II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Biologi Ikan Baung (Mystus itetnurus CV) Saanin (1968), mengklasifikasikan ilcan baung kedalam Filum Chordata, Kelas Pisces, Sub kelas Teloestei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siluridea, Famili Bagridae dan Genus Macrones, Spesies Macrones nemurus. Sedangkan menurut Imaki, Kawamoto dan Suzuki (1978) ikan ini dimasukkan kedalam Genus Mystus dengan Spesies Mystus nemurus, Djuhanda (1981), menerangkan ciri-ciri ikau baung adalah mempunyai einpat sungut peraba, sepasang diantaranya panjang sekali yang terietak disudut rahang atas mencapai sirip dubur, sirip punggung inempunyai dua buah jari-jari keras satu diantaranya keras dan runcing menjadi pah'l. Kepala besar dengan warna tubuh abuabu kehitaman, punggung lebih gelap ser*a perut lebih cerah. Panjang tubuhnya bisa mencapai 50 cm. Benhard dalam Solih (1987), menyatakan bahwa ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum petang liari. Setelah hari gelap ikan baurig akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa tetapi berada disekitar sai'angnya dan segera akan masuk kesarang bila ada gangguan sedikit saja. Ikan baung hidup diair tawar terutama daerah banjir (Djajadireja, 1997), ikan ini hidup disungai-sungai yang bercadas aron (cadas yang tidak keras dan rapuh, berwarna putili, kuning atau kelabu, kehitaman). Pada kolam yang dasarnya pasir dan bebatuan juga tumbuh baik, apalagi bila aimya cukup mengandung bahan organik yang dapat dimanfaatkan ikan sebagai pakan alami. 2.2. Benih Benih adalah suatu istilah yang digunakan bagi anak-anak ikan yang baru menetas hingga dapat ditebarkan ke kolam-kolam atau keraraba jaring apung untuk dibesarkan. Bagi benih ikan dikenal lagi beberapa istilall berdasarkan tingkatan atau fase hidup ikan seperti larva (prolarva dan postlarva). Larva adalali suatu tingkatan fase hidup ikan setelah tase embrio yaitu periode dari telur menetas sampai metainorfose. Selama tase ini terjadi proses diferensiasi menuju bentuk ikan dewasa, misalnya perkembangan jari-jari sirip menjadi lengkap, rangka, sisik dan pigmen tubuh menutupi badan serta pigmentasi darah (Blaxter, 1996). Proses perkembangan benili bervariasi pada setiap jenis, tergantung pada faktor eksternal seperti suhu dan faktor internal misalnya ukuran kuning telur. Waktu yang dibutuhkan dari penetasan sampai mulut terbuka, mulai makan serta ukuran bukaan niulut dan panjang tubuli. (Blaxter, 1990) Madsuly (1977), meriyatal<an aktivitas makan benih berkembang seiring dengan perkembangan morfologi dan fisiologi tubuh. Agar benih dapat memanfaatkan pakan untuk hidupnya, maka ada tiga iaktor yang berpengaruh yaitu 1) Cara makan, 2) Ukuran mulut, dan 3) Ukuran partikel-partikel makanan yang tersedia. Ukuran mulut penting dipertimbangkan, karena sangat erat kaitannya dengan ukuran pakan yang dapat dikonsumsi. Pembesaran benih ikan pada prinsipnya adalah inencontoh kebiasaan makan dan pakan di alam. Didalam unit pembenihan, jasad pakan harus dipasok secara kontinyu. Kesulitan dalam niemasok jasad pakan secara kontinyu dan dalam jiimlah yang besar, mendorong manusia meuciptakan pakan buatan untuk benih (Sutisna 1995). 2.3. Air Rawa Rawa merupakan kawasan lahan rendah yang senantiasa memiliki kepekaan tergenang air pada kunm waktu tertentu maupun sepanjang tahun. Sumber air rawa meliputi air hujan, air luapan akibat ratnbatan air pasang laut dan air luapan banjir dibagian hulu. Berdasarkan sumber aimya, air rawa dibedakan menjadi pasang surat dan iron pasang surut. (Djangkaru, 2004) Kusnaedi (1995), menyatakan bahwa air rawa merupakan air permukaan dari tanah bergambut dengan cm mencolok karena warnaaya merah kecoklatan, mengandmig zat organik linggi, rasanya masjirn, pH 2-5, dan tingkat kesadahannya rendah. Air dilahan rawa berasal dari siingai dan limpahan air hujan yang