Makalah Akhir Teori Ekonomi Politik Internasional

advertisement
Makalah Akhir Teori Ekonomi Politik Internasional
Market Governance iN Brazil :
Studi Kasus Perkembangan
Ekspor-Impor Ethanol Brazil (1970-2008)
Disusun oleh :
Ruth Yohanna Lumbanraja
0706291395
Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2009
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pasar merupakan suatu proses yang sediakala mampu berjalan sendiri. Beberapa pihak
beranggapan bahwa ada tangan yang tidak terlihat yang mampu menjalankan pasar tersebut, dengan
kata lain, tidak perlu mengatur pasar sedemikian rupa untuk kemudian menghasilkan keuntungan
tertentu. Namun, apa yang terjadi apabila pasar sudah mulai tidak lagi dipercayai mampu
menghasilkan keuntungan bagi masyarakat? Hal inilah yang kemudian menimbulkan opini bahwa
negara (pemerintah) juga harus ikut campur tangan dengan perkembangan pasar. Oleh karena itu,
ada beberapa contoh negara di dunia yang akhirnya memberlakukan sejumlah peraturan/kebijakan
tertentu untuk kemudian melindungi komoditasnya. Pada poin ini, tidak sedikit negara yang
berasumsi bahwa dengan memberlakukan suatu kebijakan terhadap suatu barang komoditas
tertentu, maka keberlangsungan perekonomian negara tersebut akan terjamin dengan baik.
Brazil merupakan salah satu negara Amerika Latin yang akhirnya berhasil bangkit dari
keterpurukannya baru-baru ini. Masih segar dalam ingatan bahwa Brazil beserta beberapa negara
Amerika Latin lainnya terseok-seok membayar lilitan hutang negara kepada IMF dan Bank Dunia.
Brazil juga menghadapi kepemimpinan militer yang diktator, yang pada akhirnya hanya menyeret
Brazil ke lilitan hutang yang semakin menyesakkan. Namun, hal ini perlahan berubah, yang diduga
kuat setelah presiden baru terpilih. Di bawah kepemimpinan Presiden da Silva yang notabene
berasal dari kalangan buruh, Brazil berhasil kembali menata keping-keping perekonomiannya yang
dahulu sempat hancur menjadi utuh kembali. Salah satu cara Brazil untuk bangkit kembali adalah
dengan melakukan perbaikan di sektor industri, khususnya etanol. Dunia mengetahui bahwa Brazil
saat ini merupakan negara pengekspor etanol terbesar di dunia.
Etanol mulai dikenal sebagai bahan bakar alternatif selain minyak bumi dan gas alam.
Kelangkaan minyak bumi mau tidak mau memaksa negara-negara maju untuk berpikir keras untuk
menyediakan sebuah alternatif yang baru, yaitu etanol. Pada umumnya, etanol diproduksi oleh
negara-negara yang tingkat teknologinya tergolong maju, seperti halnya Amerika Serikat, Kanada,
dan Jepang. Brazil merupakan satu dari beberapa negara berkembang yang mampu memproduksi
etanol ini. Sejak tahun 1970an, Brazil sudah berhasil memenuhi kebutuhan negara mereka terhadap
etanol. Hal ini berkebalikan dengan Amerika Serikat yang saat itu hanya mampu memenuhi 40%
dari kuota yang mereka butuhkan, sehingga muncul keinginan untuk mengimpor etanol dari Brazil.
Namun, Brazil kemudian memberlakukan sejumlah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahnya
saat ini, demi melindungi keberadaan etanol di negara tersebut. Pada kasus ini, dapat dilihat
bagaimana tangan pemerintah bekerja untuk melindungi pasar komoditas etanol di Brazil.
2
I.2 Permasalahan
Makalah ini akan melihat bagaimana perkembangan pasar impor ekspor ethanol do Brazil.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Brazil merupakan negara yang telah mengekspor
ethanol bahkan sejak 30 tahun belakangan, sudah selayaknya Brazil menggunakan segala macam
cara yang dibutuhkan agar pasar ethanol yang sudah berkembang tersebut mampu tetap bertahan di
pasar internasional. Sejauh ini, Brazil telah mengeluarkan beberapa kebijakan internasional yang
akhirnya menjamin keberadaan ethanol di pasar internasional. Dengan demikian, makalah ini akan
berusaha membahas pertanyaan permasalahan, bagaimana Brazil menggunakan campur tangan
pemerintah khususnya dalam perkembangan pasar ethanol selama ini?
