kata pengantar - Kebijakan Kesehatan Indonesia

advertisement
STRATEGI NASIONAL PP-ASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 dan Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan
diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia (SDM). Modal dasar
pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai
dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI
Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 4
bulan.
Konvensi Hak-hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa
tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI
selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus
dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI Sedunia
tahun 2000 dengan Tema : “Memberi ASI adalah hak azasi ibu; Mendapat
ASI adalah hak azasi bayi”.
Bagi bayi ASI merupakan makanan yang paling sempurna, dimana
kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat
kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit) dan dapat menjalin hubungan
cinta kasih antara bayi dengan ibu. Manfaat menyusui/memberikan ASI bagi ibu
tidak hanya menjalin kasih sayang, tetapi terlebih lagi dapat mengurangi
perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu,
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
1
menunda
kehamilan,
mengurangi
risiko
terkena
kanker
payudara,
dan
merupakan kebahagiaan tersendiri bagi ibu.
Manfaat ekonomi pemberian ASI bagi keluarga adalah mengurangi biaya
pengeluaran terutama untuk membeli susu. Lebih jauh lagi, bagi negara
pemberian ASI dapat menghemat devisa negara, menjamin tersedianya sumber
daya manusia yang berkualitas, menghemat subsidi biaya kesehatan masyarakat,
dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan plastik sebagai
bahan peralatan susu formula (botol dan dot). Dengan demikian menyusui
bersifat ramah lingkungan.
Mengingat besarnya manfaat ASI bagi bayi, keluarga, masyarakat, dan
negara maka perlu serangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus
dalam bentuk Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI). Selama ini upaya
PP-ASI telah dilaksanakan, namun masih perlu ditingkatkan lagi terutama dalam
hal meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, PP-ASI merupakan kegiatan
strategis. PP-ASI dapat menurunkan subsidi Pemerintah Daerah untuk kesehatan
karena bayi dan anak lebih sehat sehingga akan menurunkan angka Kesakitan
dan Kematian Bayi, dan sekaligus juga akan meningkatkan kualitas SDM daerah
bersangkutan.
Untuk lebih meningkatkan efektifitas pencapaian upaya Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) perlu disusun Strategi Nasional yang akan
menjadi pedoman bagi setiap penyelenggaraan PP-ASI.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
2
B. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
PP-ASI.
C. SASARAN
Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Swasta, Kelompok Potensial Masyarakat, Organisasi Profesi, dan
Organisasi Internasional.
D. LANDASAN HUKUM & KEBIJAKAN
1.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (2) butir b;
2.
TAP MPR-RI Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004;
3.
Undang-Undang No. 1 tahun 1951 tentang Perburuhan
4.
Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan AnaK
5.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera;
6.
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
7.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
8.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
9.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
10. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
11. Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional;
12. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;
13. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang: Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
3
14. Keppres No. 36 tahun 1990 tentang : Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak
15. SK MENEG.UPW No. : 02/KEP/MENEG.UPW/IV/1991 tentang : Penanganan
P2W dalam pembangunan Bangsa di Pusat dan Daerah
16. SK Menkes RI No. 237 tahun 1997 tentang : Pemasaran Pengganti Air Susu
Ibu (PASI)
17. Petunjuk Pelaksanaan Permenkes No. 240/1985, Ditjen Binkesmas 1991
18. International
Code
of
Marketing
of
Breastmilk
Substitutes
1981
(WHO/UNICEF)
19. Amanat Bapak Presiden pada tanggal 22 Desember 1990
20. Kesepakatan 11 Produsen dan Impotir PASI tanggal : 10 Juni 1992
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
4
BAB II
ANALISIS SITUASI DAN KENDALA PEMBERIAN ASI
A. SITUASI PEMBERIAN ASI
Analisis situasi dan kondisi ibu dan anak yang menyangkut upaya
peningkatan pemberian air susu ibu (PP-ASI) hingga kini masih belum
menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Hasil penelitian oleh para pakar
menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan balita,
antara lain disebabkan karena : kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan,
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) terlalu dini atau terlalu lambat,
MP-ASI tidak cukup mengandung energi dan zat gizi mikro terutama mineral besi
dan seng, perawatan bayi yang kurang memadai, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah ibu tidak berhasil memberi ASI Ekslusif kepada bayinya.
