Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam

advertisement
Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Sastra
Oleh: Surya Masniari Hutagalung
Berbagai pendapat dari pemerhati pembelajaran sastra akhir-akhir ini
banyak yang menyayangkan berkurangnya muatan jam pelajaran dan
minat dunia pendidikan di Indonesia untuk pembelajaran sastra.
Padahal dengan tegas Moody (1996:15-24) menyebutkan bahwa
pembelajaran sastra dapat (a) membantu keterampilan berbahasa anak,
(b) meningkatkan pengetahuan budaya, (c) mengembangkan cipta rasa,
dan (d) menunjang pembentukan watak. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sastra merupakan sumber berbagai cita rasa, yaitu cita
rasa moral dan sosial. Oleh karena itu, sastra sangat layak untuk
menjadi sumber pembelajaran bagi peserta didik. Diharapkan mereka
yang belajar sastra mempunyai tingkat moral dan sosial yang tinggi.
Oleh sebab itu pembelajaran sastra sangat perlu untuk digalakkan
kembali.
Untuk menarik minat dunia pendidikan terhadap pembelajaran sastra
perlu diadakan berbagai kajian terhadap pendekatan-pendekatan dalam
pembelajaran, agar pembelajar dapat mengapresiasi sastra dengan tepat,
sehingga tujuan tujuan pembelajaran sastra dapat dicapai.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang akhir-akhir ini banyak
dibicarakan orang adalah pembelajaran kontekstual.
Kata Kunci: Pendekatan kontekstual, Pembelajaran Sastra
A. Pendahuluan
Konsep kontekstual merupakan pembelajaran yang berbasis kompetensi dan
menitikberatkan pada kebermaknaan konteks. Kebermaknaan tersebut diperoleh
melalui konteks diri pembelajar dan lingkungannya, sehingga tampak lebih
menyenangkan. Blanchard (2001:9) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual
pada hakekatnya adalah konsepsi pembelajaran yang membantu pengajar
menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang
memotivasi pembelajar agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dalam
kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pendapat ini juga dipertegas oleh Nur (2001:2) bahwa pengajaran kontekstual
adalah pengajaran yang memungkinkan pembelajar menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam
tatanan dalam sekolah dan luar sekolah, agar dapat memecahkan masalah-masalah
dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan. Karena itu pembelajaran
kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui
dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan
di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan
pengalaman lebih relevan dan berarti bagi pembelajar dalam membangun
pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.
Meskipun pembelajaran kontekstual sering jadi bahan pembicaraan kembali
akhir-akhir ini, masih banyak yang mengenali pembelajaran tersebut secara terbatas.
Pembelajaran kontekstual sering disimpulkan sebagai jiwa dari Kuruikulum Berbasis
Kompetensi. Sedangkan prinsip-prinsip atau komponen-komponen yang ada dalam
pembelajaran kontekstual tersebut kurang banyak dipahami, sehingga pembelajar
kontekstual sering tidak diterapkan dengan benar. Makalah ini akan memaparkan
1
secara luas tentang pendekatan pembelajaran kontekstual, serta penerapannya dalam
kelas.
B. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah konsep belajar yang mengkaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata,
untuk mendorong pembelajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan dengan pembelajran
kontekstual ini mendorong pengajar untuk memilih atau mendesain lingkungan
pembelajaran, yaitu memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti
lingkungan sosial, budaya dan psikologi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan konsep pembelajaran ini diharapkan pembelajar mampu memproses
informasi atau pengetahuan sedemikian rupa sehingga pengetahuan mereka dapat
bermakna. Sesuai dengan namanya, pembelajaran kontekstual menyajikan suatu
konsep yang mengaitkan materi pelajaran dengan konteks di mana materi tersebut
digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya
seseorang belajar. Konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap
belajar (Depdiknas, 2002 : 8).
