BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Protein dan Asam Amino Protein merupakan senyawa kimia yang tidak saja mengandung atom karbon seperti karbohidrat dan lemak yakni karbon, hidrogen, dan oksigen, namun juga mengandung atom nitrogen. Atom C, H, O dan N tersusun menjadi asam amino, yang membentuk rantai menjadi protein. Dua puluh asam amino berbeda telah diidentifikasi sebagai pembentuk protein. Sebagai sumber energi, protein setara dengan karbohidrat dengan memberikan 4kkal/g (Escallon dkk, 2007). Gambar 2.1. Jalur Metabolisme Protein (Bender, 2006) Asam amino digunakan sebagai bahan dasar untuk enzim, hormon, dan protein struktural. Sejumlah protein spesifik dapat disintesis oleh tiap sel tubuh. Sintesis ini memerlukan semua asam amino yang ada. Asam amino esensial harus 6 7 disuplai, atau rangka karbon dan gugus asam amino dari asam amino lainnya harus tersedia untuk proses transaminase (Escallon dkk, 2007). Tiap materi genetik sel (asam deoksiribonukleat atau DNA) mengatur sintesis proteinnya masing-masing. Fungsi DNA menjadi cetakan untuk sintesis berbagai bentuk asam ribonukleat (RNA), yang ikut dalam sintesis protein. Energi untuk sintesis ini disuplai oleh adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan sebuah nukleotida (Escallon dkk, 2007). Tubuh tidak menyimpan cadangan untuk asam amino bebas. Yang tidak ikut dalam sintesis protein maka akan dimetabolisme. Namun, terdapat sumber metabolik asam amino pada protein seluler yang dapat digunakan kapan saja bila diperlukan. Turnover konstan protein pada orang dewasa biasanya penting untuk mempertahankan sumber asam amino ini dan kemampuan untuk memenuhi permintaan asam amino oleh sel dan jaringan ketika distimulasi untuk membuat protein yang penting. Jaringan yang paling aktif untuk turnover protein adalah protein plasma, mukosa usus, pankreas, hepar, dan ginjal (Escallon dkk, 2007). Terdapat dua tipe asam amino dasar (Escallon dkk, 2007) : 1. Asam amino esensial yang dibuat di dalam tubuh berasal dari prekursor karbon dan nitrogen 2. Asam amino esensial yang tidak dapat disintesis dalam tubuh Sumber asam amino terbesar adalah berasal dari protein diet. Pada beberapa kondisi klinis, beberapa asam amino non esensial harus disuplai dari luar sehingga disebut juga sebagai asam amino kondisional yang mana dapat saja menjadi esensial pada kondisi-kondisi tertentu (Escallon dkk, 2007). 8 Asam amino esensial antara lain adalah histidin, isoleusin, leusin, lysin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan mungkin juga arginin (Escallon dkk, 2007). Gambar 2.2. Metabolisme Asam Amino (Anonim, 2015) Ketiadaan atau asupan asam amino esensial yang kurang adekuat akan menyebabkan imbang nitrogen negatif, berat badan turun, gangguan pertumbuhan pada bayi dan anak, dan berbagai gejala klinis lainnya seperti penurunan fungsi imunitas (Escallon dkk, 2007). Arginin bisa menjadi tidak tergantikan pada pasien yang kurang nutrisi, sepsis, atau sedang dalam masa pemulihan dari trauma atau pembedahan. Suplementasi arginin terkait dengan peningkatan penyembuhan luka, yang mungkin akibat peran arginin dalam meningkatkan sintesis kolagen. Suplementasi arginin juga menyokong fungsi imun pada manusia dan hewan. Namun karena ia merupakan prekursor nitric oxide maka harus diwaspadai akan risiko terjadinya overdosis (Escallon dkk, 2007). 9 Terdapat pendapat pula bahwa glutamin juga menjadi asam amino esensial kondisional pada pasien dengan sakit kritis. Setelah cedera, konsentrasi glutamin plasma dan intrasel menurun, kemungkinan akibat peningkatan uptake glutamin dari usus yang melebihi jumlah glutamin yang dilepaskan dari otot rangka (Escallon dkk, 2007). 