
daripada
orangnya
kecenderungan
untuk
sendiri.
terlebih
Sebaliknya,
dahulu
orientasi
memandang
manusia, obyek, dan kejadian dan baru setelah itu memerhatikan cirinya. Kita
melihat Fari tanpa memerhatikan cirri yang melekat pada dirinya.
3. Kekacauan Karena Menyimpulkan Fakta Secara Keliru
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos
Komunikasi Antar Budaya
Kita dapat membuat pernyataan tentang dunia yang kita amati, dan kita dapat
membuat pernyataan tentang apa yang belum pernah kita lihat. Dari segi bentuk
atau struktur, pernyataan-pernyataan ini sama saja, dan kita tidak dapat
membedakan mereka dengan analisis gramatika. Sebagai contoh, kita dapat
mengatakan, “Ia mengenakan jaket biru,” seperti juga kita dapat mengatakan “Ia
melontarkan tatapan yang penuh kebencian”. Dari segi struktur, kedua kalimat ini
serupa. Tetapi kita tahu bahwa keduanya merupakan jenis pernyataan yang
sangat berbeda. Kita dapat melihat jaket dan warnanya yang biru, tetapi
bagaimana kita melihat “tatapan yang penuh kebencian?” Jelas, ini bukanlah
pernyataan deskriptif, melainkan pernyataan inferensial (penyimpulan). Ini
adalah pernyataan yang dibuat berdasarkan bukan hanya pada apa yang kita
lihat, melainkan juga pada apa yang kita simpulkan.
4. Potong Kompas (ByPassing)
Potong kompas adalah pola kesalahan evaluasi di mana orang gagal
mengkomunikasikan makna yang mereka maksudkan. William Haney (1973)
mendefinisikan sebagai “pola salah komunikasi yang terjadi bila pengirim pesan
dan penerima saling menyalah-artikan makna pesan mereka”. Asumsi yang
mendasari potong kompas adalah bahwa kata-kata memiliki makna intrinsic. Kita
secara keliru menganggap bahwa bila dua orang menggunakan kata yang sama,
mereka memaksudkan hal yang sama pula, dan bila mereka menggunakan kata
yang berbeda mereka memaksudkan hal yang berbeda. Tetapi, kata tidak
mempunyai makna; makna ada dalam diri manusia. Pasangan yang sedang
jatuh cinta, mungkin mempunyai maksud yang berbeda. Yang seorang mungkin
bermaksud menyatakan adanya komitmen yang langgeng dan eksklusif,
sementara yang lain mungkin mengartikannya sebagai hubungan seksual.
5. Kesemuaan (Allness)
Karena dunia ini sangat kompleks, kita tidak pernah bisa mengetahui semua hal
atau mengatakan segalanya tentang sesuatu. Kita tidak pernah melihat sesuatu
secara keseluruhan. Kita melihat bagian dari suatu obyek, kejadian, atau orang,
dan atas dasar yang terbatas itu kemudian kita menyimpulkan bagaimana rupa
keseluruhan. Tentu saja kita tidak mungkin membuat kesimpulan dengan bukti-
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB
Ira Purwitasari S.Sos
Komunikasi Antar Budaya
Download