Upaya Brazil untuk Mempertahankan Posisi Produsen Terbesar dalam Pasar Kopi Global Ika Devi Hardianti Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Email: [email protected] Abstract Coffee still held a position as one of the most trading commodity in global market. Coffee’s position as universal beverage increase it significance, both for producing and consuming countries. Brazil is the largest coffee producer in the world. Brazil becoming more attractive because it succeed to maintain those position in volatile market. Challenge for Brazil come both from external and internal side. At the end of 1980s, mechanism for global trade of coffee change. This period also mark critical time for Brazil because at the same time Brazil change it economic system. Global coffee production turn out to be very competitive by increasing production of other producing countries. This hard time had been through successfully by Brazil, proven by its position as the largest coffee producer that irreplaceable till now. Keywords: Brazil, coffee, global coffee market, positioning, country image. Pendahuluan Kopi mulai memasuki Brazil pada tahun 1727 dan sejak tahun 1770 penanaman kopi menyebar di seluruh Brazil. Kondisi alam Brazil memungkinkan kopi tumbuh dengan subur, diantaranya dengan ketersediaan lahan yang luas, sumber air yang melimpah dan kondisi geografis berupa daerah pegunungan dengan tingkat hujan dan musim kering yang cocok. Dukungan dari kondisi alam dan penerapan kebijakan agrikultur yang tepat menempatkan Brazil sebagai produsen kopi1 terbesar secara global, dengan tingkat produksi mencapai 49.400 kantong kopi 60 kg pada tahun 2015 (United States Department of Agriculture, 2015). Produksi kopi Brazil berkontribusi sebesar 32% dari total produksi kopi secara global (SSI Review, 2014). 1 Kopi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kopi dalam bentuk biji kopi mentah atau green coffee. 186 Tingkat produksi dari tahun ke tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen lain membuktikan bahwa Brazil tidak hanya berhasil untuk mencapai posisi produsen kopi terbesar, tetapi juga mempertahankan posisi tersebut. Selain berdasarkan data, kemampuan Brazil ini dapat dijelaskan melalui positioning yang sejak awal sudah ditetapkan oleh pemerintah. Presiden Cordoso menempatkan agrikultur sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi sehingga ekspansi agrikultur menjadi prioritas utama (Hopewell, 2014). Sejalan dengan Cordoso, penerusnya Presiden Lula da Silva menyatakan bahwa stabilitas ekonomi Brazil bergantung pada sektor agribisnis. Pernyataan serupa disampaikan oleh Wager Rossi selaku Minister of Agriculture, Livestock and Supply bahwa Brazil memerankan pemain utama sebagai pemasok produk agribisnis global (Ministry of Agriculture, Livestock and Supply, 2010). Kemampuan produksi Brazil diuji ketika terjadi perubahan dalam Upaya Brazil untuk Mempertahankan komoditas kopi, baik secara domestik kopi global?”. Terdapat dua argumentasi maupun internasional. Pertama, yang diajukan untuk menjawab terjadinya krisis kopi pada tahun pertanyaan tersebut, yaitu: pertama 1990an. Krisis kopi secara umum kemampuan Brazil untuk menetapkan mengurangi insentif produsen untuk positioning pada citra negara dalam berproduksi. Hal ini utamanya dimensi makro melalui promosi disebabkan oleh harga kopi yang investasi dan interaksi dalam rezim menurun. Penurunan harga internasional; kedua, kemampuan Brazil berimplikasi pada kerugian yang harus untuk menetapkan positioning pada ditanggung petani karena biaya citra negara dalam dimensi mikro produksi lebih besar dibandingkan melalui product equity pada pengguna dengan pendapatan. Kedua, terjadinya dan harga-kualitas. Uraian terkait dua reformasi pasar di Brazil yang argumentasi tersebut dibagi dalam dilatarbelakangi oleh mega inflasi dan empat bagian utama. Pada bagian hutang pemerintah yang besar. pertama diuraikan penjelasan teoritik Sedangkan secara eksternal reformasi terkait dua argumentasi yang diajukan. pasar disebabkan oleh adanya Bagian kedua menjelaskan positioning pergeseran ideologi pasca dalam dimensi makro. Perang Dingin dan kondisi Bagian ketiga menjabarkan geopolitik global yang positioning dalam dimensi menyebabkan tekanan dari mikro. Terakhir, bagian Positioning yang kuat insitusi finansial keempat berisi kesimpulan. memastikan bahwa internasional dan Amerika negara dapat Peran Negara dalam Serikat terhadap negaramempertahankan Positioning negara produsen kopi posisinya di pasar. (Topik et al., 2010). Walker (2011) Regulasi yang dibuat oleh Intervensi penuh menjelaskan bahwa negara dianggap menjadi pemerintah melalui kredit target positioning hambatan dalam dan subsidi dihapuskan ditetapkan pada: (1) pertumbuhan ekonomi. sehingga petani kopi tidak atribut; (2) kegunaan; Namun bukan berarti peran mampu menanggung biaya (3) pengguna; (4) negara