2.2 Imbang Nitrogen Tinjauan tentang nitrogen sebenarnya telah ditelusuri oleh Cuthbertson sejak tahun 1930. Dalam beberapa seri penelitiannya bersama dengan rekan-rekannya, Cuthbertson menyelidiki tentang hubungan antara kehilangan nitrogen dengan derajat cedera, faktor imobilisasi, demam dan nutrisi, serta perubahan pada protein plasma, kalium, metabolisme fosfat, sumber-sumber nitrogen dalam tubuh, serta hasil dan metabolitnya pada urin, serta respon kerja hormon dan sistem saraf yang ditimbulkannya. Metode imbang nitrogen telah terbukti secara klinis bermanfaat dalam menilai terapi nutrisi untuk menentukan derajat katabolisme pada pasien bedah atau sakit kritis. Respon metabolik terhadap cedera merupakan serangkaian perubahan hormonal dan biokimiawi yang unik yang dicirikan dengan katabolisme protein dan perubahan kebutuhan energi, sesuai derajat cedera. Pemecahan cadangan protein endogen untuk menyediakan asam amino untuk perbaikan jaringan, penyembuhan luka dan petanda inflamasi dikatakan merupakan suatu respon adaptasi (Herridge, 2013). 10 Keseimbangan nitrogen nol terjadi ketika masukan sama dengan keluaran, yang membuktikan bahwa sumber protein tubuh berada dalam ekuilibrium. Diasumsikan bahwa individu berada dalam keseimbangan nitrogen bila nitrogen tidak disimpan untuk pertumbuhan atau perbaikan jaringan otot dan tidak hilang karena cedera atau kelaparan. Asumsi yang dibuat adalah bahwa siklus protein, yang digambarkan sebagai proses dinamis sintesis dan degradasi protein, berada dalam jumlah yang sama (Herridge, 2013). Masukan nitrogen dalam bentuk protein diet dapat ditemukan pada makanan, ASI, asam amino parenteral atau enteral. Jumlah nitrogen yang dimasukkan tergantung pada sumber utamanya karena protein mengandung berbagai campuran asam amino esensial dan nonesensial yang mengandung berbagai kandungan nitrogen yang berbeda tergantung dari struktur kimiawinya. Oleh sebab itu perhitungan jumlah asam amino yang terdapat dalam diet adalah penting untuk menentukan jumlah masukan nitrogen secara akurat (Herridge, 2013). Keluaran nitrogen terutama diukur dalam urin, sedangkan kehilangan lewat tinja biasanya dihitung untuk pasien yang dirawat di rumah sakit. Namun ekskresi nitrogen dari tubuh terjadi dalam berbagai bentuk antara lain hilangnya lewat integumen (seperti kulit, rambut, dan keringat), dan cairan tubuh (lewat gastrointestinal). Produksi nitrogen urin terjadi akibat deaminasi asam amino yang melepaskan amonia setelah detoksifikasi pada hepar lewat siklus urea, yang membentuk urea menjadi produk akhir yang larut air (Herridge, 2013). Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan keluar selama terjadi penggantian jaringan protein tubuh yang terjadi terus-menerus. Ketika asam amino sudah 11 dipecah, nitrogen dilepaskan. Nitrogen yang diekskresi paling banyak keluar dalam bentuk urea, meskipun sejumlah kecil juga terdapat pada feses, keringat, rambut, kulit dan kuku (Escallon dkk, 2007). Jumlah nitrogen yang seimbang dari makanan diperlukan untuk penggantian. Jika sejumlah nitrogen yang diekskresikan setara dengan jumlah yang didapat dari enteral atau parenteral, maka individu tersebut dikatakan berada dalam keseimbangan nitrogen. Perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke tubuh dalam bentuk protein dan jumlah yang keluar, menentukan status nitrogen dari seseorang (Escallon dkk, 2007). Imbang nitrogen = intake nitrogen – output nitrogen Karena sebagian besar protein mengandung sekitar 16% nitrogen, jumlah nitrogen yang berada dalam makanan dapat dihitung dengan membagi protein secara kimiawi tersebut dengan konstanta 6,25 (Escallon dkk, 2007). Imbang nitrogen adalah perbedaan antara masukan nitrogen dan jumlah nitrogen yang diekskresikan dari tubuh. Adapun studi akan imbang nitrogen dilakukan untuk mengevaluasi siklus protein. Dengan menghitung antara masukan dan keluaran tersebut, maka dapat dihitung tentang imbang nitrogen apakah hasilnya positif atau negatif (Escallon dkk, 2007). Seseorang berada dalam kondisi imbang nitrogen positif jika memiliki nitrogen lebih besar dibanding yang keluar. Pada kasus ini, jaringan protein yang baru disintesis, seperti pada anak-anak, orang hamil, menyusui, pembentukan otot atlet, dan penyembuhan dari pembedahan, cedera atau malnutrisi. Ketika masukan nitrogen lebih besar dibanding keluarannya, maka disebut imbangnya positif. 