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas secara lebih kritis bagaimana akhirnya campur
tangan pemerintah suatu negara bisa terjadi dalam perkembangan pasar tertentu. Brazil dalam hal
ini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan bahkan undang-undang untuk melindungi pasar ethanolnya dari campur tangan masyarakat asing. Dengan adanya pembahasan di makalah ini, diharapkan
dapat dilihat bagaimana pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan agar komoditas barangnya
bisa tetap bertahan. Makalah ini setidaknya akan mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoritis,
yaitu mengembangan pandangan nasionalisme yang berkembang selama ini. Makalah ini akan
mencoba melihat bagaimana suatu negara percaya bahwa pasar tidak akan berhasil menjalankan
perekonomian sendirian, karena itu negara perlu campur tangan. Selain itu, makalah ini juga akan
mempunyai manfaat praktis, dimana makalah ini akan membuka wawasan masyarakat agar
masyarakat lebih mengetahui bagaimana perkembangan pasar ethanol.
I.3 Kerangka Teori1
Makalah ini akan membahas mengenai market governance, yaitu bagaimana pemerintah
suatu negara tidak mempercayai adanya suatu mekanisme yang nantinya bisa mengatur
perekonomian suatu pasar. Pasar dinilai sebagai suatu unit yang tidak mampu mengusahakan
dirinya sendiri sehingga yang ada hanyalah suatu kegagalan dimana diyakini ada beberapa sektor
yang tidak bisa ditangani oleh pasar sendirian. Pemerintah negara tersebut kemudian menggunakan
otoritasnya sebagai penguasa suatu negara, untuk kemudian mencampuri urusan pasar. Pemerintah
kemudian mengeluarkan dan melaksanakan sejumlah kebijakan yang dinilai mampu memperbaiki
perekonomian pasar. Dalam hal ini, pemerintah sama sekali tidak mempercayai adanya tangan yang
tidak terlihat (invisible hand-Adam Smith).
Hal ini sesuai dengan perspektif nasionalisme dalam ekonomi politik internasional, atau
yang lebih dikenal dengan merkantilisme. Adapun fokus utama dari merkantilisme adalah
1
David N. Balaam dan Michael Veseth. Introduction to International Political Economy. (New Jersey : Prentice Hall,
2005), hal 25-30.
3
permasalahan keamanan dan peranan antara negara dan pasar dalam menyediakan dan menentukan
keamanan nasional negara dalam segala macam bentuk. Merkantilisme adalah perspektif teoritis
yang digunakan sebagai alasan oleh suatu negara untuk mencapai keuntungan sebesar mungkin
demi keamanan dan independensi negara. Teori ini beranggapan bahwa hanyalah negara yang
mampu melindungi komoditas tertentu bagi kepentingan nasional suatu negara. Dengan demikian,
tindakan apapun yang dilakukan oleh suatu negara terhadap suatu komoditas tertentu, selalu
diatasnamakan sebagai upaya negara tersebut untuk melindungi komoditasnya.
