BAB II I KA AJIAN PU USTAKA 2.1 Tin njauan Um mum Benih Ikan Gura ame (Osphrronemus gooramy Lac.)) Klasifikasi ik kan guramee berdasarkaan Integratted Taxonom mic Inform mation System (20012) adalah h sebagai beerikut: Filum Kelas Ordo Sub ordo Famili Genus Species : Chorrdata : Actinopterygii : Percciformes : Anab bantoidei : Osph hronemidaee : Osph hronemus : Osph hronemus ggoramy Lac. Gambaar 1. Benih Ikan Guram me (Osphronemus goraamy Lac.) (sum mber : Doku umentasi Prribadi ) Meenurut Jan ngkaru (20004), guram me mempu unyai bentuuk badan agak panjang, pipih p dan tertutup t sisiik yang berrukuran besar serta teerlihat kasaar dan kuat. Pungggungnya tinggi dan m mempunyai sirip perut dengan jarri pertama sudah s berubah menjadi m alatt peraba. G Gurame janttan yang su udah tua m memiliki ton njolan seperti cuula. Mulutny ya kecil denngan bibir bawah men nonjol sedikkit dibandin ngkan bibir atas sedangkan pada p jantann bibir bawaah relatif teb bal. Baadan guramee muda padda umumny ya berwarnaa biru kehitaaman dan bagian b perut berw warna putih h atau kekuuningan. Waarna tersebu ut akan berrubah menjelang dewasa, yakni y pada bagian b pungggung berw warna kecoklatan dan paada bagian perut berwarna keperakan atau kekunningan. Pad da gurame muda terda dapat garis tegak 8 9 berwarna hitam berjumlah 7–9 buah, dan garis itu akan menghilang setelah dewasa (Jangkaru 2004). Gurame umumnya hidup dan banyak dipelihara di perairan air tawar. Namun ada juga gurame yang ditemukan hidup di perairan payau. ketinggian lokasi yang cocok untuk budidaya gurame adalah 0-800 m dpl dengan suhu 2428°C. Gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal. Pada dasarnya, gurame sangat menyukai perairan yang jernih, bening, dan tidak banyak mengandung lumpur. Selain itu, mengingat sifatnya yang suka bergerak secara vertikal (naik turun), Gurame memerlukan perairan yang airnya relatif lebih dalam (Jangkaru 2004). Sampai umur sekitar 40 hari merupakan ikan karnivor yang kemudian berubah menjadi ikan herbivor (SNI 2000). Produksi benih ikan gurame kelas benih sebar ukuran larva, PI, PII, PIII, P IV dan PV adalah suatu rangkaian kegiatan pra produksi, proses produksi dan pemanenan untuk menghasilkan benih ikan gurami kelas benih sebar sesuai dengan standar yang sudah ditentukan (SNI 01-6485.2-2000). Kebutuhan protein ikan gurame pada setiap fase pendederan berbeda, pada fase pendederan pertama yaitu dari ukuran larva sampai ukuran 1-2 cm dan fase pendederan kedua yaitu ukuran larva sampai 2-4 cm membutuhkan kadar protein sebanyak 38%, fase selanjutnya ketiga ukuran 2-4 cm sampai 4-6 cm dan fase keempat ukuran 4-6 cm sampai 6-8 cm membutuhkan protein sebanyak 32%, dan pada fase kelima ukuran 6-8 cm sampai 8-11 cm serta pada fase pembesaran ukuran >15 cm membutuhkan kadar protein kurang lebih 28 % ( SNI 7473:2009 ). Jenis ikan gurame bermacam-macam, diantaranya adalah gurame jenis Soang, ikan gurame ini memiliki kelebihan yaitu pada pertumbuhannya yang lumayan cepat menurut seorang petani ikan gurame di Singaparna Tasikmalaya, dengan bukti dalam kurun waktu 9 bulan ukuran ikan gurame ini sudah mampu mencapai bobot tubuh 500gr/ekornya bahkan lebih sehingga bisa langsung dipasarkan. 10 2.2 Lim mbah Kuliit Ubi Kayu u Sebagai Sumber S Pak kan Ikan Gaambar 2. Ku ulit ubi kayu (S umber: bisn nisukm.com m) 06): Ubi Kayu di klasifikaasikan menuurut Gushairiyanto (200 Kingdom Divisio Claassis Suub Classis Orrdo Faamilia Geenus Sppecies : Plantae : Magnolioophyta : Magnolioopsida : Rosidae : Euphorbbiales : Euphorbbiaceae : Manihot : Manihott esculenta Di Indonesiaa singkongg atau ub bi kayu (M Manihot essculenta Crant) C mempunyyai arti ekon nomi terpennting diband dingkan jen nis umbi-um mbian yang g lain. Ubi kayu berbentuk seperti sil inder yang ujungnya mengecil ddengan diam meter rata-rata sekitar 2-5 5 cm dan panjang seekitar 20-30 cm. ubii kayu biasanya