JARINGAN SOSIAL DAN MORAL EKONOMI PEDAGANG

advertisement
JARINGAN SOSIAL DAN MORAL EKONOMI PEDAGANG PEKANAN
(Studi Kasus Terhadap Pedagang Etnis Minang yang Berjualan di Perkebunan wilayah Kota
Pinang, Labuhanbatu Selatan)
Anggre Wirawan
Abstract: Limitations of existing public access in the farm to the city because long distances result in
delays their business to satisfy necessities of life. It is the basic for the merchants, especially the Minang
ethnic see it as a business opportunity. Distance and location is not easy because of poor road
infrastructure, perforated, rocky, dusty, muddy even if rain do not hamper them to selling in plantation
weeks. In trading activity, existing barriers can be faced by Minang ethnic merchants to strengthen the
network and the presence of other forms of moral economy that is built on the traders. Such in situation
also seen in minangnese who selling in the area around the Kota Pinang plantations, south labuhanbatu
build the social networks and promoting values of moral economy in trading activities.
Keywords: Trading activity, strengthen the network, and moral economy.
PENDAHULUAN
Permasalahan kesejahteraan masyarakat merupakan masalah yang tidak akan ada
habisnya untuk dikaji pada suatu negara. Kesejahteraan merupakan tuntutan-tuntutan yang harus
segera dipenuhi karena menyangkut hajat hidup masyarakat, negara dibebani kewajiban untuk
menjamin hal itu kepada tiap warga negaranya. Dalam upaya pemenuhan kesejahteraan tersebut,
tiap individu dituntut untuk aktif dan kreatif agar tidak hanya mengharapkan kesejahteraan dan
pemenuhan kebutuhan hidupnya ditanggung oleh negara karena negara juga memiliki
keterbatasan akan hal itu. Salah satu cara yang ditempuh pemerintah yaitu dengan melaksanakan
pemekaran daerah dengan tujuan agar tiap daerah dapat memberdayakan potensi serta kekuatan
daerah untuk mengelola dan mengatur wilayah sendiri secara lebih luas, dengan begitu akses
masyarakat terhadap pusat pemerintahan dan ekonomi menjadi lebih dekat dan harapan
meningkatnya kesejahteraan akan dapat terpenuhi.
Salah satu wilayah yang baru saja mengalami pemekaran daerah adalah Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kota Pinang ditetapkan sebagai ibu kota kabupaten yang secara resmi
mengalami pemekaran sejak tahun 2008. Kabupaten Labuhanbatu Selatan merupakan salah satu
kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki lahan perkebunan yang luas. Keterbatasan akses
masyarakat perkebunan ke kota dikarenakan jarak yang jauh mengakibatkan terhambatnya usaha
mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya daerah perkebunan yang terdekat yaitu
Lohsari jaraknya ke Kota Pinang mencapai 25 km ditempuh dengan perjalanan selama 2 jam dan
salah satu daerah perkebunan yang terjauh yakni Langkiman yang berjarak 250 km dari Kota
Pinang dapat mencapai waktu tempuh 5 jam perjalanan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi
pedagang-pedagang terutama yang beretnis Minang melihatnya sebagai peluang usaha. Tidak
dapat dipungkiri bahwa orang Minangkabau termasuk ke dalam kelompok yang paling banyak
bergerak dalam arti berpindah-pindah tempat untuk merantau. Kondisi tersebut didukung oleh
budaya masyarakat Minangkabau yang gemar merantau dan melakukan kegiatan perdagangan.
Untuk menemukan pedagang dari Minangkabau terutama pedagang kaki lima bukanlah hal yang
sulit, baik di kota-kota besar maupun di pelosok daerah di seantero Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bahkan menyebar sampai mancanegara etnik Minangkabau dapat menyebar luas di
sana (Naim, 1979).
Salah satu hal unik dari terbentuknya komunitas pedagang Minang di perantauan menurut
Arif Nasution (2002) adanya kebiasaan saling mengangkat dan bergotong royong sebagai ciri
masyarakat Minang tersebut, kuatnya komunalisme orang Minang yang didasarkan pada ikatanikatan primordial merupakan sumber terbentuknya jaringan bisnis orang Minang di perantauan.
Selain itu para pedagang Minang juga terkenal dengan etos serta semangatnya yang pantang
menyerah, mereka dapat bertahan di perantauan dengan modal awal yang sedikit dan merintis
memulai usaha dagang mereka. Kelebihan lain yang dimiliki pedagang Minang yaitu pandai
membaca peluang, di perantauan mereka dapat menyesuaikan modal yang dimiliki dengan
memilih jenis usaha yang akan ditekuni dan mereka juga gigih untuk memperjuangkan usaha
yang telah mereka rintis. Jusuf Kalla (2002) menyatakan bahwa orang Minang terkenal dengan
tiga keunggulan yaitu banyak ulama yang berbobot berasal dari daerah Minang, pemikiranpemikiran orang Minang sangat cemerlang dan jiwa kesaudagaran orang Minang sangat kuat.
Meskipun ia itu sarjana teknik atau ekonomi atau yang lain, bahkan orang Minang yang tidak
mengenyam pendidikan dapat menjadi saudagar yang hebat dan sukses.