Adapun merkantilisme kemudian berevolusi menjadi beberapa pandangan, antara lain,
nasionalisme ekonomi. Pandangan ini kemudian menyatakan bahwa pemerintah kemudian
melakukan sejumlah upaya yang demi melindungi kepentingan nasional dan perkembangan
perekonimian negaranya. Pada awalnya, mungkin pemerintah menggunakan pandangan
merkantilisme sebagai landasan awal untuk menggunakan otoritasnya untuk menghasilkan
keuntungan yang semaksimal mungkin bagi perkembangan ekpor negaranya. Secara perlahan,
negara kemudian mulai berusaha melindungi sejumlah komoditas yang lumayan penting, demi
meningkatkan perekonomian negaranya sendiri. Dengan demikian, negara tetap menggunakan
otoritas dan tanggung jawab yang dimilikinya sebagai salah satu cara untuk menjaga perekonomian
negaranya. Fokus utamanya adalah bagaimana caranya meningkatkan kualitas barang domestik
suatu negara serta menemukan pasar internasional yang tepat untuk mengembangkan kekuatan
ekonomi negara tersebut. Dengan demikian, fokus negara yang semula ingin mempertahankan
keamanan ekonomi suatu negara tersebut, perlahan berubah menjadi mengembangkan kualitas
perekonomian secara domestik sehingga akhirnya bisa bertahan dari pasar internasional negara
tersebut.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Pasar Ethanol di Brazil
Ethanol (etil-alkohol) merupakan salah satu sumber energi yang digunakan sebagai bahan
bakar alternatif oleh beberapa negara maju di dunia. Amerika Serikat dan beberapa negara lain di
kawasan Amerika Utara bahkan sudah menggunakan ethanol sebagai bahan bakar industri, namun
sejak tahun 1980an, produksi ethanol di beberapa negara ini perlahan menurun sehingga hanya
mencukupi 40% dari kebutuhan negaranya. Negara-negara tersebut dulunya mampu mengekspor
ethanol ke negara-negara lain, namun sekarang hanya mampu menutupi kebutuhan negaranya.
Berbeda dengan negara-negara Amerika Utara tersebut, Brazil malah mengalami pertambahan
produksi sampai lima kali lipat.
Berawal dari tahun 1970an, ketika Brazil mengalami masalah berlipat ganda, yaitu kenaikan
harga minyak bumi karena embargo minyak Arab dan kenaikan harga gula sejak pertengahan tahun
1960an. Menyikapi masalah ini, Presiden Brazil ketika itu, Ernesto Geisel, kemudian mengeluarkan
peraturan tentang Brazilian National Alcohol Program pada tahun 1975. Produksi ethanol mulai
dikerjakan, dengan cara mengolahnya dari saripati tebu, sehingga diharapkan dengan mengolah
tebu dapat dihasilkan gula pasir sebagai bahan pangan dan ethanol sebagai bahan bakar. Sebagai
langkah pertama, Geisel mulai mempromosikan produksi ethanol yang nantinya akan digabungkan
dengan minyak tanah, untuk memaksimalkan kemampuan kinerja kendaraan (sekitar 20% lebih
banyak secara volume). Sejak tahun 1975-1979, produksi ethanol di Brazil bahkan meningkat
sebanyak lima kali lipat lebih banyak. Pada awal tahun 1980an, pemerintah mulai ikut campur
tangan dengan menjaga harga ethanol menjadi lebih murah daripada harga minyak tanah pada
umumnya, sehingga produksinya pun semakin lama semakin meningkat. Namun, pada tahun 1985,
program pengembangan ethanol di Brazil juga mengalami penurunan, yang disebabkan oleh
jatuhnya harga minyak di dunia, akibatnya subsidi pemerintah yang dulunya diturunkan dalam
jumlah yang cukup banyak untuk pengembangan ethanol menjadi menurun dan akhirnya menjadi
tidak ada sama sekali. Hal ini berdampak sampai pada pertengahan tahun 1990an, dimana Brazil
secara ironis malah mengimpor ethanol untuk menjalankan beberapa kendaraan mereka.
Pertengahan tahun 1990an sampai 2000an merupakan masa dekade yang cukup
menakjubkan bagi perkembangan industri ethanol di Brazil. Dengan adanya deregulasi dan
privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah Brazil, pengembangan industri ethanol Brazil pun bisa
dikembalikan ke zaman keemasannya. Dalam periode ini, pemerintah Brazil bahkan mengeluarkan
kebijakan bahwa setiap minyak tanah yang dijual harus mengandung setidaknya 20% kadar ethanol
di dalamnya. Hal ini kemudian berlanjut sampai pada akhir tahun 1990an, beberapa perusahaan
5
kendaraan mulai membicarakan kemungkinan untuk bekerjasama dengan pemerintah Brazil untuk
menciptakan kendaraan berbahan ethanol. Belum cukup hanya itu, Brazil kemudian memperkaya
industri ethanol dengan bekerjasama dengan beberapa perusahaan kendaraan seperti halnya Ford
(2002) dan VW (2003), yang menggunakan ethanol sebagai bahan bakar utamanya.
