Upaya Brazil untuk Mempertahankan Posisi

advertisement
Upaya Brazil untuk Mempertahankan Posisi
Produsen Terbesar dalam Pasar Kopi Global
Ika Devi Hardianti
Departemen Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Email: [email protected]
Abstract
Coffee still held a position as one of the most trading commodity in global market. Coffee’s
position as universal beverage increase it significance, both for producing and consuming
countries. Brazil is the largest coffee producer in the world. Brazil becoming more attractive
because it succeed to maintain those position in volatile market. Challenge for Brazil come both
from external and internal side. At the end of 1980s, mechanism for global trade of coffee
change. This period also mark critical time for Brazil because at the same time Brazil change it
economic system. Global coffee production turn out to be very competitive by increasing
production of other producing countries. This hard time had been through successfully by Brazil,
proven by its position as the largest coffee producer that irreplaceable till now.
Keywords: Brazil, coffee, global coffee market, positioning, country image.
Pendahuluan
Kopi mulai memasuki Brazil
pada tahun 1727 dan sejak tahun 1770
penanaman kopi menyebar di seluruh
Brazil.
Kondisi
alam
Brazil
memungkinkan kopi tumbuh dengan
subur, diantaranya dengan ketersediaan
lahan yang luas, sumber air yang
melimpah dan kondisi geografis berupa
daerah pegunungan dengan tingkat
hujan dan musim kering yang cocok.
Dukungan dari kondisi alam dan
penerapan kebijakan agrikultur yang
tepat menempatkan Brazil sebagai
produsen kopi1 terbesar secara global,
dengan tingkat produksi mencapai
49.400 kantong kopi 60 kg pada tahun
2015 (United States Department of
Agriculture, 2015). Produksi kopi Brazil
berkontribusi sebesar 32% dari total
produksi kopi secara global (SSI Review,
2014).
1
Kopi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kopi dalam bentuk biji kopi mentah atau green
coffee.
186
Tingkat produksi dari tahun ke
tahun yang lebih tinggi dibandingkan
dengan
negara
produsen
lain
membuktikan bahwa Brazil tidak hanya
berhasil
untuk
mencapai
posisi
produsen kopi terbesar, tetapi juga
mempertahankan posisi tersebut. Selain
berdasarkan data, kemampuan Brazil ini
dapat dijelaskan melalui positioning
yang sejak awal sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
Presiden
Cordoso
menempatkan agrikultur sebagai mesin
penggerak
pertumbuhan
ekonomi
sehingga ekspansi agrikultur menjadi
prioritas utama (Hopewell, 2014).
Sejalan dengan Cordoso, penerusnya
Presiden Lula da Silva menyatakan
bahwa
stabilitas
ekonomi
Brazil
bergantung pada sektor agribisnis.
Pernyataan serupa disampaikan oleh
Wager Rossi selaku Minister of
Agriculture, Livestock and Supply bahwa
Brazil memerankan pemain utama
sebagai pemasok produk agribisnis
global
(Ministry
of
Agriculture,
Livestock and Supply, 2010).
Kemampuan produksi Brazil
diuji ketika terjadi perubahan dalam
Upaya Brazil untuk Mempertahankan
komoditas kopi, baik secara domestik
kopi global?”. Terdapat dua argumentasi
maupun
internasional.
Pertama,
yang
diajukan
untuk
menjawab
terjadinya krisis kopi pada tahun
pertanyaan tersebut, yaitu: pertama
1990an. Krisis kopi secara umum
kemampuan Brazil untuk menetapkan
mengurangi insentif produsen untuk
positioning pada citra negara dalam
berproduksi.
Hal
ini
utamanya
dimensi
makro
melalui
promosi
disebabkan oleh harga kopi yang
investasi dan interaksi dalam rezim
menurun.
Penurunan
harga
internasional; kedua, kemampuan Brazil
berimplikasi pada kerugian yang harus
untuk menetapkan positioning pada
ditanggung
petani
karena
biaya
citra negara dalam dimensi mikro
produksi lebih besar dibandingkan
melalui product equity pada pengguna
dengan pendapatan. Kedua, terjadinya
dan harga-kualitas. Uraian terkait dua
reformasi pasar di Brazil yang
argumentasi tersebut dibagi dalam
dilatarbelakangi oleh mega inflasi dan
empat bagian utama. Pada bagian
hutang
pemerintah
yang
besar.
pertama diuraikan penjelasan teoritik
Sedangkan secara eksternal reformasi
terkait dua argumentasi yang diajukan.
pasar
disebabkan
oleh
adanya
Bagian kedua menjelaskan positioning
pergeseran ideologi pasca
dalam
dimensi
makro.
Perang Dingin dan kondisi
Bagian ketiga menjabarkan
geopolitik
global
yang
positioning dalam dimensi
menyebabkan tekanan dari
mikro. Terakhir, bagian
Positioning yang kuat
insitusi
finansial
keempat berisi kesimpulan.
memastikan bahwa
internasional dan Amerika
negara dapat
Peran Negara dalam
Serikat terhadap negaramempertahankan
Positioning
negara
produsen
kopi
posisinya di pasar.
(Topik
et
al.,
2010).
