MODUL PERKULIAHAN Etika Periklanan Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir 2.11. – 2.21. Fakultas Program Studi TatapMuka Fakultas Ilmu Komunikasi Etika Periklanan (Marcomm) 09 Abstract Kode MK DisusunOleh 43011 Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Kompetensi Mahasiswa memahami dan “Suatu etika periklanan akan lebih menguasai ketentuan tatakrama efektif justru kalau ia disusun, disepakati, dan ditegakkan oleh para periklanan berdasarkan ragam iklan pelakunya sendiri” Penjabaran EPI Bab III.A . Butir 2.11. – 2.21. Etika Pariwara Indonesia (EPI) III. KETENTUAN 2. Ragam Iklan 2.10. … 2.11. Jasa Penyembuhan Alternatif 2.11.1. Iklan penyembuhan alternatif harus mencantumkan izin dari lembaga yang berwenang. 2.11.2. Iklan penyembuhan alternatif tidak boleh menyalahgunakan simbol, ayat, atau ritual keagamaan sebagai prasyarat penyembuhannya. Masyarakat perlu berhati-hati sebelum menggunakan jasa penyembuhan alternatif. Salah satu ciri penting yang dapat segera diketahui masyarakat apakah suatu jasa penyembuhan alternatif adalah suatu praktek resmi ataukah “liar” adalah dengan melihat apakah pada iklan-iklan mereka (ataupun ruang praktek mereka) terdapat surat ijin praktek resmi dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tanpa surat ijin praktek resmi tersebut sebenarnya jasa penyembuhan alternatif tersebut tidak boleh berpraktek sehingga seharusnya tidak boleh juga beriklan. 2.12. Organ Tubuh Transplantasi dan Darah Darah manusia, ataupun organ tubuh transplantasi, seperti ginjal, jantung, kornea, dan lain-lain, tidak boleh diiklankan, baik untuk tujuan mencari ataupun menjual. 2016 2 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Larangan beriklan terkait organ tubuh untuk keperluan transplantasi serta jual-beli darah dilarang secara hukum di Republik Indonesia sehingga tidak diperkenankan pula memasang iklan untuk keperluan menawarkan/menjual/membeli organ tubuh transplatasi ataupun darah. 2.13. Produk Terbatas 2.13.1. Iklan produk terbatas tidak boleh menyamarkan produk dan/atau pesan iklannya dengan maksud menyiasati ketentuan hukum. 2.13.2. Iklan produk terbatas tidak boleh disiarkan melalui media atau waktu penyiaran yang bukan untuk khalayak dewasa. 2.14. Jasa Profesional Profesional seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, dan lain-lain hanya dapat mengiklankan jam praktik atau jam kerja dan pindah alamat, sesuai dengan kode etik profesi masing-masing. Iklan untuk jasa-jasa profesi yang dicantumkan pada pasal ini dapat berubah sesuai dengan kode etik profesinya masing-masing. Batasan yang ketat untuk iklan profesi dokter sebenarnya sangat mirip dengan batasan-batasan bagi iklan Rumah Sakit di atas. 2.15. Properti 2.15.1. Produk properti hanya dapat diiklankan jika pihak pengiklan telah memperoleh hak yang sah atas kepemilikannya, serta memiliki segala izin resmi yang diperlukan. 2.15.2. Segala informasi tentang berbagai fasilitas, material, maupun jangka waktu penyelesaian properti terkait harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 2016 3 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pada prinsipnya, suatu penjualan properti hanya dapat dilakukan setelah si pengembang memiliki izin-izin yang sah serta telah memiliki lahan yang dimiliki secara sah dan bebas dari tuntutan pihak lain manapun juga. Suatu pengembang yang mempromosikan propertinya tapi sebenarnya belum menguasai lahan yang akan dikembangkannya berarti telah melakukan tindakan penipuan terhadap masyarakat/konsumen. 2.16. Peluang Usaha dan Investasi Iklan produk investasi yang menawarkan kesempatan berusaha, janji pengembalian modal, pinjam-meminjam atau pembagian keuntungan, wajib secara jelas dan lengkap menyebutkan sifat dan bentuk penawaran, serta harus secara seimbang menyebutkan risiko yang mungkin dihadapi calon investor. Sampai saat ini sebenarnya masih cukup sering ditemui tawaran-tawaran yang menggiurkan untuk melakukan investasi tapi sebenarnya merupakan suatu praktek penipuan. Kasus-kasus semacam ini memang cukup marak pada awal 2000-an (misalnya: penawaran menyetorkan sejumlah uang dengan jaminan akan mendapatkan keuntungan 2x lipat dari setorannya hanya dalam waktu 3 bulan – biasanya dikaitkan dengan suatu jenis usaha tertentu seperti agrobisnis, perdagangan dlsb.). Pada saat ini, BPP PPPI belum menemukan adanya produk investasi seperti ini yang diiklankan di media massa. Umumnya produk-produk seperti ini disebarluaskan dari mulut-ke mulut atau melalui surat elektronik ataupun SMS. Patokan sederhananya untuk masyarakat agar berhati-hati dengan segala bentuk tawaran investasi adalah bahwa masyarakat wajib mendapatkan informasi yang jelas terkait resiko dari produk investasi tersebut karena tidak ada produk investasi yang murni tanpa resiko. 