Nurhadi, dkk (2004:15) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan konteks
dalam pembelajaran kontekstual adalah adanya sembilan konteks belajar yang
melingkupi pembelajar, yaitu (1) konteks tujuan, (2) konteks isi, (3) konteks sumber,
(4) konteks target siswa, (5) konteks guru, (6) konteks metode, (7) konteks hasil, (8)
konteks kematangan, (9) konteks lingkungan. Jadi dalam pembelajaran kontekstual
kesembilan konteks tersebut harus diperhatikan agar tercipta kondisi pembelajaran
alamiah sehingga pengertian dan tujuan pembelajaran kontekstual tidak meleset.
Pembelajar diajak mengingat, memahami dan mendalami pengalaman realitasnya
dalam konteks yang sebenarnya. Kondisi yang diciptakan merupakan kondisi yang
menggembirakan. Belajar penuh makna dan menyenangkan.
Strategi-strategi
dalam
pembelajaran
kontekstual
(www.cew.wisc.edu/teachnet/ctl) adalah:





Problem-based
Belajar bisa dimulai dengan masalah yang dialami oleh pembelajar, diajak
untuk berpikir kritis untuk memecahkan masalah mereka.
Using Multiple Contexts
Teori kognitif menyarankan agar pengetahuan tidak dipelajari secara terisolasi
dari konteks fisik dan sosial, karena bagaimana dan dimana pembelajar belajar
sangatlah penting untuk keberhasilannya.
Drawing upon student diversity
Dengan berbagai macam latar belakang pembelajar maka perbedaanperbedaan nilai, sosial dan perspektif pembelajar yang ada akan mendorong
pembelajar untuk belajar bekerjasama dan hal itu dapat menambah
pengalamannya.
Supporting self-regulated learning
Pembelajar umumnya harus bisa menjadi pelajar seumur hidup (life long
learner). Pelajar seumur hidup seharusnya bisa memecahkan, menganalisis
dan menggunakan informasi yang ada. Artinya pembelajar termotivasi untuk
belajar sendiri, tidak hanya karena factor nilai.
Using interdependent learning groups (pembelajaran kooperatif)
2
Pembelajar akan lebih mudah memecahkan masalah-masalahnya dengan
berdiskusi atau bekerjasama dalam komunitas belajar. Apabila komunitas
belajar telah terbentuk maka fungsi pengajar bukan hanya pengajar saja tetapi
juga sebagai fasilitator dan pembimbing.
Senada dengan hal tersebut di atas Kasdi (2001:3-4) dan Nurhadi (2002:12-19)
mengajukan prinsip penerapan pembelajaran kontekstual yang berkaitan dengan
faktor kebutuhan individu pembelajar untuk menerapkan pembelajaran kontekstual,
yakni; (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental atau developmentally appropriate, (2) membentuk kelompok belajar yang
saling tergantung atau interdependent learning groups, (3) menyediakan lingkungan
yang mendukung pembelajaran mandiri atau self regulated learning, (4)
mempertimbangkan keragaman pembelajar atau diversity of students, (5)
memperhatikan multi inteligensi atau multiple intelligences, (6) menggunakan teknikteknik bertanya atau questioning, (7) menerapkan penilaian autentik atau authentic
assessment.
Searah dengan pendapat di atas, Depdiknas (2002:12-14) mengemukakan
beberapa hal yang harus ditekankan dalam pendekatan pengajaran kontekstual yaitu:
1. Belajar Berbasis Masalah ( Problem Based Learning)
Suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi pembelajar untuk berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari
mata pelajaran.
2. Pengajaran Autentik ( Authentic Instruction)
Pendekatan ini menganjurkan pembelajar untuk mempelajari konteks
bermakna. Kemampuan berpikir kritis penting dalam konteks kehidupan
nyata.
3. Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry Based Learning)
Pendekatan yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti
metodologi sains dan menyediakan kesempatan pembelajaran bermakna.
