Teroris Dan Pihak Yang Memberi Angin Mereka Kompleknya Masalah Teroris di Indonesia Masalah teroris adalah masalah yang komplek dan rumit, khususnya teroris yang ada di Indonesia. Yang membuat komplek dan rumit adalah karena teroris ini berasal dari umat Islam sedangkan masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Yang juga membuat masalah teroris komplek dan rumit adalah karena sifat dan sikap teroris itu sendiri. Selain itu yang juga membuat masalah teroris komplek dan rumit adalah karena ada pihakpihak yang belum mengerti teroris tetapi ikut bicara tentang teroris sehingga membingungkan masyarakat. Komplek dan rumit yang disebabkan oleh teroris diantaranya adalah mereka bangga menjadi teroris tetapi tidak siap dengan segala resikonya, secara fakta mereka memang teroris tetapi tidak berani mengakuinya, mereka berani mengikuti kegiatan terorisme tetapi takut diketahui keluarganya, mereka melanggar hukum yang berlaku di Indonesia tetapi tidak siap ditangkap dan dihukum, mereka melibatkan diri dalam aksi teror tetapi cengeng, mereka melakukan teror hingga pembunuhan tetapi ketika ditangkap terus kena pukulannya polisi saja mereka merengek protes di BAP dan di persidangan, mereka menentang NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 45 dan bercita-cita mendirikan Negara Islam tetapi begitu sudah ditangkap tidak berani mengakuinya terus terang, dan mereka jadi teroris yang menentang NKRI tetapi masih mempermasalahkan cara penangkapan yang dilakukan oleh polisi. Komplek dan rumit masalah teroris yang disebabkan oleh pihak di luar teroris diantaranya adalah tidak percaya kalau di Indonesia ada teroris, tidak percaya kalau terorisnya adalah orang Islam, dan ketika ada teroris yang dijadikan DPO oleh polisi atau ada yang ditangkap atau ada yang terbunuh, pihak ini langsung menjalankan aksinya dengan membuat opini seperti; bahwa yang disangka teroris oleh polisi ternyata bukan teroris, polisi menangkapi aktifis Islam, prosedur penangkapan yang dilakukan oleh polisi salah dan lain-lain. Baru-baru ini terjadi penangkapan yang dilakukan oleh polisi terhadap Siyono Klaten yang diduga terlibat terorisme dan setelah ditangkap ia meninggal dunia. Kejadian ini menimbulkan analisa-analisa dan pernyataan-pernyataan, terutama dari pihak yang saya sebutkan di atas, diantaranya bahwa Siyono bukan teroris tetapi imam masjid dan guru ngaji. Masyarakat yang belum mengetahui tentang teroris yang sebenarnya, terutama tentang latar belakangnya, ketika mereka mendengar kata teroris dan kata imam masjid yang dilontarkan oleh pihak tersebut maka seolah kontradiksi karena antara teroris dengan imam masjid perbedaannya jauh sekali, teror konotasinya jelek sedang imam masjid konotasinya baik. Akan tetapi bagi masyarakat yang sudah mengetahui tentang teroris terutama tentang latar belakangnya, ketika mendengar kata teroris dan kata imam masjid maka tidak ada yang kontradiksinya, karena bisa jadi imam masjid terlibat terorisme dan bisa jadi teroris juga menjadi imam masjid. Sebenarnya yang dilabeli teroris ini adalah umat Islam yang berusaha merealisasikan syareat i’dad (mempersiapkan kekuatan perang) dan syareat jihad (perang) yang tujuan jangka panjangnya untuk membentuk Kekuasaan Islam. Karena berusaha merealisasikan i’dad maka mereka harus latihan perang, memiliki senjata api, memiliki amunisi, memiliki bahan peledak dan melakukan persiapan-persiapan untuk berperang. Dan karena berusaha merealisasikan jihad maka mereka harus melakukan aksi-aksi jihad untuk menyerang pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh diantaranya dengan pengeboman dan senjata, atau minimal membantu para pelaku jihad. Inilah teroris, maka tidak aneh jika imam masjid ada yang terlibat, guru ngaji ada yang terlibat, ustadz ada yang terlibat, juru dakwah ada yang terlibat, aktifis ada yang terlibat, guru ada yang terlibat, dosen ada yang terlibat, santri ada yang terlibat, murid sekolah ada yang terlibat, mahasiswa ada