Walker (2011)
Regulasi yang dibuat oleh
Intervensi
penuh
menjelaskan
bahwa
negara dianggap menjadi
pemerintah melalui kredit
target
positioning
hambatan
dalam
dan subsidi dihapuskan
ditetapkan
pada:
(1)
pertumbuhan
ekonomi.
sehingga petani kopi tidak
atribut; (2) kegunaan;
Namun bukan berarti peran
mampu menanggung biaya
(3) pengguna; (4)
negara dihilangkan, tetapi
produksi
yang
tinggi.
kategori produk; (5)
diminimalisir. Liberalisme
Penurunan jumlah petani
harga-kualitas; (6)
bukan
berarti
kopi menjadi permasalahan
posisi kompetitif.
ketidakhadiran
regulasi
yang serius karena mampu
politik sama sekali, negara dapat
mengurangi tingkat produksi. Ketiga,
menciptakan patokan minimal yang
peningkatan produksi kopi negaradibutuhkan agar pasar dapat berfungsi
negara kompetitor Brazil. Fakta ini
sebagaimana mestinya (Jackson dan
dapat dilihat dari kenaikan produksi
Sorensensen, 1999). Kehadiran otoritas
secara signifikan. Kondisi tersebut
negara bukan untuk membatasi pasar,
mampu menjadi turning point bagi
tetapi
justru
untuk
memberikan
negara-negara produsen kopi untuk
jangkauan
maksimum
terhadap
menggeser posisi Brazil. Brazil berhasil
operasionalisasi pasar. Teori embedded
melalui ketiga tantangan tersebut dan
liberalism melengkapi asumsi-asumsi
mempertahankan posisinya, dibuktikan
liberalisme dengan menekankan pada
dengan tingkat produksi kopi yang
peran negara.
selalu lebih tinggi dibandingan dengan
negara-negara produsen lain hingga saat
Kondisi pasar melalui mekanisme
ini.
perdagangan bebas seringkali tidak
menguntungkan masyarakat secara
Dari
penjelasan
tersebut,
domestik. Hal ini utamanya disebabkan
pertanyaan penelitian yang diajukan
oleh daya saing domestik yang rendah.
dalam tulisan ini adalah “Bagaimana
Esensi dari embedded liberalism adalah
upaya Brazil untuk mempertahankan
penggunaan
bentuk
hubungan
posisi produsen terbesar dalam pasar
187
Ika devi hardianti
multilateralisme yang diikuti oleh
stabilitas domestik (Ruggie, 1982).
Intervensi secara domestik dapat
memprediksi posisi negara dalam
hubungan multilateral Oleh karena itu,
negara hadir untuk mengatur agar
perubahan dalam mekanisme pasar
memberikan keuntungan bagi sisi
domestik.
Selanjutnya
negara
memastikan bahwa sisi domestik
mampu
bersaing
dalam
pasar
internasional
yang
kompetitif.
Dukungan negara terhadap penguatan
pilar-pilar ekonomi dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dapat
dikategorikan
sebagai
upaya
pembangunan
kapasitas
domestik
(Ehrlich, 2010). Tujuan akhirnya adalah
negara mampu mencapai keutungan
maksimum
dan
mempertahankan
posisinya dalam pasar.
Selanjutnya, terkait upaya negara untuk
mempertahankan posisinya di pasar,
peneliti
menggunakan
konsep
positioning. Positioning dimaksudkan
sebagai strategi untuk membangun
persepsi sesuai dengan posisi yang
diinginkan dalam pasar (Yuswohady,
2014). Lebih lanjut, Kotler dan Keller
mendefinisikan positioning sebagai
tindakan merancang penawaran dan
citra agar mendapatkan tempat khusus
dalam pikiran target pasar (Kotler dan
Keller, 2009). Dengan kata lain,
positioning menjadi acuan utama bagi
operasionalisasi. Semua aktivitas yang
dilakukan, meliputi produksi, promosi
dan
distribusi
didesain
untuk
mendukung dan mencapai positioning
yang telah ditetapkan. Penetapan
positioning merupakan hal vital bagi
kesuksesan jangka panjang. Positioning
menentukan kriteria untuk berkompetisi
dalam pasar, meliputi identifikasi apa
yang diinginkan dan dibutuhkan oleh
pasar,
kekuatan
dan
kelemahan
kompetitor dan kemampuan untuk
memenuhi permintaan pasar secara
lebih
baik
dibandingkan
dengan
kompetitor. Positioning yang kuat
memastikan bahwa negara dapat
mempertahankan posisinya di pasar.
Walker (2011) menjelaskan bahwa target
positioning ditetapkan pada: (1) atribut;
(2) kegunaan; (3) pengguna; (4) kategori
produk; (5) harga-kualitas; (6) posisi
kompetitif.
Positioning lantas berkaitan erat dengan
citra yang ingin dibangun. Positioning
merupakan strategi yang digunakan
untuk membangun citra. Citra lah yang
pada
akhirnya
merepresentasikan
kekuatan produsen di pasar. Secara
lebih spesifik citra yang dimaksud
adalah citra negara. Citra negara
meliputi dua dimensi, yaitu (1) makro
merujuk
pada
negara
secara
keseluruhan; (2) mikro mencakup
produk yang dihasilkan oleh negara
tertentu (Pappu et al., 2007). Informasi
dan pandangan terhadap satu negara
pada akhirnya mempengaruhi cara
pandang
terhadap
produk
yang
dihasilkan oleh negara tersebut. Citra
negara dapat dikatakan berdampak
positif jika negara dianggap sebagai asal
dari suatu produk atau berkaitan dengan
standar yang tinggi terhadap kualitas
dan inovasi (Baker dan Ballington,
2002).
Citra negara lahir dari evaluasi yang
diberikan oleh pasar. Namun, dalam
prosesnya negara berperan penting
untuk membentuk citra tersebut. Lebih
lanjut,
citra
negara
dapat
mempengaruhi keputusan individu
terkait pembelian, investasi dan migrasi
(Kotler dan Gernet, 2002). Citra negara
yang kuat mampu mempengaruhi
product equity yang berasal dari negara
tersebut. Product equity secara singkat
dapat dipahami sebagai hubungan
antara target pasar dengan produk.
Secara lebih spesifik product equity
mengacu pada preferensi, loyalitasi dan
keuntungan finansial
target pasar.
Product equity meliputi empat dimensi,
yaitu (1) product awareness; (2) product
associations; (3) perceived quality; (4)
product loyalty.