(sumber : Brazil Energy Data, Statistic and Analysis – Oil, Gas, Electricity, Coal)
Apabila dilihat dari sejarah yang cukup panjang ini dapat dilihat bahwa Brazil merupakan
negara penghasil ethanol utama di dunia. Walaupun dengan pasar ethanol yang cukup jatuh bangun,
setidaknya Brazil mampu menunjukkan bahwa perkembangan ethanol dalam negaranya juga
6
merupakan campur tangan pemerintahnya sendiri, yang didasarkan beberapa kondisi yang akhirnya
menjadikan keikutsertaan pemerintah tersebut menjadi sesuatu yang baik. Saat ini, ethanol
diproduksi kebanyakan di bagian tenggara Brazil, tepatnya di Sao Paulo. Adapun pemerintah
kemudian membuat suatu perusahaan khusus untuk produksi ethanol, yaitu Pecobras. Sekarang ini,
hampir semua kendaraan di Brazil menggunakan bahan bakar ethanol, dengan demikian, dapat
dilihat betapa pentingnya keberadaan ethanol bagi kelangsungan perekonomian masyarakat Brazil.
Perkembangan ethanol saat ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah kendaraan yang
memakai bahan bakar ethanol (flex-fuel vehicles / FFV). Pada perkembangannya, penjualan FFV di
Brazil mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga pada Februari 2006, lebih dari 70%
jumlah mobil yang terjual di Brazil merupakan FFV. Bukan hanya itu saja, Brazil bisa meraup
keuntungan dari ethanol yang disebabkan minimnya biaya produksi yang dibutuhkan untuk
menghasilkan ethanol. Hal ini didukung pula oleh adanya iklim yang bersahabat, upah buruh yang
rendah, dan infrastruktur yang sudah dipergunakan lebih dari beberapa dekade, sehingga dengan
biaya produksi yang cenderung minim, keuntungan yang didapat bisa maksimal.
Perkembangan industri ethanol sekarang ini juga mendapat dukungan yang lumayan baik
dari pemerintah yang sedang berkuasa saat ini. Industri ethanol berhasil menyedot 1,8 juta tenaga
kerja di Brazil dan berhasil menggantikan penggunaan lebih dari 1,44 juta barel minyak sejak tahun
1976. Penggunaan ethanol juga berhasil meningkatkan kualitas udara di Sao Paulo dan mengurangi
tingkat emisi gas rumah kaca yang selama ini berasal dari sektor industri dan transportasi di Brazil.
Analisa Market Governance dalam Perkembangan Pasar Ethanol di Brazil
Seperti kebanyakan negara berkembang lainnya, Brazil juga mengalami masa yang turun
naik dalam perkembangan perekonomiannya. Dalam hal ini, Brazil yang memiliki komoditas utama
berupa ethanol cukup merasakan keuntungannya. Sejak semula, pemerintah Brazil memang
memilih untuk menjadikan ethanol sebagai komoditas utamanya dalam kancah internasional.
Mengapa akhirnya ethanol yang dipilih, mungkin diakibatkan oleh kondisi perekonomian dunia saat
itu. Dunia yang tengah mengalami embargo minyak dari Arab, sehingga akhirnya muncul keinginan
dari negara-negara di dunia untuk berinisiatif mencari alternatif bahan bakar yang baru untuk
memenuhi kebutuhan negaranya. Brazil yang kala itu berhasil menemukan ethanol sebagai
alternatif kemudian berusaha mengembangkan produksinya sampai sekarang ini. Brazil termasuk
salah satu negara pengekspor ethanol yang sampai sekarang masih berkomitmen untuk
memperjuangkan produksi sumber daya alam yang bisa diperbaharui ini. Ethanol akhirnya berhasil
menduduki peringkat pertama dalam penggunaan bahan bakar di Brazil.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Sejak awal, pemerintah merupakan pihak pertama yang terlibat
dalam proses pengembangan ethanol ini. Hal ini bisa dilihat dari dikeluarkannya Brazilian National
7
Alcohol Program, yang mendukung adanya pengembangan produksi ethanol di beberapa negara
bagian di Brazil. Program inilah yang mendukung setiap petani tebu yang ada di Brazil untuk
kemudian mengusahakan produksi ethanol. Pemerintah juga memberikan semacam insentif bagi
para petani tebu sehingga akhirnya produksi ethanol bisa semakin meningkat terus menerus. Tidak
hanya itu, ketika produksi ethanol sudah mulai tidak dilirik lagi, pemerintah tetap konsisten untuk
mengeluarkan sejumlah kebijakan antara lain, menjual minyak tanah dengan kandungan 20%
ethanol di dalamnya, untuk menjaga keberadaan ethanol di pasar internasional.
