1 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 Mei - Juni 2014 Kemudi Presiden Jokowi (harus) Atasi Pencuri Ikan Penangkapan ikan secara ilegal, tidak diatur dan dilaporkan bukanlah fenomena baru dalam perikanan tangkap. Tokoh Hasan Gorang dan Laut Lembata Konsultasi Hukum Organisasi Dagang Dunia (WTO) dan Perdagangan Bebas Dapur Kue Lalampa Catatan REDAKSI Pencurian Ikan, Musuh Dunia Maret - April 2014 4 DAFTAR ISI Kemudi Jelajah Aktif Nelayan Tradisional 20 Peran dalam POKMASWAS: Upayan Mencegah Pencurian Ikan di Perbatasan Nama dan Peristiwa Jahja: 24 Kartika Perempuan Nelayan Itu Pahlawan Konsultasi Hukum kapal Perikanan 26 Perizinan Indonesia Tokoh Gorang dan Laut 31 Hasan Lembata Pernak Pernik Festival (Negeri ) 35 Indonesia Bahari: Kebij akan 8 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan; Illegal Unreported and Unregulated Fishing 2012-2016 Setara 16 Setara: Sarjana Pendidikan di Kampung Nelayan Mengembalikan Kejayaan Negeri Bahari; Taman Menteng Jakarta, 15-17 Mei 2014 Dalam 10 tahun terakhir, praktek pencurian ikan kian marak. Tak terkecuali di Indonesia. Bahkan difasilitasi melalui kebijakan negara. Dalam tempo itulah, negara-negara tetangga mondar-mandir menguras sumber daya ikan kita, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, Myanmar dan Kamboja. Pencurian ikan merupakan musuh bersama bangsa-bangsa di dunia. Betapa tidak, selain menguras ketersediaan sumber daya ikan, juga menggerogoti pendapatan negara. Tak kurang pelbagai deklarasi regional dan internasional dipublikasikan untuk meneguhkan komitmen memerangi praktek pencurian ikan. Badan Pangan Dunia (FAO), misalnya, menetapkan rencana pemberantasan praktek pencurian ikan yang dapat dijadikan sebagai panduan negara-negara anggotanya. Di Indonesia, pemerintah juga tak kalah serius di level kebijakan. Sayangnya, kebijakan progresif ini dirongrong oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan menelurkan aturan alih muatan tangkapan ikan di tengah laut (transhipment). Terbitnya aturan ini memudahkan para pencuri ikan. Pencurian ikan jelas memberikan efek negatif kepada pelaku perikanan skala kecil/ tradisional di Indonesia. Dengan kapasitas terbatas, nelayan kesulitan mendapatkan hasil tangkapan ikan di tengah merajalelanya kapal-kapal berteknologi tinggi mencuri ikan di perairan Nusantara. Tidak mengherankan jika ikan yang memasuki pasar-pasar nasional adalah hasil curian. Sekali lagi praktek pencurian ikan adalah musuh besar bangsa Indonesia. Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla untuk periode 2014-2019 harus all out mengamankan laut Indonesia demi kesejahteraan rakyat, khususnya keluarga-keluarga nelayan. Terdapat 2 langkah memerangi praktek pencurian ikan: pertama, merevisi kebijakan kelautan dan perikanan yang memberi kemudahan terjadinya praktek pencurian ikan; dan kedua, proaktif melaksanakan diplomasi maritim kepada negara-negara tetangga yang aktif mencuri ikan di perairan Nusantara. Bahkan jika dibutuhkan memboikot pasar-pasar ikan regional dan internasional tempat kapal pencuri ikan berasal. KABAR BAHARI edisi Mei-Juni 2014 mengetengahkan pencurian ikan sebagai menu utama. Diselingi perkembangan terbaru dari dinamika kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di rubrik konsultasi hukum dan kiprah perempuan nelayan di Jawa Tengah. Semoga memberi manfaat. Kesehatan Kompresor 37 Tinggalkan Angin Dapur 39 Kue Lalampa KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. DEWAN REDAKSI Pemimpin Redaksi: Abdul Halim Redaktur Pelaksana: Selamet Daroyni Sidang Redaksi: Susan Herawati, Ahmad Marthin Hadiwinata, Susi Oktapiana Desain Grafis: Dodo Alamat Redaksi: Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah, Jakarta 12750; Telp./Faks: +62 21 799 3528; Email: [email protected] Kemudi P enangkapan ikan secara ilegal, tidak diatur dan dilaporkan bukanlah fenomena baru dalam perikanan tangkap. Kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan tanpa izin, tak dilaporkannya hasil tangkapan