dihilangkan, tetapi produksi yang tinggi. kategori produk; (5) diminimalisir. Liberalisme Penurunan jumlah petani harga-kualitas; (6) bukan berarti kopi menjadi permasalahan posisi kompetitif. ketidakhadiran regulasi yang serius karena mampu politik sama sekali, negara dapat mengurangi tingkat produksi. Ketiga, menciptakan patokan minimal yang peningkatan produksi kopi negaradibutuhkan agar pasar dapat berfungsi negara kompetitor Brazil. Fakta ini sebagaimana mestinya (Jackson dan dapat dilihat dari kenaikan produksi Sorensensen, 1999). Kehadiran otoritas secara signifikan. Kondisi tersebut negara bukan untuk membatasi pasar, mampu menjadi turning point bagi tetapi justru untuk memberikan negara-negara produsen kopi untuk jangkauan maksimum terhadap menggeser posisi Brazil. Brazil berhasil operasionalisasi pasar. Teori embedded melalui ketiga tantangan tersebut dan liberalism melengkapi asumsi-asumsi mempertahankan posisinya, dibuktikan liberalisme dengan menekankan pada dengan tingkat produksi kopi yang peran negara. selalu lebih tinggi dibandingan dengan negara-negara produsen lain hingga saat Kondisi pasar melalui mekanisme ini. perdagangan bebas seringkali tidak menguntungkan masyarakat secara Dari penjelasan tersebut, domestik. Hal ini utamanya disebabkan pertanyaan penelitian yang diajukan oleh daya saing domestik yang rendah. dalam tulisan ini adalah “Bagaimana Esensi dari embedded liberalism adalah upaya Brazil untuk mempertahankan penggunaan bentuk hubungan posisi produsen terbesar dalam pasar 187 Ika devi hardianti multilateralisme yang diikuti oleh stabilitas domestik (Ruggie, 1982). Intervensi secara domestik dapat memprediksi posisi negara dalam hubungan multilateral Oleh karena itu, negara hadir untuk mengatur agar perubahan dalam mekanisme pasar memberikan keuntungan bagi sisi domestik. Selanjutnya negara memastikan bahwa sisi domestik mampu bersaing dalam pasar internasional yang kompetitif. Dukungan negara terhadap penguatan pilar-pilar ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dikategorikan sebagai upaya pembangunan kapasitas domestik (Ehrlich, 2010). Tujuan akhirnya adalah negara mampu mencapai keutungan maksimum dan mempertahankan posisinya dalam pasar. Selanjutnya, terkait upaya negara untuk mempertahankan posisinya di pasar, peneliti menggunakan konsep positioning. Positioning dimaksudkan sebagai strategi untuk membangun persepsi sesuai dengan posisi yang diinginkan dalam pasar (Yuswohady, 2014). Lebih lanjut, Kotler dan Keller mendefinisikan positioning sebagai tindakan merancang penawaran dan citra agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran target pasar (Kotler dan Keller, 2009). Dengan kata lain, positioning menjadi acuan utama bagi operasionalisasi. Semua aktivitas yang dilakukan, meliputi produksi, promosi dan distribusi didesain untuk mendukung dan mencapai positioning yang telah ditetapkan. Penetapan positioning merupakan hal vital bagi kesuksesan jangka panjang. Positioning menentukan kriteria untuk berkompetisi dalam pasar, meliputi identifikasi apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasar, kekuatan dan kelemahan kompetitor dan kemampuan untuk memenuhi permintaan pasar secara lebih baik dibandingkan dengan kompetitor. Positioning yang kuat memastikan bahwa negara dapat mempertahankan posisinya di pasar. Walker (2011) menjelaskan bahwa target positioning ditetapkan pada: (1) atribut; (2) kegunaan; (3) pengguna; (4) kategori produk; (5) harga-kualitas; (6) posisi kompetitif. Positioning lantas berkaitan erat dengan citra yang ingin dibangun. Positioning merupakan strategi yang digunakan untuk membangun citra. Citra lah yang pada akhirnya merepresentasikan kekuatan produsen di pasar. Secara lebih spesifik citra yang dimaksud adalah citra negara. Citra negara meliputi dua dimensi, yaitu (1) makro merujuk pada negara secara keseluruhan; (2) mikro mencakup produk yang dihasilkan oleh negara tertentu (Pappu et al., 2007). Informasi dan pandangan terhadap satu negara pada akhirnya mempengaruhi cara pandang terhadap produk yang dihasilkan oleh negara tersebut. Citra negara dapat dikatakan berdampak positif jika negara dianggap sebagai asal dari suatu produk atau berkaitan dengan standar yang tinggi terhadap kualitas dan inovasi (Baker dan Ballington, 2002). Citra negara lahir dari evaluasi yang diberikan oleh pasar. Namun, dalam prosesnya negara berperan penting untuk membentuk citra tersebut. Lebih lanjut, citra negara dapat mempengaruhi keputusan individu terkait pembelian, investasi dan migrasi (Kotler dan Gernet, 2002). Citra negara yang kuat mampu mempengaruhi product equity yang berasal dari negara tersebut. Product equity secara singkat dapat dipahami sebagai hubungan antara target pasar dengan produk. Secara lebih spesifik product equity mengacu pada preferensi, loyalitasi dan keuntungan finansial target