ISLAM DI NEGARA SEPAK BOLA Apa yang ada dalam benak kita jika kita berbicara tentang Brazil? Pasti yang terpikirkan adalah sepak bola. Brazil memang dikenal karena sepak bolanya. Sudah berapa banyak bintang sepakbola dunia yang lahir dari negara ini. Tapi pernahkah terlintas di benak kita bagaimana perkembangan umat Islam di negara ini. Umat Islam memang merupakan penduduk minoritas di Brazil. Jumlahnya sekitar satu juta orang, atau hanya kurang dari satu persen dari 172 juta penduduk. Jumlah itu sudah termasuk imigran Arab dan sektar sepuluh ribu orang berasal dari warga pribumi Brazil yang masuk Islam. Mengapa Islam di Brazil termasuk yang lambat perkembangannya? Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah lantaran pengaruh agama Nasrani yang memang cukup besar. Harapk maklum Brazil adalah negara berpenduduk Nasrani terbesar di kawasan Amerika Latin, bahkan di dunia. Namun demikian, apabila dicermati dalam beberapa tahun belakangan, tercatat sejumlah pemeluk Nasrani yang beralih menganut kepercayaan dan agama lain. Alasan lain terkiat dengan budaya setempat yang menyukai permainan, tarian, dan aktivitasaktivitas yang kurang sesuai ajaran Islam. Sehingga kemudian banyak orang beranggapan bahwa penduduk Brazil tidak cocok jika beragama Islam. Inilah diantara alasan-lasan yang sering dikemukakan mengapa kegiatan dakwah di Brazil menjadi kurang bergema. Argumen semacam itu masih bisa diperdebatkan mengingat rakyat Brazil sejatinya sangatlah religius. Dari sejak dulu mereka pun terbuka terhadap agama lain dan kadang bersedia mempelajarinya. Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Penjelasan yang diberikan Koordinator Pusat Pengembangan Islam Amerika Latin, Sheikh Khalil Saufi, mungkin dapat menjawabnya. Sheikh Khalil mengatakan bahwa sulit bagi kalangan Muslim, terutama yang berasal dari Timur Tengah, untuk memilah budaya setempat dan mengadopsinya hingga sesuai ajaran Islam. Umat Muslim itu sangat memegang teguh agama dan budaya tanah leluhur. Oleh karenanya, tidakmudah bagi orang Brazil yang telah memutuskan masuk Islam. Sebab jika ada tindakan mereka menyinggung perasaan kalangan Muslim-Arab, mereka akan langsung dicap sebagai pengganggu. Padahal kesalahan yang dilakukan mungkin normal untuk mereka yang pengetahuan tentang agama masih minim. Belum lagi bila mereka harus berjuang menghadapi sindiran orang-orang terdekat, keluarga, teman, masyarakat Brazil, serta kemungkinan dari sesama saudara Muslim. Hal-hal ini tak jarang membawa mereka untuk meninggalkan Islam setelah sekian lama. Akan tetapi, sebagian lagi tetap bersikukuh menjalankan agama barunya itu dan makin terpacu meningkatkan ilmu agamanya. Selain itu, mereka juga menghadapi problem yang cukup serius, masih terbatasnya buku dan literatur tentang Islam berbahasa Portugis. Kebanyakan negara di Amerika Latin menggunakan bahasa Spanyol dan mereka tidak kesulitan mencari buku Islam berbahasa Spanyol. Maka, orang Brazil yang merupakan satu-satunya bangsa yang berbahasa Portugis di kawasan ini, tentu menemui kesulitan. Pusat pengembangan Islam Amerika Latin memang punya sejumlah buku Islam berbahasa Portugis, namun kualitas penerjemahan dan isinya belum cukup baik. Meski begitu, tidaklah gampang mencari buku-buku berkualitas minim tersebut di pasaran. Masalahpun mengemuka tatkala lembaga dan institusi dakwah di Brazil dan kawasan Amerika Latin, kurang menyediakan informasi mengenai Islam secara luas, baik melalui buku, selebaran, ataupun situs internet. Ketika banyak orang tertarik mempelajari Islam, kelangkaan fasilitas seperti ini jelas dapat merupakan hambatan. Agama Islam sendiri cukup memiliki sejarah panjang di Brazil. Pada