Azotobacter Azotobacter Sebagai Bakteri Pengambat N2 yang Non Simbiosis Apa itu penambatan nitrogen ? Penambatan nitrogen merupakan proses yang menyebabkan nitrogen bebas digabungkan secara kimia dengan unsur lain (Wedhastri, 2002). Perlu kita ketahui, bahwa jumlah nitrogen di atmosfer lebih dari 80%. Bahkan dengan satuan luas satu acre (0,46 ha) diperkirakan tanah mengandung kurang lebih 30.000 ton nitrogen bebas (Jeneng, 1998). Dengan banyaknya jumlah nitrogen seperti tidak ada tumbuhan eukaryotik yang mampu menggunakan secara langsung sehingga nitrogen harus berikatan dengan unsur lain seperti halnya hidrogen sehingga akan membentuk persenyawaan. Dan untuk mengikat nitrogen tentu saja adanya campur tangan jasad mikro penambat nitrogen. Ada dua jenis jasad mikro yaitu nonsimbiotik dan simbiotik. Namun dalam hal ini kita akan lebih mendalami tentang jenis jasad mikro yang nonsimbiotik. Bakteri yang dapat mengikat nitrogen nonsimbiotik adalah bakteri Azotobacter. Azotobacter merupakan bakteri gram-negatif aerob nonsimbiotik yang berfungsi sebagai pengikat N bebas sehingga bakteri ini mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah dalam meningkatkan kesuburan tanah (Supriyadi,2009). Azotobacter memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Ukuran bakteri Azotobacter ini berkisar dari 2-10x1-2,5. Bentuk sel Azotobacter biasanya berbentuk batang pendek, batang, dan oval serta bentuk yang lain yang bermacam-macam. Dengan bentuk sel yang bermacam-macam seperti ini, bakteri Azotobacter dikenal sebagai dengan bentuk sel pleomorfik. Menurut (Hans, 1994) ada beberapa jenis bakteri Azotobacter penting, diantaranya A.Chroococcum, A.agilis, A.paspali dan A.vinelandii. Untuk dapat menemukannya bakteri Azotobacter ini dapat kita temukan pada tempat dengan jenis tanah yang netral sampai dengan tanah yang basa, air dan beberapa tanaman. Di habitat tanah biasanya banyak ditemukan spepise A. Chroococcum. Untuk pertumbuhannya Azotobacter biasanya menggunakan gula, asam organik, dan asam lemak. Ternyata dengan kemampuannya menambat nitrogen, bakteri Azotobacter ini dikenal sebagai agen penambat nitrogen yang mengkonversi dinitrogen (N 2) ke dalam bentuk amonium (NH3) melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen. Dan dalam kemampuannya menambat nitrogen bakteri Azotobacter termasuk bakteri yang dapat menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurut (Hans, 1995) bakteri Azotobacter mampu menambat kurang lebih 20 mg nitrogen/g gula. Ketika menambat nitrogen ada enzim yang bertanggung jawab yaitu nitrogenase. Bakteri Azotobacter memiliki struktur nitrogenase yang unik, mengapa unik karena pada Azotobacter memiliki struktur nitrogenase yang terdiri dari 3 kompleks protein, yaitu nitrogenase I (Molybdenum nitrogenase), nitrogenase II (Vanidium nitrogenase), dan nitrogenase III (Ferrum nitrogenase) (Tjahjadi,2007). Padahal pada umumnya bakteri itu memiliki struktur nitrogenase yang terdiri 2 kompleks protein. Maka dari itu Azotobacter dikatakan unik pada struktur nitrogenasenya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bakteri Azotobacter dalam penambatan nitrogen adalah faktor lingkungan, terutama ciri kimia dan fisika habitatnya. Faktor-faktor tersebut meliputi ketersediaan senyawa nitrogen, kesediaan nutrien anorganik, pH, dan suhu. Reaksi tambatan nitrogen sebagai berikut (Tjahjadi, 2007) : 4e- + 0,5 N2 + 4 H+ 8 ATP NH3 + 0,5 H2 + 8 ADP + 8Pi Azotobacter adalah mikroba yang melakukan tambatan nitrogen secara aerob. Azotobacter melindungi nitrgenasenya dari serangan oksigen dengan cara mempercepat respirasi aerob, sehingga kadar oksigen sitoplasma menjadi rendah. Peranan Azotobacter Bagi Tanah Dalam Fiksasi Nitrogen Azotobacter adalah species rizhobacteri yang telah dikenal sebagai agen biologis pemfiksasi nitrogen yang mengkonversi dinitrogen (N2) ke amonium (NH3) melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen. Unsur hara yang membatasi