BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terapi Gizi Medik

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Gizi Medik
Terapi gizi medik dahulunya dikenal dengan istilah terapi diet (dietary
treatment) yaitu pengaturan jumlah serta jenis makanan dan jadwal makan setiap
hari yang bertujuan membantu penyembuhan pasien. Di dalam terapi gizi medik
merupakan alur proses kegiatan perencanaan makan sampai makanan disajikan
kepada pasien yang melibatkan beberapa orang yang memiliki profesi yang
berbeda seperti dokter spesialis gizi klinik, ahli gizi, dan pramusaji dengan
menghasilkan suatu makanan yang sesuai dengan standar mulai dari perencanaan
sampai disajikan harus sesuai dengan jumlah, jenis, dan jadwal makan pasien.
Proses tahapan dari terapi gizi medik dimulai dari preskripsi diet, kitir makanan,
pemorsian makanan, dan makanan yang disajikan untuk pasien (Almatsier,
2012).
Pada awalnya proses pelayanan gizi sebagian besar terpusat pada kegiatan
pengadaan makanan di dapur, sekarang ini terjadi pergeseran yaitu kegiatan
terbesar pada pelayanan gizi ruang rawat inap, rawat jalan, gawat darurat bahkan
mungkin perawatan di rumah. Selain itu pelayanan gizi tersebut harus
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan yang lain seperti pelayanan medis,
farmasi, perawatan dan lain-lain dengan demikian status gizi pasien yang optimal
diharapkan dapat dicapai dan dipertahankan (Depkes RI, 2004).
10
11
Ahli gizi dituntut untuk lebih proaktif, dan mengikuti langkah-langkah
pelayanan gizi yang akurat dan komprehensif dengan menitikberatkan pada
pemantauan dan penentuan status gizi yang disesuaikan dengan kondisi individu
pasien dan faktor keseriusan penyakitnya. Kegiatan tersebut meliputi mempelajari
dan menganalis data riwayat kesehatan, riwayat gizi, nilai laboratorium dan
pengukuran antropometri. Berdasarkan data tersebut di buat perencanaan gizi
pasien secara individu dengan melakukan modifikasi diit dan pendidikan gizi
yang dapat mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal.
Rosen tahun 2001 dalam penelitiannya mengatakan bahwa 98% dokter
sependapat bahwa salah satu tugas penting ahli gizi adalah menjamin kepuasan
pasien dengan pelayanan gizi, 93% dokter juga meyakini bahwa pemberian
penjelasan tentang nutrisi kepada petugas rumah sakit adalah kegiatan penting,
dan 99% dokter berpendapat bahwa konseling pasien hendaknya dimasukkan ke
dalam pendidikan ahli gizi.
Menurut Poleman tahun 2004, terapi gizi medik berkaitan dengan peran
makanan dan zat gizi dalam penyembuhan berbagai penyakit dan gangguan,
dalam hal ini termasuk terapi diet dan diet pada orang sakit. Tujuan terapi gizi
medik untuk mempertahankan atau meningkatkan status gizi, memperbaiki
defesiensi
zat
gizi,
mempertahankan
atau
memperbaiki
berat
badan,
mengistirahatkan organ tertentu, menghilangkan faktor alergi dalam makanan, dan
menyesuaikan komposisi diet yang memungkinkan tubuh dapat memetabolisme
zat-zat gizi.
12
Pada orang dewasa sehat, katabolisme dan anabolisme berjalan seimbang.
Pada orang sakit, terutama yang memerlukan istirahat total katabolisme lebih
besar dari anabolisme, sehingga orang sakit memerlukan zat-zat gizi yang lebih
banyak untuk membangun jaringan. Inaktifitas atau imobilisasi yang lama
menyebabkan perubahan fungsi digesti, metabolisme dan eliminasi, yang
menyebabkan perubahan kebutuhan zat gizi (Eschleman, 2006).
Gambar 2.1
Alur Proses Tahapan Terapi Gizi Medik di Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pengolahan
Ruang
Makanan
Rawat Inap
Penerimaan Kitir
Makanan Diet Khusus
Penyajian
Makanan Diet
Khusus
Dokter Spesialis
.