2.17. Penghimpunan Modal Iklan yang menawarkan penghimpunan modal harus secara jelas mencantumkan bahwa penghimpunan modal dimaksud hanya dilakukan melalui pasar modal yang resmi. 2016 4 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.18. Dana Sosial dan Dana Amal 2.18.1. Iklan dana sosial atau dana amal harus mencantumkan tujuan untuk menyerahkan sekurang-kurangnya 2/3 bagian dari hasil bersih yang dihimpunnya kepada badan sosial atau pihak yang akan menerima sumbangan. 2.18.2. Iklan dana sosial atau dana amal harus mencantumkan badan sosial atau amal, ataupun pihak lain yang akan menerima dana tersebut. 2.18.3. Usai penyelenggaraan penghimpunan dana, pengiklan harus menyiarkan iklan laporan kepada kelompok khalayak yang sama, dengan mencantumkan rincian perolehan dan peruntukan dari dana terkait, serta tempat dan waktu penyerahannya. Etika Pariwara Indonesia memberikan suatu pedoman penting bagi pihak-pihak yang ingin menggalang dana untuk keperluan sosial/amal. Pedoman ini pada dasarnya penting diikuti agar pihak-pihak penyelenggara tersebut mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dan masyarakat merasa puas dan pasti bahwa dana sosial/amal yang diberikannya dapat mencapai khalayak khusus yang membutuhkannya. Pengaturan bahwa secara etika sekurang-kurangnya 2/3 bagian dari hasil bersih dana yang terhimpun wajib diserahkan kepada pihak/badan/masyarakat yang membutuhkannya adalah didasarkan pada tidak diharapkannya suatu lembaga/institusi melakukan tindakan penggalangan dana amal/sosial tetapi sebenarnya sebagian besar dana yang terkumpul itu lebih banyak dihabiskan untuk menggaji karyawan atau menjalankan operasi dari lembaga/institusi itu sendiri. Pelaporan dari hasil penggalangan dana sosial/amal (baik pemasukan maupun pengeluarannya) akan berdampak naiknya kredibilitas program tersebut dan naiknya kepercayaan masyarakat terhadap program tersebut. 2.19. Lembaga Pendidikan dan Lowongan Kerja 2.19.1. Iklan lembaga pendidikan tidak boleh mengandung janji untuk memperoleh pekerjaan atau penghasilan tertentu. 2.19.2. Iklan lowongan kerja tidak boleh secara berlebihan menjanjikan imbalan yang akan diperoleh. 2016 5 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.19.3. Iklan lowongan kerja tidak boleh memberi indikasi adanya diskriminasi atas suku, jenis kelamin, agama, atau ras tertentu, kecuali jika secara khusus menyertakan alasan dibutuhkannya suku, jenis kelamin, agama, atau ras tertentu tersebut. Contoh iklan cetak dari Binus University di samping ini menunjukkan beberapa pelanggaran yang fatal dari sudut etika periklanan. tama, Pertamaiklan menyatakan ini mempunyai “kualitas terbaik” tapi tidak memberikan dan penjelasan bukti-bukti obyektif sebagai yang dasar dari pernyataan tersebut. Berikutnya, ia menjanjikan bahwa lulusannya akan “cepat dapat kerja”. Suatu janji yang sebenarnya akan sangat susah mereka pegang sendiri karena kecepatan mendapatkan kerja akan tergantung dari banyak faktor, bukan sekedar disebabkan dari mana seseorang lulus perguuan tinggi. Contoh senada dapat dilihat dari iklan cetak President University ini. Dimana secara eksplisit menjanjikan bahwa lulusan mereka dapat “langsung bekerja dengan gaji tinggi”. President University menjawab surat teguran Badan Pengawas Periklanan PPPI bahwa mereka pernah mengadakan riset bahwa lulusan mereka memang mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada lulusan perguruan tinggi lainnya. Tanggapan BPP terhadap jawaban tersebut adalah sebagai berikut: (1) kalaupun benar pernah dilakukan riset, idealnya dan dilihat dari 2016 6 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id