12 Biasanya hal ini terjadi pada pasien anak, pasien hamil, atlet atau dalam proses penyembuhan. Kebutuhan nutrisi pada pasien ini dapat diperkirakan dengan menghitung retensi protein yang diperlukan untuk membentuk jaringan baru sebagai tambahan dari perkiraan total protein yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi pemeliharaan tubuh. Pada penilaian imbang nitrogen pada pasien sakit, imbang nitrogen yang positif akan menandakan anabolisme yang dicirikan dengan penambahan berat badan seperti yang terlihat pada penambahan lemak dan massa otot sehingga berakibat peningkatan kekuatan (Herridge, 2013). Sebaliknya saat terjadi katabolisme, seperti pada pasien kritis atau stres, imbang nitrogen negatif di mana masukan nitrogen sangat sedikit dibanding keluarannya. Cadangan protein otot menjadi sangat penting untuk mendukung kebutuhan metabolisme tubuh dan berakibat pada imbang nitrogen negatif. Lebih penting lagi, ekskresi nitrogen pada pasien katabolik sangat berbeda seperti pada pasien trauma dan pasien bedah. Bila imbang nitrogen negatif ini terus terjadi akan mempengaruhi sistem organ pasien (Herridge, 2013). Pada imbang nitrogen negatif, sering terjadi proses katabolik seperti trauma, luka bakar, pembedahan, atau cedera yang menyebabkan kehilangan protein lebih banyak dibandingkan yang disimpan. Kurang kalori protein, program penurunan berat badan, stres emosional dan demam tinggi dicirikan mengalami imbang nitrogen negatif. Pasien bedridden juga mengalami kehilangan nitrogen lewat atrofi dari otot-ototnya. Pemecahan protein tubuh yang terjadi pada proses katabolisme ini dapat meningkatkan risiko komplikasi pascaoperasi antara lain 13 penurunan tekanan onkotik, peningkatan derajat efusi pleura, edema dinding usus dan asites. Pada keadaan imbang nitrogen negatif, akibat utamanya adalah peningkatan pemecahan protein tubuh untuk menyokong kebutuhan metabolik. Selama periode stres metabolik akut, cadangan protein mengalami proses katabolisme berakibat pada kehilangan nitrogen lewat urin. Peningkatan asam amino bebas digunakan oleh hepar untuk sintesis glukosa yang akan mengakibatkan peningkatan urea pada urin. Penelitian yang dilakukan oleh Marin et al ternyata memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan total nitrogen urin 3-4 kali lebih tinggi pada pasien yang puasa setelah pembedahan mayor sebagai akibat dari katabolisme jaringan (Herridge, 2013). 2.3 Kehilangan Nitrogen dalam Tubuh Rata-rata tubuh lelaki dewasa tersusun oleh nitrogen 2,6 %. Hampir 17% dari total berat badan adalah protein, yang dibagi seimbang antara ruang intrasel dan ekstrasel. Beberapa penyakit tertentu memiliki kebutuhan protein yang berbeda; masing-masing proses penyakit bervariasi dalam intensitasnya pada masingmasing pasien. Pada kondisi seperti demam, fraktur, luka bakar, pembedahan, dan trauma, protein tubuh hilang saat fase akut dari penyakit dan harus dikembalikan lagi saat pemulihan (Escallon dkk, 2007). Normalnya nitrogen berasal dari asam amino, produk katabolisme protein dieksresi dalam urin dan feses dan keluar lewat kulit. Tidak seperti energi yang dipertahankan dan disimpan menjadi trigliserida dan glikogen, protein dan asam amino tidak disimpan dalam tubuh. Sehingga kebutuhan protein atau nitrogen 14 sering diperkirakan dengan perhitungan kehilangan nitrogen harian dibandingkan mingguan. Bila protein berlebihan dicerna, asam amino yang tidak diperlukan dalam sintesis protein mengalami transaminase sehingga porsi non nitrogen dari molekul ini bisa menjadi sumber kalori, sebagai contoh piruvat yang diturunkan dari alanin. Nitrogen yang tidak diperlukan diubah menjadi urea dan diekskresikan dalam urin (Alpers dkk, 2008). Kebutuhan protein normal harian didasarkan pada perkiraan kehilangan N dan kebutuhan ekstra (berat dan kebutuhan ekstra untuk pertumbuhan dan kehamilan). Kehilangan nitrogen obligat tidak berubah karena jenis kelamin atau usia, dan kehilangan nitrogen urin