Pemerintah Brazil juga melakukan beberapa intervensi tambahan yaitu menentukan pajak
tambahan untuk pembelian mobil FFV sebesar 14% pajak pembelian. Brazil juga menentukan
sebanyak 30% tarif impor ethanol dan 20% tarif impor gula. Kondisi ini menyebabkan masyarakat
Brazil merasa rugi untuk mengimpor ethanol dan gula dari negara lain, yang secara tidak langsung
akan memacu semangat masyarakat Brazil untuk terus meningkatkan produksi ethanol dalam
negeri. Pemerintah juga menetapkan harga ethanol di Brazil sejak tahun 1990-an, yang
mengakibatkan harga ethanol di Brazil setidaknya akan terjaga cukup stabil bagi masyarakat Brazil.
Adapun kasus yang terjadi di Brazil ini menunjukkan bahwa market governance terjadi di
Brazil, khususnya dalam perkembangan ekspor impor ethanol. Pemerintah Brazil dalam hal ini
memutuskan untuk ikut campur tangan dengan perkembangan industri ethanol bahkan sejak industri
ini mulai dilaksanakan. Pemerintah Brazil menilai adanya potensi dalam industri ethanol ini untuk
kemudian harus dilindungi demi kepentingan seluruh masyarakat Brazil. Pemerintah Brazil
memberikan sejumlah jaminan kredit bagi masyarakat yang ingin mengembangkan produksi
ethanol, serta pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah, untuk meningkatkan kinerja masyarakat
Brazil dalam pengembangan produksi. Pada tahun 2005, dikeluarkan pula kebijakan tentang energi
(the Energy Policy Act of 2005) yang melegalkan adanya program-program di atas, melalui tata cara
yang dikeluarkan Departemen Energi dan berbagai penyesuaian yang membuat program di atas
terjamin keberlangsungannya. Ditambah lagi perintah untuk menyatukan ethanol ke dalam bahan
bakar, menjadikan perkembangan ethanol menjadi cukup signifikan kapasitasnya. Perkembangan
ini juga ditunjang dengan adanya penyediaan infrastruktur oleh pemerintah, sehingga kinerja
produkasi ethanol bisa maksimal. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam perkembangan
industri ethanol di Brazil sangat signifikan hasilnya.
Pemerintah Brazil melakukan sejumlah bentuk market governance, dalam hal ini,
melaksanakan sejumlah kebijakan yang dinilai krusial untuk menjamin pengemabangan ethanol di
pasar internasional. Mengapa demikian? Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa dijadikan analisa
dalam kasus ini. Pertama, pemerintah Brazil menganggap bahwa keberadaan ethanol di Brazil
merupakan sektor yang sangat penting, bahkan sama pentingnya dengan keberadaan bahan bakar
(minyak tanah). Sesuai dengan fakta yang telah dibeberkan sebelumnya, masyarakat Brazil kini
8
telah memakai kendaraan berlabelkan FFV, yang berarti penggunaan ethanol sebagai bahan bakar
sudah menjadi sangat potensial. Seperti halnya beberapa negara berkembang yang kemudian
melindungi dan memproteksi beberapa sektor yang dinilai ‘menyangkut nilai hidup orang banyak’,
Brazil pun melakukan hal yang sama dengan ethanol yang dimilikinya. Brazil hanya mencoba
melindungi sektor industri yang dinilai cukup penting bagi hampir semua masyarakatnya. Ditambah
lagi isu kelangkaan minyak bumi yang semakin sering dihembuskan sekarang ini, pasti membuat
pemerintah Brazil menjadi lebih protektif terhadap keberadaan ethanol. Pemerintah Brazil pasti
akan melakukan apa saja yang dianggap bisa terus menyelamatkan industri ethanol yang
dimilikinya.