Berjualan Pekanan ke perkebunan ini sangat melelahkan serta membutuhkan perjuangan
serta usaha yang keras, para pedagang melakukan persiapan muat barang ke mobil kemudian
berangkat berjualan mulai pagi hari antara pukul 08.00 – 10.00 menempuh perjalanan dari Kota
Pinang ke daerah perkebunan yang mengadakan hari Pekanan. Selain perjalanan yang ditempuh
untuk mencapai lokasi jualan jaraknya jauh, kondisi jalan yang tidak baik juga harus dihadapi
rombongan pedagang ini. Fasilitas yang ada di pekan juga tidak memadai sehingga untuk kamar
mandi mereka akan menumpang di mushalla atau bahkan di rumah masyarakat. Mereka
berjualan di tengah perkebunan dengan cuaca yang hujan serta panas harus dihadapi dengan
tempat berjualan yang tidak permanen karena hanya terdiri dari tenda-tenda dan terpal-terpal
yang pedagang tersebut dirikan.
Namun dengan kondisi demikian, pedagang-pedagang tersebut terutama pedagang yang
telah lama berjualan memiliki kondisi perekonomian yang dilihat cukup baik bahkan dapat
dikatakan hidup berkecukupan. Mereka mampu mengembangkan usaha mereka, menambah
barang dagangan serta dapat mempekerjakan orang lain sebagai anggota atau anak buah, tidak
sedikit dari mereka memiliki lebih dari satu lapak jualan di pekan dan menjadi tempat pedagang
lain untuk membeli barang dagangan sehingga dijuluki toke oleh pedagang lain. Selain itu
mereka juga mampu membangun dan memiliki rumah, kendaraan pribadi dan menyekolahkan
anak-anak mereka sampai tingkat kuliah. bagi pedagang-pedagang minang Kota Pinang yang
berjualan Pekanan, persaingan menjadi hal yang biasa karena justru mereka memberikan
kesempatan dan peluang bagi perantau-perantau yang baru datang untuk berjualan di pekan.
Bahkan pedagang Pekan yang telah berhasil akan mengajak saudara dan sanak family atau
kerabat untuk berjualan serta memberikan lapak sekaligus tumpangan kendaraan untuk
berjualan, meskipun para pedagang tersebut bersaing dalam berjualan dan meraih keuntungan
tapi juga timbul kerjasama antara sesama pedagang untuk sama-sama mempertahankan usaha
dagangnya seperti pergi berjualan bersama dan membangun tenda lapak berjualan yang
dilakukan juga bersama-sama.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
dijabarkan ke dalam 2 (dua) batasan, antara lain:
1. Bagaimana pola jaringan sosial yang terbentuk pada pedagang Pekanan etnis Minang di
Kota Pinang yang berjualan di perkebunan wilayah kabupaten Labuhanbatu Selatan?
2. Bagaimana bentuk moral ekonomi yang terbangun pada pedagang Pekanan etnis Minang
di Kota Pinang yang berjualan di perkebunan wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan?
Adapun yang diharapkan menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis serta melihat pola jaringan
sosial yang terbangun serta aspek-aspek moral ekonomi yang terbangun pada pedagangpedagang Minang yang berjualan dengan sistem pekanan serta usaha mereka untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya tersebut.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas pedagang-pedagang minang
dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan mata pencahariannya tersebut.
Sedangkan yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis: Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan
sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan perbandingan referensi dalam meneliti
masalah yang mirip dengan penelitian ini dalam bidang Ilmu Sosiologi tertentu terutama
bidang sosiologi ekonomi khususnya sektor informal dan studi masyarakat perkebunan.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi mahasiswa Sosiologi Fisip
USU mengenai penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Manfaat praktis : Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah penulis dalam membuat
karya tulis ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti.
Penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi pemerintahan daerah Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dalam pendataan serta input data kependudukan masyarakat etnis
minang yang berprofesi sebagai pedagang pekanan.
KAJIAN TEORITIS
Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu
dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubunganhubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial
adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh
ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal (Damsar, 2002:157). Granovetter melukiskan
hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan
dalam struktur (jaringan sosial) terhadap hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan
bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya
yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi. Menurut Wellman dalam teori
jaringan sosial terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis (Wafa, 2006:162), yaitu
sebagai berikut:
1.
Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya.
2.
Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas.
3.
Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak.
4.
Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara
kelompok jaringan maupun antara individu.
5.
Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan
akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata.
6.
Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan
baik itu kerja sama maupun kompitisi.
Dalam hal ini konsep jaringan sosial yang dijelaskan di atas masih relevan digunakan
dalam melihat aktivitas pedagang pekanan yang membentuk pola-pola jaringan baik itu jaringan
saudara atau sanak family, pertemanan, jaringan satu suku, jaringan satu kampung serta jaringan
sesama pedagang Minang perantauan.
Trust (Kepercayaan)
Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi
langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan,
orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Social Capital adalah kapabilitas yang muncul dari
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Social
Capital bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar.
Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar, Negara, dan dalam seluruh
kelompok-kelompok lain yang ada diantaranya (Fukuyama, 2002:37).
Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang akan
menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas). Dalam kaitannya dengan
resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, dalam (Badaruddin, 2005:32) mengemukakan
bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan
menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali (repaid and
balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar
tetap konsisten dan berkesinambungan.
