RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: /MENKES/PER/ /2009 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN SWASTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan semakin kompleks baik dari segi jumlah, jenis maupun bentuk pelayanannya; b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/86 tentang upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta otonomi daerah; c. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dipandang perlu adanya penyesuaian peraturan-peraturan teknis di bidang pelayanan kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku ; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan Swasta ; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ( Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116 Tambahan Lembaran Negara Nomor 443); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 10) 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 1 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Menteri Kesehatan 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit; Nomor 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/Sk/XI/2001 Tentang Registrasi Dan Praktik Perawat; 9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/ SK/XII/ 2001 Tentang Registrasi Dan Ijin Praktik Fisioterapis; 10. Peraturan Menteri 867/Menkes/Per/VIII/2004 Terapis Wicara; Kesehatan Nomor Tentang Registrsi Dan Praktik 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per /XII/2007; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/X/2007 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran; 13. Peraturan Menteri Kesehatan 548/Menkes/Per/V/2007 Tentang Registrasi Praktik Okupasi Terapis; Nomor. Dan Izin 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/ 2008 tentang Rekam Medis; 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI INDONESIA TENTANG KESEHATAN SWASTA Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 KESEHATAN REPUBLIK FASILITAS PELAYANAN 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Peraturan ini dengan: 1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan atau rehabilitatif . 2. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 3. Praktik Tenaga Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan secara perorangan oleh tenaga kesehatan. 4. Klinik Kesehatan adalah fasilitas pelayanankesehatan diselenggarakan oleh lebih dari satu tenaga kesehatan 5. yang Fungsi sosial adalah upaya pelayanan kesehatan dengan mempertimbangkan imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat BAB II BENTUK FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN SWASTA Pasal 2 Bentuk fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari: (1) Praktik Tenaga Kesehatan yang meliputi praktik perorangan dokter, dokter gigi, bidan, perawat, fisioterapis, terapis wicara, okupasi terapis, dan praktik tenaga kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri; (2) Klinik Kesehatan yang meliputi a. Klinik Kedokteran; b. Klinik Kedokteran Gigi; c. Klinik Keperawatan; d. Klinik Bersalin/Rumah Bersalin e. Klinik Fisioterapi; f. Klinik Terapi Wicara; g. Klinik Okupasi Terapi; h. Klinik tenaga kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri (3) Rumah Sakit; (4) Balai Kesehatan Masyarakat; (5) Laboratorium Kesehatan; Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 3 (6) Optikal; (7) Apotek. (8) Toko Obat; (9) Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 3 Fasilitas pelayanan kesehatan berupa rumah sakit, balai kesehatan masyarakat, laboratorium kesehatan, optikal, apotek dan toko obat diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri BAB III PERSYARATAN PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan harus memenuhi persyaratan lokasi sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing, bangunan, prasarana, peralatan, ketenagaan, dan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Swasta yang mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan kecuali praktik tenaga kesehatan harus berbentuk badan hukum dan kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang pelayanan kesehatan. (3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin penyelenggaraan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 5 Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memenuhi ketentuan registrasi, akreditasi dan sertifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Praktik Tenaga kesehatan Pasal 6 Praktik tenaga kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh seorang tenaga kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut: Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 4 a. Mempunyai surat registrasi dan surat izin kerja/izin praktik tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Mempunyai tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang periksa minimal 3x4 m2, ruang tunggu, dan ruangan kamar mandi / WC yang memenuhi persyaratan kesehatan; c. Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi serta pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku; d. Mempunyai peralatan kedokteran dan kesehatan sesuai dengan kompetensinya; atau peralatan/perbekalan e. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai standar kompetensi dan standar profesi; f. