Pengaruh Virgin Coconut Oil

advertisement
Pengaruh Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap Kerusakan Sel Otak dan Profil Lipid pada
Aterosklerosis
Djanggan Sargowo*, Nur’aini Hasan**, Fathiyah Safithri**
ABSTRAK
Latar Belakang: Aterosklerosis merupakan faktor resiko kerusakan sel otak, yang ditandai
dengan penurunan HDL dan peningkatan rasio LDL/HDL dan TC/HDL sebagai parameter
aterosklerosis. Virgin Coconut Oil (VCO) mengandung Asam Laurat dan Asam Kapriat diduga
mampu memperbaiki kerusakan sel otak (pyramidal edema dan astrosit swelling) dan profil lipid
plasma dengan meningkatkan kadar HDL plasma melalui aktivasi jalur reverse cholesterol
transport.
Tujuan: Membuktikan bahwa VCO dapat memperbaiki sel pyramidal edema, astrosit swelling,
rasio LDL/HDL dan TC/HDL.
Metode: Eksperimen Laboratoris rancangan The Post Test Only Control Group Desain. Sampel
tikus putih strain wistar dibagi 5 kelompok. I: kontrol negatif, II: kontrol positif, dan tiga
kelompok lainnya diberikan VCO berbagai dosis: 0,225 ml/hari, 0,45 ml/hari, 0,9 ml/hari.
Analisis data menggunakan One Way Anova, Uji Tukey 1%, Uji Korelasi, dan Uji Regresi
Linier.
Hasil Penelitian dan Diskusi: Didapatkan peningkatan kadar HDL (r=0,936; R2=0,876),
penurunan kadar TC (r=-0,975; R2=0,951), TG (r=-0,950; R2=0,903), LDL (r=-0,970; R2=0,942),
rasio LDL/HDL (r=-0,924; R2=0,850) dan TC/HDL (r=-0,922; R2=0,922) dengan p<0,01.
Terdapat penurunan jumlah sel pyramidal edema (r=-0,955; R2=0,911) dan astrosit swelling (r=0,885; R2=0,784) dengan p<0,01.
Kesimpulan: Pemberian VCO dapat memperbaiki kerusakan sel otak dan profil lipid tikus putih
jantan aterosklerotik.
Kata Kunci: VCO, kerusakan sel otak, profil lipid, aterosklerosis.
*Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
**Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
Alamat korespondensi : [email protected]
The Influence of Virgin Coconut Oil (VCO) on Brain Cell Damage and Lipid Profile in
Atherosclerosis
Djanggan Sargowo, Nur’aini Hasan, Fathiyah Safithri
ABSTRACT
Background: Atherosclerosis is a risk factor of brain cell damage characterized by the decrease
of HDL and increase of LDL/HDL and TC/HDL ratio as the atherosclerotic parameter. Virgin
Coconut Oil contains Lauric and Capric Acis presumed to repair brain cell damage (pyramidal
edema and astrocyte swelling) and lipid profile through the activated the path of reverse
cholesterol transport to increasing level of HDL plasma.
Purpose: To prove that VCO repairs the pyramidal edema cells, astrocyte swelling, LDL/HDL,
and TC/HDL ratio.
Method: Laboratory Experiment with The Post Test Only Control Group Design. The samples,
strain wistar white rats, were divided into 5 groups. I: negative control, II: positive control, and
the three other groups were treated by VCO with various doses: 0,225 ml/days; 0,45 ml/days; 0,9
ml/days. The data were analyzed by One Way Anova, 1% Tukey Test, Correlation Test, and
Linear Regression Test.
Result and Discussion: There was a significant increase on HDL level (r=0,936; R2=0,876), a
significant decrease on TC level (r=-0,975; R2=0,951), TG (r=- 0,950; R2=0,903), LDL (r=0,970; R2=0,942), LDL/HDL ratio (r=-0,924; R2=0,850) and TC/HDL ratio (r=-0,922;
R2=0,922) with p<0,01. There was a significant decrease on number of pyramidal edema cell
(r=-0,955; R2=0,911) and astrocyte swelling (r=-0,885; R2=0,784) with p<0,01.
Conclusion: VCO repairs brain cell damage and lipid profile of atherosclerotic
male white rat.
Key words: VCO, Brain Cell Damage, Lipid Profile, Atherosclerosis.
Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan menyebabkan
kecacatan jangka panjang. Angka kejadian stroke mencapai 500.000 tiap tahun, dan 30%
diantaranya berakhir dengan meninggal dunia. Pada tahun 1998 di Amerika Serikat tercatat lebih
dari 1.000.000 pasien terdiagnosis stroke. Biaya total perawatan untuk stroke diperkirakan
mencapai lebih dari 45 milyar dollar setiap tahun. Data di Indonesia menunjukkan insidensi
234/100.000 penduduk (survey di Bogor oleh Misbach, 2001).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh suatu aterosklerosis, yakni sekelompok penyakit yang
ditandai dengan adanya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Penyakit ini mengenai arteri
sedang dan besar. Walaupun lesi aterosklerotik dapat ditemukan di sembarang tempat di
sepanjang pembuluh darah, lesi ini baru mempunyai makna klinis jika mengenai pembuluhpembuluh darah penting, diantaranya pembuluh darah jantung (Sidharta, 2003) dan otak (Japardi,
2002 dan Sidharta, 2003), sehingga jika proses tersebut terjadi pada pembuluh darah carotid
yang menuju ke otak, dapat mengakibatkan stroke yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak
(W.A. Price, 1998). Aterosklerosis pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan iskemik yang
berdampak pula pada edema atau pembengkakan sel-sel otak yakni pyramidal cell dan astrocite
cell dari korteks serebri, sebab korteks serebri merupakan daerah yang sangat rentang mengalami
iskemia (Shah S., 1999; Curvey, 2000).