Dalam hal ini konsep trust atau kepercayaan yang dijelaskan di atas masih relevan untuk
digunakan dalam melihat aktivitas pedagang pekanan, dalam aktivitas perdagangannya
kepercayaan adalah modal terpenting agar usaha yang mereka jalani dapat terus bertahan. Baik
itu kepercayaan yang terbangun antara sesama pedagang pekanan, kepercayaan dengan pedagang
grosir serta kepercayaan yang terbangun dengan pembeli.
Kelompok atau Group
Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling
bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Kelompok dapat
bersifat formal dan informal di dalam sistem sosial. Tonnies dalam (J. Dwi Narwoko dan
Bagong Suyanto: 32-34) membedakan kelompok menjadi Gesselschaft dan Gemeinschaft,
kemudian Gemainschaft terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah
atau keturunan. Di dalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama
makin menipis.
2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat
tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling tolong
menolong.
3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau
pikiran yang sama.
Robert Biersted mengklasifikasikan jenis-jenis kelompok dengan menggunakan indikator
atau kriteria untuk membedakan jenis kelompok, yaitu sebagai berikut (Kamanto, 2004:126) :
1. Organisasi
2. Hubungan sosial di antara anggota kelompok
3. Kesadaran jenis.
Dalam hal ini konsep kelompok atau group yang dijelaskan di atas masih relevan untuk
digunakan dalan melihat aktivitas pedagang pekanan, dalam aktivitas perdagangannya para
pedagang pekan etnis Minang pergi berjualan secara berkelompok yaitu dengan membentuk
kelompok-kelompok kecil berdasarkan identitas satu mobil berjualan yang sama-sama berangkat
ke lokasi berjualan. Sedangkan kelompok-kelompok kecil tersebut juga merupakan kesatuan dari
satu kelompok yang lebih besar yaitu kelompok pedagang pekan etnis Minang.
Aspek Moral Ekonomi Pedagang
H.D. Evers dalam Damsar (2000: 90-92) mengemukakan bahwa moral ekonomi
pedagang timbul ketika mereka menghadapi permasalahan dalam aktivitas jual beli. Para
pedagang seringkali mengalami dilema. Moral ekonomi pedagang, menurut H.D. Evers timbul
karena adanya pertentangan dalam diri pedagang sendiri. Apabila yang menjual dengan harga
yang tinggi, maka dagangannya tidak akan laku atau laris. Apabila pedagang menjual
dagangannya dengan harga murah, sedangkan modal sangat mahal, maka kerugian yang akan
dialami.
Melihat dilema yang dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers dalam Damsar
(2000) menemukan lima solusi atau jalan keluar yang berbeda dengan apa yang dilakukan
pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1. Imigrasi Penduduk Minoritas
2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius
3. Akumulasi Status Kehormatan (Budaya)
4. Munculnya Pedagang Kecil yang bercirikan “Ada Uang Ada Barang”
5. Depersonalisasi (ketidakterlekatan) Hubungan-Hubungan Ekonomi.
Dalam hal ini konsep aspek moral ekonomi pedagang yang dikemukakan Hans Dieters
Evers di atas berbeda dengan aspek moral ekonomi yang terbentuk pada pedagang pekanan etnis
Minang. Jika Evers melihat bahwa aspek moral ekonomi muncul karena pedagang mengalami
dilema ketika harus menjual barang dengan harga yang tidak terlalu tinggi kepada pembelinya
sedangkan disatu sisi pedagang tersebut harus mengambil keuntungan maka aspek moral
ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan ekonomi yang dilakukan para
pedagang pekanan etnis Minang yang sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam
bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar dalam aktivitas ekonomi.
Orientasi Subyektif dalam Hubungan Sosial: Variabel-variabel Berpola
Bagi Parsons, dalam Doyle Paul Jhonson (1990: 113) orientasi orang yang bertindak
terdiri dari dua elemen dasar yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi
motivasional menunjuk pada keinginan individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan
dan mengurangi kekecewaan, sedangkan orientasi nilai menunjukkan pada standar-standar
normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan
dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda. Menurut Parsons,
variable-variabel berpola di atas memperlihatkan lima pilihan dikotomi yang harus diambil
seseorang secara eksplisit atau implisit dalam menghadapi orang lain dalam situasi sosial apa
saja, yaitu :
