6 BAB II IDENTIFIKASI KESULITAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISWA DALAM MEMPELAJARI KONSEP SISTEM HORMON A. Belajar Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne (Dahar, 1996: 11) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Banyak batasan yang digunakan untuk menjelaskan tentang belajar, namun dapat disarikan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku hasil belajar pada diri individu, atau belajar diartikan sebagai perubahan konsepsi dan kebiasaan berpikir siswa. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara dirinya dengan individu lain atau dengan lingkungannya (Rustaman, et al. 2003: 5). Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar 7 anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar (Djamarah, 2002: 45). Dalam proses belajar guru tidak hanya mempuyai tugas, tetapi juga mempunyai peran dan dituntut kompetensinya dalam proses belajar mengajar (Rustaman, et al. 2003: 5). Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mengandung interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, et al. 2003: 4). Kegiatan belajar mengajar adalah inti dari kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya (Djamarah, 2002: 52). Perlu lebih dipahami bahwa interaksi dalam proses belajar mengajar tidak sekedar hubungan komunikasi antara guru dan siswa, tetapi merupakan interaksi edukatif yang tidak hanya dalam bentuk penyampaian materi pelajaran melainkan juga menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar (Rustaman, et al. 2003: 4). B. Kesulitan Belajar Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan 8 oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya (Suwatno, 2008: 2). Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar (Suwatno, 2008: 2), antara lain: (1) menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, (2) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, (3) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawankawannya dari waktu yang disediakan, (4) menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar (acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya), (5) menunjukkan perilaku yang berkelainan (membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya), (6) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar (pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu). Sementara itu, Burton (Makmun, 1998: 207) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa 9 dikatakan gagal dalam belajar apabila: (1) dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference); (2) tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya; (3) tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku pada kelompok sosial dan usia yang bersangkutan; dan (4) tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Secara statistik berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar (Suwatno, 2008: 6). 10 C. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar mengajar itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto, 2010: 54). Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu. Faktor internal digolongkan menjadi dua yaitu faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, diantaranya adalah faktor keluarga dan faktor sekolah (Slameto, 2010: 54-60). 1) Faktor Internal a. Faktor Jasmaniah Faktor keadaan jasmani sangat berpengaruh terhadap proses maupun prestasi belajar. Berikut ini yang termasuk ke dalam faktor jasmani adalah faktor kesehatan dan cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu. Badan yang tidak sehat akan mengakibatkan berkurangnya semangat di dalam belajar, mudah pusing atau mengantuk. Oleh karena itu agar seseorang dapat belajar dengan baik harus mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin (Slameto, 2010: 54). Keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat, belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia 11 belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu (Slameto, 2010: 55). b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik adalah 1) intelegensi, 2) perhatian, 3) minat, 4) bakat, 5) motif dan 6) kesiapan. Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui dan menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui keterkaitan konsep dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi lebih mudah belajar daripada yang tingkat intelegensinya rendah (Slameto, 2010: 56). Agar siswa memperoleh hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Selanjutnya, minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaikbaiknya karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 2010: 57). 