Salah satu hipotesis terjadinya aterosklerosis yaitu adanya disfungsi endotel (Virchow,
1986). Penyebab disfungsi endotel antara lain : peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL);
radikal bebas yang disebabkan rokok; hipertensi dan diabetes mellitus; keturunan; peningkatan
kadar homosistein plasma; infeksi mikroorganisme dan kombinasi beberapa faktor. Faktor yang
paling penting dalam menyebabkan aterosklerosis adalah konsentrasi kolesterol yang tinggi
dalam plasma darah dalam bentuk lipoprotein dengan densitas rendah/LDL (Price, 2005). Selain
itu, peningkatan rasio LDL/HDL dan TC/HDL dapat dijadikan suatu indikator terjadinya
aterosklerosis (M. Tamada et al, 2009; BJ Arsenault et al, 2009).
Penggunaan
obat-obatan
kimia
seperti
Klofibrat,
bezafibrat,
simvastatin
dapat
menyebabkan berbagai efek samping yang justru merugikan pasien (ISO, 2006), sehingga kini
mulai banyak penelitian yang menggunakan bahan alam seperti minyak kelapa murni yang lebih
dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO) yang dapat memperbaiki profil lipid darah. Dari
penelitian sebelumnya dengan menggunakan 6 ekor kambing jantan putih yang dikastrasi dan
diberi diet trigliserida rantai sedang yang terdiri dari 48,9% asam kaprilat dan 41% asam kapriat
selama 21 hari dihasilkan peningkatan kolesterol HDL sebesar 50% (Schonewille et al, 2003).
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku kelapa
segar, diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama sekali dan tanpa
menggunakan bahan kimia sehingga Virgin Coconut Oil mengandung 50 % asam laurat dan 7 %
asam kapriat dimana keduanya merupakan asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid
/ MCFA), dimana telah dibuktikan bahwa asam laurat dan asam kapriat dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL (Darmoyuwono, 2006).
Dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan 25 ekor tikus jantan yang diinduksi
dengan diet aterogenik, juga terbukti bahwa VCO yang mengandung asam laurat dapat
menurunkan ketebalan foam cell pada aorta jantung tikus serta dapat menurunkan rasio
LDL/HDL plasma (Kartika S, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah VCO yang mengandung Medium
Chain Fatty Acid (MCFA) atau asam lemak rantai sedang dapat memperbaiki profil lipid, rasio
LDL/HDL dan TC/HDL plasma serta dapat memperbaiki kerusakan sel otak (sel piramidal
edema dan sel astrosit swelling) akibat aterosklerosis.
Metode
Jumlah sampel keseluruhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus. 25
ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pada penelitian
ini terdapat 5 kelompok perlakuan yaitu satu kelompok kontrol negatif (normal), satu kelompok
kontrol positif (aterosklerotik), dan tiga kelompok perlakuan (tikus yang diterapi dengan VCO
dosis 0.225 mg/kgBB tikus/hari, 0.45 mg/kgBB tikus/hari dan 0.9 mg/kgBB tikus/hari.
Tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor yang terbagi menjadi 5 kelompok dan tiap
kelompok terdiri dari 5 ekor tikus
a.
b.
c.
d.
Kelompok I (P0): diberi pakan standar dan tanpa pemberian Virgin Coconut Oil (VCO)
Kelompok 2 (P1): diberi diet aterosklerotik selama 35 hari tanpa pemberian Virgin Coconut
Oil (VCO).
Kelompok 3 (P2): diberi diet aterosklerotik selama 35 hari dan VCO 0,225 mL/200gr BB
tikus/hari selama 28 hari.
Kelompok 4 (P3): diberi diet aterosklerotik selama 35 hari dan VCO 0,45 mL/200gr BB
tikus/hari selama 28 hari.
e.
Kelompok 5 (P4): diberi diet aterosklerotik selama 35 hari dan VCO 0,90 mL/200gr BB
tikus/hari selama 28 hari
Pemberian diet aterosklerotik selama 35 hari yaitu pemberian diet kolesterol tinggi (induksi
hiperkolesterolemia), injeksi alloksan (induksi hiperglikemi) dan minuman propiltiourasil 0.01 %
(induksi penurunan metabolisme) (Fadlina C.S dkk, 2007). Ketiga faktor ini digunakan sebagai
faktor pencetus terjadinya aterosklerosis. Pemberian VCO pada 3 kelompok perlakuan selama 28
hari penuh dengan cara per sonde.
Setelah 70 hari perlakuan , dilakukan proses pembedahan tikus untuk pengambilan sampel
darah dan pembuatan sediaan histology korteks serebri tikus. Darah digunakan untuk memeriksa
profil lipid : LDL, HDL, TG, dan kolesterol total (TC), serta mengetahui rasio LDL/HDL dan
TC/LDL. Sedian histologi digunakan untuk mengamati perubahan pada sel astrosit dan sel
piramidal.
Kemudian dilakukan pengumpulan data dan dilakukan analisis data menggunakan
ANOVA, uji Tukey, uji korelasi, dan uji regresi linier.
Hasil
Pengukuran Profil Lipid (TC, HDL, TG, LDL)
Dari hasil rerata pengukuran kadar profil lipid, didapatkan perbedaan antara kelompok
yang tidak diberi perlakuan dengan kelompok yang diberi VCO. Pada penelitian ini juga
didapatkan perbedaan kadar TC, HDL, TG, LDL pada setiap dosis VCO yang diberikan, terbukti
dengan adanya kecenderungan penurunan kadar TC, TG, dan LDL serta kecenderungan
peningkatan
kadar
HDL
terhadap
pemberian
VCO
dalam
berbagai
Gambar 1. Rerata kadar TC, HDL, TG, dan LDL (mg/dl)
dosis.
Kolesterol Total (TC)
Tabel 1. Kadar TC (mg/dl)
Perlakuan
Kontrol
Hiper
Hiper + VCO
0,225ml/hari
Hiper + VCO
0,45ml/hari
Hiper + VCO
0,9ml/hari
1
111.50
332.74
Kolesterol Total (mg/dl)
2
3
4
118.14 125.22 110.18
340.27 358.85 368.14
5
122.12
354.42
117.43±6.54
350.88±14.28
271.24
267.26
262.39
288.50
282.74
274.42±10.88
235.84
229.65
223.01
213.72
211.95
222.83±10.21
152.21
145.13
163.27
168.58
141.15
154.07±11.68
Rerata±SD
Dari hasil uji normalitas (kolgomorov smirnov) menunjukkan bahwa nilai sig = 0,200 > nilai p
(0,01) yang berarti sebaran data bersifat normal. Hasil uji homogenitas (Uji Levene)
menunjukkan bahwa nilai sig = 0,362 > nilai p (0,01) yang berarti varian data bersifat homogen.
Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai sig (0,000) < nilai p (0,01) yang berarti terdapat
pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol serum tikus putih secara sangat bermakna. Dari
hasil uji Tukey 1% menunjukkan bahwa perlakuan VCO 0,9 ml memberikan hasil yang paling
efektif dalam menurunkan kadar kolesterol total serum tikus putih namun belum menyamai
kadar kolesterol total tikus putih normal (kontrol). Serta dari uji korelasi didapatkan nilai sig (2
tailed) = 0,000 yang lebih kecil dari pada p (0,01). Nilai pearson correlation = - 0,975
menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang berbanding terbalik yang sangat kuat, yang artinya
semakin meningkat dosis maka terjadi penurunan nilai kolesterol total. Pada uji regresi linier
didapatkan pengaruh yang kuat antara dosis VCO dan penurunan kadar TC (R2=0,951).
High Density Lipoprotein (HDL)
Tabel 2. Kadar HDL (mg/dl)
Perlakuan
Kontrol
Hiper
Hiper + VCO
0,225ml/hari
Hiper + VCO
0,45ml/hari
Hiper + VCO
0,9ml/hari
1
95.13
31.86
Kolesterol HDL (mg/dl)
2
3
4
97.35
102.21
92.04
33.63
35.84
31.42
5
101.33
34.96
97.61±4.25
33.54±1.91
43.36
41.59
46.46
48.23
40.27
43.98±3.32
67.26
65.49
63.72
61.06
60.62
63.63±2.84
77.43
76.11
72.57
77.88
80.09
76.81±2.77
Rerata±SD
Dari hasil uji normalitas (kolgomorov smirnov) menunjukkan bahwa nilai sig = 0,200 > nilai p
(0,01) yang berarti sebaran data bersifat normal. Hasil uji homogenitas (Uji Levene)
menunjukkan bahwa nilai sig = 0,418 > nilai p (0,01) yang berarti varian data bersifat homogen.
Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai sig (0,000) < nilai p (0,01) yang berarti terdapat
pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol HDL serum tikus putih secara sangat bermakna.
Dari hasil uji Tukey 1 % menunjukkan bahwa perlakuan VCO 0,9 ml memberikan hasil yang
paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol HDL serum tikus putih namun belum
menyamai kadar kolesterol HDL tikus putih normal (kontrol). nilai sig (2 tailed) = 0,000 yang
lebih kecil dari pada p (0,01). Serta dari hasil uji korelasi didapatkan nilai pearson correlation =
0,936 menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang berbanding lurus yang sangat kuat, yang artinya
semakin meningkat dosis maka terjadi peningkatan nilai kolesterol HDL. Pada uji regresi linier
didapatkan pengaruh yang kuat antara dosis VCO dan penurunan kadar HDL (R2=0,876).
Trigliserida (TG)
Tabel 3. Kadar TG (mg/dl)
Perlakuan
Kontrol
Hiper
Hiper + VCO
0,225ml/hari
Hiper + VCO
0,45ml/hari
Hiper + VCO
0,9ml/hari
1
73.90
212.40
Trigliserida (mg/dl)
2
3
4
69.77
81.65
66.15
213.44 221.71 225.32
5
75.97
215.50
73.49±5.93
217.67±5,59
197.42
205.68
192.76
191.73
200.52
197.62±5,74
163.31
156.07
173.64
185.53
181.91
172.09±12,38
130.23
125.58
111.63
136.95
141.09
129.10±11,45
Rerata±SD
Dari hasil uji normalitas (kolgomorov smirnov) menunjukkan bahwa nilai sig = 0,133 > nilai p
(0,01) yang berarti sebaran data bersifat normal. Hasil uji homogenitas (Uji Levene)
menunjukkan bahwa nilai sig = 0,176 > nilai p (0,01) yang berarti varian data bersifat homogen.
Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai sig (0,000) < nilai p (0,01) yang berarti terdapat
pengaruh perlakuan terhadap kadar trigliserida serum tikus putih secara sangat bermakna. Dari
hasil uji Tukey 1 % menunjukkan bahwa perlakuan VCO 0,9 ml memberikan hasil yang paling
efektif dalam menurunkan kadar trigliserida serum tikus putih namun belum menyamai kadar
trigliserida tikus putih normal (kontrol). Serta dari hasil uji korelasi didapatkan nilai sig (2 tailed)
= 0,000 yang lebih kecil dari pada p (0,01). Nilai pearson correlation = - 0,950 menunjukkan
bahwa terjadi korelasi yang berbanding terbalik yang sangat kuat, yang artinya semakin
meningkat dosis maka terjadi penurunan nilai trigliserida. Pada uji regresi linier didapatkan
pengaruh yang kuat antara dosis VCO dan penurunan kadar TG (R2=0,903).
Low Density Lipoprotein (LDL)
Tabel 4. Kadar LDL (mg/dl)
Perlakuan
Kontrol
Hiper
Hiper + VCO
0,225ml/hari
Hiper + VCO
0,45ml/hari
Hiper + VCO
0,9ml/hari
1
1.59
258.40
Kolesterol LDL (mg/dl)
2
3
4
6.84
6.68
4.91
263.95 278.67 291.66
5
5.60
276.37
5.13±2,13
273.8±13,07
188.39
184.53
177.38
201.92
202.37
190.92±10,99
135.92
132.94
124.56
115.55
114.95
124.78±9,65
48.73
43.91
68.38
63.32
32.84
51.44±14,47
Rerata±SD
Dari hasil uji normalitas (kolgomorov smirnov) menunjukkan bahwa nilai sig = 0,133 >
nilai p (0,01) yang berarti sebaran data bersifat normal. Hasil uji homogenitas (Uji Levene)
menunjukkan bahwa nilai sig = 0,367 > nilai p (0,01) yang berarti varian data bersifat homogen.
Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai sig (0,000) < nilai p (0,01) yang berarti terdapat
pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol LDL serum tikus putih secara sangat bermakna.
Dari hasil uji Tukey 1 % menunjukkan bahwa perlakuan VCO 0,9 ml memberikan hasil yang
paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol LDL serum tikus putih namun belum
menyamai kadar kolesterol LDL tikus putih normal (kontrol). Serta dari hasil uji korelasi nilai
sig (2 tailed) = 0,000 yang lebih kecil dari pada p (0,01). Nilai pearson correlation = - 0,970
menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang berbanding terbalik yang sangat kuat, yang artinya
semakin meningkat dosis maka terjadi penurunan kolesterol LDL. Pada uji regresi linier
didapatkan pengaruh yang kuat antara dosis VCO dan penurunan kadar HDL (R2=0,942).
Pengukuran Rasio LDL/HDL dan Rasio TC/HDL
Dari hasil rerata pengukuran Rasio LDL/HDL dan TC/HDL, didapatkan perbedaan antara
kelompok yang tidak diberi perlakuan dengan kelompok yang diberi VCO. Didapatkan
perbedaan rasio LDL/HDL dan TC/HDL pada setiap dosis VCO yang diberikan, terbukti dengan
adanya kecenderungan penurunan kadar rasio LDL/HDL dan TC/HDL terhadap pemberian VCO
dalam berbagai dosis
Rasio LDL/HDL
Berdasarkan uji normalitas (kolmogorov smirnov) didapatkan bahwa sebaran data
bersifat normal yang terbukti nilai sig = 0,123 > nilai p (0,01). Berdasarkan uji homogenitas (Uji
Levene) didapatkan bahwa data mempunyai variasi sama / homogen, terbukti nilai sig = 0,038 >
nilai p (0,01). Berdasarkan uji ANOVA terlihat ada perbedaan yang sangat signifikan antar
kelompok (F = 432.784; Sig = 0,000 < nilai p (0,01). Dari hasil uji Tukey 1 % menunjukkan
bahwa kelompok 5 (perlakuan VCO 0,9 ml/hari) memberikan hasil yang paling efektif dalam
menurunkan rasio LDL/HDL plasma tikus putih namun belum menyamai rasio LDL/HDL
plasma tikus putih normal (kontrol). Serta dari hasil uji korelasi didapatkan nilai sig (2 tailed) =
0,000 yang lebih kecil dari pada p (0,01). Nilai pearson correlation = - 0,924 menunjukkan
bahwa terjadi korelasi yang berbanding terbalik yang sangat kuat, yang artinya semakin
meningkat dosis maka terjadi penurunan rasio kolesterol LDL/HDL (Lampiran 4). Pada uji
regresi linier didapatkan pengaruh yang kuat antara dosis VCO dan penurunan rasio LDL/HDL
(R2=0,850).
Gambar 2. Rerata Rasio LDL/HDL dan TC/HDL
Rasio TC/HDL
Hasil uji normalitas (kolgomorov smirnov) menunjukkan bahwa nilai sig = 0,091 > nilai
p (0,01) yang berarti sebaran data bersifat normal. Hasil uji homogenitas (Uji Levene)
menunjukkan bahwa nilai sig = 0,087 > nilai p (0,01) yang berarti varian data bersifat homogen.
Berdasarkan uji ANOVA terlihat ada perbedaan yang sangat signifikan antar kelompok (F =
441.455; Sig = 0,000 < nilai p (0,01). Dari hasil uji Tukey 1 % menunjukkan bahwa kelompok 5
(perlakuan VCO 0,9 ml/hari) memberikan hasil yang paling efektif dalam menurunkan rasio
TC/HDL plasma tikus putih namun belum menyamai rasio LDL/HDL plasma tikus putih normal
(kontrol). Serta dari hasil uji korelasi didapatkan nilai sig (2 tailed) = 0,000 yang lebih kecil dari
pada p (0,01). Nilai pearson correlation = - 0,922
menunjukkan adanya
korelasi yang
berbanding terbalik yang sangat kuat, yang artinya semakin meningkat dosis maka terjadi
penurunan rasio TC/HDL. Pada uji regresi linier didapatkan pengaruh yang kuat antara dosis
VCO dan penurunan rasio TC/HDL (R2=0,922).
Pengamatan Preparat Histologi Korteks Serebri
Hasil pengamatan preparat otak secara histologis dilakukan menggunakan mikroskop
Double Heading CX21 Olympus dengan perbesaran 400x. Setiap kelompok perlakuan terdapat 5
preparat sesuai dengan jumlah sampel yang sudah ditentukan kemudian setiap preparat dilakukan
pengulangan 5 kali untuk perhitungan sel. Terdapat perbedaan jumlah sel pyramidal dan sel
astrosit normal antar kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Berdasarkan perbedaan dosis
pemberian VCO, didapatkan kecenderungan penurunan jumlah sel pyramidal edema dan sel
astrosit swelling. Berikut ini adalah gambaran histologis (mikroskopis) dari sediaan otak tikus
dengan perbesaran 400x.
P0
P1
A
C
B
D
P2
P3
A
D
B
C
P4
A
B
Gambar 3 Pengamatan preparat otak tikus dengan perbesaran 400x. P0. Kelompok 1 (kontrol
negatif), tampak sel pyramidal normal (A) dan sel astrosit normal (B). P1.
Kelompok 2 (kontrol positif), tampak sel pyramidal edema (C) dan sel astrosit
swelling (D). P2. Kelompok 3 (dosis VCO 0,225ml//200gr BB tikus/hari), tampak
sel pyramidal edema (C) dan sel astrosit swelling (D). P3. Kelompok 4 (dosis
VCO 0,45 ml//200gr BB tikus/hari), tampak sel pyramidal normal (A) dan sel
astrosit normal (B). P4. Kelompok 5 (dosis VCO 0,9ml//200gr BB tikus/hari),
tampak sel pyramidal normal (A) dan sel astrosit normal (B).
