Latar Belakang Kebijakan moneter dalam perekonomian modern secara sederhana bertujuan untuk mengatur jumlah uang beredar ditangan masyarakat (pribadi atau unit bisnis) karena diyakini akan mempengaruhi aktifitas konsumsi dan tentu saja pergerakan harga-harga di pasar (inflasi). Oleh sebab itu, tidak heran sasaran akhir sebuah kebijakan moneter pada dasarnya memiliki sasaran akhir pada pencapaian satu tingkat harga yang kondusif bagi perekonomian. Oleh sebab uang memiliki harganya sendiri, maka untuk mempengaruhi besarnya uang beredar ditangan masyarakat, tentu saja sangat logis kebijakan moneter concern pada daya tarik pada harga uang melalui pembentukan tingkat suku bunga. Diketahui dalam perekonomian modern bunga telah menjadi harga dari sejumlah uang. Aktifitas keuangan seperti investasi, simpan pinjam, spekulasi dan segala aktifitas turunan yang terkait, menjadikan bunga sebagai harga rujukan dalam bertransaksi atas sejumlah uang. Merujuk pada kecenderungan sistem moneter dan bangunan moneter dalam Islam, maka perlu diketahui ruang gerak kebijakan moneter berikut instrumen yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran-sasaran kebijakan tersebut. General Equilibrium = Keseimbangan Pasar (Riil) P Q = a + bP S Pe Q = c – dP D Qe Ketiadaan bunga dalam perekonomian sebagai prakondisi wajib sistem keuangan menggunakan prinsip syariah, menyebabkan aktifitas ekonomi lebih terfokus pada aktifitas di riil sektor. Segala aktifitas ekonomi bermuara pada pasar ini, termasuk di dalamnya aktifitas investasi. Aktivitas investasi secara khusus menjadi sektor vital mendukung sektor riil, karena aktivitas investasi menjelaskan kondisi dunia usaha; banyaknya projek usaha, preferensi ikut berusaha, tinggi rendahnya ekspektasi Q keuntungan. Kuantitas barang pada posisi keseimbangan (Qe) di pasar riil merupakan kondisi agregat yang mencerminkan pendapatan nasional (pendekatan output; Q = f (Qm, Qp, Qw…), yang juga dapat dijelaskan menggunakan Y (pendekatan pengeluaran; Y = C + I + G + (X – M)) Relevansi Konsep IS - LM i Kosep IS-LM merupakan konsep umum yang menjadi landasan penerapan kebijakan moneter melalui instrumen bunga. M = kY - hi Ketidak-konsistenan peran bunga dalam konsep IS-LM, terlihat pada tidak jelasnya fungsi dan definisi bunga: LM i e IS Y = α (A – gi) Ye Y 1. Bunga sebagai harga yang ditentukan pasar atau sebagai instrumen kebijakan yang relatif dapat ditentukan nilainya. 2. Bunga pada pasar barang (I) lebih berperan sebagai credit rate, sedangkan bunga pada pasar moneter (Md) berperan sebagai saving rate. Padahal tidak pernah ada kondisi (credit rate = saving rate). 3. Bunga sebagai credit rate yang tinggi menghambat uang mengalir ke pasar barang (menciptakan barang & jasa), bunga sebagai saving rate yang tinggi mendorong uang menumpuk di sektor moneter (money creation & concentration). Kenyataan ini yang tidak mampu dijelaskan oleh konvensional Berkaitan dengan hal ini, Umer Chapra (1985) menegaskan tentang ketidak konsistenan teori moneter (Keynes) konvensional tentang konsep keseimbangan ekonomi khususnya yang berkaitan dengan bunga keseimbangan sebagai variable penentu pada keseimbangan tersebut. Beliau menyebutkan: “Moreover, the ‘equilibrium’ rate of interest is only a text book phenomenon. In reality an efficient ‘market clearing’ rate does not exist. Instead there is a theoretical amalgam of a host of long-term and short-term rates with sizeable differences and variations in their levels and without any clear conception of how this numerous rates can be combined into a single measure.” Pasar Investasi (Moneter Islam) πe Karena ketiadaan bunga yang mengakibatkan pasar keuangan dimana komoditinya adalah uang menjadi tidak relevan dan orientasi ekonomi pada pasar barang dan jasa (sektor riil), maka aktifitas investasi yang mendukung pasar barang dan jasa menjadi sangat penting perannya dalam ekonomi. Aktifitas investasi dalam perekonomian akhirnya disimpulkan adalah interaksi antara ketersediaan projek usaha (supply investasi) dan permintaan projek usaha (demand investasi). Is = Ip + Ig + Iso Id = kW + h(πe) πeq Kovensional I = Loanable Fund for Investment Islamic I = Business Project I Supply investasi secara umum diasumsikan muncul secara independen tanpa dipengaruhi