yang terlibat dan profesi lain-lain ada yang terlibat. Dalam menjalankan kegiatannya teroris sangat rapi dan sangat menjaga rahasia, sehingga sulit dikenali dan dideteksi oleh masyarakat umum. Bahkan untuk menjaga eksistensinya mereka menjadikan profesi-profesi di atas sebagai camuflage (penyamaran). Contohnya, orang ini sebenarnya tugasnya adalah mencari dan menyimpan senjata api untuk persiapan jihad, supaya masyarakat setempat tidak curiga karena terlihat sibuk tetapi tidak jelas pekerjaannya, maka dia menjadi guru ngaji, jadi profesi guru ngaji berfungsi juga sebagai alat penyamaran. Oleh karena itu maka tidak ada yang tahu siapa yang terlibat terorisme kecuali teroris itu sendiri dan aparat yang berwenang yang memiliki data tentang mereka dan yang memantau mereka. Kerahasiaan Teroris Kerahasiaan teroris yang tinggi yang membuat tidak semua orang bisa mengetahui dia sebagai teroris, meskipun dia juga berada di sekitar mereka, sehingga ketika terjadi penangkapan terhadap teroris yang dilakukan oleh polisi cukup membuat bingung orang banyak. Diantara yang dibuat bingung adalah: Keluarga mereka Kerahasiaan terorislah yang menyebabkan keluarga mereka tidak mengetahui kegiatan mereka yang berhubungan dengan terorisme. Keluarga mereka tidak mengetahui bahwa ada anggota keluarganya yang terlibat kegiatan terorisme. Keluarga mereka tidak mengetahui bahwa anggota keluarganya mengikuti latihan perang atau menyimpan senjata api atau menyimpan amunisi atau menyimpan bahan peledak atau terlibat melakukan aksi teror atau terlibat membantu pelaku teror. Keluarga mereka hanya mengetahui bahwa anggota keluarganya ini adalah orang baik, baik terhadap keluarganya dan orang lain, melakukan kegiatan-kegiatan yang baik, rajin beribadah, rajin mengaji dan senantiasa melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Oleh sebab itu, begitu ada anggota keluarganya yang ditangkap oleh polisi mereka kaget dan seakan tidak percaya karena mereka memang benar-benar tidak tahu sebabnya. Karena ketidaktahuan mereka inilah maka ada yang bertanya ke sana ke mari mencari tahu tentang penangkapan tersebut, ada yang klarifikasi ke polisi, ada yang mencari pengacara, ada yang tidak terima kenapa keluarganya ditangkap, dan ada juga yang menerima berlapang dada sebab yakin ditangkapnya anggota keluarganya bukan karena melakukan kejelekan. Sebagian Organisasi Islam Kerahasiaan terorislah yang menyebabkan umat Islam yang tergabung dalam organisasi-organisasi Islam tidak mengetahui bahwa ada dari umat Islam yang melakukan kegiatan terorisme meskipun berada di sekitar mereka. Biasanya organisasi Islam hanya tahu bahwa ada orang Islam atau sekelompok orang Islam di luar organisasi mereka, tertutup tidak mau bergaul dengan masyarakat di luar kelompoknya, tetapi ada juga yang bersikap mau bersahabat dengan siapa saja, bahkan ada yang mengikuti kegiatan di organisasi-organisasi tersebut. Kalau terhadap teroris yang tidak mau bergaul dengan masyarakat, yang tertutup dan yang menjaga jarak maka organisasi-organisasi tersebut tidak kaget ketika mereka ditangkap oleh polisi karena kasus terorisme. Akan tetapi terhadap teroris yang mau bergaul dengan masyarakat, yang bersahabat dengan masyarakat, dan yang tidak menjaga jarak dengan masyarakat, maka organisasi-organisasi tersebut tetap berperasangka baik bahwa mereka juga umat Islam seperti mereka, melakukan kegiatan-kegiatan keislaman seperti mereka dan juga memperjuangkan Islam sebagaimana mereka. Oleh karena itu, ketika orang-orang ini ada yang ditangkap oleh polisi karena terlibat terorisme, maka ada dari organisasiorganisasi tersebut yang tidak percaya kalau orang yang ditangkap ini adalah teroris bahkan menyalahkan polisi. Sebagian umat Islam Kerahasiaan terorislah yang menyebabkan mayoritas umat Islam tidak mengetahui bahwa mereka melakukan kegiatan terorisme. Mayoritas umat Islam hanya tahu bahwa setiap umat Islam adalah sama, kalau ada yang beda maka yang beda hanya