12 Bakat (attitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajar (Slameto, 2010: 57). Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang dirinya. Oleh karena itu, motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihanlatihan atau kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat (Slameto, 2010: 58). Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah ada kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik (Slameto, 2010: 59). 2) Faktor Eksternal a. Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa 1) cara orang tua mendidik, 2) suasana rumah, 3) relasi antaranggota keluarga dan 4) keadaan ekonomi keluarga. Cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya 13 merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses belajar. Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam proses belajarnya (Slameto, 2010: 60). Suasana rumah merupakan faktor penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh atau ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada keluarga yang besar yang terlalu banyak penghuninya. Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering cekcok, pertengkaran antaranggota keluarga atau dengan keluarga lain menyebabkan anak menjadi bosan di rumah, suka keluar rumah, akibatnya belajarnya menjadi terganggu (Slameto, 2010: 63). Agar terciptanya kelancaran serta keberhasilan anak dalam belajar, maka perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut. Relasi antaranggota keluarga ini erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang dan dengan disertai bimbingan (Slameto, 2010: 62). Keadaan ekonomi keluarga juga erat hubungannya dengan belajar anak. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak juga terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, hal ini pasti akan menggangu belajar anak. Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai 14 kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berfoya-foya, akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut juga dapat mengganggu belajar anak (Slameto, 2010: 63). b. Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar salah satunya adalah 1) cara belajar, 2) metode mengajar, 3) kurikulum, 4) keadaan gedung, 5) alat pelajaran, 6) waktu sekolah, 7) relasi antara guru dengan siswa dan 8) relasi antara siswa dengan siswa. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Jika cara belajar yang digunakan oleh siswa sudah tepat, maka akan efektif pula hasil belajar siswa tersebut. Misalnya dalam pembagian waktu untuk belajar. Terkadang karena akan tes keesokan harinya, siswa belajar tidak teratur atau terus menerus. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar (Slameto, 2010: 69). Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam mengajar (Slameto, 2010: 65). Sebelum melakukan proses belajar mengajar, seorang guru menentukan metode yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai. Pemilihan suatu metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak 15 metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna (Rustaman, et al. 2003: 107). Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Jika guru tidak pandai menggunakan metode yang tepat dalam mengajar, siswa akan sulit pula dalam menerima dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya dan menyebabkan siswa malas untuk belajar (Slameto, 2010: 65). Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahwa bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Misalnya kurikulum yang terlalu padat di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa akan berpengaruh terhadap proses belajar siswa (Slameto, 2010: 66). Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum (Rustaman, et al. 2003: 27). Jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masingmasing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Jika gedung yang digunakan tidak baik dan tidak terawat, lebih-lebih pengaturan alat-alat pendidikan yang terdapat dalam gedung tidak teratur akan menyebabkan siswa cepat bosan dan tidak betah berada didalam 16 ruangan kelas. Hal tersebut akan mengganggu proses belajar (Slameto, 2010: 69). Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Saat ini, dengan banyaknya tuntutan yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar siswa dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula (Slameto, 2010: 68). Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang atau sore hari. Waktu sekolah juga sangat berpengaruh bagi keberhasilan proses belajar. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di sore hari, sebenarnya kurang baik untuk siswa. Dimana siswa harus beristirahat tetapi terpaksa masuk sekolah, hingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaliknya jika siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik. Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badannya sudah lelah atau lemah, misalnya pada siang hari, akan mengalami kesulitan di dalam 17 menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar berkonsentrasi dan berfikir pada kondisi badan yang lemah tadi. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar (Slameto, 2010: 68). Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Siswa merasa jauh dengan guru sehingga kurang berpartisipasi secara aktif dalam belajar (Slameto, 2010: 66). Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan oleh kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya. Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa (Slameto, 2010: 67). 18 D. CRI (Certainty Of Response Index) Para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang terjadi pada siswa antara lain tes diagnostik berbentuk uraian ataupun pilihan berganda disertai alasan, serta wawancara individual (Suwatno, 2008: 10). CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilikinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. CRI sering digunakan dalam survei-survei terutama yang meminta responden untuk memberikan derajat kepastian yang dia miliki dari kemampuannya untuk memilih dan membangun pengetahuan, konsep-konsep atau hukum-hukum yang terbentuk dengan baik dalam dirinya untuk menentukan jawaban dari suatu pertanyaan (Liliawati dan Ramlan, 2009). Seorang responden (siswa) yang tahu konsep, tidak tahu konsep atau miskonsepsi dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut. CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti yang telah dikemukakan oleh Hasan (Liliawati dan Ramlan, 2009) sebagai berikut : 19 0 (Totally Guessed Answer): Jika menjawab soal 100% ditebak 1 (Almost Guess): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara 75%-99% 2 (Not Sure): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara 50%-74% 3 (Sure): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara 25%49% 4 (Almost Certain): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara 1%-24% 5 (Certain): Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%) Skala ini pada dasarnya untuk memberikan nilai tingkat keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki siswa dalam menjawab pertanyaan. Angka 0 menunjukkan tingkat keyakinan yang dimiliki siswa sangat rendah, siswa menjawab pertanyaan dengan cara menebak. Hal tersebut menandakan bahwa siswa tidak tahu sama sekali tentang konsep-konsep yang ditanyakan. Sedangkan angka 5 menunjukkan tingkat kepercayaan siswa dalam menjawab pertanyaan sangat tinggi. Mereka menjawab pertanyaan dengan pengetahuan atau konsep-konsep yang benar tanpa ada unsur tebakan sama sekali. Tabel 2.1 menunjukan empat kemungkinan untuk jawaban dari tiap siswa secara individu. Tabel 2.1 Ketentuan untuk perorangan siswa dan untuk setiap pertanyaan yang diberikan didasarkan pada kombinasi dari jawaban benar atau salah dan tinggi rendahnya CRI Kriteria Jawaban Jawaban benar Jawaban salah CRI Rendah (<2,5) Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep (Lucky Guess). Jawaban salah tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep Sumber : Liliawati dan Ramlan, 2009 CRI Tinggi (>2,5) Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik Jawaban salah tetapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi 20 E. Konsep Sistem Hormon Hormon berasal dari kata hormao yang berarti merangsang. Hormon dibentuk pada suatu kelenjar, akan tetapi menjalankan fungsinya di tempat lain. Umumnya hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon merupakan senyawa protein atau senyawa steroid. Melalui sirkulasi darah hormon mencapai sel-sel target yang biasanya terletak jauh dari kelenjar endokrin. Pada sel-sel target ini terdapat reseptor yang dapat mengikat jenis hormon khusus secara selektif, pengikat ini mencetuskan reaksi-reaksi kimia tertentu yang dapat merubah metabolisme dan fungsi sel tersebut. Efek kerja hormon lebih lambat dibandingkan dengan impuls saraf (Pratiwi, et al. 2004: 179). Macam-macam kelenjar endokrin pada tubuh manusia antara lain hipofisis, tiroid, paratiroid, timus, pankreas, adrenal, ovarium dan testis, kelenjar