1. Afektivitas versus netralitas afektif.
2. Orientasi diri versus orientasi kolektivitas.
3. Universalisme versus partikularisme.
4. Askripsi versus prestasi (achievement).
5. Spesifitas versus kekaburan (diffuseness).
Dalam penelitian ini, konsep Parsons mengenai dikotomi orientasi diri versus orientasi
kolektif digunakan untuk melihat tindakan sosial para pedagang pekanan yang lebih
mengutamakan kepentingan kelompok atau komunal dalam aktivitas perdagangannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus,
data primer diperoleh dengan metode partisipasi observer dan wawancara mendalam, sedangkan
data pelengkap diambil dengan melakukan studi kepustakaan. Key informan merupakan para
pedagang pekan etnis Minang yang telah berjualan minimal selama tiga tahun dan informan
tambahan terdiri dari pembeli, pelanggan dan pedagang grosir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Pedagang Etnis Minang Di Kota Pinang
Berdasarkan data di lapangan yang didapatkan dari hasil wawancara dengan para
informan, keberadaan pedagang-pedagang etnis Minang di Kota Pinang dimulai sejak
berkembangnya aktivitas perekonomian di kota ini sekitar awal tahun 1980. Para pedagang etnis
Minang yang datang ke kota ini berasal dari kota Rantau Prapat, kota Medan dan datang
merantau langsung dari kampung yaitu dari Padang, Sumatera Barat. Awalnya para pedagang
etnis Minang yang datang ke kota ini membuka usaha dagangnya di kota dengan membuka toko
ataupun berjualan di emperan-emperan jalan kota yang merupakan jalan lintas Sumatera yang
menghubungkan propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Riau. kedatangan pedagang etnis Minang
ke kota ini tidak terlepas dari sikap dasar orang Minang yang ingin merantau ke daerah lain
untuk mencari peluang usaha yang lebih baik dari daerah asal. Baik disadari atau tanpa disadari
oleh pedagang Minang yang merantau ke luar daerah asalnya, mereka memiliki sikap berani
serta pandai mencari peluang usaha di tempat lain. Hal ini juga tidak terlepas dari sikap komunal
masyarakat Minang itu sendiri yang akan saling menguatkan sesama masyarakat Minang
sehingga mereka akan mengajak sanak saudaranya untuk datang dan ikut memulai usaha
bersama sehingga semakin lama jumlah masyarakat Minang yang datang dan menetap di kota ini
semakin besar.
Awal Pedagang Minang Berjualan Ke Pekan
Jika dilihat dari hasil wawancara dengan para informan, mereka sepakat mengatakan
bahwa pedagang Minang di Kota Pinang yang pertama kali turun berjualan ke pekan-pekan
adalah Bapak Sudirman Pili yang telah berjualan sejak 17 tahun yang lalu tepatnya pada tahun
1995. Dari hasil wawancara dengan Bapak Sudiman Pili diketahui bahwa awalnya hanya
mencoba-coba jualan di Kota Pinang karena usaha yang dirintis di Kota Medan mengalami
kebangkrutan. Bapak Sudirman Pili datang ke kota ini karena niat mencoba mencari usaha di
tempat lain dan kebetulan juga ada saudara yang mengajak pindah ke kota ini. Niat mencari
usaha baru di tempat lain merupakan salah satu keberanian para perantau Minang yang memang
sudah terbiasa untuk merantau ke daerah lain juga merupakan salah satu bentuk insting dagang
yang terasah sejak lama. Dari hasil wawancara dengan Bapak Sudirman Pili juga diketahui
bahwa awal mula pedagang Minang ikut berjualan ke pekan-pekan tepat pada tahun 1995, ketika
itu Bapak Sudirman Pili adalah pedagang Minang di Kota Pinang yang pertama kali berjualan ke
pekan-pekan.
Unsur Perekat Keterlekatan Hubungan Sesama Pedagang Pekan
Keterlekatan menurut Granovetter, dalam Damsar (2009) merupakan tindakan ekonomi
yang disituasikan secara sosial dan melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang
sedang berlangsung diantara para aktor. Unsur perekat keterlekatan hubungan sesama pedagang
pekan etnis Minang di Kota Pinang antara lain dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: secara
ekonomi, secara nilai sosial dan kemasyarakatan serta adanya figur pemersatu yang kharismatik.
Aspek Ekonomi
Dalam aspek ekonomi, perekat keterlekatan hubungan antara sesama pedagang pekan
etnis Minang di Kota Pinang adalah adanya kesamaan identitas masyarakat Minang yang
merantau ke kota ini sebagai pedagang pekan. Kesamaan identitas ini mengakibatkan timbulnya
kesadaran pada masyarakat Minang yang berprofesi sebagai pedagang terutama pedagang pekan
untuk solid dan sama-sama berusaha agar dapat mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.
Aspek Nilai Sosial dan Kemasyarakatan
Dalam aspek nilai sosial dan kemasyarakatan, perekat keterlekatan hubungan antara
sesama pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang dapat dilihat dari tiga unsur yaitu identitas
satu etnis, berasal dari kampung yang sama, dan agama yang sama. Unsur identitas satu etnis
antara para pedagang pekan dalam hal ini adalah sama-sama pedagang Minang atau orang awak
mengakibatkan terjalinnya kedekatan hubungan antara sesama pedagang pekan etnis Minang di
Kota Pinang. Hal ini terjadi akibat adanya kesadaran bahwa sebagai sesama orang perantau harus
saling membantu.
Selain itu unsur perekat keterlekatan hubungan antara sesama pedagang pekan etnis
Minang di Kota Pinang adalah berasal dari kampung yang sama dalam hal ini kebanyakan
pedagang pekan berasal dari Pariaman, Sumatera Barat. Sesama pedagang Minang di sini juga
masih memiliki pertalian saudara antara satu pedagang dengan pedagang lainnya. Kesamaan
agama yang dianut para pedagang juga menjadi unsur perekat keterlekatan hubungan sesama
pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang, seluruh pedagang pekan etnis Minang menganut
agama Islam yang mengajarkan untuk selalu menjaga hubungan sillaturahmi sesama umat Islam
sehingga mengakibatkan hubungan yang terjalin sesama pedagang semakin erat. Hal ini di
buktikan dengan sikap para pedagang pada saat acara dan perayaan-perayaan hari besar tertentu
seperti pada saat hari raya Idul Fitri, para pedagang akan saling berkunjung dan bersillaturahmi
ke rumah pedagang lainnya.