organisasinya, madzhabnya, sikap dan sifat individunya saja. Oleh karena itulah mayoritas umat Islam terhadap umat Islam yang lainnya tetap berperasangka baik bahwa mereka juga umat Islam seperti mereka, melakukan kegiatan keislaman seperti mereka dan juga memperjuangkan Islam sebagaimana mereka. Maka ketika ada orang Islam yang ditangkap oleh polisi karena terlibat terorisme, ada dari umat Islam yang tidak percaya kalau orang Islam yang ditangkap ini adalah teroris bahkan menyalahkan polisi yang melakukan penangkapan. Reaksi Teroris Saat Ditangkap Berkenaan dengan sikap dan reaksi teroris ketika ditangkap, kebanyakan mereka adalah mengadakan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan oleh teroris tidak semata-mata ingin membunuh atau mengalahkan polisi yang menangkapnya, tetapi dengan perlawanan itu dia berharap dirinya mati karena dua tujuan penting yaitu mendapatkan mati syahid dan tidak sampai memberikan keterangan kepada polisi membongkar rahasia jaringan dan perjuangan mereka. Bahkan pernah terjadi ada yang berencana sebelum ditangkap bahwa kapanpun dia ditangkap dia akan berusaha untuk mati dengan cara apapun daripada membuka rahasia, rencana tersebut akhirnya terkabul karena dia berhasil merebut senjata dari polisi yang menjaganya lalu membunuh dirinya dengan senjata tersebut. Ada juga yang saat ditangkap dia tidak mengadakan perlawanan bahkan menunjukkan kooperatifnya, namun ketika dibawa oleh polisi di dalam mobil dia beraksi menyerang beberapa polisi yang mengawalnya, secara teori dan fakta dia tidak akan menang, tetapi mati yang jadi tujuan utamanya, akhirnya tujuannya tercapai dia meninggal saat berkelahi dengan beberapa polisi yang mengapitnya di dalam mobil tersebut. Begitulah jalan dan cara yang ditempuh oleh sebagian teroris. Dan hal ini kebanyakan keluarga teroris sudah tahu dan memahaminya, sehingga ketika ada anggota keluarganya yang ditangkap oleh polisi bahkan ada yang meninggal saat penangkapan mereka tidak mempermasalahkannya. Karena menurut mereka, hal tersebut sudah resiko dari jalan perjuangan yang dipilih olehnya. Selain itu mereka juga sudah yakin bahwa anggota keluarganya yang ditangkap atau yang meninggal tersebut berada pada kebenaran di jalan lurus meskipun menurut hukum di dunia ini mereka teroris. Pengaburan Tentang Teroris Teroris yang saya sebutkan di atas, tentang keyakinannya, jalan perjuangannya, kebiasaannya dan bahayanya yang seperti itu justru sering dibikin kabur oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini biasanya terjadi terutama ketika polisi melakukan penangkapan terhadap yang disangka sebagai teroris. Ada tiga pihak yang biasanya mengaburkan masalah teroris yaitu: 1. Pihak di luar teroris, bukan teroris, tidak pro dengan teroris dan juga tidak pro dengan yang memerangi teroris. Pihak ini biasanya mengeluarkan statemen seperti: Teroris ada karena Amerika. Pihak ini mengatakan begini mungkin karena permasalahan Palestina yang tidak kunjung selesai padahal sebetulnya Amerika mampu menyelesaikannya, sebab masalah inilah maka muncul teroris. Dan juga karena jihadis global yang dimotori oleh Al-Qaidah menjadikan Amerika dan sekutunya sebagai sasaran utama diantaranya berdasarkan sebab Amerika pro Israil dalam kasus Palestina, Amerika bercokol di Jazirah Arab padahal menurut Akidah Islam haram, dan kezalimankezaliman Amerika seperti permusuhannya terhadap Mujahidin Afghanistan pasca kekalahan komunis, sebab inilah maka muncul teroris. Adanya teroris di Indonesia karena ada Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Kalau Densus 88 dan BNPT dibubarkan maka teroris tidak akan ada. Mungkin pihak ini belum tahu bahwa Densus 88 dan BNPT dibentuk karena ada teroris. Asalnya dibentuk Tim Investigasi Bom Bali untuk menangani kasus pengeboman di Bali yang kami lakukan. Penanganan kasus Bom Bali belum selesai sudah ada lagi pengeboman di Hotel JW Marriot yang dimotori oleh Nordin M Top dan Dr. Azhari. Namanya tidak lagi Tim Investigasi Bom Bali tapi berganti Satgas Bom Polri. Ternyata terorisme dan aksinya masih terus ada, maka dibentuklah Densus 88. Kemudian pemerintah membentuk badan yang lebih besar lagi yaitu BNPT. Pihak ini sulit ditebak apa maksudnya, apakah benar-benar belum tahu tentang teroris yang sebenarnya, atau karena tidak suka dengan cara kerja Densus 88 dan BNPT, atau supaya tidak dimusuhi oleh teroris, atau untuk mengambil hati teroris, atau untuk mengambil hati umat secara umum, atau ada niat dan tujuan politik yang lain untuk kepentingan dirinya, agama dan negara. 