Positioning dalam Dimensi Makro
Citra negara dalam dimensi makro
merujuk pada Brazil secara keseluruhan
sebagai sebuah negara, khususnya
bagaimana aktor lain memandang
Brazil. Operasionalisasi proses produksi
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016
188
Upaya Brazil untuk Mempertahankan
dalam pasar kopi global tidak dapat
dilakukan oleh negara saja, tetapi
dibutuhkan peran dari aktor lain, baik
negara maupun non negara. Meskipun
perlu digaris bawahi bahwa keseluruhan
proses tersebut dikontrol, diawasi dan
ditujukan untuk kepentingan Brazil.
Positioning untuk pembentukan citra
negara secara makro tidak ditujukan
secara langsung pada konsumen kopi,
tetapi pada level negara dan pelaku
bisnis dalam rantai komoditas kopi.
Brazil membentuk citra sebagai negara
produsen kopi terbesar di tingkat
internasional melalui promosi investasi
dan interaksi dalam rezim internasional.
Promosi investasi merupakan katalis
bagi pengelolaan kopi. Sedangkan
interaksi dalam rezim berpengaruh pada
perluasan akses pasar kopi.
Promosi investasi adalah aktivitas yang
dilakukan oleh negara untuk menarik
arus masuk FDI (Harding dan Javorcik,
2011). Promosi investasi didasari pada
fakta bahwa untuk memproduksi kopi
dengan kuantitas dan kualitas yang
tinggi dibutuhkan biaya produksi yang
tinggi pula. Biaya produksi yang tinggi
mengharuskan adanya ketersediaan
dana dalam jumlah besar. Negara saja
tidak dapat menyediakan dana dalam
jumlah besar karena alokasi anggaran
dana negara ditujukan untuk berbagai
sektor. Di sinilah peran investor muncul.
Investor
akan
menanamkan
investasinya di tempat yang dianggap
memiliki prospek keuntungan yang
tinggi. Oleh karena itu, negara berperan
untuk menciptakan iklim kondusif bagi
investasi dan secara lebih spesifik hal ini
dilakukan melalui promosi investasi.
Brazil melakukan perombakan struktur
ekonomi melalui reformasi pasar
dengan tujuan untuk meminimalisir
hambatan bagi masuknya investasi
asing. Pada akhir tahun 1980an negaranegara Amerika Selatan termasuk Brazil
mengadopsi Washington Consensus
sebagai orientasi kebijakan. Terdapat 5
poin
penting
dalam
Washington
Consensus, yaitu (1) penggurangan
inflasi melalui penyesuaian fiskal; (2)
privatisasi perusahaan milik negara; (3)
189
liberalisasi perdagangan mencakup
pengurangan tarif dan non tarif; (4)
pemerataan suku bunga pasar dan
pembukaan hampir semua sektor
terhadap
investasi
asing;
(5)
pengurangan kontrol terhadap modal
asing (Amann dan Baer, 2002).
Reformasi pasar mengubah sistem
perekonomian Brazil dari sistem
ekonomi tertutup berbasis dukungan
pemerintah menjadi sistem ekonomi
terbuka berbasis pasar. Negara-negara
dengan tingkat keterbukaan ekonomi
yang tinggi lebih menarik bagi MNC
dibandingkan dengan negara-negara
yang tertutup. Oleh karena itu, upaya
negara untuk melakukan liberalisasi
pasar mengindikasikan adanya prospek
kenaikan tingkat FDI di negara tersebut.
Reformasi pasar merupakan wujud
restrukturisasi kebijakan yang menjadi
landasan bagi masuknya arus masuk
FDI di Brazil.
Upaya ini diperkuat melalui kebijakankebijakan yang memudahkan masuknya
arus masuk FDI. Pemerintah Brazil
melakukan amandemen konstitusi pada
tahun 1995. Amandemen tahun 1995
mendefinisikan
ulang
perusahaan
Brazil. Perusahaan Brazil didefinisikan
sebagai
semua
perusahaan
yang
didirikan di Brazil, terlepas dari sumber
kapitalnya (Almeida, 2000). Perlakuan
yang
sama terhadap
perusahaan
domestik maupun asing bertujuan untuk
menarik
para
investor
agar
menanamkan investasinya di Brazil.
Dirasa langkah ini belum cukup,
pemerintah Brazil juga menyediakan
insentif pajak bagi investor melalui dua
mekanisme. Pertama, Lei do Bem (Good
Law) mengatur tentang pengurangan
pajak bagi perusahaan yang melakukan
investasi dalam bidang R&D. Kedua,
insentif regional berupa pengurangan
pajak sampai dengan 75% bagi investor
yang menanamkan investasinya di dua
wilayah berikut: (1) SUDAM (Amazon
Region Development) meliputi tiga
wilayah penanaman kopi yaitu Acre,
Mato Grosso dan Pará; (2) SUDENE
(Northeastern
Brazil
Development
Agency)
meliputi
dua
wilayah
penanaman kopi, yaitu Minas Gerais
Ika devi hardianti
dan Espírito Santo (Government of
Brazil, 2014). Pemerintah Brazil juga
turut menandatangani Doubel Taxation
Treaties dengan 28 negara untuk
menghapuskan pajak ganda sehingga
meringankan
beban
pajak
yang
ditanggung oleh investor.
Selanjutnya, kondisi perekonomian
dibangun sesuai dengan motif resource
seeking yang mendasari tindakan
investor. Faktor pertama yang harus
dimiliki oleh negara dalam motif
resource seeking adalah ketersediaan
sumber daya alam yang melimpah.
Ketersediaan kopi di Brazil dapat dilihat
dari tingkat produksi, panen dan lahan
yang selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Selanjutnya, untuk menegaskan
citra negara sebagai lokasi potensial bagi
penanaman FDI, Brazil membangun
sistem R&D yang terpercaya. R&D
bertujuan
untuk
meningkatkan
produktivitas, memperluas area tanam,
mengurangi
biaya
produksi
dan
meningkatkan daya saing ekspor
agrikultur
Brazil
(Santana
dan
Nascimento,
2012).