Adanya Figur Pemersatu yang Kharismatik
Komunitas pedagang pekan etnis Minang yang tinggal di Pancasila merupakan kumpulan
para pedagang Minang yang merantau ke kota ini sejak awal tahun 1995, semakin lama
pertumbuhan anggota komunitas pedagang pekan terus bertambah karena para pedagang yang
telah terlebih dahulu datang akan mengajak keluarga, saudara dan teman-temannya untuk ikut
berjualan ke pekan. Sekarang jumlah pedagang pekan yang tergabung di komunitas ini
jumlahnya lebih dari 100 orang yang tidak hanya tinggal di Pancasila tetapi juga menyebar di
sekitar daerah Kota Pinang. Pedagang Minang yang pertama kali berjualan ke pekan-pekan
adalah Bapak Sudirman Pili, yang memulai usaha berjualannya sejak tahun 1995 dan pada saat
itu Bapak Sudirman Pili menumpang dengan pedagang-pedagang pekan yang beretnis Batak.
Para pedagang pekan lainnya sebagian besar merupakan mantan anggota atau orang yang
diajak berjualan oleh Bapak Sudirman Pili sehingga sehingga semua pedagang pekan etnis
Minang sangat mengenal dan menghormati Bapak Sudirman Pili karena telah mengajak mereka
berjualan ke pekan sehingga sebagian dari pedagang dapat sukses secara materi. Rumah Bapak
Sudirman Pili dijadikan tempat berkumpul para pedagang jika sedang tidak berjualan bahkan
jika akan berangkat ke pekan Langkiman yang jaraknya jauh, semua pedagang akan berkumpul
di rumah Bapak Sudirman Pili dan berangkat bersama-sama menuju lokasi pekan.
Bapak Sudirman Pili telah dianggap sebagai figur pemimpin komunitas pedagang pekan
etnis Minang di Kota Pinang karena telah lama berjualan serta paling berpengalaman berjualan
ke pekan-pekan. Semua pedagang pekan baik yang telah lama berjualan maupun yang baru
berjualan kenal dan menaruh rasa segan kepada Bapak Sudirman Pili sehingga mendengarkan
hal-hal yang disampaikan Bapak tersebut.
Jaringan Sosial Pedagang Pekan Etnis Minang
Dari hasil wawancara serta observasi yang telah dilakukan didapatkan data bahwa
terdapat 4 pola jaringan yang terbentuk pada pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang yaitu
jaringan antara sesama pedagang pekan etnis Minang, jaringan antara pedagang pekan dan
pedagang grosir, jaringan antara pedagang pekan dan pelanggan serta jaringan dan hubungan
antara pedagang pekan etnis Minang dengan etnis lain.
Jaringan Antara Sesama Pedagang Pekan Etnis Minang
Pola jaringan yang terbentuk antara sesama pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang
adalah jaringan satu kampung, hal ini terjadi karena semua pedagang pekan berasal dari
kampung yang sama yaitu berasal dari Pariaman, Sumatera Barat. Kesamaan asal daerah
mengakibatkan para pedagang yang merupakan para perantau membentuk pola jaringan baik
berupa kekerabatan maupun pertemanan sehingga terbentuk jaringan yang luas yang tergabung
dalam satu komunitas pedagang pekan etnis Minang. Jaringan ini mempermudah para pedagang
untuk menjalani aktifitas baik yang berhubungan dengan aktifitas ekonomi maupun dalam
pergaulan sehari-hari.
Jaringan Antara Pedagang Pekan dengan Pedagang Grosir
Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan terhadap para pedagang pekan etnis
Minang di Kota Pinang, diketahui bahwa sebagian besar para pedagang pekan berbelanja barang
di kota Medan tepatnya di Pusat Pasar Medan Mall. Para pedagang yang menjual barang jenis
pakaian akan berbelanja di toko-toko grosir pedagang Minang yang sudah menjadi langganan
mereka sejak pertama kali jualan. Bagi pedagang pekan yang baru merintis, biasanya mereka
akan diajak serta diberi informasi tempat belanja barang oleh pedagang yang telah terlebih
dahulu berjualan.
Sistem Pembayaran Barang Pedagang Pekan Etnis Minang Kepada Pedagang
Grosir
Sistem pembayaran barang pedagang pekan etnis Minang kepada pedagang grosir dalam
jual beli barang dilakukan dengan cara pembayaran secara kontan dan utang barang atau bon.
Dalam pembayaran kontan pedagang mendatangi langsung pedagang grosir dan mengambil
barang sesuai dengan total belanja barang sedangkan pada sistem utang barang atau bon, para
pedagang pekan terlebih dahulu mengambil barang dan pembayaran dilakukan sesuai waktu
yang telah disepakati antara pedagang grosir dan pedagang pekan tersebut. Dalam sistem utang
barang atau bon, beberapa pedagang pekan memiliki perjanjian tertentu yang disepakati dengan
pedagang grosir. Perjanjian ini berfungsi agar pembayaran utang atau bon dapat dilakukan secara
tepat waktu.
