6 BAB II IDENTIFIKASI KESULITAN DAN FAKTOR

advertisement
6
BAB II
IDENTIFIKASI KESULITAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SISWA DALAM MEMPELAJARI
KONSEP SISTEM HORMON
A. Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto
(2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Gagne (Dahar, 1996: 11) belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman. Banyak batasan yang digunakan untuk menjelaskan
tentang belajar, namun dapat disarikan bahwa belajar diartikan sebagai
perubahan tingkah laku hasil belajar pada diri individu, atau belajar diartikan
sebagai perubahan konsepsi dan kebiasaan berpikir siswa. Hal ini disebabkan
karena adanya interaksi antara dirinya dengan individu lain atau dengan
lingkungannya (Rustaman, et al. 2003: 5).
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah
anak didik. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu
proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar
7
anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik
melakukan proses belajar (Djamarah, 2002: 45). Dalam proses belajar guru
tidak hanya mempuyai tugas, tetapi juga mempunyai peran dan dituntut
kompetensinya dalam proses belajar mengajar (Rustaman, et al. 2003: 5).
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mengandung
interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, et al. 2003:
4). Kegiatan belajar mengajar adalah inti dari kegiatan dalam pendidikan.
Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses
belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik
terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya
(Djamarah, 2002: 52). Perlu lebih dipahami bahwa interaksi dalam proses
belajar mengajar tidak sekedar hubungan komunikasi antara guru dan siswa,
tetapi merupakan interaksi edukatif yang tidak hanya dalam bentuk
penyampaian materi pelajaran melainkan juga menanamkan sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar (Rustaman, et al. 2003: 4).
B. Kesulitan Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan
sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami
kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam
belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
8
oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan
dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada
akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di
bawah semestinya (Suwatno, 2008: 2).
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai
gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik,
kognitif maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi
gejala kesulitan belajar (Suwatno, 2008: 2), antara lain: (1) menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, (2) hasil yang dicapai
tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, (3) lambat dalam
melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawankawannya dari waktu yang disediakan, (4) menunjukkan sikap-sikap yang
tidak wajar (acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya),
(5) menunjukkan perilaku yang berkelainan (membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar
kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya), (6) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar
(pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam
menghadapi situasi tertentu).
Sementara itu, Burton (Makmun, 1998: 207) mengidentifikasi siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar yang ditunjukkan oleh adanya
kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa
9
dikatakan gagal dalam belajar apabila: (1) dalam batas waktu tertentu yang
bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang
telah ditetapkan oleh guru (criterion reference); (2) tidak dapat mengerjakan
atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat
kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya; (3) tidak dapat
mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai
dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan
tertentu seperti yang berlaku pada kelompok sosial dan usia yang
bersangkutan; dan (4) tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery
level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran
berikutnya.
Secara statistik berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan
berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari
seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep
pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan
patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah
menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya
atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka
siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang
dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk
nilai hasil belajar (Suwatno, 2008: 6).
10
C. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya
akan bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas
berlangsungnya proses belajar mengajar itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan
menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto,
2010: 54). Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar dan faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu.
Faktor internal digolongkan menjadi dua yaitu faktor jasmaniah dan faktor
psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar
dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, diantaranya adalah faktor keluarga
dan faktor sekolah (Slameto, 2010: 54-60).
1) Faktor Internal
a. Faktor Jasmaniah
Faktor keadaan jasmani sangat berpengaruh terhadap proses maupun
prestasi belajar. Berikut ini yang termasuk ke dalam faktor jasmani adalah
faktor kesehatan dan cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu
jika kesehatan seseorang terganggu. Badan yang tidak sehat akan
mengakibatkan berkurangnya semangat di dalam belajar, mudah pusing atau
mengantuk. Oleh karena itu agar seseorang dapat belajar dengan baik harus
mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin (Slameto, 2010: 54).
Keadaan cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar. Siswa yang
cacat, belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia
11
belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar
dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu (Slameto,
2010: 55).