bersifat proporsional dengan ukuran dan berat badan. Kehilangan total dari semua sumber adalah sekitar 2 mg nitrogen per kilokalori basal. Perkiraan nitrogen EAR (Estimated Average Requirement) pada pasien dewasa adalah 105 mg N/kg/hari, atau 0,66 g/kg/hari. Ini merupakan jumlah intake terendah untuk mencapai keseimbangan nol, dan tidak dipengaruhi oleh iklim, usia, jenis kelamin, atau sumber protein. Wanita memiliki kebutuhan N lebih rendah dibandingkan pria untuk per kilogram berat badan, namun memiliki persentase lemak tubuh lebih tinggi (28%) dibandingkan pria (15%). Tidak terdapat perbedaan kebutuhan protein berdasarkan jenis kelamin bila dihitung dengan lean body mass. Estimasi RDA (Recommended Daily Allowance) oleh DRI Committee didasarkan pada metaanalisis menurut Rand. Jumlah protein yang diperlukan untuk keseimbangan nol pada pasien dewasa mirip dengan yang diperlukan oleh pasien usia muda. Kehilangan nitrogen minimal per hari juga telah dihitung pada orang dewasa. Pada serial 11 penelitian yang diulas oleh 15 WHO, kehilangan nitrogen obligat adalah sekitar 53 mg per kg (kisaran : 46-69 mg per kg). Berdasarkan studi imbang jangka pendek dan jangka panjang, WHO mengajukan kebutuhan rerata sebesar 0,6 kg/hari untuk rujukan protein (sangat mudah dicerna, protein berkualitas tinggi seperti telur, daging, susu, atau ikan). Jika sekitar 25% lebih dari rerata tersebut digunakan untuk mencukupi 97% dari populasi, 0,6 x 1,25, atau 0,75 gram/kg/hari, merupakan nilai RDA pada tahun 1989 untuk pasien dewasa muda pria dan wanita, dan sesuai dengan rekomendasi saat ini yakni sekitar 0,8 gram/kg/hari (Alpers dkk, 2008). Kebutuhan protein paling tinggi adalah pada bayi dan remaja. Namun, protein tubuh total adalah paling rendah pada bayi, dan kehilangan obligat paling besar, sehingga defisiensi protein paling sering terjadi pada bayi. Prosedur penghitungan faktorial yang sudah dimodifikasi dipakai untuk menghitung kebutuhan protein pada bayi dan anak. Mulai dengan kebutuhan protein sekitar 1,1 gram/kg/hari untuk pemeliharaan, tambahan juga dibuat untuk pertumbuhan dan ditingkatkan sekitar 50% untuk variabilitasnya. Efisiensi penggunaannya adalah sekitar 70%, dan tambahan pengukuran sesuai pertumbuhan sudah ditambahkan untuk mempertahankan RDA bagi rata-rata diet protein. Estimasi lainnya dibutuhkan untuk mengubah gambaran yang berasal dari rujukan protein. Digestibilitas dari diet di Amerika Serikat diperkirakan adalah lebih dari 90%, bervariasi dari 95% untuk susu, daging, telur, selai kacang, dan gandum, 88% untuk beras pulen, sampai 86% untuk oatmeal, gandum utuh, jagung dan tepung kedelai, sampai 78% untuk kacang-kacangan (Alpers dkk, 2008). 16 2.3.1Kehilangan lewat urin Kehilangan protein terjadi pada nefrosis, penyakit ginjal kronik, dan kondisi hipermetabolisme dengan pemecahan jaringan. Kehilangan dari jaringan ini dapat dihitung dengan estimasi dari kehilangan nitrogen urin. Perkiraan nitrogen urea urin sebagai faktor tunggal pada kehilangan protein urin adalah penentu paling logis untuk kondisi hipermetabolik di mana protein tubuh terdegradasi menjadi urea. Kehilangan protein dapat diperkirakan dengan mengalikan kehilangan nitrogen nonprotein urin dengan 6,25. Ketika protein per se hilang lewat urin (misalnya nefrosis atau penyakit ginjal kronik), proteinnya sendiri dapat diukur. Kehilangan urea nitrogen lewat urin menjadi komponen lebih dari 80% dari nitrogen urin. Kreatinin, porfirin, dan komponen mengandung nitrogen lainnya juga terhitung dalam kurang dari 20% sisanya (Alpers dkk, 2008). Kehilangan nitrogen = [urea N urin (mg/dL) x volume urin harian (dL)] ÷ 0,8 Ekskresi nitrogen urin sangat terkait dengan BMR (Basal Metabolic Rate). Semakin besar massa otot tubuh, semakin besar jumlah kalori yang diperlukan untuk mempertahankannya. Begitu pula, laju transaminase akan lebih besar seiring dengan asam amino dan karbohidrat saling berhubungan untuk mencukupi kebutuhan energi. Sekitar 1-1,3 mg nitrogen urin diekskresi untuk tiap kilokalori yang diperlukan untuk metabolisme basal. Ekskresi nitrogen juga meningkat saat latihan dan kerja berat (Alpers dkk, 2008). Karena pengukuran pemecahan kalori dan kehilangan nitrogen lewat urin saling paralel satu dengan yang lainnya dan sangat terkait dengan derajat stres 17 yang dialami pasien, sehingga hal ini dapat digunakan untuk tujuan klasifikasi (Alpers dkk, 2008). 