pasar. Product equity meliputi empat dimensi, yaitu (1) product awareness; (2) product associations; (3) perceived quality; (4) product loyalty. Positioning dalam Dimensi Makro Citra negara dalam dimensi makro merujuk pada Brazil secara keseluruhan sebagai sebuah negara, khususnya bagaimana aktor lain memandang Brazil. Operasionalisasi proses produksi Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016 188 Upaya Brazil untuk Mempertahankan dalam pasar kopi global tidak dapat dilakukan oleh negara saja, tetapi dibutuhkan peran dari aktor lain, baik negara maupun non negara. Meskipun perlu digaris bawahi bahwa keseluruhan proses tersebut dikontrol, diawasi dan ditujukan untuk kepentingan Brazil. Positioning untuk pembentukan citra negara secara makro tidak ditujukan secara langsung pada konsumen kopi, tetapi pada level negara dan pelaku bisnis dalam rantai komoditas kopi. Brazil membentuk citra sebagai negara produsen kopi terbesar di tingkat internasional melalui promosi investasi dan interaksi dalam rezim internasional. Promosi investasi merupakan katalis bagi pengelolaan kopi. Sedangkan interaksi dalam rezim berpengaruh pada perluasan akses pasar kopi. Promosi investasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh negara untuk menarik arus masuk FDI (Harding dan Javorcik, 2011). Promosi investasi didasari pada fakta bahwa untuk memproduksi kopi dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi dibutuhkan biaya produksi yang tinggi pula. Biaya produksi yang tinggi mengharuskan adanya ketersediaan dana dalam jumlah besar. Negara saja tidak dapat menyediakan dana dalam jumlah besar karena alokasi anggaran dana negara ditujukan untuk berbagai sektor. Di sinilah peran investor muncul. Investor akan menanamkan investasinya di tempat yang dianggap memiliki prospek keuntungan yang tinggi. Oleh karena itu, negara berperan untuk menciptakan iklim kondusif bagi investasi dan secara lebih spesifik hal ini dilakukan melalui promosi investasi. Brazil melakukan perombakan struktur ekonomi melalui reformasi pasar dengan tujuan untuk meminimalisir hambatan bagi masuknya investasi asing. Pada akhir tahun 1980an negaranegara Amerika Selatan termasuk Brazil mengadopsi Washington Consensus sebagai orientasi kebijakan. Terdapat 5 poin penting dalam Washington Consensus, yaitu (1) penggurangan inflasi melalui penyesuaian fiskal; (2) privatisasi perusahaan milik negara; (3) 189 liberalisasi perdagangan mencakup pengurangan tarif dan non tarif; (4) pemerataan suku bunga pasar dan pembukaan hampir semua sektor terhadap investasi asing; (5) pengurangan kontrol terhadap modal asing (Amann dan Baer, 2002). Reformasi pasar mengubah sistem perekonomian Brazil dari sistem ekonomi tertutup berbasis dukungan pemerintah menjadi sistem ekonomi terbuka berbasis pasar. Negara-negara dengan tingkat keterbukaan ekonomi yang tinggi lebih menarik bagi MNC dibandingkan dengan negara-negara yang tertutup. Oleh karena itu, upaya negara untuk melakukan liberalisasi pasar mengindikasikan adanya prospek kenaikan tingkat FDI di negara tersebut. Reformasi pasar merupakan wujud restrukturisasi kebijakan yang menjadi landasan bagi masuknya arus masuk FDI di Brazil. Upaya ini diperkuat melalui kebijakankebijakan yang memudahkan masuknya arus masuk FDI. Pemerintah Brazil melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1995. Amandemen tahun 1995 mendefinisikan ulang perusahaan Brazil. Perusahaan Brazil didefinisikan sebagai semua perusahaan yang didirikan di Brazil, terlepas dari sumber kapitalnya (Almeida, 2000). Perlakuan yang sama terhadap perusahaan domestik maupun asing bertujuan untuk menarik para investor agar menanamkan investasinya di Brazil. Dirasa langkah ini belum cukup, pemerintah Brazil juga menyediakan insentif pajak bagi investor melalui dua mekanisme. Pertama, Lei do Bem (Good Law) mengatur tentang pengurangan pajak bagi perusahaan yang melakukan investasi dalam bidang R&D. Kedua, insentif regional berupa pengurangan pajak sampai dengan 75% bagi investor yang menanamkan investasinya di dua wilayah berikut: (1) SUDAM (Amazon Region Development) meliputi tiga wilayah penanaman kopi yaitu Acre, Mato Grosso dan Pará; (2) SUDENE (Northeastern Brazil Development Agency) meliputi dua wilayah penanaman kopi, yaitu Minas Gerais Ika devi hardianti dan Espírito Santo (Government of Brazil, 2014). Pemerintah Brazil juga turut menandatangani Doubel Taxation Treaties dengan 28 negara untuk menghapuskan pajak ganda sehingga meringankan beban pajak yang ditanggung oleh investor. Selanjutnya, kondisi perekonomian dibangun sesuai dengan motif resource seeking yang mendasari tindakan investor. Faktor pertama yang harus dimiliki oleh negara dalam motif resource seeking adalah ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Ketersediaan kopi di Brazil dapat dilihat dari tingkat produksi, panen dan