4. Belajar Berbasis Proyek atau Tugas Terstruktur ( Project Based Learning)
Pendekatan ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di
mana lingkungan belajar didesain agar pembelajar dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari
suatu topik mata pelajaran dan dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5. Belajar Berbasis Kerja ( Work Based Learning )
Pendekatan dimana memungkinkan untuk pembelajar menggunakan tempat
kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana
materi tersebut dapat digunakan di tempat kerja.
6. Belajar Jasa Layanan (Service Learning )
Pendekatan ini memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang
mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis
sekolah untuk merefleksikan jasa layanan masyarakat tersebut, jadi
menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran
akademis.
7. Belajar Kooperatif ( Cooperative Learning )
Pendekatan ini memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan
kelompok kecil pembelajar untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi
belajar dalam mencapai tujuan.
3
Center of Occupational Research and Development (CORD) dalam Ardiana
(2001:13-15 ) menyampaikan lima strategi berjenjang dalam penerapan pembelajaran
kontekstual, yang sering disingkat dengan REACT, yaitu:
 Relating yaitu belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan
manusia yang nyata.
 Experience yaitu belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi ),
penemuan (discovery ) dan penciptaan (invention ).
 Applying yaitu belajar dengan menerapkan konsep dan informasi dalam
konteks yang dipresentasikan dan diproyeksikan dalam konteks
pemanfaatannya.
 Cooperating adalah belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, saling
berbagi pengalaman, penanggapan, dan pengkomunikasian dengan pembelajar
lain. Ini merupakan strategi pembelajaran utama dalam pembelajaran
kontekstual.
 Transfering yaitu belajar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan
yang sudah dimiliki dalam situasi yang baru. Proses belajar semacam ini
disebut mentransfer pengalaman atau pengetahuan.
C. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sastra.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sastra dapat dikatakan sangat
cocok karena pembelajaran sastra dan pendekatan kontekstual sama-sama
menghendaki pelajaran itu benar-benar dimiliki dari aspek kejiwaan, bukan
verbalistik.
Endaswara (2003:60) mengatakan proses pengajaran kontekstual yang mendukung
Kurikulum Berbasis Kompetensi sekurang-kurangnya tetap memperhatikan dua hal
yaitu (1) konteks pengajaran sastra selalu memberdayakan lingkungan. Mampu
memanfaatkan lingkungan peserta didik seoptimal mungkin, (2) pengajaran sastra
harusnya berlangsung dalam suasana menyenangkan.
Dalam penerapan pendekatan kontekstual terdapat tujuh elemen penting, yaitu:
1. Penemuan ( Inquiri)
Penemuan (inquiri) merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pembelajar tidak menerima pengetahuan dan keterampilan hanya
dari mengingat seperangkat fakta-fakta saja, tetapi berasal dari pengalaman
menemukan sendiri. Pengajar selalu merancang pembelajaran yang bersumber
dari penemuan. Siklus penemuan melaui observasi, bertanya, mengajukan
dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
2. Pertanyaan ( Questioning )
Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang berawal dari sebuah
pertanyaan. Pertanyaan berguna untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan pembelajar. Bagi pembelajar berguna untuk pemahaman
pembelajar, menggali informasi, mengecek informasi yang didapat,
mengungkapkan keinginan pembelajar, memfokuskan perhatian pembelajar
pada pokok masalah, membangkitkan respon pembelajar, menyegarkan
pengetahuan pembelajar.
3. Konstruktivistik
Kontruktivisme meyakini bahwa pengetahuan dibangun oleh seseorang sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan secara
spontan. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses merekonstruksi bukan
menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran pembelajar membangun
sendiri pengetahuan melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Pembelajar perlu dibiasakan untuk mampu memecahkan masalah, menemukan
4
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-idenya dalam arti
pembelajar mampu mengeluarkan buah pemikirannya sendiri. Pembelajar
harus merekonstruksi pengetahuan awal (prior knowledge) yakni pengalamanpengalaman dan memberi makna melalui pengalaman belajar (meaningful),
dan tidak hanya melalui ingatan dan hafalan saja.