Jaringan Antara Pedagang Pekan dan Pelanggan
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap para pedagang pekan
etnis Minang di Kota Pinang diketahui bahwa jaringan yang terbentuk antara pedagang pekan
dan pelanggan adalah jaringan yang terbangun atas rasa kepercayaan yang diberikan pelanggan
terhadap pedagang. Banyak manfaat yang dirasakan dengan terbangunnya rasa percaya antara
pedagang pekan etnis Minang dengan pelanggan antara lain yaitu pelanggan akan puas ketika
berbelanja dengan mereka, pelanggan akan tetap membeli di lapak pedagang tersebut walaupun
di tempat lain juga ada barang yang sama, pelanggan tidak merasa dirugikan sehingga senang
berbelanja dengan pedagang tersebut, para pedagang akan memiliki pelanggan yang setia
berbelanja dengan mereka dan dengan adanya pelanggan yang selalu berbelanja maka para
pedagang telah memiliki pemasukan yang jelas di setiap pekannya serta dapat memprediksi
penghasilan mereka berjualan.
Jaringan dan Hubungan Antara Pedagang Pekan Etnis Minang dan Etnis Lain
Berdasarkan hasil observasi serta wawancara yang dilakukan terhadap informan, jaringan
yang terbentuk antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang etnis lainnya dapat dilihat
dari keeratan hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang etnis lain dilokasi
pekan. Dapat diukur intensitas keeratannya berdasarkan hubungannya dengan pedagang pekan
etnis Jawa dan pedagang pekan etnis Batak di lokasi pekan. Di lapangan ditemukan data bahwa
hubungan yang terjalin antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang pekan etnis Jawa
lebih dekat daripada hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dengan pedagang pekan
etnis Batak sehingga jaringan yang terbentuk lebih kuat jaringan antara pedaganag etnis Minang
dan pedagang etnis Jawa dibandingkan antara pedagang etnis Minang dengan pedagang etnis
Batak.
Kelompok Salang atau Pinjam-meminjam Antara Pedagang Pekan Etnis Minang
Salah satu bentuk modal sosial yang ada pada pedagang pekan etnis Minang Kota Pinang
yaitu sistem pinjam meminjam uang yang berlangsung diantara sesama para pedagang. Bagi para
pedagang salah satu hambatan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya adalah
ketersediaan modal yang cukup namun dengan adanya sistem pinjam meminjam tersebut, maka
permasalahan permodalan ini dapat mereka atasi dan ini terbukti dengan usaha mereka masih
tetap bertahan dan eksis sampai sekarang. Dalam bahasa para pedagang pekan, sistem pinjam
meminjam ini biasa mereka sebut salang (Dalam bahasa Minang yang artinya pinjam terlebih
dahulu). Ketika para pedagang pekan akan berbelanja barang pada hari rabu atau hari jumat,
biasanya di lokasi pekan atau sesudah pulang berjualan sebelum berangkat ke Medan maka para
pedagang akan mendatangi pedagang lain yang merupakan teman salangnya untuk meminjam
uang sebagai tambahan modal membeli barang jualan. Pinjaman ini akan dikembalikan ketika
pedagang yang meminjamkan uang tadi berbelanja barang pada minggu depannya.
Selain meminjamkan uang sebagai tambahan modal untuk membeli barang jualan, para
pedagang juga ada yang meminjamkan dalam bentuk barang jualan kepada pedagang lain.
Biasanya para pedagang akan mengambil barang jualan kepada pedagang yang meminjamkan
barang, ketika barang jualan tersebut telah habis atau laku maka akan dikembalikan atau
dibayarkan sebesar harga modal kepada pedagang yang meminjamkan tersebut.
Membangun dan Manfaat Adanya Rasa Saling Percaya (Trust)
Trust antara sesama pekan etnis Minang
Dari hasil wawancara serta observasi yang telah dilakukan terhadap para pedagang pekan
etnis Minang di Kota Pinang, terbentuknya rasa saling percaya antara sesama pedagang pekan
etnis Minang maka terdapat kemudahan-kemudahan atau manfaat yang mereka rasakan antara
lain yaitu para pedagang mendapatkan kemudahan dalam meminjam uang baik untuk keperluan
belanja maupun keperluan lainnya, hubungan pertemanan serta keakraban menjadi lebih erat,
sesama pedagang Minang menjadi lebih solid, silaturrahmi persaudaraan tetap langgeng, gotong
royong sesama pedagang semakin kuat dan sesama pedagang akan saling tolong menolong
dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Bagi para pedagang pekan etnis Minang
manfaat-manfaat tersebut merupakan modal berharga untuk mempertahankan usaha dagang yang
mereka rintis bersama.
Trust antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang grosir
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap pedagang pekan dan pedagang
grosir, diketahui bahwa dengan terbentuknya rasa saling percaya antara pedagang grosir dan
pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang terdapat kemudahan-kemudahan atau manfaat
yang dirasakan para pedagang antara lain kemudahan dalam mendapatkan barang, para pedagang
pekan akan terbantu karena mendapat bon barang dari pedagang grosir, ketika hari-hari besar
tertentu para pedagang pekan mudah mendapatkan stok barang karena biasanya barang sulit
dicari pada hari-hari besar, selain itu hubungan dagang antara kedua belah pihak akan berjalan
lancar sehingga usaha yang mereka jalankan dapat besar bersama-sama. Bagi para pedagang
pekan etnis Minang, manfaat-manfaat tersebut merupakan modal yang berharga untuk
mempertahankan usaha dagang yang mereka rintis.