lahan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Selanjutnya, untuk menegaskan citra negara sebagai lokasi potensial bagi penanaman FDI, Brazil membangun sistem R&D yang terpercaya. R&D bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas area tanam, mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing ekspor agrikultur Brazil (Santana dan Nascimento, 2012). Brazilian Agriculture Research Corporation (Embrapa) merupakan komponen utama dalam aktivitas R&D Brazil. Embrapa diciptakan sebagai perusahaan publik dan didesain untuk memfokuskan kegiatan R&D pada area yang menjadi prioritas nasional. Model institusi yang digunakan oleh Embrapa adalah desentralisasi geografis dengan 47 pusat penelitian. Tujuannya untuk memudahkan interaksi dengan petani dan masyarakat di seluruh wilayah Brazil. Penguatan pada aspek R&D dilakukan untuk memastikan bahwa produksi kopi Brazil senantiasa berkembang dan nantinya mampu menghasilkan keuntungan bagi investor. Terakhir, Brazil mendirikan Investment Promotion Agency (IPA) untuk memfasilitasi proses investasi. IPA di Brazil dikenal dengan nama Apex-Brazil. Jasa yang ditawarkan oleh Apex-Brasil meliputi identifikasi dan komunikasi dengan investor potensial untuk memberikan pemahaman mengenai peluang investasi yang tersedia di Brazil. Apex-Brasil kemudian menyediakan informasi terkait sektor strategis tertentu, analisa pasar, tren ekonomi, aturan legal dan fiskal bagi penanaman investasi, biaya produksi, pemilihan lokasi dan ketersediaan sumber daya manusia (Government of Brazil, 2014). Apex-Brasil juga memberikan dukungan bagi investor yang ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan lokal, universitas maupun pusat penelitian. Apex-Brasil berpusat di Brasilia dan tersebar di delapan negara, yaitu UEA (Dubai), Angola (Luanda), Kuba (Havana), Amerika Serikat (San Fransisco dan Miami), Kolombia (Bogota), Tiongkok (Pequim), Belgia (Brussel) dan Rusia (Moskow). Seluruh jasa yang disediakan oleh Apex-Brazil tidak dikenakan biaya apapun. APEXBrazil turut mengahdiri beberapa acara internasional yang terkait dengan komoditas kopi, contohnya Melbourne International Coffee Expo dan Seminar on Investment Opportunities di Expo Milan. APEX-Brazil turut menandatangani MOI dengan IPA asal Amerika Serikat, Select USA. Lebih lanjut, interaksi dalam rezim internasional berperan penting mengingat keberadaan rezim lah yang memungkinkan negara untuk melakukan perdagangan atau dengan kata lain memungkinkan negara untuk menjual hasil produksinya dalam skala global. Ketika Brazil berhasil mempertahankan posisinya sebagai produsen terbesar dalam pasar kopi global, tentunya Brazil tidak hanya bermain dalam level teknis produksi, tetapi juga aktif dalam rezim internasional. Kepentingan Brazil dalam komoditas kopi dicapai melalui dua rezim internasional, yaitu World Trade Organization (WTO) dan International Coffee Organization (ICO). WTO memberikan wadah bagi Brazil untuk mencapai kepentingan akses pasar bagi komoditas kopi melalui aturan terkait tarif impor. Sedangkan ICO memfasilitasi Brazil untuk menjalin kerja sama dengan berbagai aktor dalam komoditas kopi dan menentukan standar kualitas kopi. WTO dan ICO Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016 190 Upaya Brazil untuk Mempertahankan berperan secara komplementer bagi Brazil dalam proses pembentukan citra diri sebagai negara produsen kopi terbesar. Brazil membangun amunisi sebagai negosiator agrikultur terbaik di dunia. Diawali dengan Cancun Ministerial Conference pada tahun 2003 yang diselenggarakan untuk menentukan arah negosiasi dalam Putaran Doha. Sebelum negosiasi di Cancun dimulai, masing-masing negara mulai mempersiapkan strategi dan proposal yang akan diajukan. Amerika Serikat dan Uni Eropa membentuk aliansi dan menghasilkan joint proposal yang akan diajukan pada Cancun Ministerial Conference. Reaksi negatif muncul sebagai respon atas joint proposal antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Reaksi serupa ditunjukkan oleh Brazil. Sejalan dengan ketidakpuasannya dengan joint proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, Brazil juga tidak puas dengan kinerja aliansinya saat itu, yakni Cairns Group. Cairns Group dianggap tidak tegas dalam melawan joint proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kondisi Cairns Group melandasi tindakan Brazil untuk melakukan pergeseran posisi dalam negosiasi Putaran Doha. Cairns Group dirasa tidak mampu menjadi media untuk mencapai kepentingan Brazil. Oleh karena itu, Brazil mulai mendekati negara-negara berkembang lainnya. Ketidakpuasan terhadap joint proposal Amerika Serikat dan Uni Eropa memberikan peluang bagi Brazil untuk memobilisasi negaranegara berkembang untuk melawan proposal Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga keduanya bersedia melakukan reformasi, terutama terkait subsidi (Hopewell, 2014). Aliansi negara-negara 