Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 HUBUNGAN KUALITAS HIDUP DENGAN KEBUTUHAN PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN CKD YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HD RSUD A. WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA Relationship Of Quality Of Life With Paliatif Care Needs On Patient CKD Who Undergo Therapy Hemodialisa In HD Of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Hesti Prawita W Poltekkes Kemenkes Kaltim ABSTRAK Pendahuluan: Frekuensi Chronic Kidney Disease (CKD) stadium V atau End Stage Renal Dissease (ESRD) cenderung terus meningkat setiap tahun di seluruh dunia terutama di negara berkembang khususnya Indonesia. Studi populasi di empat kota yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD) menunjukkan bahwa prevalensi CKD sebesar 8,9 persen penduduk Indonesia. Pada pasien CKD stadium V, harus dilakukan terapi pengganti ginjal yang biayanya tidaklah murah untuk hemodialisis (2 kali dalam seminggu selama 5 jam per sesi) diperlukan biaya per tahun sebesar Rp 50 – 80 juta. Tingginya insiden dan biaya perawatan yang diperlukan bagi pasien dengan CKD stadium V atau ESRD memberi dampak pada tingginya biaya yang dikeluarkan oleh klienpasien yang menderita CKD. Oleh karena itu bagi pasien dengan CKD sangatlah penting untuk menjaga kualitas hidupnya. Tujuan: Memperoleh gambaran mengenai hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien CKD yang menjalani terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian non eksperimental. Rancangan dalam penelitian ini adalah korelasional dengan model pendekatan subyek yang digunakan adalah cross sectional .Jumlah sampel sebanyak 58 responden yang menjalani terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda pada bulan Sepember – November 2016 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah KDQOL SF 36 dan PPS. Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan tingkat signifikan 0,00 dan korelasi yang kuat dengan nilai r = -0,0493. Simpulan: Kualitas hidup berhubungan dengan kebutuhan perawatan paliatif, semakin buruk kualitas hidup maka semakin tinggi kebutuhan perawatan paliatifnya. Saran: Pengukuran kualitas hidup hendaknya dilakukan secara periodik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan perawatan paliatif bagi pasien. Kata Kunci: Kualitas Hidup, Kebutuhan Perawatan Paliatif, CKD dan Hemodialisa ABSTRACT Background: The frequency of Chronic Kidney Disease (CKD) stage V or End Stage Renal Dissease (ESRD) is increase every year around the world, especially in developing countries like Indonesia. Population studies in four cities of Jakarta, Yogyakarta, Surabaya and Bali involving approximately 10,000 patients with the Modified Diet in Renal Disease (MDRD) method showed that the prevalence of CKD was 8.9 percent of Indonesia's population. In stage V CKD patients, renal replacement therapy should be performed which is not cheap for hemodialysis (2 times a week for 5 hours per session) an annual cost of Rp 50 - 80 million is required. The high incidence and maintenance costs required for patients with CKD stage V or ESRD have an impact on the high cost 117 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 incurred by clients who suffer from CKD. Therefore for patients with CKD is very important to maintain the quality of life. Objective : To get a picture of the relationship between quality of life with palliative care needs in CKD patients undergoing hemodialysis therapy in HD of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Method : The type and design of the study is correlational with cross sectional design. The total samples are 58 respondents who undergo hemodialysis therapy in HD of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda in September - November 2016 and suitable for inclusion and exclusion criteria. The patient measured using KDQOL SF 36 and PPS. Results : The results of bivariate analysis showed that there was a statistically significant relationship between