besarnya ekspektasi keuntungan pada masa yang akan datang. Hal ini disebabkan projek usaha dapat saja diadakan karena faktor motivasi berusaha berapapun tingkat keuntungan pada masa yang akan datang (sepanjang usaha tetap hidup/memberikan penghidupan/tidak rugi), selain itu motivasi sosial dan kebutuhan masyarakat misalnya projek-projek usaha dari dana sosial atau pemerintah. Oleh sebab itu supply investasi digambarkan vertikal terhadap ekspektasi keuntungan. Sedangkan demand investasi yang datang kemudian, dimana ia ingin mengambil bagian keuantungan dari projekprojek usaha yang ada, tinggi rendahnya demand investasi tersebut sangat dipengaruhi secara positif oleh tinggi rendahnya ekspektasi keuntungan dari projek-projek usaha tersebut. Oleh sebab itu tergambar demand investasi bergerak positif terhadap kenaikan ekspektasi keuntungan. Dan akhirnya intersep/interaksi supply dan demand investasi akan membentuk ekspektasi keuntungan di pasar. Pasar Investasi (Konvensional) i Id Pendekatan demand-supply investasi konvensional adalah menggunakan pendekatan ketersediaan uang untuk investasi logika hubungan suku bunga dengan investasi; bunga tinggi bermakna harga pinjaman untuk investasi mahal sehingga penawaran investasi akan bertambah sedangkan permintaan investasi akan berkurang. Is ieq I Berbeda dengan definisi dan ruang lingkup investasi dalam Islam sebelumnya yang fokus pada demand supply projek usaha, Investasi di konvensional lebih bersifat investasi yang diidentikkan dengan transaksi, fluktuasi, demand-supply uang untuk investasi (asumsi). Seperti halnya konsep keseimbangan umum, pasar investasi ini tetap tidak mampu menjelaskan atau menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di perekonomian khususnya sektor riil . Misalnya fenomena rendahnya suku bunga tidak selalu menghidupkan sektor usaha riil , atau fenomena money concentration dimana penggelembungan sektor keuangan membuat timpang perekonomian. Pasar Investasi/projek usaha (Moneter Islam) Er Is1 Is2 Id1 Er2 Id2 Ere Er1 I Ketika perekonomian bergerak positif dimana pasar barang menunjukkan peningkatan demand, supply investasi akan meningkat (Is2) menunjukkan projek-projek usaha baru atau volume usaha yang ada bertambah. Pada saat kondisi tersebut menjadi info pasar dimana demand investasi tidak berubah, maka akan terbentuk ekspektasi keuntungan pasar yang lebih tinggi. Respon terhadap keadaan ini adalah meningkatnya demand investasi yang kemudian mengembalikan tingkat ekspektasi keuntungan pada tingkatan normal (equilibrium). Jika supply investasi tidak berubah, peningkatan demand investasi akan menekan tingkat ekspektasi keuntungan di pasar. Sehingga ekspektasi keuntungan dalam interaksi supply-demand investasi hanya berfungsi sebagai benchmark/indikator bagi investor yang terlibat dalam projek usaha yang ada. Bagaimana hubungan pasar investasi/projek usaha dengan pasar puncak yaitu pasar barang dan jasa? P S1 S2 Pe D1 er Is1 D2 Is2 Q Id1 Id2 ere I Ketika demand terhadap barang meningkat (D1-D2) dalam kondisi perekonomian normal, maka dalam jangka pendek harga akan meningkat dan ini memberikan ruang bagi peningkatan projek (termasuk volume) usaha (Is1-Is2). Peningkatan projek usaha tentu akan memberikan indikasi naiknya ekspektasi keuntungan dimasa yang akan datang. Hal ini membuat investor lain ingin turut serta dalam usaha yang ada, sehingga demand investasi bertambah (Id1Id2). Ekspektasi keuntungan meningkat berdasarkan informasi peningkatan harga akibat kenaikan demand, dimana peningkatan harga tersebut menaikkan penerimaan supplier/produsen (TR=PQ). Tentu saja implikasi yang jelas terlihat di pasar barang adalah peningkatan supply (S1-S2). Nah ruang naik-turunnya projek usaha inilah sebenarnya kebijakan “moneter” Islam dapat dilakukan. Ketika peningkatan demand masyarakat tak dapat direspon oleh dunia usaha akibat alasan tertentu, maka pemerintah dapat melakukan intervensi dengan membuka projekprojek usaha melalui beberapa instrumen seperti sertifikatsertifikat investasi berdasarkan projek-projek riil pemerintah, baik yang bersifat komersial maupun sosial; SUKUK. Kebijakan penyediaan sertifikat investasi berbasis projek usaha, secara teori akan mengendalikan harga di pasar barang dan jasa Penyediaan