Poin selanjutnya adalah adanya anggapan dari pihak Brazil sendiri yang melihat ethanol
sebagai sumber daya alam yang cukup langka di dunia. Ethanol saat ini merupakan salah satu bahan
bakar alternatif yang dihasilkan dari tanaman (sumber daya alam yang dapat diperbaharui), dimana
belum semua negara, bahkan negara maju sekalipun, mampu memproduksinya. Brazil yang terletak
di garis khatulistiwa setidaknya bisa menghasilkan produksi ethanol yang cukup melimpah dari
tanaman tebu, mengingat tanaman tebu akan sangat produktif apabila dikembangbiakkan di panas
matahari yang cukup. Dengan demikian, pemerintah Brazil pasti melihat kemungkinan ini sebagai
potensi yang lumayan untuk mengangkat nama Brazil di pasar internasional, sehingga tidak akan
mudah bagi pemerintah Brazil untuk serta merta menyerahkan pengembangan produksi ethanol ke
tangan swasta. Dengan kata lain, pemerintah Brazil akhirnya menjadikan ethanol sebagai komoditas
utama negaranya, sehingga hanya dengan campur tangan pemerintah lah, produksi ini bisa tetap
berjalan dengan baik.
Selain itu, pemerintah Brazil juga melihat dari segi ekonomis bahwa biaya produksi yang
dibutuhkan ethanol apabila dikerjakan oleh pihak swasta akan lebih mahal dibandingkan dengan
biaya produksi ethanol yang dikerjakan pemerintah selama ini. Contoh kasus di Sao Paulo, sebuah
perusahaan swasta bernama COSAN (1996) yang ingin mengerjakan pengolahan ethanol yang
terlepas dari pemerintah. Diadakan penelitian tentang bagaimana sebenarnya keefektifan sistem
yang digunakan. Bagan produksi adalah sebagai berikut.2
2
Yoshizaki, Hugo T. Y., Antonio R. N. Muscat, dan Jorge L. Biazzi. Decentralizing Ethanol Distribution in
Southeastern Brazil, diakses dari http://www.jstor.org/stable/25062185 pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.45 WIB.
9
Gambar 1. Pemerintah  masyarakat (secara langsung)
Gambar 2. Distributor
Gambar 3. Distributor + COSAN
10
Dari bagan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam gambar 1, pemerintah akan secara langsung
mendistribusikan ethanol yang diproduksi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dengan demikian, biaya produksi yang dibutuhkan menjadi sedikit dan sangat memungkinkan
untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Gambar 2 menunjukkan adanya distributor sehingga
ethanol harus terlebih dahulu tinggal di tangan distributor, akibatnya diperlukan biaya tambahan
untuk membiayai upah distirbutor ini. Gambar 3 menunjukkan bahwa sistem yang dikerjakan oleh
distributor dan COSAN hanya mengakibatkan overlapping, belum lagi biaya produksi yang
dibutuhkan akan semakin banyak. Gambar 4 menunjukkan hasil yang diperoleh dari masing-masing
sistem yang ada, memang terlihat secara eksplisit bahwa sistem di gambar 3 menghasilkan
keuntungan yang lebih banyak, namun dengan adanya beberapa biaya tambahan yang dibutuhkan,
maka biaya yang besar ini tidak jarang digunakan untuk menutupi biaya tambahan tersebut,
sehingga keuntungan yang terbesar tetaplah terjadi dalam sistem di gambar 1.
Gambar 4. Keuntungan yang didapat dari masing-masing sistem3
Oleh karena itu, industri ethanol sebaiknya memang dipegang dan dilaksanakan oleh
pemerintah Brazil sendiri. Dengan demikian, pemerintah Brazil bisa menjamin adanya pengolahan
dan pendistribusian ethanol ke tangan masyarakat Brazil secara lebih teratur. Apalagi dengan
menjadikan ethanol sebagai komoditas utama, Brazil bersama dengan Pecobras, kemudian harus
mengusahakan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi ethanol baik di dalam negeri, maupun
sebagai komoditas ekpor di luar negeri.
3
Yoshizaki, Hugo T. Y., Antonio R. N. Muscat, dan Jorge L. Biazzi. Op. cit.