Brazilian
Agriculture
Research
Corporation
(Embrapa)
merupakan
komponen
utama dalam aktivitas R&D Brazil.
Embrapa diciptakan sebagai perusahaan
publik
dan
didesain
untuk
memfokuskan kegiatan R&D pada area
yang menjadi prioritas nasional. Model
institusi yang digunakan oleh Embrapa
adalah desentralisasi geografis dengan
47 pusat penelitian. Tujuannya untuk
memudahkan interaksi dengan petani
dan masyarakat di seluruh wilayah
Brazil. Penguatan pada aspek R&D
dilakukan untuk memastikan bahwa
produksi
kopi
Brazil
senantiasa
berkembang dan nantinya mampu
menghasilkan keuntungan bagi investor.
Terakhir, Brazil mendirikan Investment
Promotion
Agency
(IPA)
untuk
memfasilitasi proses investasi. IPA di
Brazil dikenal dengan nama Apex-Brazil.
Jasa yang ditawarkan oleh Apex-Brasil
meliputi identifikasi dan komunikasi
dengan
investor
potensial
untuk
memberikan pemahaman mengenai
peluang investasi yang tersedia di Brazil.
Apex-Brasil kemudian menyediakan
informasi terkait sektor strategis
tertentu, analisa pasar, tren ekonomi,
aturan legal dan fiskal bagi penanaman
investasi, biaya produksi, pemilihan
lokasi dan ketersediaan sumber daya
manusia (Government of Brazil, 2014).
Apex-Brasil juga memberikan dukungan
bagi investor yang ingin menjalin kerja
sama
dengan
perusahaan
lokal,
universitas maupun pusat penelitian.
Apex-Brasil berpusat di Brasilia dan
tersebar di delapan negara, yaitu UEA
(Dubai),
Angola
(Luanda),
Kuba
(Havana),
Amerika
Serikat
(San
Fransisco dan Miami), Kolombia
(Bogota), Tiongkok (Pequim), Belgia
(Brussel) dan Rusia (Moskow). Seluruh
jasa yang disediakan oleh Apex-Brazil
tidak dikenakan biaya apapun. APEXBrazil turut mengahdiri beberapa acara
internasional yang terkait dengan
komoditas kopi, contohnya Melbourne
International Coffee Expo dan Seminar
on Investment Opportunities di Expo
Milan.
APEX-Brazil
turut
menandatangani MOI dengan IPA asal
Amerika Serikat, Select USA.
Lebih lanjut, interaksi dalam rezim
internasional
berperan
penting
mengingat keberadaan rezim lah yang
memungkinkan
negara
untuk
melakukan perdagangan atau dengan
kata lain memungkinkan negara untuk
menjual hasil produksinya dalam skala
global.
Ketika
Brazil
berhasil
mempertahankan posisinya sebagai
produsen terbesar dalam pasar kopi
global, tentunya Brazil tidak hanya
bermain dalam level teknis produksi,
tetapi
juga
aktif
dalam
rezim
internasional. Kepentingan Brazil dalam
komoditas kopi dicapai melalui dua
rezim internasional, yaitu World Trade
Organization (WTO) dan International
Coffee Organization (ICO). WTO
memberikan wadah bagi Brazil untuk
mencapai kepentingan akses pasar bagi
komoditas kopi melalui aturan terkait
tarif
impor.
Sedangkan
ICO
memfasilitasi Brazil untuk menjalin
kerja sama dengan berbagai aktor dalam
komoditas kopi dan menentukan
standar kualitas kopi. WTO dan ICO
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016
190
Upaya Brazil untuk Mempertahankan
berperan secara komplementer bagi
Brazil dalam proses pembentukan citra
diri sebagai negara produsen kopi
terbesar.
Brazil membangun amunisi sebagai
negosiator agrikultur terbaik di dunia.
Diawali dengan Cancun Ministerial
Conference pada tahun 2003 yang
diselenggarakan untuk menentukan
arah negosiasi dalam Putaran Doha.
Sebelum negosiasi di Cancun dimulai,
masing-masing
negara
mulai
mempersiapkan strategi dan proposal
yang akan diajukan. Amerika Serikat
dan Uni Eropa membentuk aliansi dan
menghasilkan joint proposal yang akan
diajukan pada Cancun Ministerial
Conference. Reaksi negatif muncul
sebagai respon atas joint proposal
antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Reaksi serupa ditunjukkan oleh Brazil.
Sejalan
dengan
ketidakpuasannya
dengan joint proposal yang diajukan
oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa,
Brazil juga tidak puas dengan kinerja
aliansinya saat itu, yakni Cairns Group.
Cairns Group dianggap tidak tegas
dalam melawan joint proposal yang
diajukan oleh Amerika Serikat dan Uni
Eropa. Kondisi Cairns Group melandasi
tindakan Brazil untuk melakukan
pergeseran posisi dalam negosiasi
Putaran Doha. Cairns Group dirasa tidak
mampu menjadi media untuk mencapai
kepentingan Brazil. Oleh karena itu,
Brazil mulai mendekati negara-negara
berkembang lainnya. Ketidakpuasan
terhadap joint proposal Amerika Serikat
dan Uni Eropa memberikan peluang
bagi Brazil untuk memobilisasi negaranegara berkembang untuk melawan
proposal Amerika Serikat dan Uni Eropa
sehingga keduanya bersedia melakukan
reformasi, terutama terkait subsidi
(Hopewell, 2014). Aliansi negara-negara
191
berkembang ini kemudian
dengan nama G20.