quality of life with palliative care needs with a significant level of 0.00 and a strong correlation with r = -0.0493. Conclusion : Quality of life is related to palliative care needs, the worse the quality of life the higher the need for palliative care. Suggestion: Measurements of quality of life should be done periodically, so that it can be used as a basis in determining palliative care for patients. Key word: Quality of Life, Palliative Care Needs, CKD and Hemodialysis PENDAHULUAN Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2010; 1448). Saat ini, frekuensi Chronic Kidney Disease (CKD) stadium V atau End Stage Renal Dissease (ESRD) cenderung terus meningkat setiap tahun di seluruh dunia terutama di negara berkembang khususnya Indonesia. Studi populasi di empat kota yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD) menunjukkan bahwa prevalensi CKD sebesar 8,9 persen penduduk Indonesia. Pada pasien CKD stadium V, harus dilakukan terapi pengganti ginjal yang biayanya tidaklah murah untuk hemodialisis (2 kali dalam seminggu selama 5 jam per sesi) diperlukan biaya per tahun sebesar Rp 50 – 80 juta, Countinous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) biaya yang diperlukan untuk pemasangan kateter sebesar Rp 10 juta dan biaya pertahun sebesar Rp 50-75 juta sedangkan transplatasi ginjal biaya yang diperlukan untuk pretransplantasi dan prosedur sebesar Rp 200 juta dan biaya per tahun sebesar Rp 75 – 150 juta Tingginya insiden dan biaya perawatan yang diperlukan bagi pasien dengan CKD stadium V atau ESRD memberi dampak pada tingginya biaya yang dikeluarkan oleh klienpasien yang menderita CKD. Oleh karena itu bagi pasien dengan CKD sangatlah penting untuk menjaga kualitas hidupnya. Kualitas hidup menjadi ukuran penting setelah pasien menjalani terapi pergantian ginjal seperti hemodialisis atau transplatasi ginjal (Sathvik et all, 2008). Menurut Mittal et all (2001), kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis semakin menurun karena pasien tidak hanya menghadapi masalah kesehatan yang terkait dengan CKD tetapi juga terkait dengan terapi yang berlangsung seumur hidup, akibatnya kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, penyakit paru-paru kronis, atau kanker. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pakpour et al (2010), menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis memiliki kualitas hidup yang buruk dan cenderung mengalami komplikasi seperti depresi, kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari mereka menderita gangguan kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental, dan sosial yang nantinya mengganggu aktifitas sehari -hari. Oleh karena itu, kebutuhan pasien tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap 118 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. Perawatan inilah yang dikenal dengan perawatan paliatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk Memperoleh gambaran mengenai hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien CKD yang menjalani terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis dan rancangan penelitian yang dilakukan merupakan korelasional dengan model pendekatan subyek yang digunakan adalah cross sectional. Polulasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalahseluruh pasien dengan diagnosa CKD yang menjalani terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Setelah dilakukan penghitungan besar sampel diperoleh 58 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif. Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner. Kuisioner untuk mengukur kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah Kidney Disease Quality Of Life Short Form 36 (KDQOL SF 36), KDQOL SF - 36 terdiri dari 36 pertanyaan yang akan mengukur delapan dimensi yang terkait dengan kualitas hidup yaitu: fungsi fisik, keterbatasan peran karena masalah fisik, keterbatasan peran karena masalah emosional, fungsi sosial, kesehatan mental/ psikologis, vitalitas, nyeri tubuh, dan persepsi kesehatan secara umum. Sedangkan untuk mengukur kebutuhan perawatan paliatif menggunakan PPS (Palliative Performance Scale). Skala ini memasukkan lima parameter yang di nilai: berjalan, aktivitas, merawat diri, asupan makanan dan nilai kesadaran. Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dari bulan September – November 2017. Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat serta risiko yang mungkin di alami selama penelitian. Responden yang menyatakan bersedia untuk ikut sebagai responden penelitian, di minta menandatangani informed consent. Peneliti kemudian memberikan penjelasan kepada respnden tetang cara pengisian kuisioner dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya apabila di dalam kuisioner terdapat hal-hal yang belum di mengerti. Dalam menganalisis hubungan kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paiatif pada pasien CKD yang menjalani terapi hemodialysis di Ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda, digunakan uji korelasi person dengan menggunakan program SPSS for window versi 19.0. dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 dan 95% Coefidence Interval (CI), dengan ketentuan P value < 0,05. HASIL PENELITIAN Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata umur responden 48,09 ± 1,399 tahun dan rerata lama responden menjalani terapi hemodialisa adalah 23,40 ± 3,96 bulan. Sebagian besar responden pada kelompok umur 40 – 49 tahun dengan jumlah 24 responden (41,4%) dan sebagian kecil berumur 19 – 23 tahun (1,7%). Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 responden (53,4%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 responden (46,6). Berdasarkan riwayat penyakit yang di derita oleh responden sebagian besar responden mempunyai riwayat penyakit hipertensi sebanyak 41 responden (70,7%), DM berjumlah 18 responden (31%) dan asam urat sebanyak 17 responden (29,3%). 119 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 Tabel 1 Karakteristik Responden No 1. 2. 3. 4. 5. Karakteristik Umur: 19 – 23 Tahun 24 – 29 Tahun 30 – 34 Tahun 35 – 39 Tahun 40 – 44 Tahun 45 – 49 Tahun 50 – 54 Tahun 55 – 59 Tahun 60 – 64 Tahun 65 – 69 Tahun 70 – 74 Tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Pendidikan: SD SMP SMA D1 D3 D4/ S1 Lama Menjalani HD: < 6 Bulan 7 – 12 Bulan 1 – 3 Tahun 4 – 6 Tahun 7 – 9 Tahun ≥ 10 tahun Riwayat Penyakit: Hipertensi: Ya Tidak n 1 3 2 4 9 12 12 10 1 2 2 % 1,7 5,2 3,4 6,9 15,5 20,7 20,7 17,2 1,7 3,4 3,4 27 31 46,6 53,4 13 11 22 1 5 6 22,4 19 37,9 1,7 8,6 10,3 Mean 48,09 ± 1,399 Median 48,83 70,7 29,3 DM Ya Tidak 18 40 31 69 Asam Urat: Ya Tidak 17 41 29,3 70,7 Frekuensi Baik Buruk 31 (53,4%) 36 (62,1%) 27 (46,6%) 22 (37,9%) 81.25 67.19 37.50 Stan Dev 14.54 20.70 18.96 58 58 58 37.27 36.82 8.67 58 45.80 45.73 8.49 58 Mean Median 79.06 63.95 34.59 Tabel 3 Kebutuhan Perawatan Paliatif Rendah Tinggi 24,399 15,20 27,6 15,5 41,4 12,1 1,7 1,7 41 17 Scale (number of items in scale) Symptom/problem list (12) Effects of kidney disease (8) Burden of kidney disease (4) SF-12 Physical Health Composite SF-12 Mental H 23,40 ± 3,96 16 9 24 7 1 1 SD 10,658 Tabel 2 Kualitas Hidup Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum kualitas hidup responden baik dengan rata-rata status kesehatan fisik sebesar 37,27 sedangkan rata-rata status kesehatan mental sebesar 45,80. Sebagian besar responden memiliki kesehatan fisik baik sebanyak 31 responden (53,4%) sedangkan 36 responden memiliki status kesehatan mental baik sebanyak 36 responden (62,1%). Frekuensi Percent 39 19 62,7 32.8 Valid Percent 62,7 32.8 Cuulative percent 62,7 100.0 Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kebutuhan perawatan paliatif rendah sebanyak 39 responden (67,2%) dan kebutuhan paliatif rendah sebanyak 19 responden (32,8%). Tabel 4 Hubungan Kualitas Hidup Dan Kebutuhan Perawatan Paliatif Kualitas Hidup Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kebutuhan Perawatan Paliatif Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kualitas Hidup Kebutuhan Paliatif 1 -.493 .000 58 58 -.493 .000 58 1 58 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05) dengan kekuatan hubungan kuat (-0,493), di mana jika responden mempunyai kualitas hidup yang baik maka kebutuhan perawatan paliatif akan rendah (berkurang). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik responden berdasarkan dengan jenis kelamin diperoleh data sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (53,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paraskevi (2011), dimana pasien dengan jenis kelamin perempuan cederung mempunyai kualitas 120 n Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik responden berdasarkan usia, di peroleh data sebagian besar responden berada pada rentang usia 45 - 54 tahun. Menurut Paraskevi (2011), pada pasien dengan usia lanjut cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk dan cenderung lebih depresi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik berdasarkan pendidikan, diperoleh data sebagian besar responden berpendidikan SMA. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paraskevi (2011), pasien yang berpendidikan rendah berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit sebelum menderita GGK, sebagian besar responden menderita penyakit hipertensi. Hal ini sejalan dengan pendapat Wilson (2005) yang menyatakan bahwa perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Guyton dan Hall (2008) menyatakan bahwa hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal terminal melalui suatu proses yang mengakibatkan hilangnya sejumlah nefron fungsional yang progresif dan irreversible. Penurunan jumlah nefron akan menyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya aliran darah, penimgkatan GFR (Glomerural Filtration Rate) dan peningkatan keluaran urin di dalam nefron yang masih bertahan. Dalam jangka waktu yang lama, lesi-lesi sklerotik yang terbentuk dari kerusakan nefron semakin banyak sehingga dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dan menimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara lambat dan berakhir sebagai penyakit gagal ginjal terminal. Hal ini di perkuat dengan pedapat Tessy (2009) yang menyatakan bahwa beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah daam waktu yang lama maka semakin berat komplikasi yang ditimbulkan terutama pada ginjal. Berdasarkan hasil pengukuran kebutuhan perawatan paliatif pada responden di peroleh data sebagian besar responden kebutuhan perawatan paliatif rendah. Kebutuhan perawatan paliatif dipengaruhi masalahmasalah yang timbul akibat perubahan faktor fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual. Faktor fisik dipengaruhi oleh keluhan atau penderitaan/ gejala fisik yang mengganggu. Faktor psikologis dipengaruhi oleh emosi, kecemasan dan depresi. Faktor sosial dipengaruhi oleh kesulitan di bidang finansial serta keterbatasan atau kehilangan aktivitas fisik. Faktor kultural dipengaruhi oleh pemahaman yang keliru tetang penyakit, nyeri dan kematian, faktor emosional sesuai kulturnya, hal - hal yang berhubungan dengan ras, kendala bahasa, kepercayaan religius atau non religius, kebiasaan, tradisi, struktur keluarga. Faktor spiritual dipengaruhi oleh perasaan bahwa hidup pasien masih tetap mempunyai arah/ tujuan yang jelas dan berarti bagi sesamanya. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas hidup pada responden diperoleh data sebagian besar kualitas hidup baik dengan domain kesehatan fisik baik sebanyak 53,4% sedangkan domain kesehatan mental baik sebanyak 62,1%. Pasien GGK sebelum menjalani terapi hemodialisis akan sangat terganggu aktivitasnya baik untuk bekerja maupun bergaul, juga kesulitan dalam tidur karena rasa sakit yang dirasakan. Di samping itu berbagai keluhan fisik dikeluhkan pasien tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya dan komplikasi yang menyertai yang tidak sama antara satu pasien dengan pasien yang lainnya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa paien GGK akan merasakan adanya rasa tidak nyaman, sesak, edema, nyeri dada, rasa mual maupun