11
BAB III
KESIMPULAN
Brazil merupakan salah satu negara berkembang di Amerika Latin yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lumayan pesat. Kemampuan Brazil untuk tetap mempertahankan
produksi ethanol sejak tiga puluh tahun belakangan, menjadikan Brazil sebagai negara pengekspor
ethanol yang terbesar di dunia. Brazil akhirnya mampu secara kontinu mengusahakan produksi
ethanol dengan adanya campur tangan pemerintah di dalamnya. Sejumlah kebijakan pemerintah
Brazil dipraktekkan demi tercapainya pasar yang senantiasa aman bagi perekonomian Brazil saat
ini. Pemerintah Brazil yang sejak semula sudah campur tangan dalam masalah ini, kemudian
menjadikan ethanol sebagai komoditas utama di negara Brazil. Dengan demikian, kebijakan dan
peraturan pemerintah yang dikeluarkan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah.
Kasus ini sesuai dengan perkembangan pandangan nasionalisme dalam teori ekonomi politik
internasional, dimana pemerintah Brazil pertama kali mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan
produksi ethanol, bertujuan agar mengamankan posisi Brazil yang kala itu mengalami dua krisis
yang cukup mengancam. Brazil kemudian memilih untuk memaksimalkan produksi ethanol dari
tanaman tebu untuk menjamin keberlangsungan industri di Brazil. Sejak saat itu, Brazil kemudian
mampu bertahan untuk terus mengolah ethanol, sampai akhirnya ethanol menjadi komoditas utama
Brazil. Dari poin ini juga terbukti bahwa pemerintah Brazil semula ingin mempertahankan
keamanan perekonomian Brazil, secara perlahan mengusahakan ethanol sebagai komoditas utama
dalam peningkatan perekonomiannya. Adapun hal ini dilakukan demi kepentingan masyarakat
Brazil sendiri dan pertimbangan biaya produksi yang lebih murah. Singkatnya, ada kalanya campur
tangan pemerintah dalam perkembangan perekonomian suatu negara memang dibutuhkan demi
meningkatkan perkembangan suatu komoditas tertentu.
12
DAFTAR PUSTAKA
Balaam David N. dan Michael Veseth. Introduction to International Political Economy. (New
Jersey : Prentice Hall, 2005)
Bianchi, Alvaro dan Ruy Braga. Brazil : The Lula Government and Financial Globalization.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3598413 pada hari Senin, 20 April 2009, pukul 11.30
WIB.
Brazil Energy Data, Statistic and Analysis – Oil, Gas, Electricity, Coal, diakses dari
http://www.eia.doe.gov/cabs/Brazil/Oil.html pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 21.26 WIB.
Brazil, 1964 to Present, diakses dari
http://isc.temple.edu/evanson/brazilhistory/Brazil64toPresent.htm pada tanggal 18 Mei 2009
pukul 11.30 WIB.
Evangelist, Mike dan Valerie Sathe. Brazil’s 1998-1999 Currency Crisis. Diakses dari
www.personal.umich.edu/~kathrynd/Brazil.w06.pdf pada tanggal 16 April 2009 pukul 22.30
WIB
Gilpin, Robert. The Political Economy of International Relations. (New Jersey : Princeton
University Press, 1987)
Rask, Kevin. The Social Costs of Ethanol Production in Brazil : 1978-1987, diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1154243 pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.37 WIB.
Sandalow, David. Ethanol : Lessons from Brazil, diakses dari
www.brookings.edu/~/media/Files/rc/articles/2006/05energy_sandalow/sandalow_20060522.
pdf pada tanggal 18 Mei 2009, pukul 11.21 WIB.
Vilela, Bruno Guedes. Corporate Governance in Brazil and the Bovespa New Market, diakses dari
http://www.azevedosette.com.br/en/noticias/noticia?id=338 pada tanggal 18 Mei 2009 pukul
11.20 WIB
Yoshizaki, Hugo T. Y., Antonio R. N. Muscat, dan Jorge L. Biazzi. Decentralizing Ethanol
Distribution in Southeastern Brazil, diakses dari http://www.jstor.org/stable/25062185 pada
tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.45 WIB.
13
Download