sejarah tradisional Brazil, tercatat bahwa penemu pertama negara ini adalah seorang pelaut portugis bernama Pedro Alvarez Cabral. Sejak penemuan itu, makin deraslah arus migrasi dari Eropa, khususnya Portugis, ke Brazil. Begitu pula para pedagang dan pelaut dari Timur Tengah yang beragama Islam turut singgah. Banyak bukti dan peninggalan menunjukkan kehadiran kaum Muslim ini pada masa awal penjelajahan ke benua Amerika dan terutama Brazil. Sejumlah suku-suku di Brazil diketahui menggunakan kosa kata yang mirip perbendaharaan bahasa Arab. Nama-nama beberapa kota juga berasal dari kosakata suku-suku pedalaman, yang telah bercampur bahasa Arab. Bila bukti-bukti ini dapat dikonfirmasikan serta tercatat secara resmi dalam sejarah lampau Brazil, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan orang Muslimpun merupakan penemu pertama Brazil pada 500 tahun lalu. Para budak asal Afrika yang didatangkan pun sebagian beragama Islam. Dengan mudah dapat diketahui pengaruh kebudayaan Islam, seperti misalnya bukti-bukti yang ditemukan di wilayah selatan negeri ini. Semua ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah sesuatu yang asing pada kehidupan masyarakat Brazil. Untuk itulah, memperkenalkan Islam kepada warga setempat sekarang ini punya makna yang mendalam. Bukan hanya sekadar dakwah, namun juga guna menghapus kesalahpahaman baik secara politis dan keagamaan di masa lalu. Situs Latin American Muslim Unity (LAMU) memaparkan, walaupun sejumlah intelektual Muslim di negeri tersebut berpikiran bahwa budaya Latin ---yang selalu mengacu pada kesenangan serta hura-hura--- merupakan kendala bagi penyebaran agama Islam kepada penduduk pribumi Brazil. Namun, sebenarnya orang-orang Brazil secara alamiah memiliki jiwa religius, sehingga ini menjadi lahan subur bagi penyebaran ajaran Islam. Kegiatan dakwah tersebut dikoordinasikan oleh Islamic Center di Amerika Latin. Sejak didirikan tahun 1968, tempat itu menjadi sarana yang aktif digunaka untuk dakwah Islam di Brazil dan negara Latin lainnya. Pimpinan Islamic Center, Sheikh Ahmed bin Ali Al-Swayfiy, mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya telah melakukan berbagai kegiatan serta telah mempersiapkan program bagi generasi muda. Yang tak kalah pentingnya adalah upaya menerjemahkan buku Islam ke dalam bahasa Portugis. Selain itu, mereka juga menerbitkan koran secara reguler yang dinamakan Makkah al-Mukarramah. Selain itu, lembaga ini juga telah mengorganisasikan konferensi tahunan bagi Muslim Amerika Latin. Sejumlah seminar dan kuliah umum dengan tujuan memperkenalkan Islam serta prinsip dan praktiknya sudah dilaksanakan. Sheikh Al-Swaifiy menambahkan, melalui Islamic Center, ia pun memberikan perhatian khusus bagi para mualaf. Mereka diberikan bimbingan khusus untuk lebih mengenal Islam, juga memperhatikan kesejahteraan dan kehidupan mereka. Muslim Amerika Latin merupakan minoritas di tengah mayoritas non-Muslim. “Mereka membutuhkan sekolah Islam serta program pencerahan yang dapat membuat mereka memiliki kebanggaan terhadap identitas keislaman mereka,” papar Sheikh. Dia lantas menghimbau agar negara dan organisasi Islam di dunia sudi melihat permasalahan komunitas Muslim Amerika Latin serta memberikan bantuan melalui berbagai kesempatan. Persoalannya, kegiatan dakwah di Brazil belum sampai pada taraf menggembirakan dikarenakan adanya sejumlah hambatan. Namun bukannya tanpa upaya, harapan agar masyarakat Brazil makin mengerti dan memahami Islam sebagai agama penuh damai, tidak pernah pudar. Dengan begitu, kehidupan saling menghargai dan menghormati antarumat beragama bisa terwujud di Brazil.(ron) Sumber: Suara Muhammadiyah Edisi 20 2004