dikenal
Brazil menyadari bahwa pencapaian
kepentingan dalam Putaran Doha tidak
bisa dilakukan secara independen,
sehingga dibutuhkan dukungan dari
aliansi. Brazil bersedia melakukan
kompromi dan mengambil porsi yang
lebih besar dalam persiapan negosiasi
demi mengamankan dukungan dari
negara-negara G20. Brazil memainkan
peranan sentral dalam G20, yaitu: (1)
melakukan koordinasi kelompok; (2)
menyediakan strategi dan komunikasi,
(3)
mengatur
dan
menjalankan
pertemuan; (4) melakukan sebagian
besar penelitian dan analisa teknis
untuk menyusun proposal (Hopewell,
2014). Langkah menuju negosiasi
diiringi dengan persiapan matang
melalui pendirian sektor privat yaitu
ICONE yang bertugas melakukan
penelitian, menyusun proposal dan halhal teknis lain yang dibutuhkan dalam
proses negosiasi. Beberapa negosiator
baik dari anggota G20 maupun bukan
menyatakan bahwa Brazil lah yang
melakukan
„heavy
lifting‟
untuk
kelompok G20 (Hopewell, 2014). Brazil
juga mendekati aliansi lain yang
memiliki kesamaan visi dan misi dengan
G20. Cairns Group dan African Group
adalah dua aliansi yang didekati oleh
Brazil untuk mendukung proposal yang
diajukan oleh G20. African Group turut
menyatakan
dukungannya
melalui
bergabungnya Nigeria, Tanzania dan
Zimbabwe dalam keanggotaan G20
(Vegia, 2016). Keberhasilan interaksi
Brazil di WTO dibuktikan melalui
terwadahinya proposal yang diajukan
oleh Brazil bersama dengan G20 dalam
July 2004 Framework. Brazil berhasil
mencapai
kepentingannya
untuk
membuka akses pasar yang lebih luas
bagi kopi melalui penurunan tarif impor.
Ika devi hardianti
Brazil juga menjalin interaksi dengan
kemampuannya
untuk
beradaptasi
berbagi aktor dalam rantai komoditas
terhadap perubahan tersebut. Brazil
kopi
di
International
Coffee
menawarkan
keunggulan
dalam
Organization (ICO). Brazil menjadi
ketersediaan jenis, kualitas dan harga
anggota ICO pada tahun 1963, setelah
kopi yang beragam. Penguasaan produk
menandatangai
ICA
satu
tahun
menjadi
poin
penting
untuk
sebelumnya. Brazil berperan aktif di ICO
mempertahankan daya saing produk
melalui keterlibatannya dalam jajaran
tersebut di pasaran. Produk kopi tidak
tinggi komite ICO, contohnya perannya
hanya ditujukan untuk memenuhi
sebagai representasi negara produsen
permintaan tetapi juga membentuk
dalam International Coffee Council.
persepsi pasar. Persepsi pasar yang kuat
Jabatan Executive Director ICO saat ini
memastikan bahwa pengenalan produk
juga dipegang oleh warga
secara
umum
selalu
negara Brazil,
Robério
dikaitkan dengan produsen
Oliveira Silva (ICO, 2016).
secara khusus. Ketika pasar
Keberhasilan Brazil
Silva
adalah
mantan
melihat produk kopi maka
untuk
Direktur Departemen Kopi
langsung dikaitkan dengan
mempertahankan
di Kementerian Pertanian
Brazil, walaupun belum
Brazil. Sebagai satu-satunya
tentu kopi tersebut berasal
posisi produsen
rezim komoditas kopi, ICO
dari Brazil. Penguasaan
terbesar dalam pasar
menghasilkan keputusanpasar dalam bentuk product
kopi global ditunjang
keputusan penting bagi
equity inilah yang menjadi
oleh kemampuannya
Brazil. Standarisasi yang
faktor kunci bagi Brazil
untuk menangkap
ditetapkan
oleh
ICO
untuk
mempertahankan
peluang pasar.
menjadi acuan produksi
posisinya.
Brazil
kopi. ICO turut menjadi
mempertahankan
produk
media yang efektif untuk
kopinya melalui positioning
berkomunikasi
dengan
pada pengguna dan hargasemua aktor yang terlibat
kualitas.
dalam rantai komoditas
Seiring dengan dinamika pasar, terjadi
kopi. Interaksi dengan negara produsen
pergeseran permintaan kopi yang
kopi menjadi media bagi Brazil untuk
memunculkan
pertimbangan
mengetahui sejauh mana kemampuan
lingkungan dan sosial. Permintaan kopi
produksi negara tersebut. Sedangkan
erat kaitannya dengan konsumen atau
interaksi dengan negara konsumen
pengguna dari kopi itu sendiri.
memungkinkan Brazil untuk menggali
Positioning
pada
pengguna
informasi terkait permintaan kopi
dilatarbelakangi
oleh
peningkatan
sekaligus
menjadi
ajang
untuk
permintaan sustainable coffee baik dari
memperkenalkan kopi produksi Brazil.
sisi konsumen, perusahaan maupun
Terakhir, Brazil menjalin interaksi
rezim internasional. Sustainable coffee
dengan sektor privat utamanya NGO
dapat dimengerti sebagai pemenuhan
untuk memastikan bahwa produksi kopi
kebutuhan kopi untuk saat ini, tanpa
Brazil sesuai dengan standar yang
mengorbankan kemampuan generasi
ditetapkan oleh NGO.
masa
depan
untuk
memenuhi
Positioning dalam Dimensi Mikro
kebutuhan lingkungan, ekonomi dan
sosial (Giovannucci dan Koekoek,
Keberhasilan
Brazil
untuk
2003). Sustain Sustainable coffee terdiri
mempertahankan
posisi
produsen
dari tiga kategori, yaitu (1) organic
terbesar dalam pasar kopi global
coffee yaitu kopi yang diproduksi
ditunjang oleh kemampuannya untuk
dengan metode yang mengutamakan
menangkap
peluang
pasar.