ikan, dan penangkapan ikan di area yang belum diatur pengelolaannya mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun. Pada 2001 saja, Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkirakan Indonesia kehilangan Rp30 triliun per tahun dari sektor ini. Fisheries Resources Laboratory menyebut akibat pencurian ikan di Laut Arafura selama kurun 2001-2013, Indonesia merugi Rp520 triliun. Faktor kedua, kebijakan perikanan di dalam negeri yang memperbolehkan kapal asing ikut memanfaatkan sumber daya ikan nasional. Merujuk pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat sedikitnya 550 ribu kapal yang mengantongi surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI). Dari jumlah itu, 1.200 adalah eks bahtera berbendera asing. Faktor ketiga, dukungan anggaran yang minim untuk melakukan pengawasan di seluruh laut Indonesia. Anggaran itu tidak sebanding dengan luas wilayah laut kita. Masih tingginya kasus pencurian ikan atau illegal fishing di wilayah perairan laut Indonesia menunjukkkan lemahnya pengawasan negara dalam menjaga kekayaan sektor bahari kita. Pengawasan laut belum terkoordinasi dengan baik akibat adanya ego sektoral sejumlah kementerian dan lembaga negara. Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2014) mencatat sedikitnya terdapat tiga faktor yang menyebabkan masih tingginya kasus pencurian di Tanah Air. Faktor pertama, pengawasan laut yang masih terpecah belah dan tak terkoordinasi dengan baik di sejumlah kementerian/lembaga negara. Oleh karena itu, tata kelola pengawasan perlu diatur kembali dan setiap lembaga harus menghilangkan ego sektoral serta meningkatkan anggaran untuk pengawasan. Jika hal ini tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi secara cepat, negara akan terus merugi puluhan triliun rupiah akibat kasus illegal fishing ini. Seperti diketahui, kerugian negara akibat illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing) dapat mencapai 101 triliun rupiah per tahun atau meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam sekitar satu dekade. Sebelumnya, estimasi kerugian akibat IUU Fishing per tahun oleh FAO (Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia) lebih kurang 30 triliun rupiah per tahun. 6KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 7 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 Berdasarkan data yang dilansir FAO tahun 2001, negara-negara berkembang berpotensi kehilangan 25 persen dari stok sumber daya ikannya akibat dari IUU Fishing. Praktik pencurian ikan dari tahun ke tahun bertambah banyak. Pada 2012 lebih dari 6.000 kapal asing mencuri ikan. Pencurian ikan rata-rata oleh 100 kapal asing setiap tahunnya. Indonesia, pada saat itu, memiliki sumber daya ikan hingga 6,5 juta ton per tahun sehingga perhitungan angka kerugian yang hilang adalah seperempat dari jumlah itu atau 1,6 juta ton. Sepanjang 2001 hingga 2013 terjadi 6.215 kasus pencurian ikan (lihat Tabel 1). Dari jumlah itu lebih dari 60 persen atau 3.782 terjadi sampai November 2012. Ironisnya, kata Halim, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo justru mengesahkan aturan yang membolehkan alih muatan (transhipment). Ini menjadi salah satu penyebab melonjaknya kasus pencurian ikan di perairan Indonesia. Jika diasumsikan harga jual ikan di pasar internasional rata-rata 2 dollar AS per kilogram, kerugian Indonesia pada saat itu diperkirakan mencapai 3,2 miliar dollar AS atau setara 30 triliun rupiah ketika itu. Namun pada saat ini, Ditjen PSDKP KKP melakukan kajian yang menyatakan bahwa total kerugian negara dapat dihitung dari hilangnya potensi sumber daya ikan yang ditangkap secara ilegal dikalikan indeks investasi bidang perikanan di Indonesia ditambah dengan kerugian terkait ketenagakerjaan. Hasil dari perhitungan tersebut mencapai sekitar 101 triliun rupiah. Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ida Kusuma Wardhaningsih, seperti dikutip dari Koran Jakarta (mengakui kemampuan KKP dalam mengawasi pencurian ikan atau IUU Fishing di kawasan perairan Republik Indonesia masih terbatas. Kemampuan pengawasan di laut sangat terbatas dibanding kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan IUU Fishing. Penyebab lainnya, ideologi negeri ini tidak menganggap penting laut. Padahal Indonesia berbatasan dengan 10 negara dan mereka bebas masuk mencuri ikan. Beberapa negara yang tercatat melakukan pencurian ikan, yakni Malaysia, Filipina, Cina, Korea, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Tabel 1. Jumlah Kasus Pencurian Ikan di Perairan Indonesia No Tahun Jumlah 2001 155 kasus 1 2002 210 kasus 2 2003 522 kasus 3 2004 200 kasus 4 2005 174 kasus 5 2006 216 kasus 6 2007 184 kasus 7 2008 243 kasus 8 2009 203 9 2010 183 10 2011 104 11 2012 75 Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2013) Selain itu, dalam anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tidak tercermin upaya pengamanan laut. KKP hanya memiliki 24 kapal pengawas laut. Meskipun belakangan ada penambahan sekitar 2 atau 3 kapal, hal itu masih jauh dari kebutuhan lautan Indonesia. Idealnya, Indonesia memiliki 80 kapal pengawas laut. Kewenangan bidang kelautan dan perikanan yang terbagi pada TNI Angkatan Laut dan Kepolisian juga menjadi penyebab. Di samping itu, KIARA juga telah melaporkan adanya dugaan korupsi di bidang kelautan dan perikanan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat ini KPK masih mendalami laporan tersebut. Akibat kasus pencurian ikan tersebut, menurut FAO, Indonesia tercatat mengalami kerugian Rp 300 triliun setiap tahunnya. Namun, jumlah itu hanya dari segi ikan. Jika ditambah dengan nilai pajak negara, kerugian mencapai Rp 50 triliun per tahun. Permen Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan atas perubahan Permen 30 Tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap dianggap tidak menyelesaikan masalah pencurian ikan. Bahkan berpotensi tetap melanggar Pasal 25B UU No. 45 Tahun 2009. Pertama, kewajiban Vessel Monitoring System untuk Kapal 30 GT dan Asing Dilonggarkan. Kedua, alih muatan kapal masih diperbolehkan. Pengaturan mengenai transhipment (alih muatan) dari antara kapal di atas perairan masih dimungkinkan dilakukan berdasarkan Permen 26 Tahun 2013. Dengan masih diberikan kebebasan untuk melakukan alih muatan merupakan celah yang berisiko tetap terjadinya pencurian ikan. Terlebih dengan adanya pengecualian terhadap komoditas tuna segar untuk wajib diolah di dalam negeri. Komoditas tuna segar dikecualikan dari Unit Pengolahan Ikan. Di tengah minimnya kapasitas negara melakukan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, merevisi peraturan menteri yang berpotensi merugikan Negara dan nelayan tradisional, serta mengganggu ketersediaan sumber pangan perikanan dalam negeri harus dilakukan. Tunggu apalagi Presiden Jokowi!*** Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal Unreported and Unregulated Fishing 2012-2016 S ejak 27 Desember 2012, Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengesahkan Keputusan Menteri Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing Tahun 2012-2016. Kepmen tersebut disahkan sebagai usaha untuk mencegah dan menanggulangi Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing, perlu dilakukan pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Indonesia sebagai bagian anggota dari Organisasi Pangan Dunia yang pada tahun 2001 telah menyusun International Plan of Action to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing, di tingkat internasional dan Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing in the Southeast Asia Region di tingkat regional. Oleh karena itu dibentuklah rencana aksi di tingkat nasional untuk mencegah dan menanggulangi Perikanan yang melanggar hukum (illegal), tidak dilaporkan (unreported), dan tidak diatur (unregulated) yang berlaku selama 4 tahun dari 2012-2016. Rencana Aksi Nasional ini menjadi acuan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam upaya mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU Fishing sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Fungsi koordinasi di laksanakan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. RAN ini memiliki dua lampiran yang pertama menjelaskan mengenai Rencana Aksi Nasional IUU Fishing yang terdiri dari 5 bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Kondisi Perikanan Tangkap di Indonesia, Bab III Illegal, Unreported, And Unregulated Fishing di Indonesia, Bab IV Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing Saat Ini dan Bab V Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing. Lampiran kedua menjelaskan jadwal pelaksanaan Rencana Aksi Nasional IUU Fishing dari tahun 2012 hingga tahun 2016 Kondisi Perikanan Tangkap dan IUU Fishing di Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selaku pihak yang berwenang mengelola sumber daya perikanan 10KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 mengelompokkan WPP-NRI untuk kegiatan penangkapan ikan menjadi 11 (sebelas) wilayah, yang ditetapkan dengan Permen Kelautan dan Perikanan No. PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Selain melakukan pengelompokkan WPP-NRI tersebut, Indonesia melakukan penyempurnaan sistem perizinan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan usaha di WPPNRI dan laut lepas dengan ketentuan bahwa setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang digunakan untuk menangkap ikan dan mengangkut ikan wajib dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Kewenangan penerbitan SIUP, SIPI, dan SIKPI bagi kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan di WPP-NRI terbagi ke dalam tingkat sebagai berikut: Direktur Jenderal berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT, menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing; Gubernur berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT, di wilayah administrasinya dan beroperasi di 11 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing; Bupati/walikota berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran 5 (lima) GT sampai dengan 10 (sepuluh) GT, di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. Terkait dengan IUU Fishing, Indonesia telah mengembangkan sistem Monitoring, Control, and Surveillance (MCS) Perikanan. MCS tersebut dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun didukung pula oleh Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Laut (TNI-AL), Polisi Perairan (POLAIR), Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), dan Perhubungan Laut (Hubla). Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing Saat Ini Sampai saat ini, baru ditetapkan 5 (lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan SDKP, yaitu Pangkalan Pengawasan SDKP-Jakarta, Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung Sulawesi Utara, Stasiun Pengawasan SDKP Belawan-Sumatera Utara, Stasiun Pengawasan SDKP PontianakKalimantan Barat, dan Stasiun Pengawasan SDKP Tual-Maluku Tenggara. Selain itu terdapat Satuan Kerja (Satker) dan Pos Pengawasan yang tersebar di daerah, namun tidak mempunyai pejabat struktural. Sarana dan prasarana pengawasan yang dibutuhkan untuk pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing antara lain kapal patroli, alat komunikasi, Vessel Monitoring System (VMS), pesawat patroli udara, radar pantai, sistem pengawasan masyarakat (SISWASMAS), kelembagaan, senjata api sebagai alat pengaman diri, dan personil pengawas perikanan Upaya pencegahan IUU Fishing di Indonesia dilakukan dengan pengendalian pengelolaan penangkapan ikan melalui mekanisme perizinan, pengawasan perikanan, dan ditindaklanjuti dengan penegakan hukum. Kegiatan tersebut dilakukan melalui kerja sama dan koordinasi antar instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan di laut, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, TNI-AL, dan Polisi Perairan. Pelaksanaan pengawasan sumber daya perikanan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. pengawasan pada tahap pra produksi dilakukan dengan mengedepankan pencegahan (preventif) melalui penerapan SLO dan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) Keberangkatan sebagai hasil pemeriksaan dokumen kapal. 