2.3.2Kehilangan lewat cairan tubuh Kehilangan lewat nasogastrik atau lewat fistula dapat dihitung dan ditambahkan pada kehilangan protein harian untuk memperkirakan kehilangan protein total dengan lebih tepat, khususnya bila volume drainasenya besar (Alpers dkk, 2008). 2.3.3Kehilangan lewat traktus gastrointestinal, kulit atau paru Nitrogen bisa hilang lewat organ dengan permukaan epitel yang luas. Organorgan ini antara lain usus, kulit, dan paru. Sejumlah kecil pengamatan telah dilakukan pada pasien yang mengalami peyakit pada organ-organ tersebut. Karena kehilangannya sangat bervariasi, tidak ada formula khusus yang dapat dibuat untuk menghitungnya. Kehilangan lewat usus adalah yang paling besar terutama bila terkait dengan penurunan kemampuan mencerna atau peningkatan kehilangan protein lewat lumen. Karena usus halus memiliki permukaan terbesar dan laju kehilangan normal paling tinggi dari semua organ enteral (sekitar 50 gram protein per hari), penyakit pada usus halus memiliki potensi kehilangan protein tubuh yang paling besar. Enteropati yang menyebabkan kehilangan protein ini bisa saja tidak disertai gejala khusus (Alpers dkk, 2008). Kehilangan lewat feses dan kulit merupakan komponen proporsi nitrogen yang konstan pada tubuh normal, namun akan terdapat perbedaan yang bermakna pada pasien dengan penyakit berat. Pengukuran kehilangan nitrogen urin saja tidak dapat memberikan prediksi yang terpercaya saat diperlukan. Kehilangan 18 lewat feses merupakan konsekuensi dari pencernaan dan absorpsi yang tidak efisien dari protein (efisiensi 93%). Sebagai tambahan, traktus intestinalis akan mensekresi protein ke dalam lumen dari saliva, cairan lambung, enzim pankreas, dan enterosit. Sumber-sumber ini berkontribusi secara berurutan sebanyak 3,5,1,8, dan 50 gram dari kebutuhan protein harian yang disekresi ke dalam lumen usus (Alpers dkk, 2008). Kehilangan nitrogen total (N) terdiri dari yang berasal dari urin, feses, dan kulit. Nitrogen feses berkisar antara 1-2 gram per hari saat tidak adanya diare. Kehilangan lewat kulit berkisar antara 0,3 per hari. Total kehilangan lewat feses dan kulit dapat diperkirakan sekitar 2 gram per hari. Total kehilangan N (Gram/hari) = N urine + N tinja + N kulit ᴝ N urin + 2 Ketika kehilangan lewat feses diukur, estimasi kehilangan nitrogen 1 gram/ hari digunakan untuk menutupi kulit dan kompartemen lainnya (Alpers dkk, 2008). Gambar 2.3. Alur Kehilangan Protein Tubuh (Anonim (2), 2015) 19 2.4 Metode Analisis Imbang Nitrogen Imbang nitrogen dapat ditentukan lewat nitrogen urin total atau analisis urin urea nitrogen. Total nitrogen urin terdiri dari nitrogen dari urea, amonia, kreatin, kreatinin, asam urat, dan asam amino bebas dan terikat. Dapat langsung diukur dengan teknik Kjeldahl klasik atau analisis pyro-chemiluminescence. Baik kedua metode ini bersifat sensitif dan spesifik dalam memberikan perkiraan yang tepat untuk senyawa nitrogen dalam urin (Herridge, 2013). 2.4.1Teknik Kjeldahl Teknik Kjeldahl untuk menentukan nitrogen urin total telah banyak digunakan pada orang dewasa dan anak-anak, baik pada pasien sehat maupun sakit. Pengukuran total nitrogen urin juga dipilih untuk menentukan imbang nitrogen pada pasien sakit kritis karena terdapat korelasi yang rendah antara hilangnya nitrogen dari urea dengan yang dari amonia (Herridge, 2013). Sejak tahun 1883, metode ini telah melalui beberapa modifikasi namun secara umum tiga tahap penentuan sampelnya adalah sebagai berikut : 1. Menelan sampel dengan asam sulfur yang dapat menutupi sulfat 2. Pemisahan amonia dari saluran cerna lewat distilasi, dan 3. Penentuan amonia (Herridge, 2013). 