Gizi Klinik
Preskripsi Diet



Jenis diet sesuai
penyakit
Kandungan Zat Gizi
(makronutrien)
- energi (kalori)
- protein (gr)
- lemak (gr)
- KH(gr)
Kosistensi Makanan
- padat
- lunak
- cair
Ahli Gizi
Kitir Makanan Diet
Khusus
- nasi penukar (gr)
- lauk nabati (gr)
- lauk hewani (gr)
- sayuran (gr)
- buah (gr)
Pemorsian Makanan
Diet Khusus
- Labelling
Makanan (URT)

Jenis diet
sesuai
penyakit

Kandungan
Zat Gizi
(makronutrie
n)
- energi
(kalori)
- protein (gr)
- lemak (gr)
- KH(gr)

Kosistensi
Makanan
- padat
- lunak
- cair
- snack )gr)
Distribusi Makanan
Diet Khusus
Sumber : Instalasi Gizi RSUP sanglah Denpasar, 2014
Pemberian makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan
penyakitnya dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya
agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat
13
gizi pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas,
komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes RI, 2004).
Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara
status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan
gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk memperbaiki
terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien.
Berdasarkan Moehyi (2005) sebagai dasar dalam menentukan diet bagi orang
sakit digunakan beberapa patokan antara lain :
a. Diet yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi
b. Mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam kegiatan sehari-hari
c. Jenis bahan makanan yang disajikan haruslah yang dapat diterima
d. Bahan makanan yang digunakan adalah yang mudah diolah, mudah
didapat, alami dan lazim dimakan
e. Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang tujuan
dan manfaat diet yang diberikan
f. Diet khusus diberikan jika benar-benar diperlukan dan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
g. Makanan diusahakan diberikan melalui mulut/oral
2.1.1 Preskripsi Diet
Preskripsi diet adalah perencanaan makan pasien untuk penyembuhan
penyakit meliputi jenis diet, kandungan zat gizi, dan kosistensi makanan dengan
diet khusus yang akan diberikan kepada pasien. Pengaturan makanan bagi orang
14
sakit rawat inap di Rumah Sakit bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri
dan terpisah dari perawatan dan pengobatan, akan tetapi ketiganya merupakan
satu kesatuan dalam proses penyembuhan penyakit pasien antara Dokter, Perawat
dan Ahli Gizi (Moehyi, 2005).
Indikator keberhasilan pelayanan gizi rumah sakit adalah terwujudnya
penentuan kebutuhan gizi, terselenggaranya evaluasi terhadap preskripsi Diet
yang diberikan sesuai perubahan keadaan klinis, status gizi dan status
laboratorium dan terwujudnya penterjemahan preskripsi Diet (Depkes RI, 2004).
Panjangnya alur pemenuhan kebutuhan gizi dari mulai anamnesis status gizi
hingga konsumsi memungkinkan adanya ketidaksesuaian dari kebutuhan gizi
yang telah ditetapkan dengan asupan gizi pasien.
Penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada bagian rawat inap
dan instalasi Gizi menunjukkan adanya kesesuaian antara preskripsi dengan
asupan adalah pada diet DM 1300, kesesuaian antara preskripsi dengan distribusi
adalah pada diet DM 1700 dan diet DM 1900.
Dengan memperhatikan tujuan diet tersebut Rumah Sakit umumnya akan
menyediakan ( Hartono, 2000 ) adalah :
1. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik dan seimbang, menurut
keadaan penyakit dan status gizi masing – masing pasien
2. Makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi
gastro intestinal dan penyakit masing – masing pasien
3. Makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, seperti misalnya
tidak mengandung bahan yang bisa menimbulkan gas, tidak mengandung
15
bahan yang lengket, tidak terlalu pedas, asin, berminyak serta tidak terlalu
panas atau dingin
4. Makanan yang bebas unsur aditif berbahaya misalnya pengawet dan
pewarna. Makanan alami jauh lebih baik daripada makanan yang
diawetkan atau dikalengkan.
5. Makanan dengan cita rasa yang menarik untuk menggugah selera makan
pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indera
pengecap atau pembau.
2.1.2 Kitir Makanan
Kitir makanan adalah labelling catatan makanan yang digunakan ahli gizi
untuk menterjemahkan preskripsi diet dari dokter spesialis gizi klinik untuk
pemberian makanan kepada setiap pasien. Pengisian kitir makanan adalah proses
menterjemahkan preskripsi diet ke dalam catatan nutrisi dengan menggunakan
label makanan sesuai standar pemberian makanan di rumah sakit berupa Ukuran
Rumah Tangga (URT) (Nurlaela, 2011).