Gambar 3 (P0) menunjukkan gambaran sel pyramidal dan sel astrosit normal yang
terdapat pada otak tikus kontrol negatif yaitu tanpa diet aterogenik dan tanpa pemberian VCO.
Terlihat dengan jelas bahwa pada gambar diatas sel pyramidal berbentuk seperti pyramidal, inti
sel memiliki bentuk dan berbatas jelas. Selain itu, pada sel astrosit juga tidak terjadi
pembengkakan (swelling) karena mimiliki bentuk bulat kecil dan inti berada di tengah.
Pada gambar 3 menunjukkan gambaran otak tikus kelompok positif (P1) yaitu dengan
diet aterogenik dan tanpa pemberian VCO. Pada kelompok ini sudah terjadi perubahan morfologi
sel yang menandakan adanya kerusakan. Pada gambar diatas terlihat adanya pyramidal edema
(C) dan terjadi pembengkakan sel astrosit (cell swelling) (D). Pada kelompok ini juga didapatkan
penurunan kuantitas dikarenakan sel membengkak.
Pada gambar 3 menunjukkan gambaran otak tikus kelompok III (P2) yaitu dengan diet
aterogenik dan pemberian VCO 0,225 mL/200 gr. Pada kelompok ini terjadi perbaikan morfologi
sel yang menandakan adanya respon terhadap pemberian VCO. Pada gambar diatas tampak sel
pyramidal edema (C) dan sel astrosit swelling (D). Pada kelompok ini juga didapatkan
peningkatan kuantitas dibandingakan kelompok kontrol positif.
Pada gambar 3 menunjukkan gambaran otak tikus kelompok IV (P3) yaitu dengan diet
aterogenik dan pemberian VCO dengan dosis 0,45 mL/200 gr. Pada kelompok ini terjadi
perbaikan morfologi sel yang lebih terlihat dibandingkan kelompok III (P2) yang menandakan
adanya respon terhadap pemberian VCO dengan dosis sedang. Pada gambar diatas tampak sel
pyramidal normal (A) dan sel astrosit normal (B).
Pada gambar 3 menunjukkan gambaran otak tikus kelompok V (P4) yaitu dengan diet
aterogenik dan pemberian VCO dengan dosis 0,9 mL/200 gr. Pada kelompok ini terjadi
perbaikan morfologi sel yang lebih terlihat dibandingkan kelompok IV (P3) yang menandakan
adanya respon terhadap pemberian VCO dengan dosis besar. Pada gambar diatas tampak sel
pyramidal normal (A) dan sel astrosit normal (B).
Prosentase Pyramidal edema (PE) dan Astrosit Swelling
Melalui pengamatan preparat histologis otak tikus dengan potongan coronal
menggunakan mikroskop Double Heading CX21 Olympus dengan pembesaran 400x didapatkan
hasil perhitungan Astrosit swelling dan pyramidal edema (PE). Dari perhitungan tersebut
Prosentase sel pyramidal
edema (%)
didapatkan prosentase sel- sel tersebut pada gambar 4 dan gambar 5.
40
30
20
10
0
P0
P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Prosentase Sel swelling
astrosit (%)
Gambar 4. Prosentase Pyramidal Edema
25
20
15
10
5
0
P0
P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 5. Prosentase Astrosit Swelling
Dari hasil perhitungan sel, diperoleh prosentase Astrosit Swelling 1,67 % pada kelompok
1 (P0), 21,53 % pada kelompok II (P1), 15,38 % pada kelompok III(P2) (dosis VCO 0,225
ml/200 gr BB/hari), 10,87 % pada kelompok IV(P3) (dosis VCO 0,45 ml/200 gr BB/hari), dan
9,53 % pada kelompok V (P4) (dosis VCO 0,90 ml/200 gr BB/hari), pyramidal edema (PE) 1,96
% pada kelompok P0, 37,91 % pada kelompok P1, 33,47 % pada kelompok P2 (dosis VCO
0,225 ml/200 gr BB/hari), 29,30 % pada kelompok P3 (dosis VCO 0,45 ml/200 gr BB/hari), dan
23,46 % pada kelompok P4 (dosis VCO 0,90 ml/200 gr BB/hari).
Setelah didapatkan sel pada pengamatan mikroskopis, kemudian dilakukan analisa data
dengan menggunakan one way ANOVA, uji tukey 1%, uji korelasi dan uji regresi linier.
Dari data perhitungan yang diperoleh dilakukan uji asumsi normalitas dan uji
homogenitas. Hasil uji normalitas dan homogenitas, menunjukkan bahwa data bersifat normal
dan homogen sehingga dapat dilakukan uji ANOVA.
Hasil Uji One Way ANOVA
menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang sangat
bermakna terhadap astrosit swelling dan pyramidal edema.
Karena didapatkan nilai yang
signifikan, terbukti signifikan < p dengan nilai p < 0.01. Uji One Way ANOVA dilanjutkan
dengan Uji tukey 1% untuk mengetahui perbedaan yang bermakna pada masing – masing
kelompok dan bagaimana perbedaan tersebut. Dari hasil uji tukey 1% menunjukkan perbedaan
yang bermakana antara astrosit swelling dan pyramidal edema pada kelompok P0, P1, P2, P3,
dan P4, sedangkan pada sel astrosit kelompok P3 dan P4 terdapat perbedaan namun tidak
bermakna.
Berdasarkan uji korelasi terdapat korelasi berbanding terbalik yang sangat bermakna,
antara dosis VCO dengan pyramidal edema sel otak dengan nilai pearson correlation = -0,955
sig (2 tailed) = 0,000 < p (0,01) dan juga didapatkan ada korelasi berbanding terbalik antara
dosis VCO dengan astrosit swelling yang didapatkan nilai pearson correlation = -0,885 sig (2
tailed) = 0,000 < p (0,01).