191 berkembang ini kemudian dengan nama G20. dikenal Brazil menyadari bahwa pencapaian kepentingan dalam Putaran Doha tidak bisa dilakukan secara independen, sehingga dibutuhkan dukungan dari aliansi. Brazil bersedia melakukan kompromi dan mengambil porsi yang lebih besar dalam persiapan negosiasi demi mengamankan dukungan dari negara-negara G20. Brazil memainkan peranan sentral dalam G20, yaitu: (1) melakukan koordinasi kelompok; (2) menyediakan strategi dan komunikasi, (3) mengatur dan menjalankan pertemuan; (4) melakukan sebagian besar penelitian dan analisa teknis untuk menyusun proposal (Hopewell, 2014). Langkah menuju negosiasi diiringi dengan persiapan matang melalui pendirian sektor privat yaitu ICONE yang bertugas melakukan penelitian, menyusun proposal dan halhal teknis lain yang dibutuhkan dalam proses negosiasi. Beberapa negosiator baik dari anggota G20 maupun bukan menyatakan bahwa Brazil lah yang melakukan „heavy lifting‟ untuk kelompok G20 (Hopewell, 2014). Brazil juga mendekati aliansi lain yang memiliki kesamaan visi dan misi dengan G20. Cairns Group dan African Group adalah dua aliansi yang didekati oleh Brazil untuk mendukung proposal yang diajukan oleh G20. African Group turut menyatakan dukungannya melalui bergabungnya Nigeria, Tanzania dan Zimbabwe dalam keanggotaan G20 (Vegia, 2016). Keberhasilan interaksi Brazil di WTO dibuktikan melalui terwadahinya proposal yang diajukan oleh Brazil bersama dengan G20 dalam July 2004 Framework. Brazil berhasil mencapai kepentingannya untuk membuka akses pasar yang lebih luas bagi kopi melalui penurunan tarif impor. Ika devi hardianti Brazil juga menjalin interaksi dengan kemampuannya untuk beradaptasi berbagi aktor dalam rantai komoditas terhadap perubahan tersebut. Brazil kopi di International Coffee menawarkan keunggulan dalam Organization (ICO). Brazil menjadi ketersediaan jenis, kualitas dan harga anggota ICO pada tahun 1963, setelah kopi yang beragam. Penguasaan produk menandatangai ICA satu tahun menjadi poin penting untuk sebelumnya. Brazil berperan aktif di ICO mempertahankan daya saing produk melalui keterlibatannya dalam jajaran tersebut di pasaran. Produk kopi tidak tinggi komite ICO, contohnya perannya hanya ditujukan untuk memenuhi sebagai representasi negara produsen permintaan tetapi juga membentuk dalam International Coffee Council. persepsi pasar. Persepsi pasar yang kuat Jabatan Executive Director ICO saat ini memastikan bahwa pengenalan produk juga dipegang oleh warga secara umum selalu negara Brazil, Robério dikaitkan dengan produsen Oliveira Silva (ICO, 2016). secara khusus. Ketika pasar Keberhasilan Brazil Silva adalah mantan melihat produk kopi maka untuk Direktur Departemen Kopi langsung dikaitkan dengan mempertahankan di Kementerian Pertanian Brazil, walaupun belum Brazil. Sebagai satu-satunya tentu kopi tersebut berasal posisi produsen rezim komoditas kopi, ICO dari Brazil. Penguasaan terbesar dalam pasar menghasilkan keputusanpasar dalam bentuk product kopi global ditunjang keputusan penting bagi equity inilah yang menjadi oleh kemampuannya Brazil. Standarisasi yang faktor kunci bagi Brazil untuk menangkap ditetapkan oleh ICO untuk mempertahankan peluang pasar. menjadi acuan produksi posisinya. Brazil kopi. ICO turut menjadi mempertahankan produk media yang efektif untuk kopinya melalui positioning berkomunikasi dengan pada pengguna dan hargasemua aktor yang terlibat kualitas. dalam rantai komoditas Seiring dengan dinamika pasar, terjadi kopi. Interaksi dengan negara produsen pergeseran permintaan kopi yang kopi menjadi media bagi Brazil untuk memunculkan pertimbangan mengetahui sejauh mana kemampuan lingkungan dan sosial. Permintaan kopi produksi negara tersebut. Sedangkan erat kaitannya dengan konsumen atau interaksi dengan negara konsumen pengguna dari kopi itu sendiri. memungkinkan Brazil untuk menggali Positioning pada pengguna informasi terkait permintaan kopi dilatarbelakangi oleh peningkatan sekaligus menjadi ajang untuk permintaan sustainable coffee baik dari memperkenalkan kopi produksi Brazil. sisi konsumen, perusahaan maupun Terakhir, Brazil menjalin interaksi rezim internasional. Sustainable coffee dengan sektor privat utamanya NGO dapat dimengerti sebagai pemenuhan untuk memastikan bahwa produksi kopi kebutuhan kopi untuk saat ini, tanpa Brazil sesuai dengan standar yang mengorbankan kemampuan generasi ditetapkan oleh NGO. masa depan untuk memenuhi Positioning dalam Dimensi Mikro kebutuhan lingkungan, ekonomi dan sosial (Giovannucci dan Koekoek, Keberhasilan Brazil untuk 2003). Sustain Sustainable coffee terdiri mempertahankan posisi produsen dari tiga kategori, yaitu (1) organic terbesar dalam pasar kopi global coffee yaitu kopi yang diproduksi ditunjang oleh kemampuannya untuk dengan metode yang mengutamakan menangkap peluang pasar. Pola perlindungan tanah, tanpa permintaan kopi bergerak