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik
adalah 1) intelegensi, 2) perhatian, 3) minat, 4) bakat, 5) motif dan 6)
kesiapan. Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan dengan situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, mengetahui dan menggunakan konsep-konsep yang
abstrak secara efektif, mengetahui keterkaitan konsep dan mempelajarinya
dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang
tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang
rendah. Orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi lebih mudah belajar
daripada yang tingkat intelegensinya rendah (Slameto, 2010: 56).
Agar siswa memperoleh hasil belajar yang baik, maka siswa harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran
tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak
lagi suka belajar. Selanjutnya, minat merupakan kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar
pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari
tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaikbaiknya karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 2010: 57).
12
Bakat (attitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Jika bahan
pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya
lebih baik karena ia senang belajar dan selanjutnya ia lebih giat lagi dalam
belajar (Slameto, 2010: 57). Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa
yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai
motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan
melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang dirinya. Oleh
karena itu, motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam
membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihanlatihan atau kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat
(Slameto, 2010: 58).
Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.
Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan
kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan
kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika
siswa belajar dan sudah ada kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik
(Slameto, 2010: 59).
2) Faktor Eksternal
a. Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa 1) cara
orang tua mendidik, 2) suasana rumah, 3) relasi antaranggota keluarga dan 4)
keadaan ekonomi keluarga. Cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya
13
merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses belajar.
Orang
tua
yang
tidak
memperhatikan
pendidikan
anaknya
dapat
menyebabkan anak kurang berhasil dalam proses belajarnya (Slameto, 2010:
60).
Suasana rumah merupakan faktor penting yang tidak termasuk faktor
yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh atau ramai dan semrawut tidak
akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat
terjadi pada keluarga yang besar yang terlalu banyak penghuninya. Suasana
rumah yang tegang, ribut dan sering cekcok, pertengkaran antaranggota
keluarga atau dengan keluarga lain menyebabkan anak menjadi bosan di
rumah, suka keluar rumah, akibatnya belajarnya menjadi terganggu (Slameto,
2010: 63).
Agar terciptanya kelancaran serta keberhasilan anak dalam belajar, maka
perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut. Relasi
antaranggota keluarga ini erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik.
Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih
sayang dan dengan disertai bimbingan (Slameto, 2010: 62).
Keadaan ekonomi keluarga juga erat hubungannya dengan belajar anak.
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang
terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak juga
terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak
merasa minder dengan teman lain, hal ini pasti akan menggangu belajar anak.
Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai
14
kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan
berfoya-foya, akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada
belajar. Hal tersebut juga dapat mengganggu belajar anak (Slameto, 2010:
63).
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar salah satunya adalah 1) cara
belajar, 2) metode mengajar, 3) kurikulum, 4) keadaan gedung, 5) alat
pelajaran, 6) waktu sekolah, 7) relasi antara guru dengan siswa dan 8) relasi
antara siswa dengan siswa. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang
salah. Jika cara belajar yang digunakan oleh siswa sudah tepat, maka akan
efektif pula hasil belajar siswa tersebut. Misalnya dalam pembagian waktu
untuk belajar. Terkadang karena akan tes keesokan harinya, siswa belajar
tidak teratur atau terus menerus. Dengan belajar demikian siswa akan kurang
beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara
teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar
yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar (Slameto,
2010: 69).
Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam
mengajar (Slameto, 2010: 65). Sebelum melakukan proses belajar mengajar,
seorang guru menentukan metode yang akan digunakan agar tujuan
pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai. Pemilihan suatu metode tentu
harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan
menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak
15
metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih
bermakna (Rustaman, et al. 2003: 107). Metode mengajar guru yang kurang
baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Jika guru tidak
pandai menggunakan metode yang tepat dalam mengajar, siswa akan sulit
pula dalam menerima dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya dan
menyebabkan siswa malas untuk belajar (Slameto, 2010: 65).
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada
siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar
siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Jelaslah bahwa bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum
yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Misalnya
kurikulum yang terlalu padat di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan
bakat, minat dan perhatian siswa akan berpengaruh terhadap proses belajar
siswa (Slameto, 2010: 66). Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar
merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum (Rustaman, et al.
2003: 27).
Jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masingmasing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap
kelas. Jika gedung yang digunakan tidak baik dan tidak terawat, lebih-lebih
pengaturan alat-alat pendidikan yang terdapat dalam gedung tidak teratur
akan menyebabkan siswa cepat bosan dan tidak betah berada didalam
16
ruangan kelas. Hal tersebut akan mengganggu proses belajar (Slameto, 2010:
69).
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat
pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh
siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan
tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada
siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka
belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Saat ini, dengan
banyaknya tuntutan yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang
membantu lancarnya belajar siswa dalam jumlah yang besar pula, seperti
buku-buku perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Mengusahakan
alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar
dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta
dapat belajar dengan baik pula (Slameto, 2010: 68).
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah,
waktu itu dapat pagi hari, siang atau sore hari. Waktu sekolah juga sangat
berpengaruh bagi keberhasilan proses belajar. Jika terjadi siswa terpaksa
masuk sekolah di sore hari, sebenarnya kurang baik untuk siswa. Dimana
siswa harus beristirahat tetapi terpaksa masuk sekolah, hingga mereka
mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaliknya jika
siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang
baik. Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badannya sudah lelah atau
lemah, misalnya pada siang hari, akan mengalami kesulitan di dalam
17
menerima pelajaran.
Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar
berkonsentrasi dan berfikir pada kondisi badan yang lemah tadi. Jadi memilih
waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap
belajar (Slameto, 2010: 68).
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut
juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Di dalam
relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga
akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha
mempelajari sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia
segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya
tidak maju. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa, menyebabkan
proses belajar mengajar itu kurang lancar. Siswa merasa jauh dengan guru
sehingga kurang berpartisipasi secara aktif dalam belajar (Slameto, 2010: 66).
Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang
menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang
mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan oleh kelompok.
Akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya.
Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa (Slameto, 2010:
67).
18
D. CRI (Certainty Of Response Index)
Para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau
tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan.
Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang
merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang terjadi pada
siswa antara lain tes diagnostik berbentuk uraian ataupun pilihan berganda
disertai alasan, serta wawancara individual (Suwatno, 2008: 10).
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang
berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang
dimilikinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya. CRI sering digunakan dalam survei-survei terutama yang
meminta responden untuk memberikan derajat kepastian yang dia miliki dari
kemampuannya untuk memilih dan membangun pengetahuan, konsep-konsep
atau hukum-hukum yang terbentuk dengan baik dalam dirinya untuk
menentukan jawaban dari suatu pertanyaan (Liliawati dan Ramlan, 2009).
Seorang responden (siswa) yang tahu konsep, tidak tahu konsep atau
miskonsepsi dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan
benar tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian
jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut. CRI biasanya
didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti yang
telah dikemukakan oleh Hasan (Liliawati dan Ramlan, 2009) sebagai berikut :
19
0 (Totally Guessed Answer): Jika menjawab soal 100% ditebak
1 (Almost Guess): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara
75%-99%
2 (Not Sure): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara
50%-74%
3 (Sure): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antara 25%49%
4 (Almost Certain): Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan
antara 1%-24%
5 (Certain): Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali
(0%)
Skala ini pada dasarnya untuk memberikan nilai tingkat keyakinan atau
kepercayaan yang dimiliki siswa dalam menjawab pertanyaan. Angka 0
menunjukkan tingkat keyakinan yang dimiliki siswa sangat rendah, siswa
menjawab pertanyaan dengan cara menebak. Hal tersebut menandakan bahwa
siswa tidak tahu sama sekali tentang konsep-konsep yang ditanyakan.
Sedangkan angka 5 menunjukkan tingkat kepercayaan siswa dalam menjawab
pertanyaan sangat tinggi. Mereka menjawab pertanyaan dengan pengetahuan
atau konsep-konsep yang benar tanpa ada unsur tebakan sama sekali. Tabel
2.1 menunjukan empat kemungkinan untuk jawaban dari tiap siswa secara
individu.