Uji regresi digunakan untuk mengetahui hubungan yang kuat antara dosis VCO terhadap
jumlah astrosit swelling dan pyramidal edema. Berdasarkan uji regresi linear terlihat ada
pengaruh yang sangat signifikan antara besar dosis VCO terhadap penurunan jumlah astrosit
swelling dan pyramidal edema pada masing – masing kelompok. Berdasarkan uji regresi terlihat
ada hubungan yang sangat signifikan antara dosis pemberian VCO terhadap jumlah astrosit
swelling dan pyramidal edema. Hal ini terbukti
dengan nilai terhadap penurunan astrosit
swelling perlapang pandang (R2 x 100) = 78,4% sesuai persamaan y= 19,555 – 13,970x, dan
terhadap penurunan pyramidal edema perlapang pandang (R2 x 100) = 91,1% sesuai persamaan
y= 37,291 – 15,854x.
Diskusi
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain the posttest only control
group yang membuktikan pengaruh Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap keusakan sel otak (sel
pyramidal dan sel astrosit) dan penurunan rasio LDL/HDL plasma pada tikus putih jantan
aterosklerotik (Rattus novergicus strain wistar).
Penelitian ini dilakukan selama 9 minggu dengan uraian waktu sebagai berikut, induksi
aterosklerosis selama 35 hari (5 minggu) dan pemberian terapi VCO pada kelompok perlakuan
selama 28 hari (4 minggu). Induksi aterosklerosis dilakukan dengan pemberian diet
aterosklerotik yang didasarkan pada 3 faktor pencetus terjadinya aterosklerosis.
Diet aterosklerosis tersebut antara lain injeksi alloksan sebagai induktor diabetes mellitus,
diet tinggi kolesterol sebagai induktor hiperkolesterolemi dan minuman propilthiourasil (PTU)
yang biasa digunakan pada terapi pasien hipertiroid berperan dalam menurunkan metabolisme
basal. Ketiga induktor ini bekerja secara simultan yaitu diabetes mellitus akan memperburuk
keadaan hiperkolesterolemi yang dihasilkan diet tinggi kolesterol dan penurunan metabolisme
basal pun akan memperberat keadaan tersebut sehingga perlakuan tersebut akan menimbulkan
keadaan dislipidemia pada hewan coba. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya aterosklerosis (NCEP ATP III, 2001). Aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh
darah besar menuju otak, dapat menyebabkan terjadinya iskemik yang memicu terjadinya
pembengkakan sel (astrosit swelling dan pyramidal edema) yang reversibel. Edema ini terjadi
karena adanya perubahan metabolisme sel yang menyebabkan tidak adekuatnya fungsi pompa
sodium potassium pada membran neurogial. Akhirnya akan terjadi retensi sodium dan air yang
akan menyebabkan pembengkakan astrosit dan edema sel pyramidal (Raslan A, 2007). Astrosit
berperan dalam transport material menuju ke neuron dan mempertahankan lingkungan ionik
neuron (Dorland, 2002). Jika proses tersebut berlanjut dengan kerusakan mitokondria dapat
menyebabkan kematian sel otak yang irreversible (Curvey, 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah VCO dapat menurunkan kerusakan
otak tikus putih strain wistar aterosklerotik yang terbentuk setelah perlakuan yang diberikan
terhadap hewan coba. Dengan pemberian VCO yang memiliki kandungan asam laurat diduga
mampu mengaktifkan jalur Reverse Cholesterol Transport (RCT). Jalur RCT ini teraktivasi
secara fisiologis melalui asam laurat yang terkandung di dalam VCO diduga merangsang
peningkatan sintesis HDL nascent kemudian akan meningkatan kadar HDL plasma
(Kwiterovich, 2000).
Beberapa ilmuwan telah menguraikan mekanisme yang terbukti efektif dalam meregresi
plak aterosklerosis. Mekanisme-mekanisme tersebut antara lain mekanisme jalur Reverse
Cholesterol Transport (RCT) yang diperantarai melalui aktivasi enzim-enzimnya ataupun
aktivasi dari jalur RCT itu sendiri sebagai suatu mekanisme transpor kembali kolesterol dari
organ perifer (pembuluh darah ke hati) (Hofnagel et al, 2000). Sehingga dari proses diatas
kerusakan sel otak dapat diperbaiki yang ditandai dengan penurunan jumlah astrosit swelling dan
pyramidal edema.
Mekanisme penurunan jumlah sel pyramidal edema dan sel astrosit swelling oleh VCO
diuraikan sebagai berikut : 52% asam lemak rantai sedang (asam laurat) yang terkandung dalam
VCO berdifusi secara pasif dari traktus gastrointestinal ke sistem porta (asam lemak lebih
panjang diabsorbsi ke dalam sistem limfatik) tanpa membutuhkan proses modifikasi seperti asam
lemak rantai panjang atau asam lemak rantai sangat panjang. Selain itu asam lemak rantai
sedang
tidak
membutuhkan
garam
empedu
untuk
pencernaannya.
Sehingga
dalam
metabolismenya, asam lemak rantai sedang ini lebih banyak menghasilkan energi dan hanya
sedikit menghasilkan zat sisa. Dengan adanya zat sisa (kolesterol) yang jumlahnya minimal ini,
akan terjadi peningkatan penyaluran kolesterol dari jaringan ekstrahepatik ke hepar yang
diperantarai melalui peningkatan kadar kolesterol HDL plasma (Dorland, 2002).
Kolesterol HDL mempunyai efek melindungi jantung dan pembuluh darah otak, karena
berperan dalam reverse cholesterol transport (Sumaryati dkk, 2005). Proses peningkatan kadar
HDL pada jalur reverse cholesterol transport plasma diawali dengan pelepasan HDL nascent
yang disintesis oleh hepar. Kemudian HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil
kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah itu, HDL nascen akan berubah menjadi HDL
dewasa. Kolesterol bebas yang terdapat dalm makrofag akan dibawa ke permukaan membran sel
makrofag oleh adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1.
Kemudian kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin
cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh
HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah jalur ke hati dan ditangkap oleh resptor
kolesterol-HDL yaitu scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua
adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL
dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian peningkatan HDL
akan meningkatkan transportasi LDL teroksidasi (pembuluh darah) ke hati (Kwiterovich. 2000).