produktivitas tanaman adalah nitrogen sehingga pupuk nitrogen selalu ditambahkan sebagai input dalam produksi tanaman. Untuk menghindari penurunan kesehatan tanaman akibat adanya input bahan kimia diperlukan input biologis berupa rizhobakteri. Penambahan atau inokulasi Azotobacter dengan tujuan untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah sudah sering dilakukan namun dengan hasil yang bervariasi, bahkan kadang - kadang tidak meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut sangatlah logis mengingat kontribusi rizhobakteri hidup bebas terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/ tahun yang jauh lebih rendah dari pada kontribusi bakteri pemfiksasi nitrogen yang bersimbiosis yang mencapai 24-584 kg N/ha/tahun (Shantharam & Mat too 1997) . Namun demikian, upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus produktivitas tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan, karena rizhobakteri ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui produksi fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu input rizhobakteri dalam suatu sistem pertanian sejalan dalam konsep Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) yang penting diupayakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon (carbon sequest ration) sehingga karbon berada dalam bentuk yang lebih stabil (Murdiyarso 2003). Fiksasi Nitrogen Biologis Salah satu inokulan bakteri yang penting untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah dan peningkatan hasil adalah Azotobacter . Kemampuan Azotobacter dalam memfikasasi N2 telah diketahui pertama kali oleh Beijer inck pada tahun 1901. Namun demikian peningkatan hasil ini tidak konsisten jika dibandingkan dengan rendahnya kapasitas fiksasi bakteri pemfiksasi nitrogen non simbisois. Karena itu diduga terdapat faktor lain yang berperan dalam pengendalian pertumbuhan tanaman seperti produksi fitohormon, pemutusan siklus hama dan penyakit melalui perubahan karakteristik mikroba, fisik, atau kimia tanah, atau melalui peningkatan aktifitas makrofauna tanah seperti cacing tanah (Peoples et al, 1995) . Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk pertumbuhan tanaman yang telah menurun akibat pemupukan anorganik yang terus menerus. Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizhobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum (Abbass & Okon 1993a; Abbass & Okon 1993,b; Hindersah et al, 2000; Hindersah et al, 2003a) maupun sayuran (Hindersah & Set iawat i 1997; Hindersah et al, 2003b) . Dengan demikian akan terjadi sistem asosiatif yang intensif seperti yang diperlihatkan strain Azotobacter dan Herbaspirillium dengan tebu dan Azospirillium dengan gandum (Kennedy et al, 1997) . Asosiasi ini dirasakan penting mengingat nitrogen adalah unsur hara makro esensial dan dilain pihak produksi tanaman di Indonesia akan tergantung dari input nitrogen karena pada umumnya tanah di Indonesia hanya mengandung sedikit nitrogen. Pupuk nitrogen akan tetap berperan penting dalam peningkatan produksi tanaman, namun demikian penggunaannya harus diatur untuk menjamin produktifitas, stabilitas, dan keberlanjutan ekosistem pertanian. Oleh karena itu inokulasi rizhobakteri Azotobacter selayaknya dijadikan salah satu faktor dari managemen nitrogen dalam suatu sistem tanam sehingga akan bersifat sinergis dengan input nitrogen lainnya seperti pupuk dan bahan organik yang selanjutnya dapat menjamin kesehatan tanah. Azotobacter sang bakteri Nitrogen Bakteri merupakan organisme yang telah dikenal memiliki sejuta manfaat, salah satunya adalah sang bakteri Nitrogen; Azotobacter. Apa saja manfaat dari sang bakteri anggota family Pseudomonadaceae ini ? Biar lebih Ilmiah, kita tidak akan sebutkan dari teori, tapi dari hasil penelitian - penelitian yaitu sebagai berikut : Bakteri Azotobacter adalah spesies rizhobakteri yang dikenal sebagai agen penambat nitrogen yang mengkonversi dinitrogen (N 2) kedalam bentuk ammonium (NH 3), yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10-20 mg N/g gula (Wedhastri,2002). Azotobacter diketahui pula mampu mensintesis substansi yang secara biologis aktif dapat meningkatkan perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, Fitohormon; Asam Indol Asetat (IAA = Indol Acetat Acid = Auksin) , Giberelin dan Sitokinin (Wedhastri,2002; Ahmad et al., 2005; Husen, 2003; Adiwiganda et al., 2006). Selain itu Azotobacter juga memiliki kemampuan dalam metabolisme senyawa fenol, halogen, hidrokarbon, dan juga berbagai jenis pestisida (Munir, 2006). Bakteri Azotobacter yang diaplikasikan pada tanah pertanian akan terus mempersubur tanah karena bakteri tersebut akan semakin banyak jumlahnya didalam tanah dan terus bekerja memfiksasi nitrogen, dan menaikkan biomassa tanaman pertanian (Hindersah & Simarmata, 2004). Jika ditambahkan pada limbah ubi kayu, dapat meningkatkan kandungan protein limbah ubi kayu tersebut (Belewu & Musa, 2003). Dan jika ditambahkan pada medium tumbuh alga Chlorella, dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan alga tersebut karena medium cair tempat tumbuhnya tersebut menjadi kaya nitrogen (Nahdiah, 2006). Jika Azotobacter di aplikasikan pada proses composting (pengomposan), kadar rata - rata Nitrogen dari kompos yang dihasilkan berkisar antara 0,72 - 1,74 %. Jauh melebihi Standar SNI yang mengsyaratkan bahwa kompos berkualitas haruslah memiliki kandungan Nitrogen minimal 0,40 %. Pada sampel K5, dimana merupakan sampel yang diberi Azotobacter paling banyak, ternyata memiliki kandungan Nitrogen SANGAT TINGGI (1,74%).Berdasarkan analisis statistik, taraf signifikansi kadar nitrogen dari uji Anova satu arah lebih kecil dari taraf signifikansi alpha (sig 0,047 < sig alpha 0,05) pada taraf nyata 5 %. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata dari penambahan inokulum Azotobacter terhadap kadar Nitrogen kompos organik. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata dari penambahan inokulum Azotobacter terhadap kadar Nitrogen kompos organik. Komposting : Proses Biokimiawi yang Kompleks Menurut Stoffella et al.* (2000), secara spesifik reaksi yang terjadi selama proses pengomposan adalah sebagai berikut: o Material organik + O2 + Mikroba aerobik => CO2 + NH3 + Hasil + Energi o Material organik + Mikroba anaerobik => CO2 + NH3 + Hasil + Energi + H2S + CH4 Gula, protein, dan pati merupakan unsur tumbuhan yang paling mudah diuraikan mikroorganisme. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur - angsur mengalami penurunan. Hemiselulosa, selulosa dan lemak berturut-turut diuraikan berikutnya, sedangkan lignin, resin, lilin, pektin dan alkaloid merupakan unsur tumbuhan yang paling akhir terurai. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan yang telah dilakukan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan antara 50-80 %. Setelah matang, maka kompos siap untuk dimanfaatkan. Komposting: merubah Masalah menjadi Manfaat Teknik Pengomposan (composting) merupakan alternatif yang tepat untuk mereduksi volume sampah organik dan memanfaatkannya sebagai pupuk tanaman. Selain itu, pengomposan juga dapat meminimalisasi efek negatif yang ditimbulkan sampah dengan membuatnya menjadi lebih bermanfaat secara ekologis maupun finansial. Dari gambar dapat dilihat, bahwa sampah organik yang dianggap MASALAH dapat diolah menjadi kompos melalui proses komposting menjadi produk yang memiliki banyak MANFAAT. Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Kompos memiliki kandungan nutrisi yang banyak, tetapi walaupun begitu kompos tak memiliki kandungan Nitrogen yang cukup. Oleh karena itu disinilah perlunya pengaplikasian bakteri penambat N dalam proses composting seperti Azotobacter sp. Referensi : http://shailamauludia.blogspot.com/2013/12/azotobacter-sebagai-bakteripengambat.html http://duniahayati.blogspot.com/search/label/Riset%20Kompos%20Azotobacter http://Pertanian Modern.com (Reginawant i Hindersah, Tualar Simarmata)