Pola
perlindungan
tanah,
tanpa
permintaan kopi bergerak secara
menggunakan bahan kimia sintesis; (2)
dinamis, sehingga daya saing negara
fair trade coffee yaitu kopi yang dibeli
produsen ditentukan oleh sejauh mana
secara langsung dari koperasi petani
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016
192
Upaya Brazil untuk Mempertahankan
kopi skala kecil dengan penentuan harga
minimal yang menguntungkan petani;
(3) eco-friendly atau shade cofee yaitu
jenis kopi yang ditanam di shaded forest
dengan
tujuan
untuk
menjaga
biodiversitas, habitat burung dan
kondisi lain yang menguntungkan
lingkungan.
Peningkatan permintaan sustainable
coffee menciptakan peluang pasar baru
bagi Brazil. Strategi adaptasi ditujukan
pada pemenuhan permintaan pengguna
sustainable coffee. Pasar sustainable
coffee tumbuh dengan pesat dan
menjanjikan keuntungan yang lebih
besar sehingga produksi kopi kategori
ini patut menjadi prioritas. Pemenuhan
permintaan sustainable coffee ditujukan
pada perolehan sertifikasi dari lembaga
terpercaya.
Kesadaran
terhadap
sustainable coffee lantas tidak menjamin
bahwa kopi tersebut dapat diterima di
pasaran. Di sinilah peran pihak ketiga
muncul melalui sertifikasi. Sertifikasi
dapat didefinisikan sebagai pembuktian
terkait produk, proses, sistem atau
individu
(ISO,
2016).
Sertifikasi
memastikan bahwa kualitas kopi diakui
di pasaran. Lebih lanjut, sertifikasi
menentukan standar proses produksi
kopi yang dibutuhkan baik oleh
produsen maupun konsumen. Brazil
menempati posisi tertinggi sebagai
produsen sustainable coffee melalui
sertifikasi yang dirilis oleh 4C
Associations, Nepresso AAA, Organic,
Rainforest Alliance dan UTZ. Brazil juga
merupakan negara dengan tingkat
ekspor sustainable coffee tertinggi
dibandingkan negara-negara produsen
lain. Performa Brazil yang lebih tinggi
dibandingkan negara produsen lain
dapat dijelaskan melalui hukum terkait
aspek sosial dan lingkungan dalam
produksi agrikultur (IDH, 2013).
Penerapan hukum terkait aspek sosial
dan lingkungan menjadi kunci untuk
memenuhi
standarisasi
lembaga
sertifikasi. Brazil menetapkan hukum
yang
melebihi
kriteria
standar
internasional. Aturan-aturan tersebut
utamanya terkait dengan hal-hal
berikut: (1) perlindungan hutan; (2)
193
penggunaan air; (3) aturan terkait
kondisi pekerja.
Selanjutnya, Brazil melakukan
positioning pada harga-kualitas dengan
menghasilkan dua jenis kopi yang laku
di pasaran, yaitu kopi arabika dan
robusta. Arabika merupakan kopi
dengan kualitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan robusta dan
dengan harga jual yang lebih tinggi pula.
Harga jual yang lebih Harga jual yang
lebih tinggi dikarenakan perawatan kopi
arabika lebih sulit dibandingkan dengan
kopi robusta. Kopi arabika dipetik
secara manual oleh tenaga kerja yang
sudah berpengalaman, sedangkan kopi
robusta dapat dipetik menggunakan
mesin. Selain itu, secara umum kopi
arabika memiliki spesifikasi kualitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kopi robusta. Keduanya juga memiliki
karakteristik rasa yang berbeda, arabika
menawarkan rasa manis dengan tingkat
keasaman yang tinggi, sedangkan
robusta memiliki rasa yang lebih kuat
dan kandungan kafein yang lebih tinggi.
Peningkatan permintaan kopi arabika
ditunjukkan melalui menjamurnya kedai
kopi yang menyasar segementasi pasar
menengah
ke
atas.
Sedangkan
peningkatan pemintaan kopi robusta
dapat
dijelaskan
melalui
tingkat
konsumsi kopi instan yang meluas dan
secara khusus menyasar segmentasi
pasar menengah ke bawah.
Brazil merupakan negara penghasil kopi
arabika terbesar di dunia dan negara
penghasil kopi robusta kedua terbesar di
dunia setelah Vietnam (United States
Departement of Agriculture, 2015). Kopi
Brazil dapat menjangkau harga dan
kualitas yang beragam, yaitu arabika
dengan kualitas-harga tinggi dan
robusta dengan kualitas-harga rendah.
Jangkauan kopi yang luas memperkuat
posisi Brazil dalam pasar kopi global.
Kemampuan
Brazil
untuk
menghadirkan variasi jenis kopi yang
beragam didukung oleh kondisi alam
yang ideal dan praktik agrikultur
berbasis inovasi dan teknologi. Kondisi
alam menjadi faktor krusial bagi daya
saing produksi kopi Brazil mengingat
Ika devi hardianti
tidak
semua
negara
keuntungan yang sama.
memiliki
berbagai segmentasi pasar. Brazil
memastikan bahwa produk kopinya
dikenal oleh konsumen di berbagai
Kopi arabika tumbuh subur di bagian
negara dan selanjutnya digunakan
selatan Brazil dengan dataran yang lebih
secara terus menerus. Kedua kategori ini
tinggi. Sebaliknya, kopi robusta tumbuh
merupakan jalan pembuka bagi posisi
subur di daerah dataran yang lebih
produk kopi Brazil di pasaran.
rendah, yaitu di bagian utara. Produksi
Selanjutnya,
perceived
quality
kopi tersebar di 15 wilayah Brazil, yaitu
diciptakan melalui peningkatan kualitas
Acre, Bahia, Ceará, Espírito Santo,
baik dalam cita rasa maupun proses
Goiás, Federal District, Mato Grosso,
produksi. Kualitas lalu dipatenkan
Mato Grosso do Sul, Minas Gerais, Pará,
dalam sertifikasi. Terakhir, product
Paraná, Pernambuco, Rio de Janeiro,
loyalty ditunjukkan oleh fakta bahwa
Rondônia dan São Paulo (Brazilian
Brazil merupakan pemasok utama kopi
Ministry
of
Agriculture,
2016).
bagi coffee trader, coffee manufacturer,
Keberagaman wilayah memberikan cita
coffee roaster dan coffee retailer yang
rasa yang unik bagi kopi Brazil. Kualitas
beroperasi dalam tingkat multinasional.
kopi ditentukan oleh kombinasi dari
Citra negara dikuatkan dengan product
iklim,
tipe
tanah
dan
equity.