Selain itu, kolesterol HDL juga memiliki berbagai aktivitas antiaterogenik yaitu anti inflamasi,
anti oksidasi, anti apoptosis, anti trombosis, anti infeksi. HDL memodifikasi biologi dinding
arteri dan ateroma. Bukan hanya dengan mempengaruhi metabolisme kolesterol tapi juga melalui
efek anti inflamasi. Inflamasi berperan secara integral dalam setiap tahap aterosklerosis mulai
dari inisiasi sampai progresi dan timbulnya komplikasi seperti koyaknya plak. HDL merupakan
salah satu faktor endogen yang penting dalam menghambat proses inflamasi yang dapat
mengikat dan menetralisasi lipopolisakarida sehingga berperan dalam modulasi inflamasi akut
dan kronik (Harmani, 2006). Dengan adanya mekanisme tersebut diatas diharapkan Virgin
Coconut Oil (VCO) dapat menurunkan jumlah sel pyramidal edema dan sel astrosit swelling
serta menurunkan rasio LDL/HDL plasma dan menurunkan rasio TC/HDL plasma.
Pemberian diet aterogenik (aloksan 75 mg/kg BB, kolesterol 1%, kuning telur itik 5%,
lemak kambing 10%, minyak kelapa 1%, PTU 0,01%) selama 35 hari pada tikus terbukti dapat
meningkatkan profil lipid TC, TG, LDL dan menurunkan HDL plasma. Peningkatan TC, TG,
dan LDL tersebut membuktikan tikus dalam keadaan Aterosklerosis. Peningkatan kadar TC, TG,
dan LDL plasma dapat menyebabkan iskemik di pembuluh darah otak, sehingga terjadi
depolarisasi membran sehingga dapat memicu kerusakan sel otak.
Parameter yang digunakan untuk menilai kerusakan sel otak pada penelitian ini yaitu
melalu jumlah astrosit swelling dan pyramidal edema secara mikroskopis dengan perbesaran 400
kali. Setelah induksi diet aterogenik selama 35 hari dan dilanjutkan dengan pemberian VCO
dengan berbagai dosis yang dilakukan selama 28 hari didapatkan hasil sebagai berikut : dengan
pemberian VCO dosis 0,225 ml/200grBB tikus/hari (kelompok 3 atau P2) didapatkan penurunan
astrosit swelling menjadi 15,38% dan pyramidal edema menjadi 29,30% secara mikroskopis dan
penurunan kerusakan sel otak semakin signifikan pada VCO dosis 0,90 ml/200grBB tikus/hari
(kelompok 5 atau P4), yaitu didapatkan penurunan astrosit swelling menjadi 9,53% dan
pyramidal edema 23,46%
(gambar 5.6) namun penurunan kerusakan sel otak ini belum
mencapai sel otak yang normal sesuai kontrol negatif (kelompok 1 atau P0) pada penelitian ini.
Parameter diatas menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat yaitu terbukti dengan
pengaruh dosis VCO terhadap penurunan kerusakan sel otak mikroskopis karena terbukti
semakin tinggi dosis VCO yang di berikan penurunan astrosit swelling maupun pyramidal
edema semakin besar. Tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan sel secara absolut,
hal ini merupakan kelemahan penelitian dan keterbatasan peneliti.
Pada penelitian ini juga didapatkan penurunan TC, TG, LDL, rasio TC/HDL dan rasio
LDL/HDL yang signifikan dengan pemberian VCO (Gambar 5.1) namun belum mencapai nilai
normal dari kadar lipoprotein kontrol negatif (kelompok 1 atau P0), hal ini diduga karena adanya
keterkaitan antara kestabilan lipoprotein plasma satu sama lain misalnya kadar kolesterol total,
trigliserida dan kolesterol HDL, hubungan ini tampak pada rumus perhitungan perhitungan kadar
kolesterol LDL yaitu :
LDL-C = TC – (HDL-C) – TG/5 (mg/dl)
Sehingga peningkatan kadar kolesterol HDL yang sangat signifikan, jika tidak diikuti
dengan penurunan kadar kolesterol total dan trigliserida yang optimal, maka kadar kolesterol
LDL pun menjadi tidak normal sehingga hal tersebut juga mempengaruhi rasio LDL/HDL
plasma. Hal ini sesuai dengan NCEP ATP III yang menyatakan untuk mencapai penurunan
kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL, rasio LDL/HDL harus dibawah 3 (NCEP
ATP III, 2001). Selain itu, terdapat teori lain yang menjelaskan bahwa didapatkan hubungan
yang kompleks antara komponen-komponen pencetus aterosklerosis antara satu sama lain. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian terbaru yang menyatakan bahwa pertama, trombosit merupakan
mediator dari transpor lipoprotein dan pembentukan plak aterosklerosis di pembuduh darah besar
menuju otak sebagai akibatnya serta LDL dilibatkan dalam inisiasi jalur sinyal trombosit (Siegel
et al, 2007). Prosesnya adalah sebagai berikut, kedua komponen ini membentuk lingkaran setan
bagi terbentuknya plak aterosklerosis di otak yang akan berakibat pada jumlah sel pyramidal
edema dan sel astrosit swelling. Kedua, adanya ekspresi berlebih dari scavanger reseptor sel otot
polos akibat infeksi retrovirus yang memicu terjadinya pembentukan plak aterosklerosis
(Lehtolainen et al, 2000). Dan perubahan dari scavanger reseptor secara tidak langsung juga
mempengaruhi kadar lipoprotein plasma khususnya kolesterol LDL plasma. Ketiga, pada
penyakit hiperkolesterolemia familial, maka banyak LDL yang tidak tertangkap oleh reseptor
scavanger yang disebabkan jumlah reseptor scavanger yang berkurang sehingga akibatnya kadar
LDL akan selalu meningkat (Suyono, 2004).