etikanya, riset tersebut seharusnya dilakukan oleh pihak yang netral, bukan dilakukan oleh lembaga pendidikan itu sendiri, (2) kalaupun riset itu sudah dilakukan oleh pihak yang netral, maka sebaiknya minimal dicantumkan pada iklan mereka bahwa ada data riset yang mendukung klaim tersebut dan (3) hasil riset tersebut bila terbatas hanya meneliti mengenai tingkat gaji yang tinggi dari lulusan mereka berarti belum tentu mendukung pernyataan/klaim lainnya pada iklan tersebut yaitu “langsung bekerja” setelah lulus kuliah. Kata “langsung” mengisyarakatkan suatu jaminan bahwa lulusan mereka dapat “segera” mendapatkan pekerjaan. Sekali lagi, hal ini adalah suatu jaminan yang akan sangat sukar dibuktikan kebenarannya. Terkait iklan lowongan pekerjaan, walaupun EPI saat ini hanya membatasi tidak diterapkannya pembedaan/diskriminasi suku, ras dan agama pada iklan-iklan lowongan pekerjaan, sangat diharapkan di masa depan EPI juga dapat menerapkan anti diskriminasi terhadap jenis kelamin (hal ini sudah diterapkan pada iklan-iklan lowongan pekerjaan di negara-negara maju yang menganut persamaan hak gender secara ketat). 2.20. Gelar Akademis Iklan tidak boleh menawarkan perolehan gelar akademis dengan cara membeli atau dengan imbalan materi apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2.21. Berita Keluarga 2.21.1. Iklan tidak boleh memberi pernyataan pemutusan hubungan keluarga dari, ataupun terhadap orang yang berusia kurang dari 21 tahun. 2.21.2. Iklan tentang perceraian harus mencantumkan rujukan dari keputusan lembaga yang berwenang. Iklan perceraian secara Islam wajib mencantumkan tingkat talak atau rujukan dari putusan pengadilan agama terkait. 2.22. … 2016 7 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Contoh Kasus iklan yang melanggar EPI Kebutuhan akan kesehatan merupakan hak asasi setiap warga negara. Tak pelak masyarakat dari golongan apapun baik dari strata kelas atas sampai bawah membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai. Tak jarang dan segan pula untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bagus, bagi masyarakat yang mempunyai penghasilan tinggi rela untuk membayar mahal pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bonafide. Akan tetapi, lain halnya dengan golongan tidak mampu, bagi mereka dengan penghasilan rendah, jikalau tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bonafide, memilih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah secara gratis seperti di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Jikalau tidak, mereka dapat menggunakan pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional. Alasannya sangat sederhana, selain harga pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, juga dikarenakan dipercayai obat yang diberikan ampuh untuk penyakit yang dideritanya meskipun tidak menutup kemungkinan masyarakat kelas atas yang memilih pengobatan alternatif dan tradisional juga sehingga jumlahnya cukup besar masyarakat Indonesia yang menggunakan jasa tersebut. Potensi besar tersebut, memunculkan banyak praktik pengobatan alternatif dan tradisional yang menawarkan berbagai macam layanan penyembuhan penyakit sehingga menimbulkan persaingan antara beberapa pelaku usaha pengobatan tersebut. Untuk memudahkan dalam mempromosikan pelayanan kesehatan yang diberikan, pelaku pengobatan memasarkan jasa kesehatannya dengan berbagai cara, baik brosur, spanduk maupun melalui iklan di media televisi. Pemasaran atau promosi yang dilakukan oleh pelaku usaha pengobatan tradisional atau alternatif sedang gencar dan marak dilakukan di media televisi. Salah satunya adalah Fenomena Tong Fang sebagai salah satu klinik Traditional Chinese Medicine (TCM). Akan tetapi, karena ditengarai melanggar ketentuan periklanan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur melalui nomor surat 336/K/KPI/05/12 tertanggal 31 Mei 2012 yang isinya mengimbau kepada seluruh stasiun Televisi untuk menghentikan iklan Tong Fang tersebut. Alasannya, iklan tersebut menayangkan testimonial pasien dan pemberian diskon bila pasien melakukan pengobatan di klinik tersebut. 