pencernaan dan epifisis (Pratiwi, et al. 2004: 180). Gambar 2.1 Macam-Macam Kelenjar Endokrin pada Tubuh Manusia (Sumber: Tn 1, 2009) 21 1. Kelenjar Hipofisis (Pituitari) Kelenjar hipofisis terletak pada tursica dasar tengkorak. Kelenjar ini bergantung pada hipotalamus melalui tangkai hipofisis yang disebut infundibulum (Kurnadi, 2008: 182). Kelenjar ini disebut master of glands karena mempengaruhi aktivitas kelenjar yang lain. Hipofisis terbagi menjadi tiga lobus, masing-masing lobus mengeluarkan beberapa hormon yang berlainan (Purnomo, 2007: 301). a. Kelenjar Hipofisis Posterior (Neurohipofisis) Hormon-hormon yang dihasilkan beserta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Hormon yang dihasilkan Hipofisis Posterior (Neurohipofisis) Hormon Oksitoksin Prinsip Kerja • Menstimulasi kontraksi sel otot polos pada rahim wanita hamil selama melahirkan • Menstimulasi kontraksi sel-sel kontraktil dari kelenjar susu agar mengeluarkan air susu Hormon antidiuretik Menurunkan volume urin dan meningkatkan (ADH) / Vasopressin tekanan darah dengan cara menyempitkan pembuluh darah. Sumber : Pratiwi, et al. 2004: 180 b. Kelenjar Hipofisis Intermediet Terletak diantara adeno dan neurohipofisis. Pada manusia lobus ini sangat sempit atau hanya tinggal sisa-sisanya saja dengan fungsi yang tidak jelas (Kurnadi, 2008: 183). 22 c. Kelenjar Hipofisis Anterior (Adenohipofisis) Adenohipofisis menghasilkan hormon-hormon protein yang mengatur berbagai aktifitas organ-organ tubuh dari pertumbuhan, perkembangan sampai reproduksi. Hormon-hormon ini dapat bekerja langsung pada kelenjar endokrin ataupun pada sel-sel target organ-organ lain. Karena hormon-hormon adenohipofisis memiliki khasiat pertumbuhan dan perkembangan daripada sel-sel target, maka hormon-hormon ini disebut juga hormon trophic (Kurnadi, 2008: 185). Tabel 2.3 Hormon yang dihasilkan Hipofisis Anterior (Adenohipofisis) Hormon Growth Hormon (Somatotropin, GH) Hormon tiroid (TSH) Hormon Adrenokorti kotrofik (ACTH) Melanosyt stimulating hormon (MSH) Gonadotropin a. Follikel stimulating hormon (FSH) b. Luteinizing hormon (LH) Prolaktin Sumber : Kurnadi, 2008: 185 Prinsip Kerja Merangsang pertumbuhan sel-sel tulang, otot menambah anabolisme protein dan katabolisme lemak tubuh Merangsang produksi dan sekresi hormonhormon dari kelejar tiroid Merangsang produksi dan sekresi hormonhormon kelenjar adrenal cortex Merangsang melanosit untuk memproduksi melanin Mengatur aktivitas gonad (testis dan ovarium) • Pada wanita, merangsang perkembangan folikel pada ovarium dan sekresi estrogen. • Pada pria, menstimulasi testis untuk menghasilkan sperma • Pada wanita, bersama dengan estrogen menstimulasi ovulasi dan pembentukan progesteron oleh korpus luteum pada ovarium. Merangsang sekresi air susu ibu pada kelenjar payudara 23 Pada waktu anak-anak, hipersekresi hormon somatotrof menyebabkan gigantisme, bila hipersekresi hormon somatotrof terjadi setelah dewasa maka akan menyebabkan penyakit akromegali dan akan menyebabkan penyakit dwarfisme jika tubuh mengalami hiposekresi hormon somatotrof. 2. Kelenjar Tiroid Gambar 2.2 Letak Kelenjar Tiroid pada Tubuh (Sumber: Tn 2, 2009) Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang terdapat di leher bagian depan jakun dan terdiri dari dua lobus. Hormon yang terpenting yang disekresikan kelenjar tiroid adalah tiroksin. Tiroksin terdiri dari asam amino yang mengandung yodium (Pratiwi et al. 2004: 181). Penjelasan lebih lanjut mengenai hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dapat dilihat pada Tabel 2.4. 24 Tabel 2.4 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Tiroid Hormon Prinsip kerja Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan sel saraf. Triodotironin Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan sistem saraf. Kalsitonin Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara mempercepat absorpsi kalsium oleh tulang. Sumber : Pratiwi, et al. 2004: 181 Tiroksin Kelainan yang dapat terjadi pada kelenjar tiroid diantaranya: hypertyroidea, hypotyroidea dan struma. Hypertyroidea terjadi karena hormon tiroid disekresikan melebihi kadar normal. Sedangkan hypotyroidea adalah keadaan kekurangan hormon tiroid. Bila terjadi pada masa bayi dan anak maka akan menimbulkan creatinisme dan bila terjadi pada orang dewasa dapat menimbulkan myxedema. Struma merupakan pembengkakan kelenjar tiroid yang menimbulkan benjolan pada leher bagian depan. Penyebab strauma antara lain peradangan, tumor, ataupun defisiensi iodium (Kurnadi, 2008: 190). 