THE POTENTIAL OF BIOFERMENTOR TO CRUDE FIBER

advertisement
110
THE POTENTIAL OF BIOFERMENTOR TO CRUDE FIBER, ORGANIC
MATTER AND NFE CONTENT OF RAMBUTAN (Nephelium lappaceum)
PEEL AS ALTERNATIVE FEED STUFF
KurniaDesiandura 1), Dr.MohammadAnam Al Arif, drh, M.P 2), Ajik Azmijah,
drh.,SU 3),
1) Student, 2) Departement of Husbandry, 3) Departement of patology
Veterinary Medicine Faculty Airlangga University
ABSTRACT
Rambutan is a Indonesianfruit which has a high production annually.
Rambutan production, leaving waste problem, one of it is the rambutan peel.
Rambutan peel could potentially be an alternative feed, because rambutan peel
contains nutrients that needed by livestock. However rambutan peel can not be
directly fed to livestock because of low nutritional quality and still had an antinutritional substances. This study were use materials rambutan peel, biofermentor
and mollases to degradation of cellulose in rambutan peel, then fermented by
biofermentor for ten days. The purpose of this research are to analyze the effect of
fermentation on the crude fiber content, organic matter and NFE of rambutan peel.
The experimental design consisted of four treatments of biofermentor doses that are
P0(0%), P1(4%), P2(6%), P3(8%) with doses of mollases 2% for all treatment and five
replications,. Data were analyzed statistically by analysis of variance, and followed
by Duncan's Multiple Range Test. The results of this study were the used of
biofermentor 4%, 6% and 8% has a significant influence on crude fiber decreasse,
organic matter and NFE were improve. The optimal dose in this study were the P2
treatment, with a dose of 6% biofermentor.
Keywords: Crude Fiber, Organic Matter, NFE, Rambutan peel.
Pendahuluan
Rambutan merupakan buah asal
Indonesia yang mempunyai produksi
tinggi setiap tahunnya. Menurut data
Badan Pusat Statistik, produksi buah
rambutan pada tahun 2011 sebesar
811.909 ton, dengan pertumbuhan
sebesar 55,28 % dibandingkan tahun
sebelumnya (Badan Pusat Statistik
dan Direktorat Jenderal Hortikultura).
Banyaknya produksi rambutan setiap
AGROVETERINER
tahun, dapat menyisakan masalah
berupa limbah rambutan yaitu kulit
dan biji buahnya yang cukup banyak
pula. Jumlah limbah yang melimpah
bila tidak ditangani dengan baik akan
menjadi masalah dalam lingkungan
hidup (Rakhmani, 2005).
Berdasarkan
data
yang
diperoleh, kulit rambutan berpotensi
menjadi pakan alternatif, karena kulit
rambutan dengan berbagai varietas,
Vol.2, No.2 juni 2014
111
mengandung nutrisi yang dibutuhkan
oleh ternak. Kulit rambutan tidak
dapat langsung diberikan pada ternak
karena kualitas nutrisi yang rendah.
Berdasarkan data hasil analisis
proksimat kulit rambutan tanpa
perlakuan
fermentasi,
bahan
keringnya sebesar 92,06%, abu sebesar
3,59%, protein kasar 6,40%, lemak
kasar 14,20%, serat kasar yang masih
tinggi yaitu 22,48%, bahan organik
88,47%, BETN 45,37%, dan Ca
9,67%.Dari
hasil
analisa,
kulit
rambutan dengan berbagai varietas
mengandung tannin rata-rata sebesar
2,72% dari bahan kering. Komposisi
sel kulit rambutan terdiri dari NDF
(Neutral Detergent Fiber), ADS (Acid
Detergent Soluble), ADF (Acid Detergent
Fiber) yang tinggi, selulosa, ADL (Acid
Detergent Lignin), silika dan lignin
(Mulyanto, 1993). Selain itu, didalam
kulit
rambutan
mempunyai
kandungan zat anti nutrisi seperti
flavanoid,
tanin
dan
saponin
(Dalimartha, 2005).