2. pengawasan pada tahap produksi dilakukan dengan cara melakukan pemantauan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan menggunakan transmitter VMS dan patroli kapal pengawas melalui verifikasi data dokumen/perizinan, alat tangkap, ukuran kapal, ABK, wilayah 12KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 penangkapan, hasil tangkapan, dan aktivasi transmitter VMS. 3. pengawasan pada tahap pasca produksi dilakukan setelah melakukan penangkapan ikan, dengan melakukan pemeriksaan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, serta hasil tangkapan di pelabuhan. Upaya penanggulangan IUU Fishing di Indonesia dilakukan antara lain melalui: 1. mengadopsi atau meratifikasi peraturan internasional; 2. meninjau ulang dan penyesuaian legislasi nasional jika diperlukan; 3. merekrut pengawas perikanan dan PPNS serta melakukan pengembangan kapasitas; 4. berpartisipasi aktif dalam RFMO dan organisasi perikanan internasional lainnya; 5. berperan aktif dalam RPOA-IUU; 6. mengimplementasikan MCS melalui VMS, observer, log book dan pemeriksaan pelabuhan; 7. membentuk dan mengembangkan kapasitas UPT Pengawasan SDKP di daerah; 8. menyediakan infrastruktur pengawasan, seperti kapal pengawas dan speedboat; 9. meningkatkan kapasitas Pokmaswas; 10.membentuk Peradilan Perikanan; dan 11.mengintensifkan operasi 13 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 pengawasan dan melakukan patroli bersama atau terkoordinasi. Rencana Negara Bagian terpenting dari Keputusan Menteri ini terdapat di Lampiran I Bab V yang menjabarkan berbagai rencana aksi yang akan di lakukan Indonesia untuk menghentikan IUU Fishing. Terdapat 8 bagian pokok dalam rencana aksi, yaitu: A. Tanggung Jawab Semua Negara; B. Tanggung Jawab Negara Bendera; C. Tindakan Negara Pantai; D. Tindakan Negara Pelabuhan; E. Kesepakatan Ketentuan Terkait Tentang Pasar Internasional; F. Penelitian; G. Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional; dan H. Kebutuhan Negara Berkembang. Bagian Tanggung Jawab Semua Negara terbagi ke dalam enam subbagian yaitu: (1) Instrumen Internasional; (2) Legislasi Nasional; (3) Rencana Aksi Nasional; (4) Kerja Sama Antar Negara (5) Publikasi; dan (6) Kapasitas Teknis dan Sumber Daya. Dalam Instrumen Internasional, Rencana Aksi Indonesia meliputi: 1) melanjutkan proses ratifikasi FAO Compliance Agreement tahun 1993; 2) melanjutkan proses keanggotaan dalam WCPFC; 3) melanjutkan proses ratifikasi Port State Measures; 4) melanjutkan proses integrasi resolusi RFMOs ke dalam legislasi nasional; 5) aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan RFMOs, termasuk melaksanakan resolusi dan peningkatan kapasitas; 6) memperbaharui authorized fishing vessel dan record of fishing vessel; dan 7) melengkapi peraturan perundang- undangan dan pedoman pelaksanaan untuk implementasi instrumen internasional. Dalam subbagian Legislasi Nasional Indonesia memiliki rencanan aksi nasional terkait dengan lima bagian yang terbagi dalam: a. Peraturan perundang-undangan; b. Kontrol Negara Secara Nasional; c. Kapal Tanpa Kebangsaan; d. Sanksi. e. Insentif Ekonomi Terkait dengan peraturan perundangundangan saat ini sedang menyiapkan beberapa peraturan perundangundangan meliputi 5 aksi: 1. finalisasi rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengawasan Perikanan; 2. menyusun bahan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Penghargaan kepada Aparat Penegak Hukum, dan Pihak yang Berjasa dalam Upaya Penyelamatan Kekayaan Negara; 3. menyusun draft Peraturan Menteri tentang Pemantau Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan (Observer); 4. mengupayakan pengaturan penggunaan bukti elektronik dalam penanganan tindak pidana perikanan dalam peraturan perundangundangan; 5. penyempurnaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan yang mengatur mengenai implementasi Vessel Monitoring System (VMS). Terkait dengan Kontrol Negara secara Nasional rencana aksi Indonesia meliputi 3 aspek: 1. menyesuaikan berbagai peraturan perundangundangan maupun kebijakan yang terkait dengan upaya pencegaha dan penanggulangan IUU Fishing oleh kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan Indonesia dengan ketentuan internasional; 2. meningkatkan pengawasan terhadap seluruh kapal penangkap dan kapal pengangkut ikan Indonesia; 3. memperkuat kelembagaan dan koordinasi secara terpadu untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing. Terkait dengan Kapal Tanpa Kebangsaan rencana aksi Indonesia berupaya untuk mengantisipasi kapal-kapal tanpa kebangsaan yang melakukan penangkapan di laut lepas yang akan masuk ke Indonesia dengan optimalisasi operasional kapal pengawas, peningkatan kualitas sumber daya pengawas perikanan, koordinasi dengan instansi terkait, antara lain POLAIR dan TNI-AL, serta pemberdayaan POKMASWAS. Terkait Sanksi Indonesia akan terus meningkatkan konsistensi dan transparansi dalam menerapkan sanksi bagi pelaku IUU Fishing. Dalam Insentif Ekonomi rencana aksi Indonesia akan konsisten untuk tidak memberikan dukungan ekonomi termasuk subsidi bahan bakar kepada kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang terlibat dalam IUU Fishing. Dalam upaya Monitoring, Control and Surveillance rencana aksi meliputi 5 bagian, yaitu: 1. meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan kelembagaan pengawasan sumber daya perikanan, serta mengembangkan infrastruktur 14KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 pengawasan; 2. mengintegrasikan sistem pengelolaan perikanan; 3. meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait; 4. melanjutkan pelaksanaan patroli bersama dengan negara-negara tetangga; 5. mendorong terlaksananya pertukaran informasi dengan negara-negara tetangga. Pada bagian Tanggung Jawab Negara Bendera, terbagi ke dalam 3 bagian: pertama, Pendaftaran Kapal Ikan dengan rencana aksi meliputi: a. melakukan koordinasi dan integrasi data pendaftaran kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan antar instansi terkait; dan b. memeriksa riwayat IUU Fishing kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dalam rangka pendaftaran kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan. Kedua, Pencatatan Kapal Perikanan dengan rencana aksi mengevaluasi sistem pencatatan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan agar efektif dalam mendukung pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing, termasuk kemudahan akses data untuk keperluan verifikasi. Ketiga, Kewenangan Untuk Menangkap Ikan dengan rencana aksi dalam rangka meningkatkan pengelolaan perikanan Indonesia akan mengupayakan penyempurnaan sistem perizinan usaha perikanan tangkap di WPP-NRI dan Laut Lepas. Bagian Ketiga tentang Tindakan Negara Pantai terdapat tiga rencana aksi yang meliputi: 1. menyempurnakan sistem perizinan di ZEEI; 15 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 2. meningkatkan peran Pengawas Perikanan dalam pemeriksaan kelaikan operasi kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan sebelum melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengangkutan ikan; 3. mengoptimalkan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengangkutan ikan di ZEEI dan koordinasi dengan instansi terkait. Bagian keempat, Tindakan Negara Pelabuhan dengan rencana aksi meliputi: 1. mengupayakan percepatan proses ratifikasi FAO Port State Measures Agreement; 2. meningkatkan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan di pelabuhan dalam implementasi Port State Measures Agreement, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM, melengkapi sarana dan prasarana, dan meningkatkan komunikasi dengan RFMOs; 3. meningkatkan dan mengefektifkan koordinasi dengan instansi terkait dalam pengawasan terhadap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan di wilayah pelabuhan. Bagian kelima tentang Kesepakatan Ketentuan Terkait Tentang Pasar Internasional