Dalam tabel monitoring obyektif instalasi gizi RSUP Dr. Sardjito periode
Januari-Juni 2010 untuk pasien VIP dari perspektif proses internal dengan
obyektif ketepatan dalam produksi makanan ditetapkan target terukur Acceptable
Quality Level 95% (Prawiningdyah, 2010). Untuk mencapai target terukur di atas
perlu upaya yang maksimal seperti dengan pemberian labeling pada alat makan
pasien. Upaya tersebut dilakukan dengan harapan dapat memperkecil atau
16
menghindarkan kesalahan yang dapat terjadi pada pemberian diet pasien
hipertensi dan DM.
Berdasarkan observasi awal yang diperoleh dari data sekunder tentang
“Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet RSUP Dr. Sardjito periode
Januari-Juni 2010”, diperoleh keterangan yang menunjukkan bahwa ketepatan
pemberian diet adalah 100% tepat (Instalasi Gizi RSUP Dr. Sardjito, 2010).
Angka tersebut diketahui dari indikator yang ada di dalam laporan dalam bentuk
tepat dan tidak tepat, namun data hanya diambil dengan pengamatan secara
umum. Selain itu dalam laporan tersebut perlu dilengkapi dengan adanya
indikator yang secara spesifik menunjukkan jenis diet. Hasil tersebut perlu terus
dipertahankan sesuai dengan berjalannya waktu. Untuk itu upaya labeling pada
makanan pasien yang sudah dilakukan harus diikuti dengan adanya evaluasi yang
berkesinambungan. Dengan adanya evaluasi ini diharapkan membantu dalam
pengembangan ilmu terhadap baik tidaknya sistem labeling yang telah berjalan
sehingga apakah masih memerlukan pengembangan sistem pada labeling.
Permintaan makanan dengan kitir makanan adalah proses permintaan
makanan dengan diet khusus menggunakan kitir makanan ke Instalasi Gizi sesuai
dengan standar pemberian makanan di rumah sakit berupa URT dengan bantuan
jasa pramusaji. Penerimaan kitir makanan diet khusus adalah proses diterimanya
kitir makanan diet khusus dari pramusaji yang selanjutnya direkap dan dilakukan
penyelenggaraan makanan diet khusus di Instalasi Gizi untuk makanan yang
diberikan ke setiap pasien (Irianton, 2013).
17
2.1.3 Pemorsian Makanan Diet Khusus
Pemorsian makanan diet khusus adalah pembagian makanan diet khusus
untuk setiap pasien sesuai permintaan dengan kitir makanan menggunakan standar
pemberian makanan di rumah sakit berupa URT.
Pemorsian makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit dibagikan
kedalam porsi sesuai diet yang dianjurkan, kemudian mendistribusikannya kepada
pasien.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemorsian makanan diet
khusus adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah
terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah makanan tidak
terkontaminasi silang, bila satu tercemar yang lain dapat diamankan, dan
memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan
makanan
2.
Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah
seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap
jenis makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi
kontaminasi silang.
3.
Prinsip Kesesuaian/Ketepatan artinya pemberian makanan terutama diet
khusus harus sesuai antara permintaan dengan penerimaan makanan kepada
18
pasien dari segi kandungan gizi, porsi, dan kosistensi makanan untuk
mempercepat proses penyembuhan pasien.
2.1.4 Makanan Yang Disajikan
Penyajian makanan diet khusus merupakan kegiatan menyajikan makanan
diet khusus yang diterima oleh setiap pasien sesuai preskripsi diet yang diminta
oleh dokter spesialis gizi klinik. makanan yang disajikan di rumah sakit
menggunakan plato, piring saji dengan ditutupi plastic wrap digunakan selain
untuk menutup makanan bertujuan agar dapat menjaga suhu makanan sehingga
tetap hangat sampai ke tangan pasien selain itu agar dapat mengurangi
kontaminasi seperti hinggapnya lalat atau debu. Penyajian makanan yang diterima
pasien harus sesuai dengan preskripsi diet yang diminta oleh dokter spesialis gizi
klinik, baik dari kandungan zat gizi, dan kosistensi makanan diet khusus (Depkes
RI, 2010).