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 menunjukkan bahwa
hampir semua bayi (96,3%) di Indonesia pernah mendapat ASI. Hasil berikutnya
dari hasil SDKI 1997 adalah sebanyak 8% bayi baru lahir mendapat ASI dalam 1
jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat ASI pada hari pertama; Proporsi anak
yang mendapat ASI pada hari pertama menurun dengan meningkatnya tingkat
pendidikan ibu; Proporsi anak yang diberi ASI pada hari pertama paling rendah
yaitu 51% untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan dokter/bidan, dan
tertinggi 65% untuk bayi lahir tanpa pertolongan/orang awam; Rata-rata
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
5
lamanya pemberian ASI Eksklusif hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
minuman selain ASI dan MP-ASI sudah mulai diberikan pada usia lebih dini. Data
SDKI tahun 1997 juga menunjukkan, konsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) secara dini cukup besar, yaitu sebanyak 35% pada bayi usia kurang dari 2
bulan dan sebanyak 37% pada bayi usia 2 - 3 bulan.
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan tahun
1997, menunjukkan 99% anak pernah memperoleh ASI. Pola pemberian ASI
adalah 41% ibu memberikan ASI sejak hari pertama, 18% memberikan pada hari
kedua, 41% sisanya memberikan ASI setelah hari kedua. Jumlah bayi yang
memperoleh ASI eksklusif masih tinggi, yaitu sebesar 75%, dan sebanyak 17%
ibu membuang kolostrum.
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1989-1999 menunjukkan
bahwa Growth Faltering (gangguan pertumbuhan) pada bayi terjadi saat bayi
mulai menginjak usia 3 atau 4 bulan; Hasil penelitian di Kecamatan Tanjungsari,
Sumedang, Jawa Barat menunjukkan bahwa bayi dengan berat badan normal
pun sejak usia 4 bulan dapat mengalami gangguan pertumbuhan; Hal ini menjadi
salah satu bukti bahwa pemberian ASI Eksklusif menjadi sangat penting.
Studi MP-ASI multisenter di 6 lokasi yaitu di Kodya Bogor dan Kabupaten
Indramayu (Jawa Barat), Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), Kabupaten
Jombang (Jawa Timur), Kabupaten Barru (Sulawesi Selatan), dan Kabupaten
Belu (Nusa Tenggara Timur) tahun 1997, menunjukkan bahwa baik
kualitas
maupun kuantitas MP-ASI masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG);
Rendahnya mikronutrien, hanya memenuhi kurang lebih 20% dari AKG.
Rendahnya pemberian ASI eksklusif di keluarga menjadi salah satu
pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Data SUSENAS menunjukkan status
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
6
gizi-kurang pada balita menurun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4%
pada tahun 1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan 6,3% (1989)
menjadi 11,4% (1995). Pada tahun 1999 sekitar 1,7 juta balita di Indonesia
menderita gizi buruk berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U).
Sekitar 10% dari 1,7 juta balita tersebut menderita gizi buruk tingkat berat
seperti marasmus, kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik kwashiorkor.
Sampai akhir tahun 1999 terdapat sekitar 24.000 balita gizi buruk tingkat berat.
Prosentase bayi dengan status gizi baik menurun sejak bayi usia 6-10 bulan dan
terus menurun hingga kira-kira separuh pada anak-anak berusia 48 - 59 bulan.
Anak-anak di perdesaan cenderung memiliki status gizi lebih buruk dibandingkan
dengan anak-anak di daerah perkotaan.
B. KENDALA PEMBERIAN ASI
Berbagai kendala yang dihadapi dalam PP-ASI yang menghambat
pemberian ASI (terutama ASI Eksklusif), adalah :
a. Perilaku menyusui yang kurang mendukung misalnya membuang kolostrum
karena dianggap tidak bersih dan kotor;
b. Pemberian makanan/minuman sebelum ASI keluar;
c. Kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa AS cukup untuk bayinya;
d. Ibu kembali bekerja setelah cuti bersalin, yang menyebabkan penggunaan
susu botol/susu formula secara dini, sehingga menggeser/menggantikan
kedudukan ASI. Hal ini diperberat lagi dengan adanya kecenderungan
meningkatnya peran ganda wanita dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997
jumlah pekerja wanita adalah 34,33 juta jiwa dengan angka pertumbuhan
sebesar 4,76% (1998), sementara angka pertumbuhan pekerja pria pada
tahun yang sama adalah 2,70%.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
7
e. Gencarnya promosi susu formula, baik melalui petugas kesehatan maupun
melalui mass media, bahkan dewasa ini secara langsung kepada ibu-ibu.