2. Pihak yang pro dengan teroris yang mampu membikin opini. Diantara opini mereka adalah bahwa yang ditangkap bukan teroris, polisi menangkapi aktifis Islam, penangkapan tersebut pesanan Amerika, dan isyu-isyu lain yang keluar dari fakta yang sebenarnya. Pihak ini terdiri dari: Pihak yang sama jihadisnya, sama terorisnya, satu jaringan dan satu tujuan dengan teroris yang ditangkap. Pihak ini tahu bahwa yang ditangkap memang terlibat terorisme dan terkena Undang-Undang terorisme yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi demi untuk menutupi predikat dan tujuan mereka yang sebenarnya maka mereka berpura-pura tidak tahu, lalu membikin opini, dengan tujuan mencari dukungan dari masyarakat supaya mereka lolos dari penangkapan, yang sudah ditangkap ringan hukumannya dan supaya masyarakat mendukung dakwah dan perjuangan mereka. Artinya bahwa pihak ini menipu masyarakat karena ada tujuan-tujuan tertentu. Pihak yang sama tujuannya dengan teroris yang ditangkap yaitu untuk menyusun kekuatan dan membentuk Kekuasaan Islam. Pihak ini tidak tahu secara detail bahwa yang ditangkap memang terlibat terorisme dan terkena Undang-Undang terorisme yang berlaku di Indonesia. Mereka hanya tahu bahwa teroris yang ditangkap adalah aktifis Islam yang mempunyai kesamaan tujuan dengan mereka. Dengan demikian berarti polisi menangkap para aktifis Islam. Oleh sebab itu mereka membikin opini supaya masyarakat mendukung mereka untuk bersama-sama menanggulangi penangkapan terhadap aktifis Islam, dan supaya masyarakat mendukung dakwah dan perjuangan mereka untuk menyusun kekuatan dan membentuk Kekuasaan Islam. Artinya bahwa pihak ini memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Pihak yang simpati kepada teroris karena secara zahir teroris adalah baik dan memperjuangkan Islam. Pihak ini tidak tahu bahwa teroris yang ditangkap memang terlibat terorisme dan kena Undang-Undang terorisme yang berlaku di Indonesia. Mereka hanya tahu bahwa teroris yang ditangkap adalah orang baik yang tidak melakukan kriminal. Karena ketidaktahuan mereka tentang kegiatan orang yang ditangkap yang berhubungan dengan terorisme maka mereka ikut-ikutan membikin opini untuk menentang penangkapan tersebut. 3. Pihak yang terpengaruh dengan opini-opini di atas sehingga ikut membela teroris. Pihak ini bisa berasal dari organisasi tertentu atau partai tertentu atau lembaga tertentu atau kelompok tertentu atau perorangan. Pihak ini terdiri dari: Pihak yang membela teroris yang ditangkap karena menganggap bahwa teroris yang ditangkap adalah aktifis Islam yang meperjuangkan kepentingan Islam. Pihak ini sebenarnya tidak setuju dengan radikalisme, tidak setuju dengan terorisme, tidak setuju jihad diartikan dengan perang, bahkan tidak setuju kalau Indonesia dijadikan Negara Islam dan juga sudah puas dengan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Akan tetapi karena sama muslimnya dengan pembikin opini dan juga sama muslimnya dengan orang yang ditangkap, benarbenar tidak tahu bahwa yang ditangkap ini terlibat terorisme, maka akhirnya mereka ikut-ikutan, ikut tidak setuju dengan penangkapan yang dilakukan oleh polisi, ikut membuat opini dan ikut membela terois yang ditangkap. Pihak yang membela teroris yang ditangkap karena ada kepentingan politik. Pihak ini sebenarnya tidak setuju dengan radikalisme, tidak setuju dengan terorisme, tidak setuju kalau jihad diartikan dengan perang, bahkan