2.4.2Metode Urin Urea Nitrogen Analisis urin urea nitrogen lebih mudah dilakukan dibanding teknik Kjeldahl namun urin urea nitrogen lebih rendah akurasinya dibandingkan total nitrogen urin. Pada metode ini, konstituen nitrogen non-urea seperti amonia, kreatin, kreatinin, asam urat, asam amino bebas dan terikat tidak diperhitungkan, sedangkan dipakai faktor koreksi untuk menghitung kehilangan nitrogen dari 20 sumber lainnya (seperti kulit dan tinja). Metode urin urea nitrogen adalah marker pengganti untuk total nitrogen urin dengan anggapan bahwa 80-90% bentuk nitrogen adalah dalam bentuk urea. Metode prediktif yang dipakai untuk mengukur imbang nitrogen lewat urin urea nitrogen telah diambil dari beberapa grup berbeda termasuk orang dewasa sehat atau pasien rawat inap dengan berbagai derajat penyakit termasuk penyembuhan dari pembedahan, luka bakar atau trauma lainnya. Persamaan urin urea nitrogen ini baru digunakan untuk menentukan imbang nitrogen bila tidak tersedia atau tidak dapat dilaksanakannya metode total nitrogen urin (Herridge, 2013). Analisis urin urea nitrogen dapat dilakukan di berbagai tempat dengan menggunakan pemeriksaan blood urea nitrogen. Berbagai metode perhitungan urin urea nitrogen telah dilakukan untuk secara akurat menghitung imbang nitrogen. Formula urin urea nitrogen sering digunakan pada pasien dewasa, dengan memakai faktor koreksi 2-4 g, dengan memasukkan semua sumber nitrogen (seperti kehilangan lewat tinja, kulit, serta bentuk non urea dan kehilangan lainnya (Herridge, 2013). Imbang nitrogen : g/d=(intake protein g/d÷6,25 g/d)–(UUN g/d+2 sampai 4 g) Terdapat pernyataan dari beberapa ahli bahan perhitungan urin urea nitrogen ternyata menyebabkan underestimasi kehilangan nitrogen total pada pembedahan dan trauma pasien dewasa yang mengalami katabolisme besar-besaran. Konstantinides et al menstratifikasikan pasien trauma dan pembedahan menjadi empat kategori stres, di mana diteliti total 315 penilaian imbang nitrogen. Ditemukan bahwa UUN mewakili rerata 80 ± 12% dari TUN. Lebih lanjut lagi 21 kisaran UUN bervariasi antara 12 sampai 112% dari TUN yang dilaporkan. Disimpulkan bahwa TUN aktual dibanding UUN merupakan metode yang lebih baik untuk mengukur imbang nitrogen pada stres dan faktor koreksi 1,25 tidak secara konsisten dihitung sebagai konstituen total nitrogen non urea (Herridge, 2013). 2.5 Rasio Kalori-Protein Nitrogen yang dicerna sebagai asam amino tanpa adanya sumber energi lainnya tidak secara efisien diinkorporasi menjadi protein karena energi yang dikonsumsi saat hilangnya panas selama metabolisme (efek termal) khususnya tinggi untuk protein. Lebih jauh lagi, inkorporasi asam amino menjadi peptida memerlukan tiga ikatan fosfat berenergi tinggi, sehingga tiap 10 kkal digunakan untuk tiap molekul yang diturunkan dari hidrolisis ATP. Tiap kelebihan energi dari makanan yang melebihi kebutuhan dasar akan meningkatkan efisiensi nitrogen. Untuk mencapai imbang nitrogen positif ketika intake protein tidak adekuat, diperlukan imbang energi positif sekitar 2 kkal/kg/hari. Dengan kata lain, ketika intake energinya terbatas, imbang nitrogennya negatif, meskipun ketika intake protein tampaknya tidak berlebihan. Jumlah yang tepat dari kalori tambahan diperlukan untuk menghasilkan imbang nitrogen positif tergantung dari sejumlah besar faktor, termasuk simpanan energi tubuh, massa protein tubuh, dan rasio energi dengan sumber protein dalam makanan. Untuk memastikan imbang nitrogen positif pada pasien yang terdeplesi, disarankan untuk menyediakan 22 jumlah kalori yang mendekati estimasi kebutuhan energi. Kalori berlebihan bisa saja tidak menyebabkan peningkatan pada lean body mass (Alpers dkk, 2008). Gambar 2.4. Katabolisme Protein menjadi Nitrogen (Boumphrey, 2009) Kebutuhan nitrogen sangat dipengaruhi oleh hubungan antara kalori dan protein. Penggantian adekuat dari kehilangan protein selama periode pemulihan adalah sangat penting dalam situasi ini. Pada pasien dengan kondisi hipermetabolik, asupan protein