Revolusi Bolivarian telah membawa Amerika Latin pada transformasi politik liberal menjadi Sosialis. Politik kiri dirasa semakin menguat dengan terpilihnya tokoh-tokoh sosialis sebagai presiden di beberapa negara seperti: Lula da Silva sebagai presiden Brazil pada tahun 2001, Nestor Kirchner sebagai presiden argentina pada tahun 2003, Martin Torrijos sebagai presiden Panama pada tahun 2004, Tabare Vazquez sebagai presiden Uruguay pada tahun 2005, Evo Moralez sebagai presiden Bolivia pada tahun 2006 dan diikuti negara Nikaragua, Chile, dan Ekuador. Politik kiri semakin popular diterapkan di berbagai negara Amerika Latin setidaknya dapat dikarenakan sebab dan faktor sebagai berikut; gagalnya sistem liberalisasi pasar dengan meningkatkanya kemiskinan dan kemunduran ekonomi negara; privatisasi perusahaan yang ditunjukkan dengan adanya perusahaan mulitnasional yang mengeruk kekayaan alam negara; krisis pudarnya kepercayaan terhadap partai-partai dan kekuatan politik terdahulu; serta peningkatan sentimen anti-liberal di mana paham komunis tidak dipandang sebagai ancaman lagi. Sentiment anti-liberal tidak dapat dilepaskan dari berubahnya komposisi politik internasional pasca-perang dingin. Menguatnya ideology kiri yang mana sebelumnya menjadi pertaruhan antara Amerika dengan Rusia merupakan hasil kelalaian Amerika yang pada saat itu disibukkan dengan krisis yang terjadi di Timur Tengah. Sehingga peran Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin mulai memudar dan melemahnya partai-partai tradisional berhaluan kanan memudahkan bagi Rusia dan gerakan-gerakan pengusung agenda kiri untuk melebarkan sayapnya. Gerakan yang dapat dikatakan sebagai faksi ini mudah mendapat popularitas dengan produk yang ditawarkannya dengan tepat merespon harapan-harapan masyarakat di Amerika Latin pada saat yang bergejolak itu.(Anggara, 2007) Gejolak ekonomi yang sangat sensitive dan cukup untuk membuat pemerintahan dan politik berpaling telah melukai sebagian besar penduduk Amerika Latin. Janji demokrasi berpasangan dengan liberalisasi pasar tidaklah ditujukan untuk mereka kalangan menengah ke bawah. Kebijakan penurunan tarif, swastanisasi berbagai prasarana dan menjamurnya perusahaan multinasional terus menyebabkan kebarangkrutan bagi industry lokal di Amerika Latin. Demokrasi dan liberalisasi tidak diimbangi dengan kebijakan populis akhirnya hanya membawa ketimpangan yang semakin besar antara kaya dan miskin. Sejak tahun 1980 pendapatan per kapita hanya meningkat sekitar 10%. Walaupun Venezuela kaya akan minyak, tapi sebagian besar masyarakatnya hidup sengsara. Setengah pendapatan nasional dikuasai hanya oleh 10% dari total penduduk yang merupakan kalangan kaya Venezuela. Dalam data PBB, sekitar 43% penduduk Amerika Latin yang setara dengan 225 juta orang adalah orang-orang mikin, dan sebesar 96 juta dari itu hidup dengan kurang dari $1/hari. Ketimpangan ini dirasakan menjadi konsekuensi dari penerapan liberal-demokrasi sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat pada haluan kanan. Ricardo Lagos dalam kuliah Lozano Long berjudul Demokrasi, Pemerataan dan Pertumbuhan: 18 Tahun Pemerintahan Koalisi Demokratis di Chili berpendapat tentang pemerintahan dengan gagasan kiri dan kanan. Menurutnya, perbedaaan antara kiri dan kanan terletak pada fokus dan objek pembangunan. Di mana kiri percaya bahwa masyarakat dibentuk secara fundamental oleh warganya sendiri, sedangkan kanan di bentuk oleh konsumen. Berdasarkan kepercayaannya pada manfaat ekonomi pasar, Lagos juga percaya terhadap dampaknya, di mana bila masyarakat dibentuk hanya oleh konsumen maka ketidakadilan akan terbentuk. Di sisi lain hak dan kewajiban setiap warga adalah sama, namun dalam ekonomi pasar, hal ini terbiaskan oleh ukuran kantong masing-masing warga. (Hunter & Lagos, 2008) Contohnya: setiap warga berhak untuk sehat, namun bagi individu dengan keterbatasan isi kantong akan sulit untuk memeroleh fasilitas kesehatan untuk memenuhi hak sehatnya. Dalam Bagi Castaneda, “kaum kiri dicirikan oleh preferensi untuk perubahan atas kontinuitas, demokrasi dan