tidak setuju kalau Indonesia dijadikan Negara Islam dan juga sudah puas dengan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Akan tetapi karena mereka ada tujuan politik untuk kepentingan dirinya atau organisasinya atau partainya atau repotasinya maka akhirnya mereka ikut-ikutan, ikut tidak setuju dengan penangkapan yang dilakukan oleh polisi, ikut membikin opini dan ikut membela teroris yang ditangkap. Bahkan bisa jadi pihak ini sebenarnya tahu bahwa yang ditangkap memang benar-benar terlibat terorisme dan kena Undang-Undang terorisme yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, untuk mengambil hati para aktifis Islam, para militan, para radikalis dan para teroris demi politik buat kepentingan dirinya, organisasinya, partainya dan repotasinya maka akhirnya pihak ini ikut-ikutan, ikut tidak setuju dengan penangkapan yang dilakukan oleh polisi, ikut membikin opini dan ikut membela teroris yang ditangkap. Dengan sikap yang seperti ini, pihak ini berharap banyak masyarakat yang hormat dan simpati kepadanya, sehingga jika mencalonkan sesuatu banyak yang memilihnya. Dan harapannya pihak ini kepada para jihadis dan teroris minimal mereka tidak menganggapnya sebagai musuh. Pengaburan Menimbulkan Fitnah Opini yang dibikin oleh pihak-pihak tertentu yang menyebabkan pengaburan tentang teroris adalah tidak kalah berbahayanya dengan teroris itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pengaburan tentang teroris berarti mencegah masyarakat supaya tidak mengetahui teroris yang sebenarnya, padahal masyarakat juga terkena sasaran teroris. Jika demikian maka akan menimbulkan fitnah-fitnah sebagai berikut: Menguntungkan teroris, karena dengan pengaburan tersebut berarti mereka terbela dan akan tetap leluasa melakukan kegiatannya. Masyarakat tidak akan tahu teroris yang sebenarnya, tentang siapa mereka, apa latar belakangnya, apa tujuannya, bagaimana ciri-cirinya, apa kegiatannya dan apa bahayanya. Jika masyarakat tidak tahu maka mereka tidak bisa ikut andil dalam mencegah dan menanggulangi terorisme. Keluarga yang anggota keluarganya meninggal karena dikejar atau ditangkap oleh polisi akan bertambah kesibukan dan terganggu. Mereka yang asalnya ikhlas menerima kematian tersebut berobah tidak menerima, asalnya diam berobah protes, asalnya diam berobah mencari-cari pengacara, asalnya diam berobah ingin ke komnas HAM, asalnya diam berobah ingin menuntut polisi, dan asalnya diam tidak bicara berobah menjadi banyak bicara tentang kasus tersebut. Akhirnya para pembikin opini tersebut bukan membantu dan meringankan keluarga korban tetapi justru memberi masalah baru dan menambah beban buat mereka. Keluarga yang anggota keluarganya ditangkap bertambah kesibukan dan terganggu. Mereka yang asalnya menerima penangkapan tersebut berobah tidak menerima, asalnya diam berobah protes, asalnya diam berobah mencari-cari pengacara, asalnya diam berobah ingin ke komnas HAM, asalnya diam berobah ingin mengajukan praperadilan, dan asalnya diam tidak bicara berobah menjadi banyak bicara tentang kasus tersebut. Akhirnya para pembikin opini tersebut bukan membantu dan meringankan keluarga yang anggota keluarganya ditangkap tetapi justru menambah pekerjaan dan beban mereka. Ada dari organinasi, partai, lembaga, forum dan perorangan yang tertipu oleh opini tersebut. Sebenarnya mereka ini tidak setuju dengan terorisme, tetapi karena pembuat opini tersebut bohong maka akhirnya mereka tergiring untuk ikut-ikutan protes terhadap penangkapan yang dilakukan oleh polisi dan ikut mengeluarkan statemen-statemen yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Dengan pembelaan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut berarti secara tidak langsung pihak-pihak ini membela dan membantu teroris. Dengan opini-opini dan pengaburan tentang teroris berarti memberi angin kepada teroris. Menfitnah polisi, dan mengajak orang lain untuk tidak percaya kepada polisi dan membenci polisi. Meskipun Benar Menurut Quran dan