sering ditentukan oleh dasar rasio energi nitrogen. Rasio ini berasal dari total kalori yang diberikan dibagi dengan kandungan nitrogen yang diberikan. Formula berikut ini digunakan untuk menentukan rasio energi nitrogen (Escallon dkk, 2007) : Rasio Energi : Nitrogen Kkal (total kalori yang diberikan) N [kandungan nitrogen (g)] Sedangkan kandungan nitrogen = kandungan protein (g) 6.25 23 Prinsip rasio kalori nitrogen dapat diterapkan pada populasi orang sehat juga. Organisasi kesehatan dunia seperti WHO merekomendasikan 0,75 gram protein berkualitas tinggi perkilogram berat badan per hari. Rasio tersebut diperlukan untuk memastikan kembalinya protein tubuh. Diet tinggi protein tidak akan berakibat pada imbang nitrogen positif, mencerna sejumlah besar protein tanpa asupan kalori yang cukup akan berakibat pada pemakaian protein sebagai sumber energi (Escallon dkk, 2007). Rasio yang aman (energi protein terhadap energi total) yang membuat anak terhindar dari malnutrisi kalori-protein adalah sekitar 1:20 yakni untuk tiap kilokalori yang disediakan oleh protein, 19 kkal dari energi nonprotein diperlukan untuk mencegah malnutrisi kalori protein pada anak. Tiap 1 gram protein memberikan 4 kkal energi, sehingga 4x19 atau 76 kkal dari energi nonprotein diperlukan untuk per gram protein selama periode tumbuh kembang pada anak. Ketika protein ternyata dalam jumlah yang berlebihan, meskipun ketika kalori nonprotein terbatas, beberapa dari protein tersebut diubah menjadi energi yang dapat dimetabolisme, dan rasio 1:20 tidak diperlukan (Alpers dkk, 2008). Perkiraan kebutuhan energi-protein untuk individu dengan berat badan 70 kg normal yang menjalani rawat jalan adalah sekitar 50 kkal dari sumber nonprotein per gram protein, atau sekitar 300 kkal per gram nitrogen. Rasio yang tinggi ini biasanya tidak tercapai dengan nutrisi parenteral karena intake kalori terbatas oleh volume cairan lewat infus. Oleh sebab itu, gambaran nutrisi parenteral yang disarankan adalah sekitar 25-30 kkal dari sumber nonprotein per gram protein, atau 150-180 kkal per gram nitrogen. Gambaran ini, sebaiknya tidak digunakan 24 menggantikan kebutuhan energi dan protein secara independen. Terutama pada pasien sakit, kebutuhan energi dan protein dapat terbagi-bagi. Rasio kalori-protein sangat penting hanya ketika mereka menjadi penanda saat dibutuhkan kalori seiring dengan penggantian protein (Alpers dkk, 2008). Gambar 2.5. Jalur Glukoneogenesis (Basith, 2015) 25 2.6 Estimasi Protein pada Orang Sakit Kehilangan protein saat sakit bisa sangat besar, Sebagai contoh, atrofi otot setelah 24-48 jam tirah baring dapat menyebabkan kehilangan 300 gram protein tubuh. Oleh sebab ini dapat ditambahkan efek khusus penyakit seperti 400 gram protein tubuh setelah gastrektomi, 700 gram hilang pada fraktur femur, dan 1200 gram hilang pada luka bakar 35% (Escallon dkk, 2007). Kehilangan protein tubuh dapat terjadi dengan peningkatan metabolisme yang dicirikan dengan fase flow pada pemulihan dari cedera. Pada fase flow yang terjadi pada 24-48 jam setelah cedera, suhu tubuh, respirasi, level denyut dan gula darah meningkat. Selama fase ini, pemecahan energi dan kehilangan nitrogen saling berkaitan dan secara kasar berkaitan dengan derajat cedera atau infeksi. Basal metabolic rate pada pasien yang mengalami trauma mayor dapat meningkat sekitar 50% atau lebih. Serupa di sisi lain, derajat cedera dari cedera atau infeksi sangat erat dengan jumlah nitrogen yang diekskresikan. Keseimbangan nitrogen yang abnormal bisa terjadi akibat penurunan sintesis protein, peningkatan degradasi protein atau kombinasi dari keduanya (Escallon dkk, 2007). Respon katabolisme selama fase flow dimulai setelah 3-7 hari setelah kejadian. Menurut Moore, respon katabolik awal terhadap cedera akan memperlihatkan fase pertama dari fase flow, yang akan memberikan jalan pada fase kedua yang dicirikan dengan penurunan ekskresi nitrogen, kemudian fase ketiga anabolisme yakni pemulihan dan terakhir pemulihan jaringan ikat pada fase keempat (Escallon dkk, 2007). 