muntah, serta kram otot yang menyebabkan nyeri hebat (Brunner & Suddarth, 2010).untuk itu pasien sangat tergantung pada terapi hemodialisis untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Setelah menjalani terapi hemodialisis keadaan fisik responden mengalami perbaikan yang berarti walaupun tidak semua esponden 121 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 menyatakan demikian. Responden sesudah menjalani terapi hemodialisis tampak berkurang sesaknya dan responden tampak lebih rileks. Perubahan ini karena zat-zat toksik dalam darah dikeluarkan, juga cairan dalam tubuh responden telah dibuang sesuai dengan kondisi klinis responden. Kondisi ini akan membuat responden dapat tidur dan istirahat serta mampu melakukan aktivitas fisik sehari-hari (Corwin, 2000). Setelah menjalani terapi hemodialisis, kualitas hidup pada domain mental (psikologis) mengalami peningkatan pada tingkat kualitas hidup yang baik. Responden setelah melewati satu jam pertama tindakan hemodialisis sudah mulai tenang yang ditunjukkan dengan tidur pulas atau berbincang dengan sesama pasien atau keluarga pasien lainnya. Pada umumnya pasien tidak mempunyai perasaan negatif,masih dapat berpikir, mengingat dan berkonsentrasi dengan baik (Hudak & Gallo, 1997). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maradewi (2015) menyatakan bahwa pasien dengan adekuasi hemodialisis baik memiliki kualitas hidup yang baik juga (p < 0,05). Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif kuat. Semakin baik kualitas hidup, maka semakin rendah kebutuhan perawatan paliatif. Kualitas hidup menjadi ukuran penting setelah pasien menjalani terapi penggantian ginjal seperti hemodialisi atau transplantasi ginjal (Sathvik, Parthasarathi, Narahari dan Gurudev, 2008). Hemodialisis yang dilakukan oleh pasien dapat mempertahankan kelangsungan hidup sekaligus akan mengubah pola hidup pasien. Perubahan ini mencakup diet pasien, tidur dan istirahat, penggunaan obat-obatan dan aktivitas sehari-hari (Schatell dan Witten, 2012). Menurut Headley dan Wall (2000), menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis diperlukan pendekatan secara menyeluruh baik dukungan dari tenaga medis, keluarga, sosial dan dari kepatuhan pasien sendiri. Pasien dengan penyakit kronik tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik namun juga perlu diberikan dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yangt dikenal sebagai perawatan paliatif (Doyle & Macdonald, 2003). Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam nyawa dengan memberikan penghilang rasa sakit dan gejala, dukungan spiritual dan psikososial sejak tegaknya diagnosis hingga akhir kehidupan serta periode kehilangan keluarga yang sakit. (WHO, 2007). Tujuan utama perawatan paliatif ialah mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi penderita dan keluarganya, maka diperlukan pendekatan yang dilakukan secara tim. Tim perawatan paliatif bersifat interdisiplin, yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, fisioterapi, gizi, psikolog/ psiater, radiolog, pekerja sosial, relawan dan rohaniawan. Masing-masing anggota tim sama pentingnya dan saling melengkapi (complementary skill and expertise), sehingga tim ini mampu memberikan pelayanan yang paripurna (comprehensive) bagi penderita sebagai manusia yang utuh dengan berbagai aspek kehidupannya. Untuk mencapai kualitas hidup yang baik diperlukan perawatan paliatif. Dengan menilai kualitas hidup pasien secara periodik, jelas dan menyeluruh dapat membantu menentukan kapan harus memberikan perawatan paliatif (WHO QOL, 2010). 122 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan nilai R (-0,493) dengan nilai signifikan 0,000 (<0,05). Semakin baik kualitas hidup pasien, maka semakin berkurang (rendah) kebutuhan akan perawatan paliatif. Saran Hendaknya dilakukan penilaian kualitas hidup bagi pasien CKD yang menjalani terapi HD secara periodik sehingga pasien dapat menjalani kehidupan lebih baik. REFERENSI Anderson, et al. Palliative Performance Scale (PPS): A New Tool. J. Palliat Care. 1996: 12 (1): 5-11. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi. Jakarta: EGC. 2010. Corwin. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2002. Data Rekam Medik Ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Tanggal 01 Maret 2016 Djauzi, S, et al. Perawatan Paliatif dan bebas nyeri pada penyakit kanker. Jakarta: YPI. Press. 2003. Doyle, Hanks and Macdonald. Oxford Textbook Of Palliative Medicine.Oxford Medical Publications (OUP). 3rd. end .2003. Guyton, A.C., and Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed, Jakarta: EGC. 2008: pp. 231-237 dan 326-327. Harrold, et al. Is The Palliative Performance Scale A UsefulPredictor of Mortality in A Heterogeneous Hospice Population?. J. Palliat Med. 2005: 8 (3):503-509. Headley, CM dan Wall, B. Advanced Practice Nurses: Role In The Hemodialysis Unit.Nefrology Nursing Journal. 2000: 27. 177-178. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, 1997: 6 (II). Maradewi M. Hubungan Keadekuatan Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup. Jurnal Majority. 2015: 4 (1). 39 – 46. Matzo, ML & Sherman, D.W. Palliative Care Nursing: Quality Care To TheEnd Of Life. 2. ed.New York: Spinger Publishing Company. 2006. Mittal, et al. Selfassessed physical and mental function of haemodialysis patients. Nephrology, Dialysis, Transplantation. 2001: 16,1387–1394. Muckaden, M. et al. Pediatric palliative care: theory to practice. Indian Journal of advance nursing. Vol 48 (5). 2011:P 457-483. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI). Kebijakan Perawatan Paliatif. 2007 (online), (http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes 812707.pdf Kemenkes RI. Kepmenkes RI Nomor: 812/ Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Palliative. 2007 Kizilcik,Z, et al. Prevalence of depression in patients on hemodialysis and its impact on quality of life. Journal Medical Science. 2012: 28 (4), 695-699. Pakpour, et al. Health related quality of life in a sample of iranian patients on hemodialysis. International journal kidney disease,. 2010: 4, 50-59. Paraskevi, T. The Role Of Sociodemographic Factor In Health Related Quality Of Life Of Patients With End Stage Renal Disease. International Journal Of Caring Science. 2011: 4 (1) p. 40 -50 Ron D. Hays, et al. A Manual For Use And Scoring Kidney Disease Quality Of Life Short Form. Was.hington D.C: RAND. 2007 Santos, P., et al. Quality of life among women with sexual dysfunctionundergoing hemodialysis: a cross sectional observational study. Health and quality of life outcomes, 2012: 10, 1-5. Sathvik B.S. An Assesment Of Qualitu Of Life In Hemodialysis Patients Using The WHOQOL-BREF Questioonare. Indian Journal Of Nefrology. 2008: 18 (4) 1419. Suzanne C. Smeltzer, et al. Brunner & Suddarth’s Textbook Of Medical – Surgical Nursing. 12th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2010. Suwitra, Ketut. Penyakit Ginjal Kronik Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 123 Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017 V. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Testa MA, Simonson DC. Assesment of Quality of Life outcomes. The New England Journal of Medicine.1996; 334: 835-39. Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal. In: Sudoyo, A.W., Setiyobudi, B., Alwi, I., Simadibarata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 5th ed, Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: pp. 1086-1089 Ware JE, Sherbourne CD. The MOS 36- Item Short Form Health Survey (SF 36). Conceptual Framework and Item selection. Medical Care. 1992; 30:473483. WHOQOL Group. Study Protocol for the World Health Organization Projecy To Develop A Quality Of Life Assesment Instrumen (WHOQOL). Qual Life esment Instrumen (WHOQOL). Qual Life Res. 2010. Yong, DSP., Kwok, AOL., Wong, DML. Symptom burden and quality of life in end stage renal disease: a study of 179 patients on dialysis and palliative care. Palliative medicine Journal.2009: 23,111-119.DOI10.1177/026921630810 1099. 124