Uang Beredar Kurva penawaran uang yang vertikal bermakna, bahwa berapapun tingkat Er sejumlah Ms harus (tetap) tersedia. Dengan kata lain penyediaan uang beredar (Ms) tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya ekspektasi keuntungan (Er). Sementara itu, permintaan uang (Md) memiliki hubungan yang negatif terhadap Er. Maknanya semakin tinggi tingkat Er, maka semakin rendah preferensi untuk memegang uang. Disamping itu permintaan uang juga ditentukan oleh besar pendapatan (Y). Semakin besar pendapatan, maka akan semakin tinggi juga permintaan uang. er Ms1 Ms2 Ms=Mo ere Md=kY – h er Md1 Md 2 M Jika diasumsikan bahwa pergerakan Y merupakan refleksi dinamika atau pergerakan aktifitas ekonomi riil, maka pergerakan permintaan uang akan mencerminkan dinamika ekonomi riil. Dan pada gilirannya pergerakan inilah yang kemudian direspon oleh kebijakan penciptaan uang (Ms). Dari kurva keseimbangan uang beredar ini dapat disimpulkan juga bahwa aktifitas penciptaan uang (Ms) hanyalah sebuah kebijakan yang sifatnya responsif menyikapi perkembangan aktifitas ekonomi riil, dimana aktifitas ekonomi riil digambarkan oleh pergerakan kurva permintaan uang (Md). Selanjutnya interaksi penawaran dan permintaan uang akan membentuk tingkat ekspektasi keuntungan yang diyakini pergerakannya sama dan identik di pasar investasi. Pergerakan ekspektasi keuntungan baik di pasar investasi maupun di ”pasar” uang beredar , pada dasarnya mencerminkan pergerakan harga di sektor riil. Artinya peningkatan volume transaksi sektor riil di pasar barang dicerminkan juga oleh peningkatan penawaran investasi dan peningkatan permintaan uang. P S1 General Equilibrium; Muara dari semua aktifitas pasar tergambar dalam pasar barang dan jasa, dimana harganya (P) terbentuk akibat kekuatan permintaan dan penawaran (D = S) S2 Pe ∆Q er D1 D2 Q Is1 Is2 Id1 Is = Id Is = Ip + Ig + Iso Id = kW + g er Id2 ere ∆I er Ms1 Ms2 I ere ∆M Md1 Md2 M Ms = Md Ms = Mo Md = kY – h er Kesimpulan!!! ∆Q = ∆I = ∆M Kebijakan Moneter Terpadu P S1 S2 S2* Respon supply yang kecil dapat saja akibat faktor ekonomi atau non-ekonomi. Kedua faktor tersebut menyebabkan investasi atau uang beredar di sektor riil tidak pada tingkat yang sepatutnya (Is2* dan Ms2) P2 Pe D1 er Is1 Is2 Is2* D2 Q Id1 Id2 Id2* ere er Peningkatan demand (D1-D2) tidak memperoleh respon dari supply (S1-S2, sepatutnya S1-S2*) Ms1 Ms2* Ms2 I ere Md1 Md2* Md2 M Sangat dimungkinkan investasi tidak mampu meningkatkan supply akibat dananya lebih tersedot pada portfolio keuangan yang menjanjikan return yang tetap, cepat dan tidak berisiko. Dari sisi uang beredar uang mengalir (terkonsentrasi) kesektor keuangan (non-produktif). Implikasinya adalah ketimpangan sektor riil dan keuangan serta inflasi. Dari kemungkinan ini, kebijakan moneter berbasis sektor riil pada satu sisi tidak akan signifikan, karena ia tidak mampu menggerakkan tumbuhnya projek usaha akibat pemilik modal/uang memiliki pilihan lain dalam memanfaatkan uangnya. Sementara itu menggunakan analisa ini, kebijakan moneter berbasis bunga bahkan menjadi bagian yang yang mempertegas keberadaan atau memperkokoh portfolio keuangan yang akan menekan sektor riil. Atau bahkan berpengaruh sebaliknya dari yang diharapkan yaitu bukan menekan inlasi tapi malah mendorong terjadinya inflasi. Kebijakan Moneter Terpadu P S1 S2 S2* P2 Pe D1 er Is1 Is2 Is2* D2 Q Id1 Id2 Id2* ere er Ms1 Ms2* Ms2 I ere Md1 Md2* Md2 M Untuk menghindari kondisi ketimpangan sektor riil dan keuangan yang pada akhirnya tidak mampu mengatasi masalah inflasi sebagai sasaran sebuah kebijakan moneter, maka sebaiknya kebijakan moneter berbasis bunga merujukkan tingkat bunganya sesuai dengan apa yang menjadi riil rate of return di pasar barang (sektor riil), sehingga tidak terjadi kecenderungan mengalirnya (terkonsentrasinya) uang beredar ke sektor non-produktif yang kemudian menyebabkan inflasi. Dengan begitu, kebijakan tersebut akan mengembalikan dinamika inflasi berasal dari kekuatan/kecenderungan pasar (demand – supply), bukan berasal dari kecenderungan sistem. Pada sisi kebijakan moneter berbasis sektor riil, pengeluaran sertifikat investasi semisal SUKUK menjadi kebijakan yang lebih tepat digunakan dengan berbagai jenis variasi akad (jual-beli, sewa-beli dan bagi-hasil).