26 Gambar 2.6. Fase Metabolik Trauma (Pineda, 2015) Respon metabolik seseorang sangat tergantung dari kodisi kesehatannya sebelumnya, derajat infeksi, atau tipe prosedur pembedahan yang diperlukan, dan tipe serta derajat komplikasi. Pemulihan juga tergantung pada status nutrisi individu. Karena pemecahan kalori dan ekskresi nitrogen sama-sama dipengaruhi oleh stres, baik intake kalori dan kandungan nitrogen dari terapi diet atau nutrisi harus diperhatikan dengan seksama (Escallon dkk, 2007). Pada beberapa penyakit, intake protein harus dibatasi. Sebagai contoh, pada gagal hepar akut, intake protein harus dibatasi untuk menghindari koma hepatikum. Pada uremia, kemampuan untuk mengekskresikan bahan pemecahan nitrogen terbatas. Meskipun intake protein dibatasi, jumlah yang cukup harus tetap diberikan untuk menghindari penurunan jaringan protein (Escallon dkk, 2007). 27 Pada gagal ginjal akut, pasien tidak saja mengalami uremia, asidosis metabolik dan keseimbangan elektrolit, namun dapat mengalami infeksi atau kerusakan jaringan yang meningkatkan kebutuhan protein. Sejumlah protein yang harus diberikan harus seimbang dengan kebutuhan katabolisme pasien yang tinggi disertai ketidakmampuannya mengekskresikan cairan, elektrolit dan pelarut yang justru perlu terjadi dalam pengobatan penyakitnya (Escallon dkk, 2007). Luka bakar secara dramatis sangat menggambarkan perubahan metabolik potensial dan peningkatan ekskresi nitrogen terkait dengan stres. Kurang lebih setelah 10 hari pasien pasca luka bakar, metabolisme saat istirahat mungkin meningkat sebesar 50% dan bahkan sampai 75%. Ekskresi nitrogen bisa sampai berlipat tiga dari sekitar 10 gram/hari menjadi lebih dari 28 gram/hari. Sebaliknya, pasien dengan tulang yang patah akan mengalami puncak laju metabolisme sebesar 20% saat hari kesepuluh, dan hanya peningkatan dua kali lipat dalam ekskresi nitrogen. Stres akibat starvasi total atau parsial akan menurunkan baik laju metabolisme dan ekskresi nitrogen (Alpers dkk, 2008). Adapun koefisien kebutuhan protein dari masing-masing penyakit pasien adalah berbeda-beda namun dapat dirangkum dalam suatu tabel berikut ini : 28 Tabel 2.1. Kebutuhan Protein Tubuh pada Berbagai Kondisi (Anonim (3), 2015) Sebagai contoh, terdapat kehilangan nitrogen kurang dari 5 gram nitrogen urea sehari yang terjadi pada pasien dengan infeksi yang berakibat pada suhu 37̊C. Stres ringan dapat saja tidak meyebabkan peningkatan basal metabolic rate yang nyata. Sebaliknya derajat katabolisme pasien dengan luka bakar luas dapat terjadi sangat berat (Alpers dkk, 2008). 29 Kehilangan protein obligat pada tubuh (25-40 gram per hari) mewakili sebagian kecil fraksi dari total protein yang disintesis oleh tubuh, yang diperkirakan sekitar 285-340 gram per hari. Oleh sebab itu, sintesis protein dapat menurun lebih banyak dibanding dengan yang terdapat pada kehilangan harian tadi. Lebih jauh lagi, kehilangan protein normal dari kulit dan traktus gastrointestinal hanya merupakan fraksi yang secara potensial hilang. Rerata kehilangan normal melalui traktus gastrointestinal adalah sekitar 1,7 gram nitrogen kali 6,25, atau 10,6 gram protein, yang dapat diabsorpsi kembali lewat usus besar. Nilai 6,25 biasanya digunakan untuk mengubah nilai nitrogen menjadi gram protein karena faktor ini merupakan faktor untuk protein berkualitas tinggi yang didapat pada daging, ikan, telur, dan jagung serta kacang-kacangan. Faktor yang lebih rendah (5,2-5,8) digunakan untuk sumber protein nabati dan nilai yang lebih tinggi (6,4) untuk sumber yang berasal dari produk susu (Alpers dkk, 2008). Kehilangan nitrogen biasanya tidak dapat dihitung dalam kondisi klinis. Untuk pasien rawat inap dewasa yang sehat dan menerima protein berkualitas tinggi secara intravena, kebutuhan basal dapat diperkirakan sebesar 0,4-0,6 gram per kg. Untuk pasien rawat jalan yang mengkonsumsi diet standar dari berbagai jenis kualitas protein, kebutuhan basalnya harus sekitar 0,75 gram per kg (Alpers dkk, 2008).