Perlu
ditingkatkan
kualitas
nutrisi yang terkandung dalam kulit
rambutan
serta
upaya
untuk
menghilangkan atau mengurangi zat
antinutrisi yang ada dalam kulit
rambutan tersebut dengan rekayasa
teknologi pakan, yaitu dengan teknik
fermentasi. Jasa mikroba dalam
fermentasi penelitian ini, berasal dari
biofermentor. Biofermentor dapat
digunakan sebagai inokulum pada
AGROVETERINER
kulit rambutan, karena didalamnya
banyak didapatkan bakteri proteolitik,
bakteri
selulolitik,
dan
bakteri
amilolitik. Bakteri proteolitik (Bacillus
dan Streptomyces) menghasilkan enzim
protease
yang
mampumemecah
protein
menjadi
peptide
sehinggamenjadiasam amino. Bakteri
Selulolitik
(Cellulomonas
dan
Actinomyces) menghasilkan enzim
selulase yang dapat memecah selulosa
sehingga bakteri ini cocok untuk
menurunkan
serat
kasar
dan
peningkatan BETN. Bakteri Amilolitik
(Bacillus dan Amilomyces) yang
mampu memecah pati menjadi
glukosa.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian kulit rambutan dengan
teknik
fermentasi
dengan
biofermentor selama 10 hari sebagai
upaya untuk menurunkan serat kasar,
meningkatkan kadar bahan organik
dan BETN serta untuk menghilangkan
zat anti nutrisi pada kulit rambutan
agar dapat menjadi bahan pakan
alternatif yang mempunyai nutrisi
tinggi.
Materi dan Metode Penelitian
Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
Makanan
Ternak
Departemen Peternakan Fakultas
Kedokteran
Hewan
Universitas
Airlangga. Penelitian dilakukan mulai
November 2013 sampai Januari 2014.
Vol.2, No.2 juni 2014
112
Bahan
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
kulit rambutan dari pabrik buah
kalengan di Surabaya. Kulit rambutan
yang dipilih pada penelitian ini adalah
kulit rambutan yang berasal dari
rambutan jenis Binjay. Biofermentor
yang digunakan adalah probiotik
alami berbentuk cair
dengan
kandungan bakteri dari genus Bacillus,
Streptomyces,
Cellulomonas,
Actinomyces, Bacillus dan Amilomyces
dengan jumlah bakteri/ml adalah 7,8
x 108 CFU/ml. Selain itu bahan lain
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah aquades, tetes dan bahan –
bahan kimia yang dipakai untuk
analisis proksimat serat kasar, bahan
organik dan BETN. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
timbangan, kantong plastik ukuran 10
kg, pengaduk, ember plastik, gelas
ukur, spuit, sprayer, baki, tali rafia,
gunting, pisau, hand gloves, tempat
penyimpanan (keranjang plastik), dan
seperangkat alat untuk analisis
proksimat serat kasar, bahan organik ,
dan BETN.
Penelitian dimulai dengan
menyiapkan kulit rambutan segar,
lalu dipotong kecil-kecil menjadi
beberapa
bagian,
kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari
dengan waktu sekitar 2 hari sehingga
tersedia kulit rambutan kering,
kemudian kulit rambutan digiling,
sehingga tersedia 2kg tepung kulit
AGROVETERINER
rambutan. Tepung kulit rambutan
dibagi secara acak menjadi 20 unit
sampel untuk 4 perlakuan sehingga
masing-masing terdapat 5 ulangan
dan tiap unit sampel berisi 100 gram.
P0
: 100
rambutan +
biofermentor.
gram
tetes
tepung kulit
2% + 0%
P1
: 100
rambutan +
biofermentor.
gram
tetes
tepung kulit
2% + 4%
P2
: 100
rambutan +
biofermentor.
gram
tetes
tepung kulit
2% + 6%
P3
: 100
rambutan +
biofermentor.
gram
tetes
tepung kulit
2% + 8%
Tetes dan biofermentor sesuai
dengan dosis perlakuan dilarutkan
dalam aquades sebanyak30% berat
kering.Cara mencampurkan bahan
tersebut dengan cara disemprotkan
pada kulit rambutan sampai homogen
dalam ember plastik. Kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik
lalu diikat dengan tali rafia, dan diberi
beberapa lubang pada plastik untuk
menciptakan
suasana
fakultatif
anaerob. Pemberian kode sesuai
dengan
perlakuan,
selanjutnya
disimpan dalam keranjang plastik
dengan banyak lubang dengan suhu
kamar selama 10 hari.