hak asasi manusia atas keamanan domestik, kedaulatan nasional atas integrasi ekonomi internasional, keadilan sosial atas kinerja ekonomi, kontrol nasional atas sumber daya dan distribusi pendapatan / redistribusi atas pasar bebas, dan pengeluaran sosial untuk mengendalikan inflasi dan menjaga kesehatan fiscal” (Castaneda ˜ 1993: 18). Selanjutnya perbedaan ini menjadi dilemma dalam penerapannya. Sehingga setiap negara akan melakukan variasi untuk menerapkan pemerintahan dengan nilai dasar kepercayaan akan perlunya keadilan sosial serta ukuran partisipasi warga yang lebih luas. Kemudian dalam tulisan ini akan diulas dan dibandingkan langkah dan kebijakan apa serta bagaimana dampaknya dalam setiap variasi yang diambil oleh negara Brazil dan Venezuela yang diangkat dalam sebuah perbandingan sederhana. Pertama akan lebih baik bila mengenal karakteristik dasar dari ke dua negara. Brazil adalah negara yang merdeka pada 7 September 1822 setelah menjadi jajahan Portugis sejak tahun 1494 yang terletak di Amerika bagian Selatan. Utara berbatasan dengan Venezuela, Guyana, Inggris, Suriname, Guyana Perancis dan Samudera Atlantik. Di selatan berbatasan dengan Uruguay, di sebelah timur berbatasan dengan Samudera Atlantik dan barat berbatasan dengan Argentina, Paraguay, Bolivia dan Peru. Brazil menganut sistem politik Republik Federasi setelah konstitusi 1988 disahkan. Konstitusi ini memberikan kekuasaan yang cukup besar pada pemerintahan federal. Melalui sistem republic federal, presiden memegang kekuasaan eksekutif sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan serta berhak menunjuk cabinet. Kongres nasional Brazil terdiri dari 2 pintu yakni Senat Federal (Senado Federal) dan Camara dos Deputados. Di bawah pemerintahan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva yang berasal dari partai buruh, Brazil menapaki kehidupan sebagai negara haluan tengah kiri. Sebagai presiden ke 35 Brazil menggantikan Fernando Henrique Cardoso, Lula telah mengambil pengalaman dalam kursi kongres di tahun 1986 dan sempat menjadi rival Cardoso pada pemilihan presiden 1994 dan 1998. Setelah berhasil menjadi presiden terpilih Brazil, orientasi kiri yang dibawa tidak lantas mengubah konstitusi yang ada, Lula mempertahankan konstitusi dengan beradaptasi melalui kesamaan dengan oposisi dan menghindari retorika polarisasi. Surat yang diterbitkan oleh Lula dengan judul "Surat kepada Rakyat Brasil" sesaat sebelum kemenangannya pada pemilihan Oktober 2002 menjelaskan bahwa pasar global bereaksi buruk terhadap kemungkinan kemenangannya dalam pemilihan. Di dalamnya, ia menggemakan sentimen kiri tradisional tentang keadilan sosial dan antipati terhadap neoliberalisme yang telah ada di partai sejak awal. Surat itu juga menunjukkan bahwa situasi keuangan negara yang genting berarti bahwa ia harus mempertahankan orientasi ekonomi sentral pendahulunya (Lula da Silva 2002). Sehingga dari segi ekonomi, pemerintahan Lula tidak secara radikal mengubah orientasi pasar yang diwariskan dari pendahulu mereka. Kebijakan moneternya berusaha untuk membatasi dan menyeimbangkan akun fiskal Brazil dengan tetap mempertahankan keterbukaan ekonomi untuk perdagangan luar negeri. Bersama dengan iklim ekonomi internasional yang menguntungkan, kebijakan ekonomi Lula cenderung baik. Antara 2003-2007, pertumbuhan ekonomi rata-rata 3,7% naik dari pemerintahan Cardoso yang hanya mencapai titik 2.3%. dan inflasi yang terjadi lebih sedikit yakni 8.1% berbeda dengan pemerintahan sebelumnya di mana inflasi terjadi sebesar 14.6%. Konsentrasi keuntungan dan penekanan pada ekspor telah mengakibatkan penurunan pendapatan bagi karyawan dan wiraswasta sebesar 2.3%. Angka ini jauh berbeda dengan angka yang dicetak di masa Cordosa yakni pendapatan turun sebesar 0.7% (Sader, 2005). Target untuk dapat mempertahankan surplus fiskal primer pada tingkat yang tinggi membuat pemerintah tidak memiliki sumber daya untuk mendorong pertumbuhan. Hingga diambil keputusan untuk memilih kemitraan publik-swasta sebagai sarana alternatif untuk mengamankan investasi. Yakni suatu pembiayaan