m bentuk m masih berku ulit. Ubi meempunyai kkulit yang terdiri t diperdaganngkan dalam dari 2 lappis yaitu ku ulit luar daan kulit dallam. Dagin ng ubi berw warna putih h atau kuning. Di D bagian teengah daginng ubi terdaapat suatu jaringan j yan ang tersusun n dari serat. Antaara kulit dallam dan dagging ubi terrdapat lapisaan cambium m (Muchtad di dan Sugiyono 1992). Ubbi kayu seg gar banyak mengandun ng air dan pati. Kompposisi kimiia ubi kayu selenngkapnya daalam dilihatt pada Tabeel dibawah ini. i 11 Tabel 1. Komposisi kimia Ubi Kayu per 100 gram bahan Komponen Ubi kayu putih Energi (kal) 146.00 Protein (g) 1.20 Lemak (g) 0.30 KH (g) 34.70 Ca (mg) 33.00 Phosphor (mg) 40.00 Besi (mg) 0.70 Vit.A (SI) 0.00 Vit.B1 (mg) 0.06 Vit.C (mg) 30.00 Air (g) 62.50 Bagian yang dapat dimakan 75.00 Sumber: Direktorat Gizi, Dep.Kes. R.I. (1972) dalam Muchtadi dan Sugiyono (1992) Ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat (sekitar 88,74% hingga 90,81%), namun sangat miskin protein (sekitar 1,90% hingga 2,03%). Kandungan protein yang rendah juga ditemukan pada bagian kulit ubi kayu. Sumber protein yang bagus terdapat pada daun ubi kayu (sekitar 19,32% hingga 26,87%) karena mengandung asam amino metionin (Montaldo 1977 dan Sinamora dkk. 1982 dalam Gushairiyanto 2004). Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Kulit Ubi kayu No Parameter Kulit ubi kayu segar 1. Air (%) 62,30 2. Abu (%) 4,95 3. Protein kasar (%) 3,08 4. Serat kasar (%) 9,45 5. Lemak Kasar (%) 1,12 6. EB (kkal) 3312 7. ADF (%) 11,23 8. NDF (%) 15,4 9. Lignin (%) 4,18 10. Selulosa (%) 4,17 11 Hemiselulosa (%) 7,05 Sumber : (Andriani 2011, komunikasi pribadi) Tepung kulit ubi kayu 8,31 6,75 4,63 10,4 1,99 3510 12,48 15,97 5,44 3,49 7,04 12 Montgomery (1969) dalam Gushairiyanto (2004) menyatakan meskipun dalam jumlah sedikit, sebenarnya sianida terdapat pada semua jenis tanaman, dan sebagian besar berada dalam bentuk glukosa sianogenik (Cyanogenic glucosides). Umumnya, konsentrasi tinggi terdapat pada rumput-rumputan tertentu, biji-bijian, buah-buahan, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Ada tiga macam glukosida yang diidentifikasi dalam spesies tanaman, yaitu Dhurrin pada sorgum dan rumput lainnya; Amygdallin pada biji buah-buahan; dan Linamarin pada ketela pohon, dan kacang-kacangan. Khusus pada ubi kayu, selain Linamarin (93%) ditemukan juga glukosida berupa Lotaustralin (7%) (Nartey 1973 dalam Gushairiyanto 2004). Sianida tersebar dalam semua jaringan tanaman ubi kayu dengan kadar berbeda-beda. Kadar sianida kulit ubi kayu 5-10 kali lebih besar dari kadar sianida pada ubi lainnya, yaitu 911,63 mg kg-1 bobot segar kulit ubi kayu dan 139 mg kg-1 bobot segar ubi kayu. Pada penelitian Andriani (2009) kulit ubi kayu segar mempunyai kadar asam sianida sebesar 911,63 mg kg-1 sedangkan setelah menjadi tepung terjadi penurunan menjadi 265,142 mg kg-1. Tingkat keracunan yang diakibatkan biomass ubi kayu pada ternak tergantung pada jumlah tanaman yang dimakan, pakan yang dimakan sebelumnya, tingkat keasaman (pH) lambung, dan konsentrasi sianida yang ada dalam tanaman (Mahendranathan 1971 dalam Gushairiyanto 2004). Keracunan pada ternak, ditandai dengan kembung, sesak nafas, dan pingsan (Montgomery 1969 dalam Gushairiyanto 2004). Atas dasar bahaya keracunan dari sianida tersebut, Pemerintah RI (Departemen Perindustrian) telah menetapkan kadar sianida maksimum sebesar 50 mg kg-1 bahan. Diperkirakan dosis letal minimum dari sianida peroral adalah 0,5 sampai 3,5 mg kg-1 bobot tubuh. Dosis yang lebih besar akan menyebabkan kematian dalam beberapa menit (Montgomery 1969 dalam Gushairianto 2004). Pada sebagian besar spesies hewan, dosis letal minimum untuk sianida yang diberikan secara oral berkisar antara 2,0 sampai 2,3 mg kg-1 bobot tubuh (Clarke dan Clarke 1975). 