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; g. Melaksanakan fungsi sosial sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan; h. Menyelenggarakan rekam medis; i. Melaksanakan sistem rujukan; j. Memasang papan nama praktek sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan praktik tenaga kesehatan dapat menyimpan obatobatan untuk kepentingan gawat darurat dalam jumlah terbatas sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya. (2) Tenaga kesehatan dapat menyimpan obat-obatan tertentu yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan praktiknya dalam jumlah terbatas sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya. (3) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, bidan dan perawat sesuai ketentuan peraturan yang berlaku Pasal 8 Dalam pelaksanaan praktik perorangan tenaga kesehatan dapat dibantu oleh tenaga keperawatan dan atau tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Bagian Ketiga Klinik Kesehatan Pasal 9 (1) Klinik Kedokteran merupakan tempat menyelenggarakan pelayanan kedokteran rawat jalan dan/atau rawat inap yang dilaksanakan oleh lebih dari satu orang dokter. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 5 (2) Klinik Kedokteran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibagi menjadi: a. Klinik Kedokteran Pelayanan Dasar dipimpin oleh dokter dan dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang dokter; b. Klinik Kedokteran Pelayanan Spesialis dipimpin oleh dokter spesialis dan dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang dokter spesialis. (3) Jenis klinik kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditetapkan oleh Menteri Pasal 10 (1) Persyaratan Klinik Kedokteran: a. Setiap dokter yang berpraktik di Klinik Kedokteran harus mempunyai Surat Tanda Registra.si dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Bagi praktik yang dibuka 24 jam harus : 1) Mempunyai dokter jaga yang setiap saat berada ditempat; 2) Mempunyai tenaga keperawatan minimal 3 (orang) orang yang setiap saat berada ditempat. c. Bangunan/ruangan sebagai berikut: 1) Mempunyai bangunan fisik yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal 2) Mempunyai ruang pendaftaran/ruang tunggu, ruang konsultasi kedokteran minimal 3x4 m2 dengan fasilitas tempat cuci tangan dengan air yang mengalir, ruang administrasi, ruang emergency, ruang tindakan, kamar mandi/WC dan ruang lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan; 3) Ventilasi yang menjamin peredaran udara yang baik dilengkapi dengan mekanis (AC, kipas angin, exhaust fan) dan penerangan yang cukup. 4) Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi; 5) Mempunyai sarana pembuangan limbah dan limbah harus dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6) Bangunan radiologi harus sesuai peraturan yang berlaku d. Memiliki peralatan ; 1) Setiap ruang periksa mempunyai minimal satu set peralatan kedokteran. 2) Peralatan medik dan perbekalan kesehatan harus memadai, terjamin keselamatan dan kenyamanan. 3) Peralatan penunjang medis dan non medis sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku ; Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 6 e. Peralatan radiologi harus memiliki izin dan dioperasikan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan, izin penyelenggaraan dan izin peralatan kedokteran sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan yang berlaku; h. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan dan daftar nama dokter yang berpraktik di klinik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam memberikan pelayanan, klinik kedokteran berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi dan standar profesi; b. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. Melaksanakan fungsi sosial; d. Menyelenggarakan rekam medis; e. Melaksanakan sistem rujukan. (3) Dalam memberikan pelayanan, dapat dilakukan observasi pasien dan rawat inap maksimal selama 5 (lima) hari untuk kasus tertentu sesuai dengan kemampuan tenaga dan peralatan yang dimiliki sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (4) Klinik Kedokteran dapat menyimpan dan menyerahkan obat melalui suatu unit farmasi yang dikelola oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu. (5) Dalam pelaksanaan Klinik Kedokteran minimal dibantu oleh 3 (tiga) orang tenaga keperawatan yang memiliki Surat Izin Perawat/Bidan dan Surat Izin Kerja, dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan atau dibantu tenaga lainnya. Pasal 11 (1) Klinik Kedokteran Gigi merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kedokteran gigi yang dilaksanakan oleh lebih dari satu orang dokter gigi, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Dipimpin oleh seorang dokter gigi /dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik sebagai penanggung jawab pelayanan. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 7 b. Masing-masing dokter gigi /dokter gigi spesialis mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Bangunan/ruangan sebagai berikut: 1) Mempunyai bangunan fisik yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal. 2) Mempunyai ruang pendaftaran /ruang tunggu, ruang konsultasi kedokteran gigi minimal 3x4 m2 dengan fasilitas tempat cuci tangan dengan air yang mengalir, ruang administrasi, ruang emergency, kamar mandi/WC dan ruang lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan; 3) Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi; 4) Ventilasi yang menjamin peredaran udara yang baik dilengkapi dengan mekanis (AC, kipas angin, exhaust fan) dan penerangan yang cukup. 