Penelitian tentang makanan yang disajikan rumah sakit untuk pasien rawat
inap seperti hasil penelitian Tonapa (2012) tentang analisis gizi pada makanan
yang disajikan memiliki nilai energi tertinggi terdapat pada hari jumat yaitu
sebesar 1750,8 kkal dan terendah pada minggu yaitu 1376 kkal.
Makanan yang disajiakan adalah proses akhir dari terapi gizi medik yang
diharapkan sesuai dengan preskripsi diet yang diminta oleh dokter spesialis gizi
klinik terutama didalam jumlah zat gizi yang ada pada makanan yang disajikan
kepada pasien.
19
2.2 Jenis Penyakit
Jenis penyakit adalah macam-macam jenis penyakit berupa penyakit tidak
menular dan penyakit menular. Yang termasuk di dalam penyakit tidak menular
seperti : penyakit degeneratif yaitu diabetes mellitus, jantung, stroke, dan lainnya
sedangkan yang termasuk penyakit menular diantaranya AIDS, influenza, demam
berdarah, herpes, dan lainnya. Pasien yang dirawat inap di rumah sakit sebagian
besar memiliki jenis penyakit yang tidak menular.
Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito berdasarkan
data sekunder tahun 2009-2010 ternyata jumlah pasien rawat inap khususnya
untuk pasien DM dan hipertensi yang mempunyai prevalensi tinggi sebesar 68%
dan 72%, yang memerlukan upaya khusus oleh rumah sakit untuk masa
penyembuhan pasien rawat inap DM dan hipertensi dengan pemberian obat dan
diet yang diberikan oleh rumah sakit (Handayani, 2010).
2.3 Jenis Diet
2.3.1 Diet Khusus
Diet khusus adalah pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan
setiap hari oleh pasien untuk meningkatkan status nutrisi dan atau membantu
kesembuhan pasien (Hartono, 2000). Di rumah sakit terdapat pedoman diet
tersendiri yang akan memberikan rekomendasi yang lebih spesifik mengenai cara
makan yang bertujuan bukan hanya untuk meningkatkan atau mempertahankan
status nutrisi pasien tetapi juga mencegah permasalahan lain seperti diare akibat
inteloransi terhadap jenis makanan tertentu. Tujuan selanjutnya adalah untuk
20
meningkatkan atau mempertahankan daya tahan tubuh dalam menghadapi
penyakit khususnya infeksi, dan membantu kesembuhan pasien dari penyakit /
cideranya dengan memperbaiki jaringan yang aus atau rusak serta memulihkan
keadaan homeostasis yaitu keadaan seimbang dalam lingkungan internal tubuh
yang normal atau sehat (Hartono, 2000).
2.3.2 Diet Biasa
Diet biasa yang biasanya dikenal juga dengan diet umum adalah pemberian
makanan yang bernutrisi berdasarkan kosistensi makanan yang diberikan. Pada
diet biasa akan diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan diet khusus untuk
membantu penyembuhan penyakit. Kosistensi makanan merupakan bentuk
ataupun tekstur dari makanan meliputi padat, lunak, dan cair. Di dalam pemberian
diet biasa dilihat dari kemampuan menelan pasien, sehinnga dengan pemberian
diet khusus ini diharapkan pasien masih bisa makan dengan menyesuaikan pada
kosistensi makanan yang akan diberikan (Irianton, 2013).
2.4 Tahapan Terapi Gizi Medik
Tahapan terapi gizi edik ada 4 yaitu :
1) Tahap 1 adalah tahap preskripsi diet sampai kitir makanan
Pada tahap 1 ini peran dokter spesialis gizi klinik untuk menentukan diet
yang diberikan kepada pasien melalui preskripsi diet, yang kemudian akan
diterjemahkan preskripsi diet itu oleh ahli gizi ruangan ke dalam kitir
makanan.
21
2) Tahap 2 adalah tahap kitir makanan sampai pemorsian makanan
Tahap 2 ini dilakukan setelah kitir makanan diterjemahkan oleh ahli gizi
ruangan yang selanjutnya diterjemahkan lagi oleh ahli gizi di dapur
Instalasi Gizi ke dalam Ukuran Rumah Tangga ((URT) dalam proses
pemorsian makanan sesuai pedoman standar yang ada.