f. Sikap petugas kesehatan yang kurang mendukung tercapainya keberhasilan
PP- ASI.
g. Lemahnya perencanaan terpadu dalam program PP-ASI.
h. Kurangnya intensitas dan kontinuitas dari kegiatan PP-ASI di tingkat
pelayanan maupun di masyarakat.
i. Lemahnya penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundangundangan yang terkait dengan PP-ASI.
j. Masalah yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan karena tidak stabilnya
situasi
politik
dewasa
ini
(sering
terjadi
perubahan
dalam
instansi
pemerintah), yang berpengaruh negatif terhadap program, yang pada
akhirnya menghambat kelancaran kegiatan PP-ASI.
k. Pelaksanaan program Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB)
masih belum
berjalan sebagaimana mestinya. Hasil evaluasi RSSB di wilayah Jakarta pada
tahun 1999 yang dilaksanakan oleh Badan Kerja Peningkatan Penggunaan
ASI (BK-PPASI) mengungkapkan bahwa jumlah RSSB yang masih sayang bayi
telah menurun menjadi hanya 25%. Untuk itu perlu upaya pemantapan dan
pelestarian pelaksanaannya (revitalisasi Rumah Sakit Sayang Bayi).
l. Kurangnya dukungan dana untuk kegiatan PP-ASI.
m. PP-ASI belum terintegrasi dalam kurikulum pendidikan tenaga kesehatan.
n. PP-ASI belum terintegrasi dengan berbagai program sektoral.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
8
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
9
BAB III
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. KEBIJAKAN
1. PP-ASI adalah Gerakan Nasional.
2. Gerakan Nasional PP-ASI dilaksanakan sebagai upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional, khususnya dalam peningkatan kualitas hidup.
3. Garakan Nasional PP-ASI merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan
secara lintas sektor dan terpadu dengan melibatkan peran serta
masyarakat.
4. Gerakan Nasional PP-ASI dikembangkan berdasarkan azas desentralisasi
dengan menitik-beratkan pada pemberdayaan masyakat dan keluarga
untuk mendukung kepercayaan ibu hamil dan ibu menyusui dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan kodratnya.
5. Gerakan Nasional PP-ASI difokuskan dalam upaya membudayakan
perilaku menyusui secara eksklusif kepada bayi sampai dengan berumur
4 bulan.
6. Gerakan
Nasional
PP-ASI
dilaksanakan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan di seluruh Indonesia.
B. STRATEGI
1)
Mengembangkan dan menerapkan legislasi yang mendukung dan
melindungi perilaku mendukung PP-ASI.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
10
2)
Meningkatkan
kepedulian
para
pengambil
keputusan,
tokoh
masyarakat, kelompok potensial, para pengusaha serta masyarakat
luas dan keluarga tentang pentingnya PP-ASI.
3)
Membuat Standar Pelayanan Minimal (SPM) Peningkatan Pemberian Air
Susu Ibu (PP-ASI) sebagai pedoman Pemerintah Pusat dalam
penyelenggaraan PP-ASI dan Pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
menyusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) Peningkatan Pemberian
Air Susu Ibu (PP-ASI).
4)
Mengupayakan agar semua petugas dan sarana pelayanan kesehatan
mendukung perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10
Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang merupakan standar
internasional (lihat lampiran 1).
5)
Mengembangkan dan menerapkan strategi nasional, pendidikan dan
pelatihan PP-ASI yang optimal dan manajemen laktasi.
6)
Mengembangkan dan menerapkan strategi nasional Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) sebagai bagian dari kampanye PP-ASI.
7)
Memantapkan koordinasi antara institusi pemerintah, LSM dan
organisasi terkait serta mengintegrasikan kebijakan, program dan
kegiatan PP-ASI pada masing-masing institusi terkait.
8)
Mengupayakan fasilitas yang mendukung PP-ASI bagi ibu menyusui
yang sedang dalam perjalanan seperti di terminal angkutan (darat,
laut, udara), di perkantoran, di perusahaan, di tempat-tempat umum
seperti di pertokoan.
9)
Mendukung dan mengembangkan potensi yang ada di keluarga dan
masyarakat dalam melaksanakan PP-ASI.