Vol.2, No.2 juni 2014
113
Setelah
proses
fermentasi
selesai, sampel penelitian masing –
masing perlakuan dibuka. Hasil
fermentasi dimasukkan oven dengan
suhu 65oC selama 18-20 jam, dan
selanjutnya
dilakukan
analisis
proksimat terhadap kandungan serat
kasar, bahan organik dan BETN.Data
hasil
penelitian
dianalisis
menggunakan Analisis of varian
(Anova). Apabila berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda
Duncan dengan taraf signifikasi
sebesar 5% (Kusriningrum,2008).
Hasil dan Pembahasan
Kandungan Serat Kasar
Tabel 1. Rata-rata dan standar deviasi kandungan serat kasar (%) kulit rambutan
terfermentasi berdasarkan bahan kering 100%
Perlakuan
Rata-rata kandungan
Rata-rata kandungan serat kasar
serat kasar (%) ± SD
(%) (Transformasi) ± SD
P0 (0%)
26,95c ±1,45
5,19±0,14
P1 (4%)
24,70b ±0,93
4,97±0,09
P2 (6%)
20,01a ±1,62
4,47±0,18
P3 (8%)
23,32a ±3,01
4,64±0,11
Keterangan: superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata (p<0,05)
Berdasarkan hasil analisis
varian dapat diketahui bahwa ratarata
kandungan
serat
kasar
berdasarkan
perlakuan
dosis
biofermentor menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kandungan serat
kasar
kulit
rambutan
(p<0,05).Berdasarkan
uji
Jarak
Berganda
Duncan
menunjukkan
bahwa perlakuan yang menghasilkan
kandungan serat kasar tertinggi
adalah P0 dan kandungan serat kasar
AGROVETERINER
terendah
pada
perlakuan
P2.
Perlakuan
P2
menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap
perlakuan P0 dan P1 (p<0,05), tetapi
perlakuan P2 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P3 (p>0,05).
Berdasarkan
hasil
penelitian
fermentasi kulit rambutan dapat
dilihat bahwa pemberian biofermentor
dengan dosis 4%(P1), 6%(P2), 8%(P3)
menunjukkan penurunan kandungan
serat kasar bila dibandingkan dengan
dosis 0%(P0). Penurunan kandungan
serat kasar pada kulit rambutan yang
Vol.2, No.2 juni 2014
114
telah difermentasi ini disebabkan
karena adanya kandungan bakteri
selulolitik dalam biofermentor yang
digunakan. Bakteri selulolitik adalah
bakteri yang mampu menghidrolisis
kompleks
selulosa
menjadi
oligosakarida yang lebih kecil dan
selanjutnya menjadi glukosa (Ibrahim
dkk, 2007). Pada penelitian ini juga
menggunakan tetes, tetes digunakan
oleh mikroba untuk berkembang biak.
Jika mikroba berkembang biak dan
semakin
banyak,
maka
proses
hidrolisis selulosa akan lebih efisien.
Rendahnya kadar serat kasar
6% (P2) menunjukkan terjadinya
perkembangbiakan yang pesat dari
mikroorganisme pencerna selulosa
karena kondisi yang sesuai, selain itu
penambahan
dosis
biofermentor
menyebabkan
populasi
bakteri
semakin banyak, sehingga mampu
mendegradasi komponen selulosa
lebih optimal. Perlakuan P1, dosis
biofermentor 4% tidak sebagus dosis
biofermentor 6% pada P2 dalam
menurunkan serat kasar, hal ini
disebabkan dosis biofermentor 4%
belum optimal dalam mendegradasi
komponen selulosa. Pada perlakuan
P2 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P3, hal itu karena dosis
biofermentor
pada
P3
yang
berlebihan,
sehingga
populasi
mikroba juga berlebih yang tidak
sesuai dengan jumlah nutrisi kulit
rambutan. P3 yang tidak berbeda
nyata dengan P2 ini membuktikan
bahwa
penambahan
dosis
biofermentor sebesar 8% tidak
menyebabkan
degradasi
selulosa
semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Utomo (2012), didalam
penelitiannya dosis biofermentor yang
berlebihan
akan
memberikan
perubahan yang tidak signifikan
terhadap kandungan serat kasar.