secara menggunakan bahan kimia sintesis; (2) dinamis, sehingga daya saing negara fair trade coffee yaitu kopi yang dibeli produsen ditentukan oleh sejauh mana secara langsung dari koperasi petani Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016 192 Upaya Brazil untuk Mempertahankan kopi skala kecil dengan penentuan harga minimal yang menguntungkan petani; (3) eco-friendly atau shade cofee yaitu jenis kopi yang ditanam di shaded forest dengan tujuan untuk menjaga biodiversitas, habitat burung dan kondisi lain yang menguntungkan lingkungan. Peningkatan permintaan sustainable coffee menciptakan peluang pasar baru bagi Brazil. Strategi adaptasi ditujukan pada pemenuhan permintaan pengguna sustainable coffee. Pasar sustainable coffee tumbuh dengan pesat dan menjanjikan keuntungan yang lebih besar sehingga produksi kopi kategori ini patut menjadi prioritas. Pemenuhan permintaan sustainable coffee ditujukan pada perolehan sertifikasi dari lembaga terpercaya. Kesadaran terhadap sustainable coffee lantas tidak menjamin bahwa kopi tersebut dapat diterima di pasaran. Di sinilah peran pihak ketiga muncul melalui sertifikasi. Sertifikasi dapat didefinisikan sebagai pembuktian terkait produk, proses, sistem atau individu (ISO, 2016). Sertifikasi memastikan bahwa kualitas kopi diakui di pasaran. Lebih lanjut, sertifikasi menentukan standar proses produksi kopi yang dibutuhkan baik oleh produsen maupun konsumen. Brazil menempati posisi tertinggi sebagai produsen sustainable coffee melalui sertifikasi yang dirilis oleh 4C Associations, Nepresso AAA, Organic, Rainforest Alliance dan UTZ. Brazil juga merupakan negara dengan tingkat ekspor sustainable coffee tertinggi dibandingkan negara-negara produsen lain. Performa Brazil yang lebih tinggi dibandingkan negara produsen lain dapat dijelaskan melalui hukum terkait aspek sosial dan lingkungan dalam produksi agrikultur (IDH, 2013). Penerapan hukum terkait aspek sosial dan lingkungan menjadi kunci untuk memenuhi standarisasi lembaga sertifikasi. Brazil menetapkan hukum yang melebihi kriteria standar internasional. Aturan-aturan tersebut utamanya terkait dengan hal-hal berikut: (1) perlindungan hutan; (2) 193 penggunaan air; (3) aturan terkait kondisi pekerja. Selanjutnya, Brazil melakukan positioning pada harga-kualitas dengan menghasilkan dua jenis kopi yang laku di pasaran, yaitu kopi arabika dan robusta. Arabika merupakan kopi dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan robusta dan dengan harga jual yang lebih tinggi pula. Harga jual yang lebih Harga jual yang lebih tinggi dikarenakan perawatan kopi arabika lebih sulit dibandingkan dengan kopi robusta. Kopi arabika dipetik secara manual oleh tenaga kerja yang sudah berpengalaman, sedangkan kopi robusta dapat dipetik menggunakan mesin. Selain itu, secara umum kopi arabika memiliki spesifikasi kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi robusta. Keduanya juga memiliki karakteristik rasa yang berbeda, arabika menawarkan rasa manis dengan tingkat keasaman yang tinggi, sedangkan robusta memiliki rasa yang lebih kuat dan kandungan kafein yang lebih tinggi. Peningkatan permintaan kopi arabika ditunjukkan melalui menjamurnya kedai kopi yang menyasar segementasi pasar menengah ke atas. Sedangkan peningkatan pemintaan kopi robusta dapat dijelaskan melalui tingkat konsumsi kopi instan yang meluas dan secara khusus menyasar segmentasi pasar menengah ke bawah. Brazil merupakan negara penghasil kopi arabika terbesar di dunia dan negara penghasil kopi robusta kedua terbesar di dunia setelah Vietnam (United States Departement of Agriculture, 2015). Kopi Brazil dapat menjangkau harga dan kualitas yang beragam, yaitu arabika dengan kualitas-harga tinggi dan robusta dengan kualitas-harga rendah. Jangkauan kopi yang luas memperkuat posisi Brazil dalam pasar kopi global. Kemampuan Brazil untuk menghadirkan variasi jenis kopi yang beragam didukung oleh kondisi alam yang ideal dan praktik agrikultur berbasis inovasi dan teknologi. Kondisi alam menjadi faktor krusial bagi daya saing produksi kopi Brazil mengingat Ika devi hardianti tidak semua negara keuntungan yang sama. memiliki berbagai segmentasi pasar. Brazil memastikan bahwa produk kopinya dikenal oleh konsumen di berbagai Kopi arabika tumbuh subur di bagian negara dan selanjutnya digunakan selatan Brazil dengan dataran yang lebih secara terus menerus. Kedua kategori ini tinggi. Sebaliknya, kopi robusta tumbuh merupakan jalan pembuka bagi posisi subur di daerah dataran yang lebih produk kopi Brazil di pasaran. rendah, yaitu di bagian utara. Produksi Selanjutnya, perceived quality kopi tersebar di 15 wilayah Brazil, yaitu diciptakan melalui peningkatan kualitas Acre, Bahia, Ceará, Espírito Santo, baik dalam cita rasa maupun proses Goiás, Federal District, Mato Grosso, produksi. Kualitas lalu dipatenkan Mato Grosso do Sul, Minas Gerais, Pará, dalam