Moral Ekonomi Pedagang Pekan Etnis Minang
Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku
ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam bertindak dan berpikir yang
dianggap baik dan benar di dalam aktivitas ekonomi. Jika menurut Hans Dieters Evers (Damsar,
2000: 90-92), moral ekonomi pedagang muncul ketika pedagang mengalami dilema yaitu
memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk
menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri sedangkan disatu pihak adalah untuk
mengakumulasi modal dalam wujud barang dan uang, dengan kata lain adanya pemenuhan
kepentingan ekonomi.
Maka dalam penelitian ini, moral ekonomi yang dimaksud adalah perilaku ekonomi yang timbul
dari aktivitas perdagangan yang dilakukan pedagang etnis Minang Kota Pinang yang
menunjukkan sikap berorientasi kolektif dibandingkan dengan sikap berorientasi diri, maksudnya
para pedagang lebih mengutamakan kepentingan kelompok dalam hal ini sesama pedagang
pekan etnis Minang dibandingkan kepentingan individu.
Prinsip Pedagang Pekan: “Samo-samo Tagak”
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan terhadap pedagang pekan etnis
Minang di Kota Pinang diketahui bahwa prinsip samo-samo tagak yang dipegang teguh para
pedagang didasarkan atas kesadaran bahwa sebagai sesama orang awak atau Minang yang
merantau harus solid dan saling membantu agar mereka dapat sama-sama berhasil di daerah
perantauan, selain identitas satu kampung dan sesama orang awak prinsip juga didukung karena
adanya pertalian saudara antara sesama pedagang sehingga sudah menjadi kewajiban bagi satu
pedagang untuk membantu pedagang lain yang membutuhkan bantuan.
Penetapan Harga jual Kepada Pelanggan
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap pedagang pekan etnis
Minang di Kota Pinang, didapatkan data bahwa terdapat 2 motivasi penetapan harga jual barang
yang ditetapkan para pedagang yaitu motivasi ekonomi dan motivasi non-ekonomi. Dalam
penetapan harga jual barang berdasarkan motivasi ekonomi maka para pedagang akan
membanderol harga dengan mengambil keuntungan yang cukup tinggi, hal ini berdasarkan
perhitungan modal barang ditambah ongkos belanja serta biaya operasional menuju lokasi pekan
dan target keuntungan yang ingin dicapai. Sedangkan dalam penetapan harga jual barang
berdasarkan motivasi non-ekonomi, maka para pedagang akan memperhatikan daya beli para
pembeli yang merupakan pekerja dan buruh-buruh perkebunan. Para pedagang pekan akan
mensiasati daya beli masyarakat perkebunan yang tidak terlalu tinggi dengan mencari barang
dengan harga modal barang yang murah namun dengan modal serta kualitas barang yang cukup
baik sesuai permintaan para pembeli.
Resiprositas dan Keikhlasan Pedagang Pekan
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap para pedagang pekan
etnis Minang di Kota Pinang, terdapat dua motivasi mereka berjualan ke pekan-pekan yaitu
motivasi ekonomi dan motivasi non-ekonomi. Motivasi ekonomi para pedagang pekan berjualan
ke lokasi pekan adalah sebagai mata pencaharian hidup yang menguntungkan karena hasil yang
didapat cukup besar, selain itu modal awal yang dibutuhkan ketika berjualan juga tidak besar
sehingga para pedagang lebih memilih berjualan ke pekan-pekan sebagai pekerjaan mereka.
Sedangkan motivasi non-ekonomi para pedagang berjualan ke pekan-pekan adalah adanya
kesadaran sebagian para pedagang bahwa kedatangan mereka ke pekan-pekan yang berada di
perkebunan membantu memudahkan masyarakat perkebunan yang mayoritas adalah buruh-buruh
perkebunan dalam pemenuhan keperluan sehari-hari sehingga mereka tidak harus menempuh
perjalanan jauh ke kota untuk berbelanja barang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1) Usaha berjualan ke pekan-pekan yang dijalani sebagian masyarakat Minang di Kota
Pinang telah berlangsung sejak 17 tahun yang lalu, dipelopori oleh Bapak Sudirman Pili
yang merupakan orang Minang yang pertama kali merintis usaha tersebut.
2) Kedatangan para pedagang ke pekan di perkebunan telah mengakibatkan munculnya
dampak ekonomis dan sosial di sekitar daerah pekan, dampak ekonomisnya adalah
bergeraknya roda perekonomian di sekitar daerah pekan tersebut dengan munculnya
pedagang-pedagang makanan yang merupakan masyarakat perkebunan di pekan itu
sendiri sehingga dapat menjadi pemasukan tambahan bagi sebagian pekerja perkebunan
tersebut.
3) Dampak sosial dari keberadaan pekan ini adalah dijadikannya lokasi pekan sebagai
sarana transformasi informasi dan nilai-nilai ke wilayah perkebunan yang jauh dari pusat
keramaian kota sehingga tidak mengalami ketertinggalan informasi dari masyarakat kota,
selain itu munculnya gaya hidup baru di masyarakat perkebunan yaitu gaya hidup
konsumerisme karena dengan adanya pedagang pekan sebagaian masyarakat perkebunan
menggunakan gaji yang mereka terima untuk berbelanja secara berlebihan.