Dari berbagai fakta yang ditemukan pada penelitian ini dan melalui kajian statistika,
maka hipotesa tentang pengaruh VCO (Virgin Coconut Oil) terhadap penurunan kerusakan sel
otak pada tikus putih jantan aterosklerotik terbukti, namun masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui pengaruh durasi pemberian VCO, mekanisme pasti terjadinya kerusakan
otak dan mekanisme VCO dalam menurunkan kerusakan sel otak.
Kesimpulan
Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) dapat menurunkan secara signifikan jumlah Sel
Pyramidal edema, jumlah Sel Astrosit Swelling, kadar TC, TG, dan LDL, rasio LDL/HDL dan
TC/HDL plasma, serta meningkatkan secara signifikan kadar HDL plasma pada tikus
aterosklerotik.
Daftar Pustaka
ATP III (Adult Treatment Panel III). The third report of the NCEP Expert Pannel Executive
Summary (2001). Detection Evaluation and Treatment of The High Blood Cholesterol in
Adult, NCEP, NHL and Blood Institute, NH. NIH Publication No. 01-3679, May 2001.
Bach, A.C., and Babayan, V.K., Medium-chain triglycerides: An Update. Am. J, Clin. Nutr. 36:
950-962, 1982.
Badimon JJ, Fuster V, Chesebro JH, Badimon L,. 1993. Coronary Atherosclerosis, a
Multifactorial Disease Circulation., 87; (suppl II), 3-6.
Beermann1 Christopher, J Jelinek1 , T Reinecker2 , A Hauenschild2 , G Boehm1 and H-U Klor2
(stating that medium long are 8-14 carbons long). Short term effects of dietary medium-chain
fatty acids and n-3 long-chain polyunsaturated fatty acids on the fat metabolism of healthy
volunteers
Brown MS, Goldstein SL. 1983. Lipoprotein Metabolism in The Macrophage; Implication for
Cholesterol Deposition in Atherosclerosis. Annu rev. Biochem., 52; 223-261
Doran,Amanda C et al.Role of Smooth Muscle Cells in the Initiation and Early Progression of
Atherosclerosis.Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology is published by the
American Heart Association.2008.
Dorland WA, Ivewman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland.Ed 2.Jakarta.EGC.
Fadlina C.S dkk. 2007. Dalam Thesis : Efek Ekstrak Bulbus Bawang Putih (Allium sativum L.)
dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica V.) Terhadap Profil Lipoprotein dan Glukosa
Model Hewan Hiperkolesterolemi – Diabetes). Institut Teknologi Bandung.
Fink SL,Cookson BT,2005,Apoptosis,Pyroptosis, and Necrosis: Mechanistic Description of
Dead Dying Eukaryotic Cells,Infection and Immunity,Apr 2005, vol.73,No.419071916
Giantini Astuti. 2003. Analisis Parameter Laboratorium Faktor Stroke Iskemik di Rumah Sakit
Dr. Ciptomangunkusumo Available from URL: http://digilib.litbang.depkes.go.id.
Goldstein JL, Brown MS. 1977. The Low Density Lipoprotein Pathway and Its Relationship to
Atherosclerosis. Ann Rev Biochem., 56; 259-316.
Japardi I. 2002. Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. Available from URL:
http://www.library.usu.ac.id diakses 17 April 2007.
Kitazawa, Takatoshi et al. Chlamydophilal antigens induce foam cell formation via c-Jun NH2terminal kinase. Copyright © 2009 Elsevier B.V.
Kwiterovich PO, Jr. The Metabolic pathways of high-density lipoprotein, low-density
lipoprotein, and triglicerides: A current review. Am J Cardiol 2000; 86: 5L-10L.
Lehtolainen, Pauliina et al. Retrovirus-Mediated, Stable Scavenger-Receptor Gene Transfer
Leads to Functional Endocytotic Receptor Expression, Foam Cell Formation, and Increased
Susceptibility to Apoptosis in Rabbit Aortic Smooth Muscle Cells. © 2000 American Heart
Association, Inc.
Marks Allan D, Marks Collen M, Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Dalam :
Metabolisme Lemak. Jakarta. EGC. Pp 478-533.
Murray Robert K. 2003. Biokimia Harper. Dalam : Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. Ed
25. Jakarta. EGC. Pp 254-269.
Park YM, Febbraio M, Silverstein RL. CD36 modulates migration of mouse and human
macrophages in response to oxidized LDL and may contribute to macrophage trapping in the
arterial intima. J Clin Invest 2009;119:136-145. [Web of Science][Medline]
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed 6-Jakarta. EGC.
Sargowo, Djanggan. 2000. Jurnal Kardiologi : Modifikasi Proses Aterosklerosis Penggunaan
Preparat Statin Untuk Regresi Plak. PERKI.
Sargowo, Djanggan. 2001. Pertemuan Ilmiah Nasional Reguler II Patobiologi : Peran Lipid dan
Radikal Bebas pada Patogenesa Aterosklerosis. Malang : Perhimpunan Patobiologi Indonesia
Cabang Malang dan FKUB.
Schwartz CJ, Velente AJ, Prague EA. 1993. A Modern View of Atherogenesis. AM. J. Cardiol.
Schonewille dkk, 2003. Impact of Dietary Soybean Oil Versus Medium-Chain Triglycerides on
Plasma Fatty Acids in Goats. Elsevier Science Journal.
Stary HC, Blankenhorn DH, Chandler AB, Glagov S, Insull W Jr, Richardson M, Rosenfeld ME,
Schaffer SA, Schwartz CJ, Wagner WD, Wissler RW. 1992. A definition of the intima of
human arteries and of its atherosclerosis-prone regions. A report from the Committee on
Vascular Lesions of the Council on Arteriosclerosis, American Heart Association.
Arterioscler Thromb.
Stemme S, Hasson GK. 1994. Immune Mechanisms in Atherosclerosis. Coronary Arthery
Disease.
The Nomenclature of Lipids. Recommendations, 1976" (1977). European Journal of
Biochemistry 79 (1): 11–21. doi:10.1111/j.1432-1033.1977.tb11778.x
Thibodeau, Gary A., Patton Kevin T., Anatomy & Physiology Fourth Edition, Mosby.
Walujo. 2005. Minyak Kelapa Virgin, Makalah Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap
Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Download