2016 8 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Upaya promosi pengobatan alternatif dan tradisional yang dilakukan oleh pelaku usaha melalui media termasuk salah satunya dengan media seperti televisi dan brosur atau selebaran menimbulkan berbagai pelanggaran etika periklanan dan hak-hak konsumen (pasien) yang harus dilindungi. Perilaku tersebut merupakan dampak dari persaingan pengobatan alternatif dan tradisional yang tidak sehat. Apabila pengobatan alternatif dan tradisional dilarang dengan ketentuan persyaratan-persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku, permasalahan yang timbul adalah berpotensi dapat menghilangkan subtansi dari tujuan pengobatan alternatif daripada pengobatan konvensional yang sudah dijalani pasien. Prinsip dasar pengobatan alternatif dan tradisional merupakan solusi lain yang ditawarkan dan yang dapat pasien pilih apabila pengobatan konvensional tidak memberikan kesembuhan. Umumnya, pengobatan alternatif dan tradisional dipromosikan dengan menggunakan bujukan yang memberi kesan kesembuhan dan keampuhan (mujarab) daripada pengobatan konvensional. Prinsip dasar tersebut tentu bertentangan dengan beberapa ketentuan peraturan yang mengatur periklanan di bidang kesehatan yang tidak boleh memberikan kesan kesembuhan. Pada Kasus iklan klinik Tong Fang, Traditional Chinese Medication (TCM). Pada iklan ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional. 2016 9 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Menurut Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I pada bulan November 2011, telah menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan: Bab III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”. Maraknya iklan klinik pengobatan dengan metode alternatif di televisi meresahkan banyak pihak. Bahkan menurut Kementrian Kesehatan, efek iklan tersebut justru sudah membahayakan masyarakat. Untuk itu jajaran Kementrian Kesehatan mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) guna berkoordinasi serta memberi dukungan pada KPI untuk bertindak tegas atas tayangan iklan tersebut. Atas tayangan iklan pengobatan alternatif ini, KPI sudah mengeluarkan sanksi administratif berupa teguran pertama kepada enam stasiun televisi. Bahkan sebenarnya, di awal kemunculan iklan ini, KPI sudah memberikan surat imbauan kepada seluruh stasiun televisi pada akhir April. KPI mengingatkan bahwa dalam iklan ini, terdapat pelanggaran atas P3SPS berupa testimoni pasien dan promosi penjualan jasa klinik. “Jika stasiun televisi masih mau memasang iklan, setidaknya kedua hal tersebut harus diedit dari materi iklan”. Namun dalam perjalanannya dari 7 iklan pengobatan yang dinilai bermasalah yaitu; Klinik Tong Fang, Tjiang Jiang, Tai San, Klinik Herbal dan Salon Jeng Ana, Hong Kong Medistra TCM, Tefaron dan P. King. masih ada 3 iklan klinik yang tetap muncul dengan pelanggaran yang sama, yakni Klinik Tong Fang, Cang Jiang Clinic TCM, dan Tay Shan TCM. Dalam menjatuhkan sanksi, KPI selalu berkoordinasi dengan lembaga terkait. “Karena ini soal iklan, maka KPI melakukan koordinasi dengan P3I (Persatuan Pengusaha Periklanan Indonesia)”. Selain masukan dari P3I, KPI juga menerima surat dari Konsil Kedokteran Indonesia yang memberikan analisis terhadap tayangan iklan pengobatan tersebut. Bahkan, oleh Badan Pengawas Periklanan, Iklan ini dinyatakan berpotensi melanggar Etika Promosi Rumah Sakit dan Etika Pariwara Indonesia, tambah Riyanto. 2016 10 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan nomor 1787 tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, melarang adanya publikasi metode, obat, alat dan atau teknologi pelayanan kesehatan baru atau non konvensional yang belum diterima masyarakat kedokteran karena manfaat dan keamanannya masih diragukan atau belum terbukti. Selain itu adanya kecemasan di kalangan profesi tenaga kesehatan lantaran iklan klinik yang cenderung menyesatkan. 2016 11 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id DaftarPustaka 1. Dewan Periklanan Indonesia, (2014). Etika Pariwara Indonesia, edisi ke 2 cetakan ke penyempurnaan ketiga. 2. http://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30747-bahasiklan-pengobatan-alternatif-yang-meresahkan-jajaran-kemenkes-temui-kpi 2016 12 Etika Periklanan Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id