13 Ikan adalah organisme paling sensitif terhadap pemaparan sianida. Penelitian Eisler (1991) menunjukkan pemaparan sianida pada konsentrasi 20 μg L-1 telah mengakibatkan efek letal pada ikan. 2.3 Fermentasi Substrat Padat Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan tersebut (Buckle dkk. 1987). Proses fermentasi merupakan proses biokimia yang secara aktif dilakukan oleh kelompok mikroorganisme. Pada proses fermentasi akan terjadi perombakan yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terlibat di dalamnya. Menurut Buckle dkk. (1987) proses fermentasi dapat meningkatkan gizi pada pakan. Fermentasi merupakan reaksi reduksi oksidasi dalam sintesa biologi, yang menghasilkan energi. Bahan baku yang paling banyak digunakan diantara mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida,dan sejumlah besar energi yang digunakan untuk pertumbuhan (Buckle dkk. 1987). Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses fermentasi adalah mikroba rumen, yang terdapat dalam saluran pencernaan hewan ruminansia. Rumen merupakan bagian dari perut hewan ruminansia (sapi). Rumen adalah suatu ekosistem kompleks yang dihuni oleh beraneka ragam mikroba anaerob (Riyanti 2000). Mikroba tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan fungi yang memegang peranan penting dalam pencernaan pakan. Bakteri merupakan penghuni rumen terbesar yaitu 105-106 ml-1 cairan rumen (ogimoto dan Imai 1981). Proses fermentasi kulit ubi kayu termasuk jenis fermentasi dengan substrat padat biasanya disebut Solid State Fermentation ( SSF). SSF adalah pertumbuhan mikroba pada partikel padat yang mana rongga antar partikel mengandung fase gas dan sedikit mengandung air. Meskipun tetesan air mungkin kelihatan antar partikel, dan mungkin cuma lapisan tipis pada permukaan partikel. Kebanyakan dari proses SSF adalah golongan jamur, meskipun beberapa golongan bakteri dan 14 beberapa golongan ragi. SSF biasanya menggunakan inokulum tradisional, dan proses SSF merupakan fermentasi aerob. Substrat dari SSF menggunakan produk atau by product dari perkebunan, pertanian, hutan atau makanan. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi dengan menggunakan medium yang tidak larut, tidak cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Kandungan air untuk bahan lignoselulosa berkisar 30-80% dan untuk produksi enzim biasanya 60% tergantung pada jenis substrat (Frost 1987). Penggunaan medium padat dalam proses fermenetasi memiliki beberapa keuntungan antara lain, peralatan lebih sederhana, tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit, kebutuhan pengawasan atau kontrol minimum, tidak memerlukan tambahan lain kecuali air, persiapan inokulum lebih sederhana, kontrol terhadap kontaminan lebih mudah, kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah, tidak diperlukan kontrol pH maupun suhu yang teliti seperti yang dilakukan pada fermentasi medium cair, dan aerasi dihasilkan dengan mudah karena terdapat ruang udara di antara tiap partikel substrat, produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Darma dkk. 1995). 2.4 Pertumbuhan dan Kebutuhan Nutrien Ikan Gurame Menurut Effendie (1997) pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan berat atau panjang dalam waktu tertentu dan merupakan suatu proses biologis yang kompleks yang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan, sedangkan faktor eksternal antara lain meliputi suhu, kualitas dan kuatitas pakan dan ruang gerak (Zonneveld dkk. 1991). Ikan membutuhkan materi dan energi untuk pertumbuhan yang diperoleh dari pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi untuk tumbuh adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh, penambahan protein tubuh untuk pertumbuhan, dan 15 sebagai sumber energi. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein. Kualitas protein bergantung pada kecernaan dan nilai biologis yang dilihat dari jumlah dan kualitas asam-asam aminonya. Fungsi protein sebagai sumber energi dapat digantikan oleh nutrien penghasil energi lain yaitu karbohidrat dan lemak. Peningkatan ketersedian karbohidrat dan lemak dapat menurunkan oksidasi protein untuk menghasilkan energi sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan. Benih ikan gurame memerlukan pakan berkadar protein tinggi yang besarnya 40% - 43% (Handayani 2006). Lemak merupakan sumber energi yang sangat efektif untuk ikan. Lemak juga mempunyai beberapa peran penting lainnya yaitu sebagai media transpor senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, sebagai bagian dari struktur membran sel dan sebagai prekursor senyawa-senyawa penting, misalnya hormon dan pigmen (Steffens 1989 dalam Handayani 2006). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah untuk ikan, tetapi kemampuan untuk memanfaatkan karbohidrat bervariasi antar spesies ikan. Pemanfaatan karbohidrat pakan oleh ikan dikaitkan dengan sistem pencernaan dan metaboliknya, yang tergantung pada kadar dan kompleksitas karbohidrat (Lee dan Lee 2004 dalam Handayani 2006). Karbohidrat berperan dalam pembentukan rangka karbon asam-asam lemak non esensial dan juga sintesis lemak. Selain itu, karbohidrat juga penting pada pembentukan oksaloasetat dan NADPH2. Fungsi ini hanya dapat digantikan oleh protein dan tidak dapat digantikan oleh lemak (Steffens 1989 dalam Handayani 2006). Pada penelitian Wiramiharja (1997) diperoleh kandungan karbohidrat terbaik dalam pakan buatan adalah sebesar 22,63 %. Efisiensi pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan bergantung pada beberapa faktor penting. Komposisi pakan sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan merupakan faktor yang paling penting. Pakan yang kekurangan nutrien-nutrien esensial untuk tumbuh seperti asam-asam amino esensial, asam lemak, vitamin, dan mineral akan menyebabkan penurunan efesiensi pemanfaatan 16 pakan (Hepher 1990 dalam Handayani 2006). Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan efisiesi pemanfaatan pakan maka dalam penyusunan pakan perlu mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dari spesies ikan yang akan dipelihara, diantaranya adalah kebutuhan energi, protein, kabohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Ikan memenuhi sebagian besar kebutuhan energinya dari protein pakan. Dengan demikian, rasio energi/protein (rasio E/P) sangat berpengaruh pada efisiensi pemanfaatan protein dan energi (Kim dan Kaushik 1994 dalam Handayani 2006). Rasio energi/protein yang tepat dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang kandungan energinya kurang akan menyebabkan ikan menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi, sehingga bagian protein yang digunakan untuk pertumbuhan menjadi berkurang. Sebaliknya, kandungan energi pakan yang terlalu tinggi akan membatasi konsumsi pakan sehingga akan membatasi jumlah nutrien lain termasuk protein yang dimakan ikan (Handayani 2006). 2.5 Konversi Pemberian Pakan Pakan ikan harus mengandung, protein, lemak, dan karbohidrat karena kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh besarnya sumber nutrisi dalam pakan. Kandungan nutrisi tersebut akan menghasilkan energi. Pemanfaatan energi pada ikan pun berbeda-beda. Pada ikan kecil relatif membutuhkan sumber nutrisi relatif besar dibandingkan dengan ikan berukuran besar dan sudah tua (Djarijah 1995). Jenis nutrisi dan jumlah dari tiap komponen nutrisi dalam ikan merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya konversi pemberian pakan. Hal ini dapat dihubungkan dengan kualitas suatu pakan, selain laju sintasan adalah konversi pemberian pakan. Secara garis besarnya, konversi pemberian pakan dapat dikatakan sebagai jumlah pakan yang diberikan dengan pertambahan bobot tubuh yang dihasilkan. Semakin kecil perbandingan tersebut maka semakin baik nilai konversi pemberian pakan karena semakin sedikit jumlah pakan yang diberikan untuk menghasilkan pertambahan bobot tubuh (Djarijah 1995).