dengan dengan rencana aksi meliputi: 1. penerapan “trade information scheme” untuk perdagangan tuna; 2. penerapan ketentuan-ketentuan CITES untuk perdagangan spesies ikan langka; 3. penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin sebagai syarat untuk mendapatkan Exsport Exit Permit; 4. penerapan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009. Bagian keenam mengenai Penelitian, dengan dua rencana aksi meliputi: 1. melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan IUU Fishing; 2. mengembangkan penelitian pengenalan jenis ikan dengan metode DNA atau metode lainnya menggunakan sampel ikan segar dan sampel produk ikan olahan. Bagian ketujuh G. ORGANISASI PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL dengan rencana aksi meliputi: 1. dalam upaya pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing, Indonesia akan meningkatkan kepatuhan terhadap resolusi RFMOs dan menyampaikan laporan sesuai ketentuan RFMOs; 2. memfinalisasi draft revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/ MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan; 3. melanjutkan proses keanggotaan pada WCPFC; 4. mengimplementasikan resolusi-resolusi RFMO yang telah diadopsi melalui peraturan perundangundangan nasional, serta bekerjasama dan berkoordinasi dengan negaranegara lain melalui RFMO dalam mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU Fishing. Bagian kedelapan, mengenai Kebutuhan Negara Berkembang dengan rencana aksi meliputi: 1. melanjutkan kerja sama dalam kegiatan pelatihan, peningkatan kapasitas, dan bimbingan teknis yang selama ini sudah berjalan; 2. mengupayakan kerja sama bantuan teknis lanjutan di bidang pendidikan (beasiswa) dan pelatihan, penelitian, kerja sama operasi pengawasan, serta sarana prasarana pengawasan, antara lain dengan International MCS Network (IMCSN), Australian Fisheries Management Authority (AFMA), dan lembaga lain yang relevan.*** (AMH) Setara Sulyati Sarjana Pendidikan di Kampung Nelayan “ Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang,” demikian pesan Bung Karno yang mengilhami Sulyati, perempuan bertubuh mungil dari Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal. Ia bermimpi, suatu hari nanti akan ada anak nelayan yang bisa lulus kuliah dan menjadi sarjana. Pasalnya, pendidikan tinggi di kampungkampung nelayan masih dianggap ‘barang’ mahal. Cap buruk tentang kebodohan pun masih melekat di kampungkampung nelayan. Ia biasa dipanggil Mbak Sul, istri nelayan dan ibu dari tiga anak yang hingga hari ini melawan kebodohan dan kemiskinan di kampungnya. Sarjana Pendidikan Di kebanyakan kampung nelayan, pendidikan bukan hal yang diprioritaskan. Angka putus sekolah yang terjadi di kampung nelayan pun kian meningkat setiap tahunnya. Mbak Sul memperkirakan di kampungnya saja tiap tahun sekitar 20 anak nelayan putus sekolah. Biaya hidup yang kian tinggi dan biaya pendidikan yang kian mahal menjadikan pendidikan seperti barang eksklusif. “Banyak yang putus sekolah, biaya sekolah mahalnya minta ampun. Nelayan Gempolsewu banyak yang hidup miskin, musim rendeng semakin membuat nelayan hidup sulit. Apalagi sekarang anak-anak suka main hape, sekolah bukan hal penting. Jadi banyak juga dari mereka pengen cepat kerja, jadi buruh-buruh supaya bisa beli hape itu,” cerita Mbak Sul sambil tersenyum. Melihat angka putus sekolah yang kian tinggi menggerakkan Mbak Sul mendobrak stigma buruk tentang kebodohan. Ia dan suaminya bekerja keras bersama agar bisa meraih gelar sarjana. Mulanya Mbak Sul mulai mengajar di tahun 2001 sebagai guru TK yang bergaji Rp.20.000 per bulan. Gaji yang diterima Mbak Sul tentu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun dedikasinyalah yang terus membuat Mbak Sul terus mengajar. Hingga akhirnya ia harus berhenti menjadi guru TK untuk mengurus anaknya yang sakit. Mbak Sul kembali mengajar mengajar anak-anak TK baru dilanjutkan pada tahun 2005, setelah anaknya pulih dari sakit flek yang dideritanya. “Waktu mulai mengajar lagi tahun 2005 gajinya