sertifikasi. Terakhir, product Paraná, Pernambuco, Rio de Janeiro, loyalty ditunjukkan oleh fakta bahwa Rondônia dan São Paulo (Brazilian Brazil merupakan pemasok utama kopi Ministry of Agriculture, 2016). bagi coffee trader, coffee manufacturer, Keberagaman wilayah memberikan cita coffee roaster dan coffee retailer yang rasa yang unik bagi kopi Brazil. Kualitas beroperasi dalam tingkat multinasional. kopi ditentukan oleh kombinasi dari Citra negara dikuatkan dengan product iklim, tipe tanah dan equity. Product equity topografi wilayah geografis menyasar pola pikir tertentu (Five Senses of konsumen sehingga ketika Brazil menjadi Coffee, 2016). Sehingga mereka mengenal produk kekuatan yang sulit semakin beragam wilayah kopi maka langsung untuk disaingi dalam penanaman kopi maka dikaitkan dengan Brazil, produksi kopi semakin unik karakter kopi terlepas dari fakta apakah mengingat Brazil yang muncul. Kualitas kopi kopi tersebut berasal dari adalah negara tidak hanya ditentukan oleh Brazil atau tidak. konsumen kopi kedua kombinasi dari varietas tanaman, kondisi topografi Brazil menjadi terbesar di dunia dan iklim, tetapi juga kekuatan yang sulit untuk setelah Amerika ditentukan oleh proses disaingi dalam produksi Serikat. perawatan selama kopi mengingat Brazil penanaman, panen, adalah negara konsumen penyimpanan, persiapan kopi kedua terbesar di ekspor dan transportasi dunia setelah Amerika (International Trade Centre, Serikat. Sehingga dapat 2012). Pemerintah Brazil menggunakan dikatakan bahwa pangsa pasar kopi R&D untuk memastikan bahwa proses Brazil sudah terjamin secara domestik. penanaman dan panen kopi memenuhi Tingkat konsumsi yang tinggi berarti standar yang tinggi. tingkat permintaan kopi juga tinggi, dampaknya insentif untuk berproduksi Kapasitas produksi Brazil yang sudah pun meningkat. Minum kopi sudah sedemikian kuat lantas menjamin menjadi bagian yang tidak terlepaskan terciptanya product equity di pasaran. dari kehidupan masyarakat Brazil, Product equity memainkan peran bahkan sudah menjadi bagian dari penting untuk memastikan tradisi. Konsumsi kopi sehari-hari keberlangsungan produk. Empat elemen didominasi oleh jenis kopi robusta. dalam product equity berkontribusi Sedangkan untuk jenis kopi arabika, positif terhadap posisi negara dalam coffee roaster di Brazil berupaya untuk pasar global, yaitu (1) product menggunakan kopi arabika semaksimal awareness; (2) product association; (3) mungkin sebagai bagian dari perceived quality; (4) product loyalty. peningkatan kualitas (Lewin et al., Product awareness dan product 2002). Keberadaan kedai kopi turut association diciptakan melalui jaringan mendorong peningkatan konsumsi kopi distribusi yang luas dan menyasar arabika di Brazil. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016 194 Upaya Brazil untuk Mempertahankan Kesimpulan Secara domestik sektor kopi Brazil sudah berada dalam posisi mapan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Produksi kopi Brazil sudah keluar dari cara-cara konvensional dengan menekankan pada aspek inovasi dan teknologi. Pencapaian ini diperoleh melalui dukungan dari aktivitas penelitian yang aktif. Sejalan dengan penguatan di aspek produksi, Brazil berhasil menciptakan pasar kopi yang potensial secara domestik. Dibuktikan dengan fakta bahwa Brazil adalah negara konsumen kopi terbesar kedua di dunia. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara domestik komoditas kopi Brazil telah siap untuk bersaing di tingkat global. Kaitannya dengan pasar kopi global, lantas Brazil bergerak secara agresif dalam dua sisi, yaitu penawaran dan permintaan. Penawaran mengacu pada sepak terjang Brazil untuk menarik investasi asing dalam bentuk FDI dan interaksi dalam rezim internasional. Sedangkan dari sisi permintaan, Brazil jeli menangkap peluang pasar dengan menghasilkan produk kopi yang sesuai tren pasar dengan kualitas dan harga yang beragam. Penguatan pada sisi penawaran dan permintaan memastikan bahwa kopi yang diproduksi Brazil dapat diserap di pasaran. memainkan peran dalam berbagai tingkatan rantai komoditas kopi, baik dari sisi produksi, distribusi maupun konsumsi. Produksi menjadi area utama yang diperankan Brazil dan sekaligus melatarbelakangi pencapaian Brazil sebagai produsen kopi terbesar. Namun, untuk mempertahankan posisinya Brazil harus terlibat di dua tingkatan yang lain, yaitu distribusi dan konsumsi. Distribusi dicapai melalui interaksi dengan aktor lain dalam rantai komoditas, mencakup aktor negara maupun non negara. Peforma produksi yang prima turut menjadi modal untuk menghasilkan produk yang mampu menjangkau jaringan distribusi secara luas. Terakhir, Brazil terlibat di sisi konsumsi melalui kemampuan untuk memenuhi permintaan pasar, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Brazil membuktikan bahwa untuk mempertahankan posisinya sebagai produsen kopi terbesar lantas