Tabel 2.1 Ketentuan untuk perorangan siswa dan untuk setiap pertanyaan
yang diberikan didasarkan pada kombinasi dari jawaban benar atau salah dan
tinggi rendahnya CRI
Kriteria Jawaban
Jawaban benar
Jawaban salah
CRI Rendah (<2,5)
Jawaban benar tapi CRI
rendah berarti tidak tahu
konsep (Lucky Guess).
Jawaban salah tapi CRI
rendah berarti tidak tahu
konsep
Sumber : Liliawati dan Ramlan, 2009
CRI Tinggi (>2,5)
Jawaban benar dan
CRI tinggi berarti
menguasai konsep
dengan baik
Jawaban salah tetapi
CRI tinggi berarti
terjadi miskonsepsi
20
E. Konsep Sistem Hormon
Hormon berasal dari kata hormao yang berarti merangsang. Hormon
dibentuk pada suatu kelenjar, akan tetapi menjalankan fungsinya di tempat
lain. Umumnya hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon
merupakan senyawa protein atau senyawa steroid. Melalui sirkulasi darah
hormon mencapai sel-sel target yang biasanya terletak jauh dari kelenjar
endokrin. Pada sel-sel target ini terdapat reseptor yang dapat mengikat jenis
hormon khusus secara selektif, pengikat ini mencetuskan reaksi-reaksi kimia
tertentu yang dapat merubah metabolisme dan fungsi sel tersebut. Efek kerja
hormon lebih lambat dibandingkan dengan impuls saraf (Pratiwi, et al. 2004:
179).
Macam-macam kelenjar endokrin pada tubuh manusia antara lain
hipofisis, tiroid, paratiroid, timus, pankreas, adrenal, ovarium dan testis,
kelenjar pencernaan dan epifisis (Pratiwi, et al. 2004: 180).
Gambar 2.1 Macam-Macam Kelenjar Endokrin pada Tubuh Manusia
(Sumber: Tn 1, 2009)
21
1. Kelenjar Hipofisis (Pituitari)
Kelenjar hipofisis terletak pada tursica dasar tengkorak. Kelenjar ini
bergantung pada hipotalamus melalui tangkai hipofisis yang disebut
infundibulum (Kurnadi, 2008: 182). Kelenjar ini disebut master of glands
karena mempengaruhi aktivitas kelenjar yang lain. Hipofisis terbagi menjadi
tiga lobus, masing-masing lobus mengeluarkan beberapa hormon yang
berlainan (Purnomo, 2007: 301).
a. Kelenjar Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Hormon-hormon yang dihasilkan beserta fungsinya dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Hormon yang dihasilkan Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Hormon
Oksitoksin
Prinsip Kerja
• Menstimulasi kontraksi sel otot polos pada
rahim wanita hamil selama melahirkan
• Menstimulasi kontraksi sel-sel kontraktil
dari kelenjar susu agar mengeluarkan air
susu
Hormon antidiuretik
Menurunkan volume urin dan meningkatkan
(ADH) / Vasopressin
tekanan darah dengan cara menyempitkan
pembuluh darah.
Sumber : Pratiwi, et al. 2004: 180
b. Kelenjar Hipofisis Intermediet
Terletak diantara adeno dan neurohipofisis. Pada manusia lobus ini
sangat sempit atau hanya tinggal sisa-sisanya saja dengan fungsi yang tidak
jelas (Kurnadi, 2008: 183).
22
c. Kelenjar Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Adenohipofisis menghasilkan hormon-hormon protein yang mengatur
berbagai aktifitas organ-organ tubuh dari pertumbuhan, perkembangan
sampai reproduksi. Hormon-hormon ini dapat bekerja langsung pada
kelenjar endokrin ataupun pada sel-sel target organ-organ lain. Karena
hormon-hormon
adenohipofisis
memiliki
khasiat
pertumbuhan
dan
perkembangan daripada sel-sel target, maka hormon-hormon ini disebut
juga hormon trophic (Kurnadi, 2008: 185).