Kandungan Bahan Organik
Tabel 2. Rata-rata dan standar deviasi kandungan bahan organik (%) kulit rambutan
terfermentasi berdasarkan bahan kering 100%
Perlakuan
Rata-rata kandungan
Rata-rata kandungan bahan
bahan organik (%) ± SD
organik (%) (Transformasi) ± SD
a
P0 (0%)
95,96 ±0,29
9,79±0,01
bc
P1 (4%)
96,37 ±0,13
9,81±0,006
c
P2 (6%)
96,51 ±0,17
9,82±0,008
ab
P3 (8%)
96,14 ±0,35
9,80±0,01
Keterangan: superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata (p<0,05)
AGROVETERINER
Vol.2, No.2 juni 2014
115
Berdasarkan hasil analisis
varian dapat diketahui bahwa ratarata kandungan bahan organik
berdasarkan
perlakuan
dosis
biofermentor menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kandungan
bahan
organik
kulit
rambutan
(p<0,05).Berdasarkan
uji
Jarak
Berganda
Duncan,
menunjukkan
bahwa perlakuan yang menghasilkan
kandungan bahan organik tertinggi
yaitu pada perlakuan P2, sedangkan
perlakuan yang menghasilkan bahan
organik
terendah
adalah
pada
perlakuan
P0.
Perlakuan
P0
menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan perlakuan P1 dan P2 (p<0,05),
sedangkan pada perlakuan P3 tidak
ada perbedaan yang nyata pada
perlakuan P0 (p>0,05). Berdasarkan
hasil penelitian fermentasi kulit
rambutan dapat dilihat bahwa
pemberian biofermentor dengan dosis
4%(P1),6%(P2)
menunjukkan
peningkatan terhadap kandungan
bahan oganik bila dibandingkan
dengan dosis 0%(P0). Peningkatan
kandungan bahan organik pada kulit
rambutan yang telah difermentasi ini
disebabkan karena populasi mikroba
yang
meningkat
diikuti
oleh
peningkatan protein kasar, karena
mikroba mengandung protein. Jika
protein
meningkat
dapat
menyebabkan peningkatan bahan
organik, karena protein kasar adalah
bagian
dari
bahan
organik.
Peningkatan yang signifikan pada
perlakuan P2 ini terjadi karena
keadaan
yang
optimal
dari
biofermentor yang digunakan yaitu
sebesar 6%. Perlakuan P0 juga tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata
pada perlakuan P3, hal itu karena
dosis biofermentor yang terlalu besar
dan di dalam biofermentor terdapat
bakteri proteolitik, bakteri selulolitik,
dan bakteri amilolitik sehingga dapat
mempengaruhi nutrisi-nutrisi yang
lain.
Kandungan BETN
Tabel 3. Rata-rata dan standar deviasi kandungan BETN (%) kulit rambutan
terfermentasi berdasarkan bahan kering 100%
Perlakuan
Rata-rata kandungan
BETN (%) ± SD
P0 (0%)
46,12a ±1,81
P1 (4%)
48,79b ±1,88
P2 (6%)
53,82c ±2,48
P3 (8%)
52,30c ±1,09
Keterangan: superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata (p<0,05)
AGROVETERINER
Vol.2, No.2 juni 2014
116
Berdasarkan hasil analisis
varian (Lampiran 17) dapat diketahui
bahwa rata-rata kandungan BETN
berdasarkan
perlakuan
dosis
biofermentor menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kandungan
BETN
kulit
rambutan
(p<0,05).Berdasarkan
uji
Jarak
Berganda
Duncan,
menunjukkan
bahwa perlakuan yang menghasilkan
kandungan BETN tertinggi yaitu pada
perlakuan P2, sedangkan perlakuan
yang menghasilkan BETN terendah
adalah pada perlakuan P0. Pada
perlakuan
P0
menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap
perlakuan yang lain (p<0,05). Tetapi
pada perlakuan P3 tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap
perlakuan P2 (p>0,05). Berdasarkan
hasil penelitian fermentasi kulit
rambutan dapat dilihat bahwa
pemberian biofermentor dengan dosis
4%(P1), 6%(P2), 8%(P3) menunjukkan
peningkatan kandungan BETN bila
dibandingkan dengan dosis 0%(P0).