terakumulasi, dilahan rawa lebak, air berasal dari akumulasi air hujan yang tidak terdrainase dan limpahan air sungai disekitaniya yang meluap dimusim hujan. Najiyati, Muslihat L, Suryadiputra, (2005). Rawa itu bempa dataran rendah yang selalu tergenang air, baik yang bersifat sementara maupun sepanjang waktu. Genangan ini disebabkan oleh kondisi pembuangan (drainase) yang buntk. Rawa bisa juga merupakan suatu cekungan yang menampung luapan air dan sekkamya. Dengan kondisi genangan ini komposisi tanahnya akan beriapis yang dasamya bahan organik bercampur dengan endapan. (Hartono, et at 2006) 2.4. Effectivitas microorganisme (El Teknologi fennentasi EMj dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus Okinaw Jepang pada tahun 1980. Teknologi fermentasi (penguraian) bahan organik yang menggunakan raikroorganisme efektif, pada suhu 40-50 °C, dan kadar air 30%, fermentasi berlangsung anaerob (Higa, 1995), EMf merupakan suatu cairan berwarna kuning kecoklatan yang berbau sedap dengan rasa asani manis. Tingkat keasaman pH pada EMLj adalah 3-4, dan jika sudah berfoau busuk atan tidak sedap dan bila pH nya sudah lebih dari 4 berarti sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Teknologi (EJVLt) Effective microorganisme adalali teknologi fennentasi yang terdiri dari bahari organik gula, alkoliol, protein, karboliidrat dan vitamin sehingga microorganisme dapat berkembangbiak. Fermentasi berlangsung dengan baik pada suhu 40-45°C dan kadar air 30%. Fennentasi berlangsung 3-4 hari (PT. Songgolangit Persada, 1995). Manfaat dari organisme fermentasi adalah 1) Bakteri fotosintetik adalah microorganisme yang maudiri dan swadaya, bakteri ini membentuk zat-zat yang bermanfaat bagi tutnbuhan, bahan organik dan gas-gas yang bermanfaat dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi, 2) Balcteri asam laktat merupakan suatu zat yang dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer). Oleh sebab itu dapat menekan perkembangari organisme yang merugikan dan mempercepat perombakan bahan-bahan organik, 3) Ragi merabentuk zat-zat anti bakteri dan bermanfaat bagi perturnbulian dari asam-asain aniino dan gula yang dikeluarkan bakteri fotosintenk dan bahan organik, 4) Actinomycetes yang mengliasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosiatetik dati bahan organik. Zat anti mikroba ini akan menekan pertumbuhan bakteri jamur yang merugikan, 5) .Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk mengliasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba (Departernen Pertanian Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian(1996). EH) dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sarnpah organik dan kotonoi hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indonesian Kyusei Nature Fanning Societies, 1995) EM.| menunit Higa dan Wididana (1991) dapat meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme dalam tanah, mempercepat dekomposisi limbah dan sampan organik, meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang menguntungkan (misainya mikoriza, rhizobium, bakteri pelarut posfat) dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit. Menurut Sanchez. (1976) dalam Hakim dkk, 1986), bahwa bila bahan organik ditambahkan kedalam tana.li, maka akan di dekomposislkan oleh jasad renik dari yang komplek menjadi yang sederhana, secara reaksi dapat digambarkan sebagai berikut: 10 Bahan organik + Unsur hara + Energi t Dekomposisi mikroba Dari hasil dekomposisi tersebut diatas akan dihasilkan unsur-unsur hara seperti N, P, K serta beberapa unsur mikro yang bermanfoat bagi pertumbuhan dan perkenibangan tanarnan. Menurut Pasaribu (1995) ineriyatakan EMi dapat meningkatkan manfoat bahan organik sebagai pupuk dan menekan pertumbuhan hama dan penyakit didalam tanah, cara kerja EM* telah dipublikasikan secara ilmiah yang menunjukkan bahwa EMj dapat menekan pertumbuhan patogen tanah, mempercepat dekomposisi limbah, dan seuyawa organik pada tanah, meningkatkan mikroorganisme yang mengunttingkan misalnya mychoriza, rhyxobium, bakteri pelanit fospat, memfiksasi nitrogen, serta mengurangi kebutuhan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Apabila mikroba yang dikandung dalam EM* terdapat jumlah banyak, dapat menhigkatkan pertumbuhan tanaman, hasil dan latalitasnya. 