Tabel 2.3 Hormon yang dihasilkan Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon
Growth Hormon
(Somatotropin, GH)
Hormon tiroid (TSH)
Hormon Adrenokorti
kotrofik (ACTH)
Melanosyt stimulating
hormon (MSH)
Gonadotropin
a. Follikel stimulating
hormon (FSH)
b. Luteinizing hormon
(LH)
Prolaktin
Sumber : Kurnadi, 2008: 185
Prinsip Kerja
Merangsang pertumbuhan sel-sel tulang, otot
menambah
anabolisme
protein
dan
katabolisme lemak tubuh
Merangsang produksi dan sekresi hormonhormon dari kelejar tiroid
Merangsang produksi dan sekresi hormonhormon kelenjar adrenal cortex
Merangsang melanosit untuk memproduksi
melanin
Mengatur aktivitas gonad (testis dan ovarium)
• Pada wanita, merangsang perkembangan
folikel pada ovarium dan sekresi estrogen.
• Pada pria, menstimulasi testis untuk
menghasilkan sperma
• Pada wanita, bersama dengan estrogen
menstimulasi ovulasi dan pembentukan
progesteron oleh korpus luteum pada
ovarium.
Merangsang sekresi air susu ibu pada kelenjar
payudara
23
Pada waktu anak-anak, hipersekresi hormon somatotrof menyebabkan
gigantisme, bila hipersekresi hormon somatotrof terjadi setelah dewasa
maka akan menyebabkan penyakit akromegali dan
akan menyebabkan
penyakit dwarfisme jika tubuh mengalami hiposekresi hormon somatotrof.
2. Kelenjar Tiroid
Gambar 2.2 Letak Kelenjar Tiroid pada Tubuh
(Sumber: Tn 2, 2009)
Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang terdapat di leher bagian depan jakun
dan terdiri dari dua lobus. Hormon yang terpenting yang disekresikan
kelenjar tiroid adalah tiroksin. Tiroksin terdiri dari asam amino yang
mengandung yodium (Pratiwi et al. 2004: 181). Penjelasan lebih lanjut
mengenai hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
24
Tabel 2.4 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Tiroid
Hormon
Prinsip kerja
Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
perkembangan, dan kegiatan sel saraf.
Triodotironin
Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
perkembangan, dan kegiatan sistem saraf.
Kalsitonin
Menurunkan kadar kalsium dalam darah
dengan cara mempercepat absorpsi kalsium
oleh tulang.
Sumber : Pratiwi, et al. 2004: 181
Tiroksin
Kelainan yang dapat terjadi pada kelenjar tiroid diantaranya:
hypertyroidea, hypotyroidea dan struma. Hypertyroidea terjadi karena
hormon tiroid disekresikan melebihi kadar normal. Sedangkan hypotyroidea
adalah keadaan kekurangan hormon tiroid. Bila terjadi pada masa bayi dan
anak maka akan menimbulkan creatinisme dan bila terjadi pada orang
dewasa dapat menimbulkan myxedema. Struma merupakan pembengkakan
kelenjar tiroid yang menimbulkan benjolan pada leher bagian depan.
Penyebab strauma antara lain peradangan, tumor, ataupun defisiensi iodium
(Kurnadi, 2008: 190).
3. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid berperan dalam mengendalikan kadar kalsium dalam
darah. Hormon yang dihasilkan yaitu parathormon (PTH) yang berfungsi
mengendalikan kadar kalisum dalam darah. Hiposekresi kelenjar ini
mengakibatkan kadar kalsium dalam darah menurun dan mengakibatkan
kejang-kejang
mengakibatkan
otot
(tetani).
kadar
Sebaliknya,
kalsium
dalam
hipersekresi
darah
kelenjar
meningkat
ini
sehingga
menyebabkan kelainan pada tulang seperti rapuh, abnormal dan mudah
25
patah. Kelebihan kalsium dalam darah mengakibatkan terjadi endapan
dalam ginjal atau menderita batu ginjal (Purnomo, 2007: 303).
Gambar 2.3 Letak Kelenjar Paratiroid pada Tubuh
(Sumber: Tn 3, 2010)
4. Kelenjar timus
Kelenjar ini terletak di sepanjang rongga trachea di rongga dada bagian
atas. Timus membesar sewaktu pubertas dan mengecil setelah dewasa.
Kelenjar ini merupakan kelenjar penimbunan hormon somatotrof atau
hormon pertumbuhan dan setelah dewasa tidak berfungsi lagi. Kelenjar
timus menghasilkan timosin yang berfungsi untuk merangsang pematangan
limfosit T (Kurnadi, 2008: 203).