4. Pemodelan
Dalam pembelajaran diperlukan model yang bisa ditiru oleh pembelajar, yakni
pengajar itu sendiri, atau dapat dirancang dengan melibatkan pembelajar atau
orang lain. Tujuan pemodelan ini adalah untuk mendemonstrasikan bagaimana
pengajar menginginkan para pembelajar untuk belajar.
5. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Pengetahuan sebagai hasil belajar diperoleh
dari antara teman atau antara kelompok, karena kerjasama dengan orang lain
dapat memberi pengalaman belajar bagi pembelajar. Pembelajar dapat
mengembangkan pengalaman belajarnya setelah berdiskusi dengan temannya,
berkomunikasi dengan nara sumber atau kerjasama dengan pihak lain.
6. Penilaian Autentik ( Authentic Assessment )
Perkembangan belajar tentunya harus diketahui oleh pengajar. Dalam
pembelajaran kontekstual penilaian dapat dilakukan dengan mengumpulkan
berbagai data yang dapat memberi gambaran tentang perkembangan belajar.
Hal ini perlu diketahui oleh pengajar agar dapat dipastikan apakah pembelajar
mengalami proses pembelajaran yang diharapkan.Oleh karena penilaian
menekankan pada hasil pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus
diperoleh dari kegiatan nyata para pembelajar dalam proses belajar mengajar.
7. Refleksi ( Reflection )
Refleksi adalah kegiatan merenungkan kembali, mengingat kembali,
mengkonstruksi ulang, atau membuat inti pengalaman. Pembelajar
mengendapkan apa yang diperolehnya sebagai suatu pengetahuan baru, atau
pengetahuan yang berfungsi sebagai pengayaan atau sebagai suatu revisi. Jadi
refleksi merupakan respon terhadap suatu aktifitas atau sesuatu (pengetahuan)
yang baru didapatkannya. Refleksi dapat dilakukan pada akhir pembelajaran
dengan menyimpulkan apa yang diperoleh pembelajar pada hari yang sama,
menayakan kesan dan saran pembelajar terhadap materi yang telah dibahas
dan tentang catatan pembelajar. Dengan mengadakan refleksi pembelajar
dapat belajar dengan baik dalam konteks dan dalam suatu yang terkait dengan
kebutuhannya. Belajar yang paling baik dapat dilakukan dengan mengerjakan
pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke dunia nyata secara terusmenerus, menggunakan umpan balik, perenungan, evaluasi dan penyelaman
kembali.
D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dalam Kelas
Penerapan pembelajaran kontekstual ini akan dicoba diterapkan di kelas dalam mata
kuliah Interpretation Moderner Literarischer Texte.
Materi Pelajaran : Dongeng “Die drei dunklen Könige”
Kompetensi Dasar:
Mahasiswa mampu menginterpretasi dongeng Jerman “die drei dunklen Könige”
Indikator:
 Mahasiswa mengerti dan paham akan dongeng “die drei dunklen Könige”
5

Mahasiswa menunjukkan tanda atau simbol
mengartikannya.
 Mahasiswa mengerti arti tersurat dongeng tersebut.
 Mahasiswa mengerti arti tersirat dongeng tersebut.
Langkah-langkah Pembelajaran:
dalam
dongeng
serta
1. Pertanyaan.
Dosen memotivasi mahasiswa dengan menceritakan keistimewaan dongeng yang
berasal dari Jerman. Menceritakan dongeng merupakan salah satu simbol negara
Jerman. Diusahakan adanya gambar-gambar yang berhubungan dengan dongeng yang
berasal dari Jerman. Lalu dosen menggali pengetahuan awal mahasiswa dengan cara
bertanya. Apa yang mereka ketahui tentang dongeng-dongeng Jerman, siapa penulis
dongeng terkenal dari Jerman, serta dongeng apa yang merupakan dongeng yang
dikenal di seluruh dunia. Sebut saja Aschenputtel (judul asli dari Cinderella). Dan
lain-lain. Pada saat bertanya dosen tahu minat mahasiswa sejauh mana, pengalaman
awal mereka sampai dimana, dan lain-lain.