3) Tahap 3 adalah tahap pemorsian makanan sampai makanan disajikan
Tahap 3 ini merupakan tahap dari menterjemahkan makanan dalam
pemorsian makanan sampai makanan disajikan ke pasien dengan batuan
jasa pramusaji.
4) Tahap 4 adalah tahap preskripsi diet smpai makanan disajikan
Pada tahap 4 ini merupakan tahap akhir yaitu mengevaluasi dari tahap
awal sampai akhir (keseluruhan) dari proses pemberian makanan kepada
pasien rawat inap dengan terapi gizi medik.
2.5 Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS)
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003). Pelayanan gizi rumah sakit
merupakan salah satu pelayanan penunjang medik dalam pelayanan kesehatan
paripurna rumah sakit yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya, mempunyai
peranan penting dalam mempercepat pencapaian tingkat kesehatan baik bersifat
22
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Kegiatan pokok pelayanan gizi
di rumah sakit meliputi : pengadaan dan pengolahan/produksi makanan,
pelayanan gizi diruang rawat inap, konsultasi dan penyuluhan gizi serta penelitian
dan pengembangan bidang terapan (Depkes, 2002).
Kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu
kegiatan yang dimulai dari upaya perencanaan penyusunan diit pasien hingga
pelaksanaan evaluasi di ruang perawatan. Tujuan kegiatan pelayanan gizi tersebut
adalah untuk memberi terapi diit yang sesuai dengan perubahan sikap pasien.
Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilakukan apabila pasien tersebut masih
ataupun sedang memerlukan terapi diit tertentu. Pelayanan gizi penderita rawat
jalan juga dilakukan melalui penyuluhan gizi di poliklinik gizi. Sasaran
penyelenggaraan makanan dirumah sakit adalah pasien. Sesuai dengan kondisi
Rumah Sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien
rawat jalan atau keluarga pasien). Pemberian makanan yang memenuhi gizi
seimbang serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk mempercepat
penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap (Depkes, 2006). Kegiatan
pelayanan gizi rumah sakit meliputi :
1. Penyelenggaraan Makanan
Proses kegiatan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan menu
sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien, dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit yang tepat.
2.
Pelayanan gizi di ruang rawat inap
23
Serangkaian proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi
diit pasien di ruang rawat. Pelaksanaan kegiatan pelayanan gizi di ruang
rawat meliputi: membaca catatan medik pasien dan menganamnesa
makanan, merancang diit, penyuluhan konsultasi gizi, pemesanan makanan
ke dapur utama, monitoring dan evaluasi diit, pengiriman daftar permintaan
makanan dari ruangan, melakukan pengawasan, pencatatan dan pelaporan ke
unit terkait.
3.
Penyuluhan konsultasi dan rujukan gizi
Serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian sikap serta
perilaku positif pasien dan lingkungannya terhadap upaya peningkatan gizi
dan kesehatan.
4.
Penelitian dan Pengembangan Gizi
Kegiatan penelitian dan pengembangan adalah serangkaian kegiatan
instalasi gizi dalam upaya mendapatkan cara yang berdaya guna dan berhasil
guna dalam meningkatkan kualitas pelayanan gizi, dengan melibatkan dan
menggunakan dana dan sarana yang tersedia.
2.6 Pedoman Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS)
Dalam pemberian makanan ke pasien dengan terapi gizi medik perlu
adanya standar pemberian makanan yang sering dikenal dengan Pedoman
Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS). Di masing-masing rumah sakit
memiliki PPMRS yang berisikan standar pemberian menu diet standar maupun
24
diet khusus, serta standar porsi dengan tujuan menghasilkan makanan yang sama
siapapun pengolahnya (Moehyi, 2005). Standar porsi adalah rincian macam dan
jumlah bahan makanan dalam jumlah bersih setiap hidangan. Dalam
penyelenggaraan makanan orang banyak, diperlukan adanya standar porsi untuk
setiap hidangan, sehingga macam dan jumlah hidangan menjadi jelas. Porsi yang
standar harus ditentukan untuk semua jenis makanan dan penggunaan peralatan
seperti sendok sayur, centong, sendok pembagi harus distandarkan adalah untuk
menciptakan mutu atau kualitas makanan yang relatif sama cita rasanya.