yang menjamin pengembalian bebas risiko ke modal yang merupakan signifikan langkah lebih lanjut dalam privatisasi negara. Lula melanjutkan program Cordosa melakukan reformasi pensiun yang dirancang untuk memulihkan kesehatan keuangan yang bermasalah dan sistem pensiun publik yang tidak adil. Kebijakan Lula juga memperkenalkan jurusan program transfer tunai bersyarat, Bolsa Família, yang secara dramatis memperluas Bolsa Escola. Pada 2006, 11 juta keluarga mendapat manfaat dari program ini, dari hanya 3,6 juta pada tahun 2003. Kombinasi kebijakan ekonomi pro-pasar dan kebijakan sosial yang berpihak pada masyarakat miskin telah membantu Lula memenangkan dukungan luas baik dari berbagai lapisan kalangan. Pemerintahan Lula tidak bebas dari kritik terhadap perhatian kebijakannya. Dengan orientasi kirinya seharusnya kebijakan populis seperti bantuan dan pemerataan menjadi tujuan utama, namun dengan situasi yang diwariskan oleh pendahulunya, penyesuaian oleh Lula tidak dapat dihindarkan. Kelemahan kinerja Brasil berasal dari tingginya suku bunga dan apresiasi mata uang yang diperlukan untuk penargetan inflasi. Tapi itu juga mencerminkan kelemahan struktural yang lebih dalam di ekonomi. Kurangnya atau ketidaklengkapan reformasi struktural dalam ekonomi Brasil membantu menjelaskan tingkat rata-rata yang mengecewakan di Brasil. Reformasi pajak utama, reformasi perdagangan, reformasi pasar tenaga kerja, dan reformasi pensiun masih dalam agenda jangka panjang Brasil. Tetapi baik Cardoso maupun Lula tidak maju dalam domain-domain ini. Pertumbuhan Brasil yang relatif sederhana juga berarti bahwa pertumbuhan PDB per kapita tetap menjadi salah satu yang terendah di kawasan ini, hanya 2,7 persen antara 2003-2008. Komitmen kiri moderat yang lebih besar terhadap stabilitas makroekonomi adalah salah satu perbedaan ekonomi utama dengan kasus kiri radikal dan alasan penting untuk kinerja ekonomi kiri moderat yang lebih baik. Ini menjadi sangat menonjol dengan timbulnya krisis ekonomi global. Sebaliknya, stabilitas ekonomi dan prediktabilitas yang dicapai oleh pemerintah Lula telah membuat ekonomi Brasil siap untuk keluar dari krisis lebih baik daripada banyak ekonomi lain di kawasan Amerika Latin. Brasil telah mampu mempertahankan cadangan internasionalnya. Ini telah menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan ekonomi Brasil untuk berhasil menghadapi krisis internasional dan telah memberi Brasil ruang untuk merangsang ekonominya dalam menghadapi krisis. Dengan demikian, kebijakan publik ekspansif seperti investasi publik yang lebih besar membantu mempromosikan pemulihan ekonomi.(Weyland, Madrid, & Hunter, n.d.) Administrasi Lula secara konsisten membatasi pengeluaran sosial untuk mempertahankan prioritas utamanya: keseimbangan makroekonomi dan tingkat inflasi yang rendah. Pengeluaran sosial telah meningkat, tetapi tidak secara dramatis, dan sebagian besar dari peningkatan ini diperhitungkan dengan meningkatnya pengeluaran untuk sistem jaminan sosial Brasil yang sangat regresif. Salah satu produk andalan Brazil yang terkenal yakni Petrobas. Sebagai negara dengan kekayaan alam minyak bumi, Petrobas menjadi salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia. Namun karena petrobas ini pula Lula harus bercengkerama dengan tuduhan suap yang mengharuskannya untuk tidak berkompetisi dalam pencalonan presiden. Setelah 10 tahun sejak tahun 2003 Lula menjabat sebagai presiden, Dilma Rousseff menggantikannya sebagai presiden Brazil. Namun dominasi Prtai Pekerja harus diakhiri oleh pemakzulan Rousseff. Dan dominasi kiri telah berubah dengan dominasi kanan yang ditandai dengan pergantian pemimpin dari kanan sampai sekarang. Referensi Anggara, L. (2007). Fenomena Anti-Liberalisme Amerika Latin Pada Awal Abad-21. Global, 9 No. 1. Hunter, W., & Lagos, R. (2008). Leftist Government in Latin America : 14–17. Sader, E. (2005). Taking Lula’s Measure. New Left Review, 33(58–80). Weyland, K., Madrid, R. L., & Hunter, W. (Eds.). (n.d.). Leftish Govenrments In Latin America Successes and Shortcomings. Cambridge University Press.