Product
equity
topografi wilayah geografis
menyasar
pola
pikir
tertentu (Five Senses of
konsumen sehingga ketika
Brazil menjadi
Coffee,
2016).
Sehingga
mereka mengenal produk
kekuatan yang sulit
semakin beragam wilayah
kopi
maka
langsung
untuk disaingi dalam
penanaman
kopi
maka
dikaitkan dengan Brazil,
produksi kopi
semakin unik karakter kopi
terlepas dari fakta apakah
mengingat Brazil
yang muncul. Kualitas kopi
kopi tersebut berasal dari
adalah negara
tidak hanya ditentukan oleh
Brazil atau tidak.
konsumen kopi kedua
kombinasi
dari
varietas
tanaman, kondisi topografi
Brazil
menjadi
terbesar di dunia
dan iklim, tetapi juga
kekuatan yang sulit untuk
setelah Amerika
ditentukan
oleh
proses
disaingi dalam produksi
Serikat.
perawatan
selama
kopi
mengingat
Brazil
penanaman,
panen,
adalah negara konsumen
penyimpanan,
persiapan
kopi kedua terbesar di
ekspor
dan
transportasi
dunia setelah Amerika
(International Trade Centre,
Serikat. Sehingga dapat
2012). Pemerintah Brazil menggunakan
dikatakan bahwa pangsa pasar kopi
R&D untuk memastikan bahwa proses
Brazil sudah terjamin secara domestik.
penanaman dan panen kopi memenuhi
Tingkat konsumsi yang tinggi berarti
standar yang tinggi.
tingkat permintaan kopi juga tinggi,
dampaknya insentif untuk berproduksi
Kapasitas produksi Brazil yang sudah
pun meningkat. Minum kopi sudah
sedemikian kuat lantas menjamin
menjadi bagian yang tidak terlepaskan
terciptanya product equity di pasaran.
dari kehidupan masyarakat Brazil,
Product equity memainkan peran
bahkan sudah menjadi bagian dari
penting
untuk
memastikan
tradisi. Konsumsi kopi sehari-hari
keberlangsungan produk. Empat elemen
didominasi oleh jenis kopi robusta.
dalam product equity berkontribusi
Sedangkan untuk jenis kopi arabika,
positif terhadap posisi negara dalam
coffee roaster di Brazil berupaya untuk
pasar global, yaitu (1) product
menggunakan kopi arabika semaksimal
awareness; (2) product association; (3)
mungkin
sebagai
bagian
dari
perceived quality; (4) product loyalty.
peningkatan kualitas (Lewin et al.,
Product
awareness
dan
product
2002). Keberadaan kedai kopi turut
association diciptakan melalui jaringan
mendorong peningkatan konsumsi kopi
distribusi yang luas dan menyasar
arabika di Brazil.
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016
194
Upaya Brazil untuk Mempertahankan
Kesimpulan
Secara domestik sektor kopi Brazil
sudah berada dalam posisi mapan, baik
dari sisi produksi maupun konsumsi.
Produksi kopi Brazil sudah keluar dari
cara-cara konvensional dengan
menekankan pada aspek inovasi dan
teknologi. Pencapaian ini diperoleh
melalui dukungan dari aktivitas
penelitian yang aktif. Sejalan dengan
penguatan di aspek produksi, Brazil
berhasil menciptakan pasar kopi yang
potensial secara domestik. Dibuktikan
dengan fakta bahwa Brazil adalah
negara konsumen kopi terbesar kedua di
dunia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
secara domestik komoditas kopi Brazil
telah siap untuk bersaing di tingkat
global.
Kaitannya dengan pasar kopi global,
lantas Brazil bergerak secara agresif
dalam dua sisi, yaitu penawaran dan
permintaan. Penawaran mengacu pada
sepak terjang Brazil untuk menarik
investasi asing dalam bentuk FDI dan
interaksi dalam rezim internasional.
Sedangkan dari sisi permintaan, Brazil
jeli menangkap peluang pasar dengan
menghasilkan produk kopi yang sesuai
tren pasar dengan kualitas dan harga
yang beragam. Penguatan pada sisi
penawaran dan permintaan memastikan
bahwa kopi yang diproduksi Brazil dapat
diserap di pasaran.
memainkan peran dalam berbagai
tingkatan rantai komoditas kopi, baik
dari sisi produksi, distribusi maupun
konsumsi. Produksi menjadi area utama
yang diperankan Brazil dan sekaligus
melatarbelakangi pencapaian Brazil
sebagai produsen kopi terbesar. Namun,
untuk mempertahankan posisinya Brazil
harus terlibat di dua tingkatan yang lain,
yaitu distribusi dan konsumsi. Distribusi
dicapai melalui interaksi dengan aktor
lain dalam rantai komoditas, mencakup
aktor negara maupun non negara.