2.7 Cara Menghitung Kandungan Zat Gizi Makanan
Cara menghitung kandungan zat gizi makanan menggunakan program
software dapat dibagi menjadi 2 yaitu : Nutriclin dan nutrisurvey yang memiliki
fungsi sama-sama untuk menghitung kandungan zat gizi dalam makanan. Dari
hasil perhitungan analisis bahan makanan program Nutriclin dan program
Nutrisurvey ditemukan perbedaan hasil perhitungan. Perbedaan hasil analisis
bahan makanan Nutriclin dan Nutrisurvey kemungkinan disebabkan oleh :
1. Perbedaan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang digunakan oleh
Nutriclin berbeda dari yang digunakan oleh Nutrsurvey.
2. Dengan adanya perbedaan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang
digunakan menyebabkan spesifikasi bahan makanan yang digunakan dari
kedua program ini tidak sama persis sehingga kandungan zat gizi dari bahan
makanan yang digunakan oleh masing-masing program agak berbeda.
25
3.
Tidak semua jenis bahan makanan yang ada di Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) Nutrisurvey ada di Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM) Nutriclin.
4.
Karena adanya perbedaan jumlah kandungan zat gizi antara nutrisurvey dan
nutriclin pada satu jenis bahan makanan yang disebabkan oleh penggunaan
dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berbeda.
5.
Perbedaan satuan zat gizi antara nutrisurvey dan nutriclin
6.
Analisis zat gizi bahan makanan dari Nutriclin belum selengkap analisis zat
gizi bahan makanan dari Nutrisurvey.
Nutrisurvey adalah sebuah software yang dibuat oleh Jurgen Erhadt dan Reiner
Gross. Software yang peruntukannya for non commercial use only ini berguna
untuk menganalisis zat gizi makanan dari menu atau survei konsumsi. Nutrisurvey
dikembangkan tahun 2005 dan versi terbaru keluar tahun 2007 dan kedua versi
tersebut berbahasa Inggris. Translasi Nutrisurvey dalam bahasa Indonesia
dikembangkan oleh Usman Sikumbang dari Poltekkes Padang berdasarkan versi
2005.
2.8 Pengaruh Pengolahan Makanan Terhadap Nilai Gizi Pada Makanan
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan makanan
perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan makanan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan makanan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan mtersebut
kanan dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
26
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan,
kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan). Di satu sisi pengolahan dapat
menghasilkan produk makanan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman,
bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan
juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik
sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan
perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti
perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan
demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa-apa
yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal.
1. Efek Pengolahan terhadap Protein
Tujuan pengolahan pada rumah tangga adalah meningkatkan daya cerna
dan kenampakan, dan memperoleh flavor. Sedangkan proses yang penting dalam
pengolahan adalah
perebusan, pengukusan, pengovenan, penggorengan,
pembakaran, pengalengan dan dehidrasi. Di dalam bahan pangan zat gizi makro
tidak
berdiri
sendiri,
melainkan
saling
berdampingan,
sehingga
efek
pengolahanpun terjadi juga karena efek yang bersamaan dengan senyawa tersebut.
Beberapa proses pemanasan seperti penggorengan, oven, perebusan dilaporkan
memberi efek yang merugikan terhadap nilai gizi seperti pada cerealia, minyak
biji kapas.
2.
Efek Pengolahan terhadap Karbohidrat
Pemasakan karbohidrat diperlukan unutk mendapatkan daya cerna pati
yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga
27
membantu pelunakan dinding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya
cerna protein. Dalam bahan makanan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak
sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan
lemak. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong,
ubi jalar, gula pasir, dan lainnya. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan
yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan
non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika
dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan.
Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan
karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar
serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan
beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang
sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam menurunkan kadar serat.
Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena
banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.
3. Efek Pengolahan Terhadap Lemak
Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga sedikit sekali
berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam waktu lama
seperti penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial akan rusak
dan terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang dipanaskan
berulangkali dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan. Dengan
proses pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa
lebih baik serta daya cerna meningkat. Salah satu komponen gizi yang
xvi
xiv
xii
xv
vi
iv
ii
1
28
dipengaruhi oleh proses pemanasan adalah lemak. Akibat pemanasan daging
maka lemak dalam daging akan mencair yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan flavor. Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi
perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng,
maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu
normal (168-196
o
C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng
berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya
akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan (Moehyi, 2005).
Download