5) Mempunyai sarana pembuangan limbah dan limbah harus dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan, izin penyelenggaraan dan izin peralatan kedokteran sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan yang berlaku; f. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan dan daftar nama dokter yang berpraktik di klinik tersebut. (2) Dalam memberikan pelayanan klinik kedokteran gigi berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. Melaksanakan fungsi sosial; d. Menyelenggarakan rekam medis; e. Melaksanakan sistem rujukan. (3) Klinik Kedokteran gigi dapat menyimpan dan menyerahkan obat melalui suatu unit farmasi yang dikelola oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu. (4) Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) minimal dibantu oleh 2 (dua) orang perawat gigi yang memiliki Surat Izin Perawat dan Surat Izin Kerja, dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan atau dibantu tenaga lainnya Pasal 12 (1) Klinik Keperawatan merupakan penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan komprehensif bersifat rawat jalan, maupun pelayanan Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 8 keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh perawat dengan persyaratan sebagai berikut : a. Dipimpin oleh seorang Perawat yang mempunyai Surat Ijin Perawat (SIP)dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebagai penanggung jawab pelayanan; b. Dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang Perawat yang mempunyai Surat Ijin Perawat (SIP) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Mempunyai tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang pengkajian keperawatan, ruang tindakan keperawatan, ruang tunggu, dan kamar mandi/wc yang memenuhi persyaratan kesehatan.; d. Memiliki peralatan kesehatan maupun keperawatan sesuai dengan kegiatan pelayanan keperawatan yang diberikan; e. Menyediakan peralatan untuk melaksanakan intervensi keperawatan maupun tindakan pelayanan gawat darurat sederhana; f. Menyimpan obat-obatan untuk kepentingan gawat darurat dan lainnya dalam jumlah terbatas sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya sesuai dengan peraturan yang berlaku; g. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h. Memiliki izin fasilitas dan izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan; i. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan. (3) Pelayanan yang diberikan di Klinik Keperawatan terdiri dari : a. Pelayanan rawat Jalan mencakup pelayanan keperawatan dasar atau pelayanan keperawatan gawat darurat b. Pelayanan keperawatan berkelanjutan dilakukan melalui pelayanan keperawatan di rumah atau pelayanan follow up bagi pasien dengan kasus resiko tinggi, penyakit kronik, penyakit degeneratif, maupun penyakit terminal, yang memerlukan pelayanan long term care. (4) Dalam memberikan pelayanan, klinik keperawatan berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. Melaksanakan fungsi sosial; d. Menyelenggarakan catatan/dokumen keperawatan; e. Melaksanakan sistem rujukan. (5) Dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan dapat dibantu oleh tenaga lain sesuai dengan kebutuhan. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 9 Pasal 13 Didaerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang tidak ada tenaga medis, Klinik keperawatan dapat memberikan pelayanan tindakan medis dasar. Pasal 14 (1) Klinik Bersalin/Rumah Bersalin adalah fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas fisiologik termasuk pelayanan keluarga berencana serta perawatan bayi baru lahir, yang dilakukan oleh dokter dan atau bidan di bawah pengawasan dan tanggung jawab dokter serta dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh serta komprehensif, yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan menjalankan fungsi rujukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) serta sertifikat pelatihan obstetri dan ginekologi dan berstatus tetap /purna waktu serta tidak diperbolehkan merangkap sebagai penanggung jawab di Rumah Bersalin yang lain; b. Khusus daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dimana tidak ada dokter di wilayah tersebut, sebagai penanggung jawab dan pelaksana Klinik Kebidanan/Rumah Bersalin dapat dilakukan oleh Bidan yang memiliki Surat Izin Bidan (SIB)dan Surat Izin Praktik Bidan (SIPB); c. Dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang dokter dan atau 2 (dua) orang bidan; d. Mempunyai satu tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang persalinan dan ruang rawat inap minimal 10 (sepuluh) tempat tidur dan maksimal 25 (dua puluh lima) tempat tidur, ruang pemeriksaan, ruang tindakan, ruang tunggu, ruang administrasi, ruang jaga dokter/bidan, ruang obat dan kamar mandi/WC yang memenuhi persyaratan kesehatan; e. Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik kebidanan, peralatan pertolongan persalinan fisiologis dan persalinan dengan penyulit ringan serta peralatan gawat darurat; f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Memiliki izin fasilitas dan izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan; h. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (2) Klinik bersalin/rumah bersalin dapat menyimpan, menggunakan dan menyerahkan obat-obatan yang diperlukan untuk pelayanan kebidanan kepada ibu, pelayanan pada bayi baru lahir, persalinan fisiologis dan Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 10 persalinan dengan penyulit ringan, pelayanan keluarga berencana serta kegawatdaruratan. (3) Klinik Bersalin/Rumah Bersalin berfungsi untuk memberikan pelayanan sebagai berikut : a. Pelayanan kebidanan 1) Pelayanan kebidanan kepada ibu 2) Pelayanan kepada bayi baru lahir 3) Pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal b. Pelayanan keluarga berencana (4) Jenis Pelayanan klinik bersalin/rumah bersalin sesuai dengan ketentuan yang berlaku (5) Dalam memberikan pelayanan klinik bersalin/ rumah bersalin berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. Melaksanakan fungsi sosial; d. Menyelenggarakan rekam medik dan atau catatan /dokumen asuhan kebidanan; e. Melaksanakan sistem rujukan. (6) Dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan dapat dibantu oleh tenaga lain sesuai dengan kebutuhan. Pasal 15 (1) Klinik Fisioterapi merupakan penyelenggaraan pelayanan fisioterapi bersifat rawat jalan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Dipimpin oleh seorang Fisioterapis /Fisioterapis spesialis yang mempunyai Surat izin Fisioterapis (SIF) dan Surat Izin Praktik Fisioterapis (SIPF) sebagai penanggung jawab pelayanan ; b. Dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang Fisioterapis yang mempunyai Surat Izin Fisioterapis (SIF) dan Surat Ijin Praktik Fisioterapis (SIPF) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; c. Mempunyai satu tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruangan kamar mandi/WC yang memenuhi persyaratan kesehatan; d. Mempunyai perlengkapan/peralatan standar praktik fisioterapis sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. e. Memiliki izin fasilitas dan izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan; f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 11 Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Dalam memberikan pelayanan, klinik fisioterapi berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. Melaksanakan fungsi sosial; d. Menyelenggarakan rekam medis; e. Melaksanakan sistem rujukan. (3) Dalam pelaksanaan pelayanan fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan dapat dibantu oleh tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan. Pasal 16 (1) Klinik Terapi Wicara merupakan penyelenggaraan pelayanan terapi wicara bersifat rawat jalan dengan persyaratan sebagai berikut : a. Dipimpin oleh seorang Terapis Wicara yang mempunyai Surat Ijin Terapis Wicara ( SITW ) dan Surat Ijin Praktik Terapis Wicara (SIPTW) sebagai penanggung jawab pelayanan ; b. Dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang Terapi Wicara yang mempunyai Surat Izin Terapis Wicara (SITW) dan Surat Izin Praktik Terapis Wicara (SIPTW) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku ; c. Mempunyai satu tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruangan kamar mandi/wc yang memenuhi persyaratan kesehatan; d. Mempunyai perlengkapan/peralatan standar praktik terapi wicara sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. e. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan; f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Dalam memberikan pelayanan, klinik terapi wicara berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Melaksanakan fungsi sosial; c. Menyelenggarakan rekam medis; d. Melaksanakan sistem rujukan. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 12 (3) Dalam pelaksanaan pelayanan terapis wicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan dapat dibantu oleh tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan. Pasal 17 (1) Klinik Okupasi Terapi merupakan penyelenggaraan pelayanan okupasi terapi bersifat rawat jalan dengan persyaratan sebagai berikut : a. Dipimpin oleh seorang Okupasi Terapis yang mempunyai Surat Ijin Okupasi Terapis ( SIOT ) dan Surat Ijin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT)sebagai Penanggung jawab pelayanan ; b. Dilaksanakan oleh minimal 3 (tiga) orang Okupasi Terapis yang mempunyai Surat Izin Okupasi Terapis (SIOT) dan Surat Ijin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT)sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku ; c. Mempunyai satu tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang terapi sesuai dengan jenis pelayanan ruang tunggu, kamar mandi/wc yang memenuhi persyaratan kesehatan; d. Mempunyai perlengkapan/peralatan minimal standar praktik okupasi terapi sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. e. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan; f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Pelayanan okupasi terapi meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, deteksi dini, penyembuhan dan pemulihan dalam intervensi okupasi terapis pada gangguan area kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja okupasional. (3) Dalam memberikan pelayanan, klinik okupasi terapi berkewajiban: a. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar kompetensi, dan standar profesi; b. Melaksanakan fungsi sosial; c. Menyelenggarakan rekam medis; d. Melaksanakan sistem rujukan. (4) Dalam pelaksanaan pelayanan okupasi terapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan dapat dibantu oleh tenaga administrasi sesuai dengan kebutuhan. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 13 BAB IV PERIZINAN Pasal 19 (1) Untuk mendirikan dan menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan swasta harus mendapat izin dari Menteri dan Dinas Kesehatan. (2) Permohonan ijin penyelenggaraan dapat diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan syarat apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan : a. Surat permohonan; b. Salinan / foto copy akte pendirian Badan Hukum (untuk klinik); c. Identitas lengkap pemohon atau akta pendirian badan hukum; d. Surat keterangan persetujuan lokasi dari Pemerintah setempat; e. Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan; f. Profil fasilitas kesehatan yang akan didirikan meliputi tenaga kesehatan, sarana dan prasarana serta pelayanan yang diberikan; g. Persyaratan lain yang ditentukan sesuai dengan bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang akan diselenggarakan. (3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlaku izinnya. (4) Tata cara dan persyaratan perijinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan ini. (5) Persyaratan dalam rangka permohonan tertulis tersebut akan diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota meliputi sekurang-kurangnya menyangkut persyaratan kepemilikan, status, ketenagaan, fasilitas dan peralatan sesuai fungsi masing-masing. (6) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin . (7) Permohonan yang tidak memenuhi syarat dapat ditolak oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan memberikan alasan penolakannya. (8) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota belum mengeluarkan keputusan menerima atau menolak, maka dianggap telah menerima permohonan tersebut. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 14 BAB V PENYELENGGARAAN Pasal 20 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memperkerjakan tenaga kesehatan yang teregistrasi dan memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Faslitas pelayanan kesehatan berupa praktik tenaga kesehatan dan klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan Warga Negara Asing. Pasal 21 Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan harus: a. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standard yang berlaku; b. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; c. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, pelayanan korban bencana, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. d. Melaksanakan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent) e. menyelenggarakan rekam medis; f. melaksanakan sistem rujukan; g. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; h. menghormati hak-hak pasien; i. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional. Pasal 22 Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan secara hierarkhi kepada Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pasal 23 Fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pemasaran fasilitasnya dapat menggunakan nama lainnya sepanjang tidak melanggar ketentuan dalam peraturan ini. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 15 BAB VI T A R I F Pasal 24 (1) Besarnya tarif fasilitas pelayanan kesehatan swasta berpedoman pada komponen jasa pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dengan memperhatikan pertimbangan dari Organisasi Profesi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota. (2) Komponen jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jasa konsultasi; b. administrasi; c. jasa tindakan; d. jasa penunjang medik; e. biaya pelayanan kefarmasian f. ruang perawatan (untuk yang rawat inap); g. komponen lainnya yang menunjang pelayanan BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25 (1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan dalam peraturan menteri ini kepada pemerintah daerah provinsi (2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan dalam klasifikasi Rumah Sakit kepada pemerintah daerah Kabupaten / Kota (3) Apabila Gubernur belum mampu melakukan pembinaan dan pengawasan dalam kebijakan klasifikasi setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) maka untuk sementara pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Menteri (4) Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan latihan dan kegiatan pemberdayaan lain.; BAB VIII SANKSI Pasal 26 Pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan tindakan berupa tindakan administratif sampai dengan pencabutan ijin tenaga kesehatan dan atau ijin fasilitas pelayanan kesehatan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 16 BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Dengan berlaku Peraturan Menteri Kesehatan ini, maka semua penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang telah ada harus disesuaikan dengan Peraturan ini dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua) tahun. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan RI ini dapat ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Pasal 29 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/86 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang Medik diluar ketentuan rumah sakit, dan peraturan pelaksanaannya yang bertentangan dengan keputusan Pasal 30 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …………… MENTERI KESEHATAN dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K) Draft Ditjen Bina Pelayanan Medik 01/07/09 17