BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri yang dilakukan secara tradisional dengan manusia dan hewan sebagai sumber tenaga untuk pengolahan tanah. Hal ini menuntut peranan mekanisasi pertanian yaitu pemakaian traktor tangan, terutama sebagai sumber tenaga untuk pengolahan tanah di bidang pertanian (Sakai,1998). Salah satu aplikasi mekanisasi di bidang pertanian adalah dengan menggunakan traktor tangan. Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implement (peralatan) pertanian. Biasanya traktor tangan digunakan untuk menarik implement pengolah tanah seperti bajak. Sebagai alat pengolah tanah, traktor tangan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dengan kondisi lahan di Indonesia. Dilihat dari segi teknis, pengggunaan cangkul dan garu untuk alat pengolahan tanah memberikan kapasitas kerja dan tingkat kenyamanan kerja sangat rendah dibandingkan dengan penggunaan traktor tangan. Penggunaan traktor tangan atau traktor 2-roda untuk pengolahan di lahan sawah di Indonesia sudah cukup populer karena harganya murah dan mudah dalam pengoperasian serta perawatannya. Petani kecil dapat dengan mudah berpindah dari usaha tani bertenaga ternak ke usaha tani bertenaga mekanis karena kemudahan traktor tangan dalam penggunaannya. Petani juga dapat diyakinkan bahwa hampir semua pekerjaan yang dapat dilakukan dengan tenaga ternak, dapat dikerjakan dengan menggunakan traktor 2-roda, sementara pengetahuan teknis dari usaha tani konvensional masih terus dapat digunakan (Sakai,1998) Pengenalan traktor tangan di Indonesia dimulai sekitar tahun 1960. Traktor tangan tersebut dibuat oleh Jepang yang dikenal dengan Hand tractor (Wijanto, 1996). Dalam perkembangan selanjutnya, IRRI (International Rice Research Institute) di Philipina mengembangkan traktor tangan yang lebih sederhana 1 dengan kelengkapan satu persneling maju dan satu persneling mundur. Tujuannya agar traktor menjadi lebih ringan, dan harganya menjadi lebih murah meskipun kemampuan traktor menjadi terbatas. Saat ini, penggunaan traktor tangan di Indonesia masih terbatas (sebagian besar) untuk pengolahan di lahan sawah saja. Penggunaan traktor tangan untuk pengolahan tanah di lahan kering hampir belum tersentuh. Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (Suwardji, 2003). Lahan kering di Indonesia meliputi luas 140 juta hektar (Hidayat dan Mulyani, 2002). Berdasarkan data dari BPS (2001), sekitar 56 juta hektar lahan kering tersebut (diluar Papua dan Maluku) sudah digunakan untuk pertanian. Dengan penggunaan lahan kering seluas itu, sudah seharusnya mekanisasi pertanian menjadi faktor penting untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Pada lahan kering, draft yang terjadi lebih besar dibandingkan pada lahan sawah. Ini menyebabkan tenaga tarik yang dibutuhkan pada penggunaan traktor tangan di lahan kering menjadi lebih besar Umumnya daya motor penggerak yang terpasang pada traktor tangan sebesar 8.5 hp, mempunyai potensi untuk digunakan di lahan kering atau lahan tegalan. Besarnya draft pembajakan di lahan sawah basah adalah berkisar antara 70–100 kgf. Pada kecepatan maju 0,7 m/s, daya yang dapat dikonversi menjadi daya tarikan (draft power) sangat kecil yaitu kurang dari 1500 Watt atau kurang dari 20% daya terpasang pada traktor tangan yang besarnya 8.5 hp (Radite, 2008). Besarnya tenaga tarik yang dapat disalurkan oleh traktor umumnya dibatasi oleh alat traksinya dan kondisi tanah. Salah satu perangkat traksi pada traktor adalah roda traktor. Traktor akan mampu menarik implemen apabila traksi yang dihasilkan oleh roda lebih besar dari tahanan gelinding roda. Jika traksi yang dapat dihasilkan roda kecil, akan menyebabkan slip yang tinggi pada roda, pemakaian bahan bakar yang tidak efisien, yang berdampak pada efisiensi lapang yang kecil. 2 Data yang diperoleh Daywin et. al. (1999) menunjukkan bahwa kapasitas kerja pengolahan tanah di lahan kering dengan menggunakan traktor tangan lebih kecil dari kapasitas kerja pengolahan tanah di lahan basah. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan roda besi untuk pengolahan tanah di lahan basah dan lahan kering pada traktor roda dua umumnya menggunakan roda besi yang sama, yaitu roda sangkar hasil rekayasa dari IRRI. Pada roda sangkar IRRI, besar sudut masuk dan bentuk penampang roda dirancang sedemikian rupa agar menghasilkan gaya angkat untuk mencegah traktor tidak tenggelam kedalam tanah yang berlumpur. Namun apabila roda tersebut digunakan di lahan kering, sirip yang terdapat pada roda tidak dapat masuk ke dalam tanah yang keras sehingga terjadi gaya angkat dan traksi yang dihasilkan oleh roda tidak cukup besar. Kondisi tersebut akan mengakibatkan roda menjadi slip. Salah satu cara untuk meningkatkan traksi roda pada penggunaan traktor tangan di lahan kering adalah dengan cara memodifikasi roda standar IRRI agar dapat digunakan di lahan kering. Menurut Sakai et. al. (1998), perbedaan antara roda besi untuk lahan sawah dengan roda besi untuk lahan kering adalah pada jumlah dan ukuran sirip. Pada penggunaan di lahan kering, jumlah sirip yang ditempatkan pada rim roda lebih banyak dibandingkan dengan di lahan sawah. Ini bertujuan agar sirip dapat masuk (menembus) tanah yang keras dengan tidak menyebabkan kelengketan tanah yang menutupi sirip yang dapat mengurangi keefektifan penembusan sirip ke dalam tanah. Di lahan sawah jumlah sirip lebih sedikit dengan ukuran sirip-sirip yang lebih lebar. Bila sirip masuk (menembus) ke dalam tanah, maka tanah yang ada di belakang sirip akan memberikan reaksi tahanan geser terhadap arah gaya dorong sirip. Besarnya gaya dorong ini sebanding dengan kontak area yang terjadi, yang mana ini akan dipengaruhi oleh besarnya ketenggelaman (sinkage) dan lebar sirip. Sedangkan bentuk sirip akan berpengaruh pada kemampuan penetrasi sirip ke dalam tanah, gaya dorong tanah oleh sirip dan kelengketan tanah pada sirip. Jumlah sirip suatu roda besi akan mempengaruhi frekuensi kerja sirip 3 dalam satu rim roda. Makin banyak sirip suatu roda maka akan semakin banyak sirip yang melakukan kerja penetrasi ke dalam tanah. Tetapi untuk memberikan kemampuan traksi yang maksimal pada suatu kondisi tanah, jumlah sirip ini ada batas optimalnya. Menurut Sakai et al. (1998), jumlah sirip roda besi untuk lahan kering berkisar antara 8 – 14 buah. Adapun bentuk sirip roda traktor tangan untuk lahan kering yang sudah ada saat ini berupa roda traktor dengan sirip lengkung dengan dimeter rim sebesar 700 mm. Dari hasil pengujian roda traktor sirip lengkung yang ada dengan prototype industri menunjukkan bahwa pada slip dibawah 15 % kemampuan traksi (kN) dan daya tarikan (kW) dari roda besi sirip lengkung lebih baik dari pada roda besi standar dan roda karet, namun pada slip diatas 15% kemampuan traksi dan daya tarikannya lebih rendah dibandingkan dengan roda besi standar (Radite,2008). Faktor lain yang mempengaruhi tenaga tarik yang dihasilkan oleh traktor tangan adalah kecepatan maju traktor (Ferdian, 2003). Pada umumnya, semakin tinggi kecepatan maju suatu traktor maka semakin rendah tenaga tarik yang dihasilkan oleh traktor tersebut. Ini disebabkan semakin besarnya torsi yang dibutuhkan untuk memutar roda jika kecepatan maju traktor semakin tinggi. Ini dapat diatasi dengan menyesuaikan kecepatan maju traktor tangan untuk mendapatkan tenaga tarik yang memadai. Untuk kondisi traktor tangan dengan satu tingkat percepatan, penyesuaian kecepatan maju traktor sangat sulit dilakukan. Ini tentu akan sangat menyulitkan jika tenaga tarik yang dihasilkan tidak mencukupi. Pada penggunaan roda standar di lahan sawah, kecepatan maju traktor tangan dengan menggunakan roda besi standar banyak tereduksi karena slip yang terjadi pada lahan sawah cukup besar. Diameter roda standar ini umumnya berukuran cukup besar (lebih dari 800 mm). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan Kapasitas Lapang yang besar. Pada penggunaan traktor tangan dengan roda besi sirip lengkung prototype industri, kecepatan maju traktor berkisar antara 1.2 m/s – 1.4 m/s pada putaran mesin 1800 rpm. Tingkat kecepatan ini terlalu tinggi, sehingga tenaga tarik yang 4 dihasilkan masih kurang memadai untuk diaplikasikan di lahan kering. Selain itu, pada tingkat kecepatan tersebut akan menyulitkan bagi operator untuk mengimbangi kecepatan maju traktor di lahan kering, karena kecepatan manusia berjalan pada umumnya berkisar antara 0,6 m/s – 0,7 m/s. Oleh sebab itu, diperlukan modifikasi roda besi untuk traktor tangan agar dapat beroperasi dengan lebih baik dilahan kering. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memodifikasi bentuk sirip roda besi untuk meningkatkan kemampuan traksi roda traktor tangan agar dapat diaplikasikan pada lahan kering. 2. Memodifikasi diameter roda besi untuk mereduksi kecepatan maju traktor tangan yang sesuai dengan kecepatan berjalan operator. 3. Melakukan uji kinerja 3 tipe roda besi (roda besi standar, roda besi sirip lengkung prototype industri, dan roda besi modifikasi) dengan menggunakan traktor tangan. 5