2.5. Pakan Bokashi Pakan yang baik dibeiikan pada ikan peliharaan haruslah mempunyai kualitas yang baik, sehingga dapat menghasilkan pertumbulian ikan yang maksimal. Unruk mengetahui kualitas pakan secara kimia dapat dilakukan dengan cara mengukur nutrien yang terdiri dari kadar air, protein, lemak, serat kasar dan abu (Zonneveld et al, 1991). Menurat PT. Songgolangit Persada, 1995), bahwa kondisi lingkungan yang mendukung fermentasi adalah pH rendall 3-4, dan kandungan gula yang tinggi, kadar air antara 30-40%, serta adanya mikroorganisme fennentasi. Bokasbi mengandiing hasil fennentasi balian organik berupa gula, alkohol, asani amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya yang benr.anfaat untuk perkembangan dan perbanyakan mikroorganisme fennentasi dan sintetik. Bokashi juga mengandung mikroorgauisne yang menguntungkan (ElVl*) yang telali hidup dan berkembang didalarn balian organik (PI1. Songgolangit Persada, 1995). Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi pada pukul 08:00 WIB, siang 12:30 W1B, dan sore 17:00 WIB, sebanyak 5% dari bobot ikan perhari. Pemberian pakan dengan cara ditebar ke permukaan (Tang, 2003). Balian organik yang dapat difemicntasi bennacam-macajn antara lain jeraini, kotoran tcmak, sekam, dedak. daun-dauiian, lirnbah nitnah tangga, inukanan, limball kota, limbali pasar serta limball pertanian yang tersedia dan mudali didapat dengan biaya yang murah (Indonesia Kyusei Nature Farming Societies, 1995). Menurut Hasibuan (2000), bokaslii dapat pula digunakan untuk pakan ikan disebut pakan bokashi. Bahaii yang digunakan untuk pakan bokashi dapat diramu dari berbagai jenis antara lain kotoran temak (ayam, puyuh, sapi, kambing), tepung ikan dan dedak halus serta ampas tahu. Pakan bokashi ini mempunyai kualitas yang lebih baik, harga lebih murah karena bahannya merupakan limbah yang mudah didapat. 12 Dedak halus mengandung kadar karbohidrat dasar yang tinggi, yaitu 28,62% (Mudjiman, 2004). Pakan bokashi mengandung karbohidrat 14,86%, ini disebabkan bahan pakan yang dtgunakan berasal dari dedak halus. Setelah melalui proses fermentasi, bahan pakan yang mengandung karbohidrat ini akan inemberikan aroma yang sangat disukai apabila dijadikan pakan ikan. Adanya aroma pakan ikan ini, maka nafsu makan ikan akan tneningkat dan pertumbuhan akan lebih baik. (Feriyenni, 2002). 2.6. Pert u tribunal! Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik ukuran berat, panjang maupun volome dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan dapat dilihat dari dua sisi yaitu perfumbuhan mutlak (pertumbuhan berat atau panjang dan kelompok umur) dan pertumbuhan relatif atau spesifik (pertumbuhan berat atau panjang berbanding berat atau panjang awal) Huet, 1971. Selanjutnya Effendie (1979), menjelaskan baliwa pertumbuhan meliputi pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif. Pertumbuhan rmifjak yaitu pertumbuhan panjang dan bobot yang dicapai pada waktu tertentu diluibungkan dengan panjang atau bobot pada periode waktu tertentu. Breet dalam Raffles (1998), menyatakan pertumbuhan merupakan proses tingkah laku mengkonsumsi makanan. Jumlah makanan yang dikonsumsi dipeiigaruhi oleh spesies, umur, nilai gizi dan keadaan lingkungan serta ketersediaan makanan, sedangkan proses fisiologis mak^iudnya pemanfaatan makanan yang dicema dalam saluran pencernaan. 