4) Jaringan yang terbentuk antara pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang adalah
jaringan yang berdasarkan atas garis keluarga, satu suku dan satu kampung. Jaringan ini
memudahkan mereka dalam menjalankan usaha dagang ke pekan-pekan karena dengan
jaringan yang kuat maka permasalahan serta kesulitan yang dihadapi terkait masalah
dagang akan dapat diselesaikan bersama-sama.
5) Jaringan yang terbentuk sesama pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang juga
mengakibatkan mereka solid baik di lokasi pekan maupun di luar lokasi pekan. Jaringan
yang terbentuk antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang grosir adalah
berdasarkan identitas sebagai sesama orang awak (Minang), atas dasar ini maka
hubungan kedua belah pihak menjadi berjalan baik dan menjadi pelicin timbulnya
kepercayaan antara kedua belah pihak.
6) Moral ekonomi pedagang pekan etnis Minang dapat terlihat dari prinsip samo-samo
tagak yang dipegang teguh oleh para pedagang, penetapan harga jual yang ditetapkan
pedagang kepada pelanggannya dan adanya resiprositas dan keihlasan para pedagang
untuk berjualan ke lokasi pekanan.
7) Dalam menjalani aktivitas berjualan ke pekan juga menimbulkan sikap tolong-menolong
sesama para pedagang pekan etnis Minang agar dapat bertahan menjalankan usaha yang
mereka rintis bersama. Sikap tolong-menolong inilah yang membuat berbagai hambatan
serta kesulitan yang dihadapi para pedagang dapat dilalui dan ditemukan solusinya.
Saran
1) Bagi para pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang, agar mereka dapat
bertahan menjalankan usaha dagang yang dirintis maka hendaknya tidak berjualan
secara individu-individu. Mereka harus solid dan saling menguatkan agar
hambatan serta kesulitan dalam berdagang dapat dihadapi bersama-sama termasuk
masalah modal usaha, jika mereka solid dan kuat sikap tolong-menolongnya maka
hambatan modal usaha tidak akan menghambat aktivitas dagang mereka. Selain
itu, barang yang dijual harus selalu disesuaikan dengan daya beli masyarakat
perkebunan yang mayoritas merupakan pekerja dan buruh-buruh perkebunan agar
pedagang tidak mengalami kerugian dan tidak juga memberatkan para pembeli di
pekan.
2) Bagi instansi pemerintah dalam hal ini pemerintahan kabupaten Labuhanbatu
Selatan, hendaknya dapat membangun sarana dan prasarana yang baik agar dapat
digunakan para pedagang seperti memperbaiki jalan akses menuju ke lokasi
pekan. Serta memperbaiki sarana di lokasi pekan seperti los dan kios, fasilitas
kamar mandi dan drainase karena hambatan utama para pedagang ketika hujan
lapak jualan mereka akan kebanjiran. Selain itu, pemerintahan kabupaten
hendaknya memperbaiki sistem pengutipan retribusi kepada para pedagang karena
dengan sistem pengutipan retribusi yang baik dan dikelola dengan jelas maka
akan menjadi pemasukan bagi daerah. Selama ini retribusi dikutip secara illegal
oleh oknum-oknum tertentu.
3) Bagi Dinas Perhubungan, hendaknya menertibkan para anggotanya yang
mengutip uang jalan kepada rombongan pedagang. Jika memang ada aturan yang
mengharuskan kendaraan pick-up atau truk-truk pedagang harus membayar uang
di jalan hendaknya disosialisasikan dengan jelas karena sampai saat ini mayoritas
pedagang pekan tidak mengetahui kegunaan pembayaran kutipan kepada petugas
tersebut.
4) Potensi ekonomi perkebunan telah membuka peluang usaha salah satunya
berjualan ke lokasi pekanan, usaha ini telah mampu membuka peluang kerja
karena banyak menyerap tenaga kerja untuk berjualan. Diharapkan pemerintah
dapat memudahkan jenis usaha ini serta dapat menghambat tumbuhnya model
usaha retail di perkebunan karena dapat mematikan usaha berjualan kepekanan
akibat kalah bersaing dengan model usaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badaruddin. 2005. ‘Modal sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan”. Dalam Arif
Nasution, Subhilhar, Badaruddin (ed). Isu-isu kelautan: Dari Kemiskinan Hingga Bajak
Laut. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Damsar. 2000. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
………. 2002. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dr. M. Arif Nasution, MA. 2002. Ikatan Primordial Dalam Kegiatan Bisnis Orang Minang di
Sukaramai Medan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. USU Digital
Library.
Fukuyama, Francis. 2002. Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.
Penerbit Qalam.
Yogyakarta:
H. Firmandez. 2002. Meretas Sejuta Saudagar. Jakarta: PT. Eka Media Komputindo Kompas
Gramedia.
Jhonson, Doyle Paul (diindonesiakan oleh Robert M.Z Lawang). 1990. Teori Sosiologi Klasik
dan Modern. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Karnaji. 2004. “Pranata Ekonomi”. Dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed) Sosiologi
Teks Pengantar Dan Terapan. Cetakan pertama. Jakarta: Prenada Media.
Naim, Mochtar. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Wafa, Ali. 2003. Urgensi Keberadaan Social Capital dalam Kelompok-kelompok Sosial.
Masyarakat: Jurnal Fakulitas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
No.12.Hlm.41-50
Download