3. Kelenjar Paratiroid Kelenjar paratiroid berperan dalam mengendalikan kadar kalsium dalam darah. Hormon yang dihasilkan yaitu parathormon (PTH) yang berfungsi mengendalikan kadar kalisum dalam darah. Hiposekresi kelenjar ini mengakibatkan kadar kalsium dalam darah menurun dan mengakibatkan kejang-kejang mengakibatkan otot (tetani). kadar Sebaliknya, kalsium dalam hipersekresi darah kelenjar meningkat ini sehingga menyebabkan kelainan pada tulang seperti rapuh, abnormal dan mudah 25 patah. Kelebihan kalsium dalam darah mengakibatkan terjadi endapan dalam ginjal atau menderita batu ginjal (Purnomo, 2007: 303). Gambar 2.3 Letak Kelenjar Paratiroid pada Tubuh (Sumber: Tn 3, 2010) 4. Kelenjar timus Kelenjar ini terletak di sepanjang rongga trachea di rongga dada bagian atas. Timus membesar sewaktu pubertas dan mengecil setelah dewasa. Kelenjar ini merupakan kelenjar penimbunan hormon somatotrof atau hormon pertumbuhan dan setelah dewasa tidak berfungsi lagi. Kelenjar timus menghasilkan timosin yang berfungsi untuk merangsang pematangan limfosit T (Kurnadi, 2008: 203). 26 5. Kelenjar Adrenal Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian. Bagian luar disebut adrenal cortex dan bagian dalam disebut adrenal medulla. Bagian medula menghasilkan hormon adrenalin. Bagian korteks mensekresikan hormon kortin. Gambar 2.4 Letak Kelenjar Adrenal pada Tubuh (Sumber: Tn 4, 2010) Tabel 2.5 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal Hormon Bagian korteks adrenal : a. Mineralkortikoid Prinsip kerja a. Mengontrol metabolisme ion organik. b. Mengontrol metabolisme glukosa. b. Glukortikoid a. Menaikkan kadar glukosa darah b. Pengubahan protein menjadi glikogen di hati c. Mengubah glikogen menjadi glukosa Bagian medulla adrenal : a. Adrenalin dan noradrenalin a. Dilatasi bronkiolus b. Vasodilatasi pembuluh darah otak dan otot c. Mengubah glikogen menjadi glukosa dalam hati d. Bersama insulin mengatur kadar gula darah Sumber : Kurnadi, 2008: 197-200 27 Sekresi berlebihan dari glukokortikoid dapat menyebabkan penyakit Syndrome Crushing. Sedangkan sekresi yang berkurang dari glukokortikoid dapat menyebabkan penyakit Adisson. Hal tersebut dapat terjadi misalnya karena kelenjar adrenal terkena infeksi atau oleh sebab autoimun (Kurnadi, 2008: 202). 6. Kelenjar Pankreas Pada pankreas tersebar kelompok kecil sel-sel yang kaya pembuluh darah, disebut Pulau Langerhans. Hormon yang dihasilkan pankreas beserta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kelainan yang dapat terjadi pada kelenjar pankreas salah satunya yaitu diabetes mellitus. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik keturunan maupun lingkungan, misalnya karena pankreas tidak menghasilkan atau hanya sedikit menghasilkan insulin (Kurnadi, 2008: 194). Gambar 2.5 Letak Kelenjar Pankreas pada Tubuh (Sumber: Tn 5, 2010) 28 Tabel 2.6 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Pankreas Hormon Insulin Prinsip kerja Mengubah gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen) di hati Glukagon Mengubah glikogen menjadi glukosa Sumber : Kurnadi, 2008: 193 Efek Menurunkan kadar gula darah Meningkatkan kadar gula darah 7. Kelenjar Kelamin (Ovarium dan Testis) Kelenjar kelamin terdiri dari kelenjar testis (pada kelamin pria) dan ovarium (pada kelamin wanita). Testis merupakan kelenjar kelamin yang mengandung sel leydig. Sel-sel leydig menghasilkan hormon testosteron yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sekunder laki-laki, misalnya suara menjadi besar, dada bertambah bidang, tumbuh rambut pada daerah tertentu. Testosteron juga mempengaruhi proses spermatogenesis (Pratiwi, et al. 2004: 182). Ovarium adalah kelenjar yang mensekresikan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini berpengaruh terhadap pertumbuhan kelamin sekunder pada wanita, misalnya payudara dan pinggul, serta dimulainya menstruasi (Pratiwi, et al. 2004: 182). 8. Kelenjar Pencernaan Kelenjar pada lambung menghasilkan hormon gastrin, yang berfungsi menghasilkan sekresi getah lambung. Kelenjar pada usus memproduksi hormon sekretin yang berfungsi merangsang sekresi getah pankreas dan hormon kolsistokinin yang merangsang sekresi getah empedu (Pratiwi, et al. 2004: 183). 29 9. Kelenjar Epifisis Kelenjar ini terdapat di otak bagian atas. Kelenjar epifisis berfungsi menghasilkan hormon melatonin yang berfungsi menghambat hormon gonadotropik. Hormon lain yang dihasilkan oleh kelenjar ini adalah adrenoglomerulotropin yang merangsang sekresi aldosteron oleh adrenal cortex (Kurnadi, 2008: 203).