Hadits Teroris Tetap Salah Menurut NKRI Kegiatan teroris mempersiapkan dan menyusun kekuatan dengan melakukan latihan perang, belajar menggunakan senjata dan mengumpulkan peralatan perang untuk Jihad fie Sabilillah adalah benar menurut Quran dan Hadits, akan tetapi salah menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh sebab itu jika teroris membawa atau memiliki atau menyimpan senjata api, amunisi, bahan peledak, melakukan aksi teror, membantu pelaku teror dan terlibat terorisme walau sekecil apapun maka pasti dijadikan DPO dan ditangkap oleh aparat yang berwenang di NKRI. Jika ada dari teroris yang meninggal dunia disebabkan oleh tangan aparat yang berwenang di NKRI pada saat pengejaran atau penangkapan, lalu pihak yang pro teroris mengklaim matinya mati syahid, maka klaim tersebut tetap tidak akan bisa merobah hukum yang berlaku di NKRI, sehingga yang lain yang terlibat terorisme tetap terus dijadikan DPO dan ditangkap. Begitu juga jika ada teroris yang ditangkap oleh polisi atau ada yang meninggal di tangan Polisi Densus 88, lalu ada aliansi dari berbagai elemen masyarakat melakukan demo agar Densus 88 dibubarkan, kemudian demo tersebut berhasil dan Densus 88 resmi dibubarkan, hal ini tidak berarti yang terlibat terorisme tidak dijadikan DPO, tidak dikejar dan tidak ditangkap lagi, karena polisi selain Densus 88 masih banyak, jikapun polisi sudah tidak ada lagi maka masih ada TNI dan BIN. Jadi, menggalang massa, mengumpulkan massa, membentuk aliansi untuk melakukan demo menuntut agar Densus 88 dibubarkan bukan solusi, tetapi solusinya adalah jangan jadi teroris dan jangan terlibat terorisme. Dengan tidak adanya teroris maka kejadian penangkapan dan kematian dengan cara yang seperti itu tidak akan terjadi lagi, dan hal itu juga bisa membantu supaya polisi tidak melakukan kesalahan yang seperti itu lagi. Dan dengan tidak adanya teroris maka penggalangan massa, pengumpulan massa dan pembentukan aliansi yang seperti itu tidak akan terjadi lagi, karena sedikit atau banyak pasti mengganggu mereka, apalagi besar kemungkinannya mereka tidak tahu fakta yang sebenarnya tentang kasus tersebut. Polisi adalah manusia biasa yang banyak salah dan dosa. Mereka sudah tahu bahwa potret teroris yang sudah-sudah adalah mudah melakukan aksi teror dan mudah melakukan pembunuhan, baik dengan senjata atau bom, sudah melukai dan membunuh ratusan orang bahkan ribuan, lalu ada lagi tersangka baru yang menurut penyelidikan terlibat terorisme yang harus ditangkap, tetapi setelah ditangkap tidak mengakuinya bahkan mentang-mentang padahal ada saksinya, maka wajar jika ada dari polisi yang jengkel dan marah. Saya pernah lihat sendiri dan hal yang seperti ini buat kami tidak aneh, bahwa banyak dari teroris setelah ditangkap oleh polisi sikap dan mulut mereka kasar terhadap polisi, polisi dikatakan thoghut dan kafir di depannya padahal yang dikatakan begitu juga Islam, polisi dipanggil dengan panggilan binatang, bahkan ada polisi yang diludahi. Beginilah teroris menunjukkan akhlaknya, sehingga wajar jika kemudian ada dari polisi yang jengkel dalam menghadapi teroris. Artinya, bahwa teroris yang mengaku agamis dan jihadis yang ditangkap ini sudah melanggar hukum, tetapi sama sekali tidak merasa bersalah, tidak menyesal, dan justru bersikap kasar dan melontarkan katakata yang tidak pantas diucapkan oleh seorang muslim. Supaya tidak ditangkap oleh polisi dan supaya tidak ada yang terbunuh sebagaimana yang sudah terjadi, maka tidak usah memilih jalan perjuangan dengan cara menjadi teroris dan terlibat terorisme. Masih banyak jalan perjuangan selain jadi teroris dan terlibat terorisme yang jelas-jelas bisa memberikan manfaat buat Islam dan umat Islam. Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912 M dan Nahdlotul Ulama (NU) yang berdiri tahun 1926 M, keduanya hingga sekarang masih eksis dan sudah tidak bisa dihitung lagi kebaikan dan manfaatnya buat Islam dan umat Islam tanpa jadi teroris dan terlibat terorisme.