2. Penemuan
Dosen masuk ke materi utama pembelajaran, dengan memutar VCD dongeng “Die
drei dunklen Könige”. Selama menonton ada jedah untuk menjawab pertanyaan yang
sudah disediakan dosen. Salah satu contoh menebak kelanjutan cerita. Mahasiswa
memberi dugaan apa kemungkinan yang akan terjadi pada setiap tokoh. Mahasiswa
juga diberi kesempatan untuk bertanya dan mencatat.
3. Pemodelan
Setelah menonton VCD tersebut mahasiswa mencoba untuk memahami dongeng
tersebut. Lalu dosen membagikan teks dongeng tersebut. Mahasiswa diberi
kesempatan untuk membaca dan memahami lebih dalam. Kemudian dosen
mendongeng untuk menarik perhatian mahasiswa. Mahasiswa juga diberi kesempatan
untuk mendongeng.
4. Masyarakat Belajar
Dibentuk kelompok untuk mencoba memerankan dongeng tersebut. Setelah bermain
peran, dosen bertanya tentang pemahaman mereka terhadap dongeng tersebut. Setelah
tanya jawab mahasiswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
disiapkan dosen, yakni pertanyaan yang mengarah pada pemahaman tertulis.
5. Konstruktivistik
Kembali pada masing-masing mahasiswa diberi pertanyaan yang mengarah pada
interpretasi dongeng. Ini diselesaikan sendiri oleh mahasiswa. Setelah menjawab
pertanyaan, mahasiswa diberi kesempatan menyampaikan interpretasi mereka tentang
dongeng dengan menghubungkan pada kehidupan sekarang. Mahasiswa bergelut
dengan ide mereka masing-masing.
6. Penilaian Autentik
Selama proses pembelajaran dosen tetap memantau mahasiswa dengan membuat
catatan-catatan tentang sikap, pendapat mereka, pengetahuan, dan lain-lain. Hasil
interpretasi mahasiswa juga dinilai. Hasil penilaian ini dapat diungkapkan ketika
tahap refleksi diadakan.
7. Refleksi
Dosen merefleksikan seluruh kegiatan pembelajaran serta menghubungkan hasil
belajar mahasiswa tentang pelajaran yang
baru selesai. Kepada mahasiswa
ditunjukkan penilaian dan didiskusikan hasil tersebut. Lalu dibicarakan lebih dalam
6
lagi tentang interpretasi dongeng tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupan
sekarang.
E. Penutup
Dengan melihat langkah-langkah dan komponen-komponen yang ada dalam
pendekatan kontekstual bisa dikatakan pendekatan ini merupakan konsep yang
terpadu utuh dalam pembelajaran. Pendekatan ini apabila diterapkan pada mata kuliah
sastra juga akan sangat cocok, karena kegiatan sastra dirasa pas dengan elemenelemen yang ada dalam pendekatan ini ketika proses pembelajaran berlangsung. Bila
dijalankan sesuai dengan konsepnya, maka kemungkinan keberhasilan pembelajaran
sastra akan dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Leo Idra. 2001. Perangkat Pembalajaran Kontekstual Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Kelas I Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama Rencana
Pembelajaran: Laporan Penelitian. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas
Negeri Surabaya.
Blanchard, Allan. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.E.S T.
Depdiknas. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Buku 5
Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta:Depdiknas.
Endaswara, Suwardi.2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra: Sastra
Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Kota Kembang.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK.
Malang: UM Press.
Nur, Mohammad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah
Tidak Dipublikasikan.
www.cew.wisc.edu/teachnet/ctl.
7
8
Download