10)
Meningkatkan efektifitas pelaksanaan PP-ASI di semua tingkatan
11)
Pengembangan dan penelitian dalam rangka PP-ASI
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
11
BAB IV
POKOK - POKOK PROGRAM
PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (PP-ASI)
POKOK - POKOK PROGRAM
1.
Pengembangan legislasi
Bertujuan untuk mengembangkan dan menerapkan peraturan perundangundangan yang mendukung PP-ASI.
2.
Advokasi dan sosialisasi penerapan legislasi
Bertujuan untuk mengembangkan upaya peningkatan, perlindungan dan
dukungan kepada ibu-ibu agar dapat menyusui secara optimal.
3.
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Peningkatan Pemberian Air
Susu Ibu (PP-AS)
Bertujuan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan
PP-ASI dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun SPM PP-ASI
di daerahnya.
4.
Pelayanan Kesehatan
Bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan peranan petugas dan
sarana pelayanan kesehatan dalam PP-ASI.
5.
Pendidikan dan Pelatihan
Bertujuan untuk memantapkan dan menerapkan kemampuan petugas
kesehatan, masyarakat dan keluarga dalam pelaksanaan PP-ASI.
6.
Kampanye PP-ASI
Bertujuan untuk meningkatkan kepedulian pihak terkait dan untuk
memasyarakatkan penggunaan ASI yang baik dan benar
7.
Membentuk forum koordinasi PP-ASI
Meningkatkan efektifitas pelaksanaan PP-ASI di masing-masing sektor dan
LSM.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
12
8.
Menyediakan Fasilitas Menyusui
Bertujuan mendukung pelaksanaan PP-ASI bagi ibu menyusui yang sedang
dalam perjalanan, di tempat-tempat umum seperti pertokoan, terminal
angkutan (darat, laut, udara), dll.
9.
Peningkatan kepedulian dan perhatian para pengusaha memberikan
dukungan dan perlindungan bagi perempuan pekerja dalam pelaksanaan
PP-ASI
10. Pemberdayaan Masyarakat dan keluarga
Bertujuan
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan
kemampuan
masyarakat dan keluarga dalam melaksanakan PP-ASI.
11. Pembinaan, Monitoring dan evaluasi
Bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan PP-ASI dan menilai
tingkat keberhasilan.
12. Penelitian dan pengembangan
Bertujuan untuk mengembangkan, melaksanakan riset terapan dan klinis
untuk mendukung terlaksananya PP-ASI.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
13
BAB V
PENUTUP
Strategi Nasional merupakan pedoman bagi setiap penyelenggaraan
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) di tingkat Pusat dan Daerah, baik
oleh Pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga lainnya
serta masyarakat luas.
Sejalan
dengan
pelaksanaan
otonomi
daerah
secara
luas
dan
bertanggung jawab, maka setiap Kabupaten/Kota dapat mengembangkan
berbagai kegiatan yang dilakukan secara inovatif, kreatif sesuai dengan lingkup
kewenangan dan sumber daya yang tersedia, utamanya dalam pelaksanaan
program PP-ASI.
Komitmen seluruh komponen bangsa Indonesia dalam mewujudkan
program PP-ASI diharapkan akan mempercepat tercapainya kualitas SDM
Indonesia yang tercermin dari tumbuh kembang anak yang optimal
melalui
pemberian ASI terutama ASI Eksklusif.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
14
LAMPIRAN 1:
SEPULUH LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN MENYUSUI (LMKM)
1.
Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui.
2.
Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan ketrampilan.
3.
Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya
melalui
unit
rawat
jalan
kebidanan
dengan
memberikan penyuluhan: manfaat ASI dan rawat gabung, perawatan
payudara, makanan ibu hamil, KB, senam hamil dan senam payudara.
4.
Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat narkose
umum, bayi disusui setelah ibu sadar.
5.
Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara
mempertahankannya,
melalui
penyuluhan
yang
dilakukan
di
ruang
perawatan.
6.
Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi
baru lahir.
7.
Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tangung jawab bersama
antara dokter, bidan, perawat dan ibu.
8.
Memberikan ASI kepada bayi tanpa dijadual.
9.
Tidak memberikan dot atau kempeng.
10. Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu
menyusui, seperti adanya pojok laktasi yang memantau kesehatan ibu nifas
dan bayi, melanjutkan penyuluhan agar ibu tetap menyusui sampai anak
berusia 2 tahun, dan demonstrasi perawatan bayi, payudara, dll.
SPMTRANAS (FOLDER : LUCY/SPM PP-ASI ) KOMP. A
15
Download