Peforma produksi yang prima turut
menjadi modal untuk menghasilkan
produk yang mampu menjangkau
jaringan distribusi secara luas. Terakhir,
Brazil terlibat di sisi konsumsi melalui
kemampuan
untuk
memenuhi
permintaan pasar, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Brazil
membuktikan
bahwa
untuk
mempertahankan posisinya sebagai
produsen kopi terbesar lantas tidak
berarti bahwa Brazil hanya bermain di
sisi produksi, tetapi juga distribusi dan
konsumsi. Meskipun ada coffee trader,
coffee manufacturer, coffee roaster dan
coffee retailer bukan berarti Brazil
sepenuhnya menyerahkan pengelolaan
kopi
pada
pihak-pihak
tersebut.
Kemampuannya untuk terjun langsung
dalam
berbagai
tingkatan
rantai
komoditas menempatkannya sebagai
negara produsen kopi berdaya saing
tinggi.
Lebih lanjut, untuk mempertahankan
posisinya dalam pasar kopi global Brazil
Daftar Pustaka
Buku
[1] Jackson, Robert dan G.Sorensen.
Introduction to International Relations.
Oxford: Oxford University Press, 1999.
[2] Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller.
Marketing Management. New
Jersey:Pearson Prentice Hall, 2009.
[3] Lewin, Bryan, Daniele Giovannucci dan
Panayotis Varangis. Coffee Market: New
Paradigms in Global Supply and Demand.
Washington DC: The International Bank for
Reconstruction and Development
Agriculture and Rural Development
Departement, 2002.
[4] Yuswohady. Global Chaser: Merek Indonesia
Perkasa di Pentas Dunia. Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 2014.
Jurnal
195
[5] Amann, Edmund dan Werner Baer.
“Neoliberalism and Its Consequences in
Brazil,” Journal of Latin America Studies
34, no. 4 (2002):945-959.
[6] Almeida, Sergio Sampaio Contreiras Del. “
Recent Changes in The Brazilian
Constitution: from Reform to Growth.”
Institute of Brazilian Business and Public
Management Issues (2000):1-46.
[7] Baker, Michael J dan Lorna Ballington.
“Country of Origin as a Source of
Competitive Advantage.” Journal of
Strategic Marketing 10, (2002):157-168.
[8] Ehrlich, Sean D. “The Fair Trade Challenge
to Embedded Liberalism.” International
Studies Quaterly 54, no. 4 (2010):10131033.
[9] Harding, Torfinn dan Beata.S.Javorcik. “Roll
Out the Red Carpet and They will Come:
Investment Promotion and FDI Inflows.”
The Economic Journal (2011):1445-1476.
Ika devi hardianti
[10] Hopewell, Kristen. “The Transformation of
State-Business Relations in an Emerging
Economy.” Critical Perspective on
International Business 10, no. 4 (2014): 291309.
[11] Hopewell, Kristen. “New Protagonist in
Global Economic Governance: Brazilian
Agribusiness at the WTO.” New Political
Economy 18, no. 5 (2014): 1-23.
[12] Kotler, Philip dan David Gernet.” Country
as a Brand, Product, and Beyond: A Place
Marketing and Brand Management
Perspective.” Brand Management 9, no. 4-5
(2002): 249-261.
[13] Pappu, Ravi, Pascale G.Quester dan
Ray.W.Cooksey. “Country Image and
Consumer-Based Brand Equity:
Relationships and Implications for
International Marketing.” Journal of
International Business Studies 38, no. 5
(2007): 726-745.
[14] Ruggie, John Gerard. “International
Regimes, Transactions and Change:
Embedded Liberalism in the Postwar
Economic Order.” International
Organization 36, no. 2 (1982): 379-415.
[15] Topik, Steven, John M.Talbot dan Mario
Samper. “ Introduction: Globalization,
Neoliberalism and the Latin America Coffee
Society.” Latin American Perspective 37,
no.2 (2010):5-20.
[16] Walker, L.Jean Harrison. “Strategic
Positioning of Nations as Brands.” Journal
of International Business Research 20,
(2011), 135-147.
Laporan
[17] IDH. “Emerging Sustainability Trends”.
Brazil: A Business Case For Sustainable
Coffee Production (2013).
[18] International Trade Centre. “Coffee
Quality”. The Coffee Exporters’s Guide
Third Edition (2012).
[19] Ministry of Agriculture, Livestock and
Supply. Brazilian Agribusiness at a Glance.
Brasilia: MAPA, 2010.
[20] Santana, Carlos Augusto M dan Jose Rente
Nascimento. “Public Policies and
Agriultural Investment in Brazil.” FAO
Report (2012):39.
[21] Sustainable Trade Initiative Review. “Coffee
Market”. SSI Review (2014).
Sumber Elektronik
[22] Brazilian Ministry of Agriculture. Café.
http://www.agricultura.gov.br/vegetal/cultur
as/cafe (diakses pada 1 Juni, 2016).
[23] Government of Brazil. Investment Guide to
Brasil 2014.
http://www.apexbrasil.com.br/uploads/Inves
tment%20Guide%20to%20Brasil%202014%
20-%20Arquivo%20menor.pdf (diakses
pada 1 Juni 2016).
[24] ICO. Consultations.
http://www.ico.org/consultations_e.asp?secti
on=What_We_Do (diakses pada 4 Juni,
2016).
[25] International Organization for
Standarization. ISO 9000: 2005 Quality
Management Systems-Fundamentals and
Vocabulary.
http://www.iso.org/iso/home/standards/mana
gement-standards/iso_9000.htm (diakses
pada 8 Juni, 2016).
[26] United States Departement of Agriculture.
Coffee Production.
http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdReport
.aspx?hidReportRetrievalName=Coffee+Su
mmary&hidReportRetrievalID=2109&hidRe
portRetrievalTemplateID=8 (diakses pada 1
Juni 2016).
[27] Vegia, Pedro da Motta. Brazil and the G-20
Group of Developing
Countries.https://www.wto.org/english/res_e
/booksp_e/casestudies_e/case7_e.htm
(diakses pada 3 Juni, 2016).
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016
196
Download