tidak berarti bahwa Brazil hanya bermain di sisi produksi, tetapi juga distribusi dan konsumsi. Meskipun ada coffee trader, coffee manufacturer, coffee roaster dan coffee retailer bukan berarti Brazil sepenuhnya menyerahkan pengelolaan kopi pada pihak-pihak tersebut. Kemampuannya untuk terjun langsung dalam berbagai tingkatan rantai komoditas menempatkannya sebagai negara produsen kopi berdaya saing tinggi. Lebih lanjut, untuk mempertahankan posisinya dalam pasar kopi global Brazil Daftar Pustaka Buku [1] Jackson, Robert dan G.Sorensen. Introduction to International Relations. Oxford: Oxford University Press, 1999. [2] Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. Marketing Management. New Jersey:Pearson Prentice Hall, 2009. [3] Lewin, Bryan, Daniele Giovannucci dan Panayotis Varangis. Coffee Market: New Paradigms in Global Supply and Demand. Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development Agriculture and Rural Development Departement, 2002. [4] Yuswohady. Global Chaser: Merek Indonesia Perkasa di Pentas Dunia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2014. Jurnal 195 [5] Amann, Edmund dan Werner Baer. “Neoliberalism and Its Consequences in Brazil,” Journal of Latin America Studies 34, no. 4 (2002):945-959. [6] Almeida, Sergio Sampaio Contreiras Del. “ Recent Changes in The Brazilian Constitution: from Reform to Growth.” Institute of Brazilian Business and Public Management Issues (2000):1-46. [7] Baker, Michael J dan Lorna Ballington. “Country of Origin as a Source of Competitive Advantage.” Journal of Strategic Marketing 10, (2002):157-168. [8] Ehrlich, Sean D. “The Fair Trade Challenge to Embedded Liberalism.” International Studies Quaterly 54, no. 4 (2010):10131033. [9] Harding, Torfinn dan Beata.S.Javorcik. “Roll Out the Red Carpet and They will Come: Investment Promotion and FDI Inflows.” The Economic Journal (2011):1445-1476. Ika devi hardianti [10] Hopewell, Kristen. “The Transformation of State-Business Relations in an Emerging Economy.” Critical Perspective on International Business 10, no. 4 (2014): 291309. [11] Hopewell, Kristen. “New Protagonist in Global Economic Governance: Brazilian Agribusiness at the WTO.” New Political Economy 18, no. 5 (2014): 1-23. [12] Kotler, Philip dan David Gernet.” Country as a Brand, Product, and Beyond: A Place Marketing and Brand Management Perspective.” Brand Management 9, no. 4-5 (2002): 249-261. [13] Pappu, Ravi, Pascale G.Quester dan Ray.W.Cooksey. “Country Image and Consumer-Based Brand Equity: Relationships and Implications for International Marketing.” Journal of International Business Studies 38, no. 5 (2007): 726-745. [14] Ruggie, John Gerard. “International Regimes, Transactions and Change: Embedded Liberalism in the Postwar Economic Order.” International Organization 36, no. 2 (1982): 379-415. [15] Topik, Steven, John M.Talbot dan Mario Samper. “ Introduction: Globalization, Neoliberalism and the Latin America Coffee Society.” Latin American Perspective 37, no.2 (2010):5-20. [16] Walker, L.Jean Harrison. “Strategic Positioning of Nations as Brands.” Journal of International Business Research 20, (2011), 135-147. Laporan [17] IDH. “Emerging Sustainability Trends”. Brazil: A Business Case For Sustainable Coffee Production (2013). [18] International Trade Centre. “Coffee Quality”. The Coffee Exporters’s Guide Third Edition (2012). [19] Ministry of Agriculture, Livestock and Supply. Brazilian Agribusiness at a Glance. Brasilia: MAPA, 2010. [20] Santana, Carlos Augusto M dan Jose Rente Nascimento. “Public Policies and Agriultural Investment in Brazil.” FAO Report (2012):39. [21] Sustainable Trade Initiative Review. “Coffee Market”. SSI Review (2014). Sumber Elektronik [22] Brazilian Ministry of Agriculture. Café. http://www.agricultura.gov.br/vegetal/cultur as/cafe (diakses pada 1 Juni, 2016). [23] Government of Brazil. Investment Guide to Brasil 2014. http://www.apexbrasil.com.br/uploads/Inves tment%20Guide%20to%20Brasil%202014% 20-%20Arquivo%20menor.pdf (diakses pada 1 Juni 2016). [24] ICO. Consultations. http://www.ico.org/consultations_e.asp?secti on=What_We_Do (diakses pada 4 Juni, 2016). [25] International Organization for Standarization. ISO 9000: 2005 Quality Management Systems-Fundamentals and Vocabulary. http://www.iso.org/iso/home/standards/mana gement-standards/iso_9000.htm (diakses pada 8 Juni, 2016). [26] United States Departement of Agriculture. Coffee Production. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdReport .aspx?hidReportRetrievalName=Coffee+Su mmary&hidReportRetrievalID=2109&hidRe portRetrievalTemplateID=8 (diakses pada 1 Juni 2016). [27] Vegia, Pedro da Motta. Brazil and the G-20 Group of Developing Countries.https://www.wto.org/english/res_e /booksp_e/casestudies_e/case7_e.htm (diakses pada 3 Juni, 2016). Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober 2016 196