26
5. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian. Bagian luar disebut adrenal
cortex dan bagian dalam disebut adrenal medulla. Bagian medula
menghasilkan hormon adrenalin. Bagian korteks mensekresikan hormon
kortin.
Gambar 2.4 Letak Kelenjar Adrenal pada Tubuh
(Sumber: Tn 4, 2010)
Tabel 2.5 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal
Hormon
Bagian korteks adrenal :
a. Mineralkortikoid
Prinsip kerja
a. Mengontrol metabolisme ion organik.
b. Mengontrol metabolisme glukosa.
b. Glukortikoid
a. Menaikkan kadar glukosa darah
b. Pengubahan protein menjadi glikogen di
hati
c. Mengubah glikogen menjadi glukosa
Bagian medulla adrenal :
a. Adrenalin dan
noradrenalin
a. Dilatasi bronkiolus
b. Vasodilatasi pembuluh darah otak dan otot
c. Mengubah glikogen menjadi glukosa dalam
hati
d. Bersama insulin mengatur kadar gula darah
Sumber : Kurnadi, 2008: 197-200
27
Sekresi berlebihan dari glukokortikoid dapat menyebabkan penyakit
Syndrome Crushing. Sedangkan sekresi yang berkurang dari glukokortikoid
dapat menyebabkan penyakit Adisson. Hal tersebut dapat terjadi misalnya
karena kelenjar adrenal terkena infeksi atau oleh sebab autoimun (Kurnadi,
2008: 202).
6. Kelenjar Pankreas
Pada pankreas tersebar kelompok kecil sel-sel yang kaya pembuluh
darah, disebut Pulau Langerhans. Hormon yang dihasilkan pankreas beserta
fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kelainan yang dapat terjadi pada
kelenjar pankreas salah satunya yaitu diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor baik keturunan maupun lingkungan,
misalnya karena pankreas tidak menghasilkan atau hanya sedikit
menghasilkan insulin (Kurnadi, 2008: 194).
Gambar 2.5 Letak Kelenjar Pankreas pada Tubuh
(Sumber: Tn 5, 2010)
28
Tabel 2.6 Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Pankreas
Hormon
Insulin
Prinsip kerja
Mengubah gula darah
(glukosa) menjadi gula otot
(glikogen) di hati
Glukagon
Mengubah glikogen
menjadi glukosa
Sumber : Kurnadi, 2008: 193
Efek
Menurunkan kadar
gula darah
Meningkatkan kadar
gula darah
7. Kelenjar Kelamin (Ovarium dan Testis)
Kelenjar kelamin terdiri dari kelenjar testis (pada kelamin pria) dan
ovarium (pada kelamin wanita). Testis merupakan kelenjar kelamin yang
mengandung sel leydig. Sel-sel leydig menghasilkan hormon testosteron
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sekunder laki-laki, misalnya suara
menjadi besar, dada bertambah bidang, tumbuh rambut pada daerah tertentu.
Testosteron juga mempengaruhi proses spermatogenesis (Pratiwi, et al.
2004: 182). Ovarium adalah kelenjar yang mensekresikan hormon estrogen
dan progesteron. Kedua hormon ini berpengaruh terhadap pertumbuhan
kelamin sekunder pada wanita, misalnya payudara dan pinggul, serta
dimulainya menstruasi (Pratiwi, et al. 2004: 182).
8. Kelenjar Pencernaan
Kelenjar pada lambung menghasilkan hormon gastrin, yang berfungsi
menghasilkan sekresi getah lambung. Kelenjar pada usus memproduksi
hormon sekretin yang berfungsi merangsang sekresi getah pankreas dan
hormon kolsistokinin yang merangsang sekresi getah empedu (Pratiwi, et al.
2004: 183).
29
9. Kelenjar Epifisis
Kelenjar ini terdapat di otak bagian atas. Kelenjar epifisis berfungsi
menghasilkan hormon melatonin yang berfungsi menghambat hormon
gonadotropik. Hormon lain yang dihasilkan oleh kelenjar ini adalah
adrenoglomerulotropin yang merangsang sekresi aldosteron oleh adrenal
cortex (Kurnadi, 2008: 203).
Download