13 Mudjiman (2004), menyatakan makanan yang raengandung zat-zat gizi atau nutrisi akan dirnakan oleh ikan dan akan dicerna didalam tubuh menjadi sari rnakanan sehingga mudah diserap oleh kelenjar pencernaan. Untuk mempercepat pertmiibul'ian ikan, pengetahuan mengenai makanan ikan sangat diperlukan. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh dua faktor internal dan ekstemal. Faktor internal antara lain adalah genetik, ukuran teiur, kemampuan memanfaatkan raakanan, ketahanan terhadap lingkungan, parasit, tunur dan sex. Sedangkan faktor eksternal antara lain adalah ildim, musiin, silat fisika, dan kimia air, rnakanan yang tersedia, energi makanan yang dimakan dan kepada(an populasi (Huel, 1971). Sesuai dengan pcnelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putri (1999), babwa penggunaan bokaslii dedak halus 50% dan tepung ikan 50%, yang diberikan pada benih ikan jambal siam, diperoleh hasil pertumbuhan yang terbaik yaitu 3,99 gram, dengan perhunbuhan 36 kali lipat dibandingkan dengan kontrol 0,14 gram (Pellet merkCP783 100%). Dan hasil penelitian Sinwanus (2006) diperoleh bahwa pemberian pakan bokaslii dedak halus 25% dan kotoran puyuh 75% pada benih ikan lele dumbo (Glorias gariepinus B), memberikan pertumbuhan yang terbaik 12,6 gram, pertumbuliannya 1,2 kali dibandingkan dengan kontrol 10,26 (Pellet 100%). Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan Marbun (2003), bahwa pemberian pakan bokashi dedak halus 25% dan kotoran ayam 75% terhadap benih ikan baung (Mystus nemurus CV) diperolell hasil pertumbuhan yang tertinggi sebesar 1,97 gram, sedangkan pada perlakuan (Pellet 100%) diperolell hasil 1,03 gram. 14 2.7. Kualkas Air Ait merupakan media bagi kehidupan ikan, dimana didalamnya terdapat balian kimia terlanrt maupun dalani bentuk partikel. Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya, jika kualitas air baik, maka produksi, pertumbuhan, dan kelulushidupan ikan akan baik pula. Bebcrapa sifat ilsika, kimia peniiran yang dapat mempengarulii ikan adalah oksigen terlarut, karbondioksida, kecerahan dan pH (Susanto, 1999). Higa (1995), menyatakan bahwa EM4 mampu mengurangi bahan-bahan yang tidak berguna (teses dan sisa makanan), menjadi senyawa anorganik yang justru sangat dibutuhkan oleh plankton sehingga perairan menjadi lebih subur dan meningkatkan kualitas air. Memirut Swingle (dalam Syofyani, 1990), menyatakan kandungan oksigen terlamt yang dibutuhkan oleh ikaii Catfish adalah tidak kurang dari 3 ppm, kandungan karbondioksida tidak lebih dan 10 ppm, dan pH 6-9. Kemudian menurut Asrnawi (1983), kadar ainoniak yang baik bagi kehidupan ikan adalah kurang dan I ppm, kondisi sului yang baik bagi ikan Catfish beikisar 26-32 °C. Suliu air yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan berkisar antara 20-30 °C, pH 6-9, oksigen terlarut (62) 5-6 ppm, karbondioksida (CO2) maksimal 15 ppm, amoniak (NHs) maksimal 0,016 ppm (Susanto, 1999). Swingle dalam Boyd (1988), menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut bisa diatasi dengan sistem aerasi buatan atau dengan menggunakan sistem pergerakan air. 15 Menunit Putri (1999) parameter kiialitas air pada benih ikan jambal siam yang diberi pakan bokashi dedak halus dan tepung ikan, kualitas airnya bagus dengan kandungan. oksigen 6,64-7,76 ppm, pH 7, kadar COj 7,2-7,3, amoniak (NH3) 0,000-0,003. Sedangkan pada perlakuan kontrol pellet CP 783 (Pellet 100%) dengan kandungan pH 5,5, kadar COa 8,2 dan ainoniak (NHj) 0,153 ppm. Berdasarkan penelitian Silvawaty (2000), bahwa benih ikan lele dumbo yang diberikan pakan. bokashi dedak halus dan kotoran ayam, kualitas aimya lebih baik dibandingkan dengan kualitas air ikan kontrol. Untuk perlakuan pada pakan bokashi Kandungan oksigen terlaruinya 6,8 ppm, suhu air 25-26 °C, pH 6,8-7,3 ppm, dan NHa 0,0002 ppm. Sedangkan pada ikan kontrol diperoleh kualitas air dengan kandungan oksigen terlann sebesar 6,2 ppm, suhu air 24-26 °C, pH 5,8-6,3, COj 7,8 danNH, 1,108 ppm