Peningkatan kandungan BETN pada
kulit
rambutan
yang
telah
difermentasi ini disebabkan karena
kerja optimal dari bakteri selulolitik
yang mampu mendegradasi kompleks
selulosa menjadi senyawa sederhana
yang berperan dalam penurunan
kandungan serat kasar, dimana
bakteri ini juga berperan dalam
peningkatan BETN, karena serat kasar
yang terdegradasi akan menjadi
AGROVETERINER
glukosa
yang
termasuk
dalam
golongan BETN, sehingga semakin
banyak serat kasar yang turun akan
diikuti oleh peningkatan BETN.
Tingginya kandungan BETN terjadi
karena adanya bakteri selulolitik
dalam biofermentor yang mampu
menghidrolisis
komplek
selulosa
menjadi senyawa yang lebih kecil
sehingga terjadi penurunan serat
kasar dan dikuti dengan peningkatan
BETN. Meskipun perlakuan P1 dan P3
juga
menunjukkan
peningkatan
BETN, tetapi perlakuan P1 dan P3
tidak sebagus peningkatan BETN
pada P2, hal itu disebabkan karena
pada P1 dosis biofermentor 4% belum
optimal
dalam
mendegradasi
komponen selulosa, seperti pada hasil
kandungan serat kasar. Perlakuan P3
tidak berbeda nyata dengan P2,
kemungkinan disebabkan karena
dosis biofermentor pada P3 yang
berlebihan dan kondisi yang tidak
sesuai
sehingga
menyebabkan
terhambatnya
bakteri
selulolitik
dalam
mendegradasi
komponen
selulosa.
Kesimpulan
Fermentasi
kulit
rambutan
dengan perlakuan menggunakan
dosis biofermentor dapat menurunkan
kandungan serat kasar dengan
penurunan tertinggi didapatkan pada
dosis 6% (P2) dan 8% (P3),
meningkatkan bahan organik dengan
Vol.2, No.2 juni 2014
117
peningkatan tertinggi didapatkan
pada
dosis
6%
(P2),
dan
meningkatkan
BETN
dengan
peningkatan tertinggi didapatkan
pada dosis 6% (P2) dan 8% (P3)
Daftar Pustaka
BPS. 2012. Badan Pusat Statistik dan
Direktorat
Jendral
Hortikultura. Produksi Buahbuahan di Indonesia 2007 –
2011.
Dalimartha. 2005. Atlas Tumbuhan
Obat Indonesia, Jilid 3. Puspa
Swara. Jakarta
Ibrahim ASS, El-diwany AI. 2007.
Isolation and identification of
new cellulases producing
thermophilic bacteria from an
egyptian hot spring and some
properties of the crude
enzyme. J Appl Sci 1:473-478.
AGROVETERINER
Kusriningrum. 2008. Perancangan
Percobaan.
Airlangga
University Press, Surabaya.
Mulyanto, A. 1993. Pengujian Nilai
Nutrisi
Kulit
Rambutan
(Nephelium lappaceuum, Linn.)
Dengan Teknik In Vitro
Dalam
Pemanfaatannya
Sebagai Pakan Ruminansia
[Skripsi].
Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.
Rakhmani, S. I. W. 2005. Peningkatan
nilai gizi pakan dari limbah
pertanian melalui fermentasi.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Peternakan.
Bogor. 66-67.
Utomo, P.A. 2012. Kandungan Protein
Kasar dan Serat Kasar Kulit
Ketela
Pohon
yang
Difermentasi
Dengan
Biofermentor
[Skripsi].
Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas
Airlangga.
Vol.2, No.2 juni 2014
Download