sudah naik jadi Rp. 50.00 per bulan,” katanya penuh semangat. Hingga di tahun 2012 impian Mbak Sul untuk melanjutkan ke jenjang kuliah tidak tertahankan. Ia ingin membuktikan bahwa istri nelayan pun 18KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 bisa bermimpi menjadi sarjana dan perlahan meraihnya. “Ndak mudah mendapatkan gelar, pinjam uang sana sini untuk bayar SPP. Apalagi waktu mulai kuliah saya baru melahirkan anak ketiga, kalau saya kuliah anak saya titipkan ke saudarasaudari. Nah kalau pulang itu baru saya ambil. Kadang sudah pada tidur saya gendong bawa pulang,” kenang Mbak Sul. Masa-masa kuliah konon menjadi masa paling sulit bagi Mbak Sul. Suaminya harus menjadi TKI untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Kehidupan nelayan belum mampu menutupi kebutuhan sehari-hari Mbak Sul dan keluarga kala itu. Praktis ia yang mengurus anak-anaknya sembari kuliah. Namun, perjuangannya membawa hasil, Mbak Sul menjadi sarjana dan mendapat gelar S.Pd (Sarjana Pendidikan). Sanitasi Gempolsewu Apa yang kita bayangkan ketika mengukur seseorang itu kaya atau tidak? Uang, jabatan, titel, atau berbatas materi? Bagi Mbak Sul, di tengah kampungnya Gempolsewu, kekayaan seseorang dinilai dari apakah rumahnya memiliki WC atau tidak. “Orang kaya di kampung kami itu artinya punya WC sendiri di rumah, ndak perlu repot lari-lari ke jamban dan antri,” ujar Mbak Sul sembari tertawa. Terlebih lagi di kampungnya tidak ada tempat pembuangan sampah, semua dibuang ke sungai yang berakhir 19 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 ke laut. Tanpa dipungkiri, kondisi kampung Gempolsewu kian kumuh dan masyarakatnya rentan penyakit. Jika banjir rob datang, semua sampah dan isi dari sungai masuk ke rumahrumah nelayan. Anak-anak kecil banyak yang terserang penyakit. Pada tahun 2012 seorang anak kecil yang merupakan murid didik Mbak Sul meninggal dunia karena terkena DBD. Mbak Sul dan kawankawan menjadi motor penggerak melakukan aksi untuk meminta fogging di kampungnya. “Saya kehilangan dan sedih, rasanya sulit sekali meminta pemerintah peduli kepada kesehatan nelayan,” harap Mbak Sul. Hingga hari ini, warga sekitar Gempolsewu selalu datang ke rumah Mbak Sul jika keluarganya sedang sakit dan membutuhkan informasi fasilitas kesehatan dari pemerintah. Namun, kebutuhan dasar untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, lingkungan dan sanitasi bersih masih menjadi hal mahal untuk didapat oleh nelayan Gempolsewu. “Kebanyakan nelayan ndak ngerti harus kemana dan gimana kalau mereka sakit, mereka punya kartu nelayan tapi ndak ada fungsi,” kesal Mbak Sul. Sekar Wilujeng Nelayan Gempolsewu pun harus terus berhadapan dengan perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Musim rendeng atau musim paceklik kerap membuat nelayan terjebak pada lintah darat. Melihat banyaknya nelayan yang terjebak hutang, Mbak Sul mulai melakukan perubahan melalui Sekar Wilujeng, kelompok perempuan nelayan yang beranggotakan 50 orang perempuan nelayan. Mbak Sul bersama kelompoknya mulai mengembangkan tabungan rendeng. Tabungan yang dapat digunakan oleh nelayan jika musim paceklik tiba. Melalui tabungan inilah anggotanya mulai perlahan-lahan terlepas dari lintah darat. Terpenting budaya menabung sudah tumbuh dan membuat kelompok Sekar Wilujeng kian bersemangat untuk lepas dari lilitan hutang. Tidak sampai di situ, Mbak Sul pun mulai menggerakan perempuan nelayan untuk membuat hasil olahan laut, seperti kerupuk, ikan asin, dan terasi. Hasil produknya dijual di sekitar kampung dan pasar terdekat. Mbak Sul menilai panganan sehat hanya berasal dari olahan sendiri, bukan dari tradisi membeli makanan cepat saji ataupun instan. “Sulit menemukan pasar yang mau menerima produk kami, karena memang kemasannya masih tradisional dan sederhana. Tapi kelompok Sekar Wilujeng selalu semangat dan ndak pernah menyerah,” imbuh Mbak Sul. Pada tahun 2012, Mbak Sul bergabung dalam PPNI atau Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia. Mimpinya telah tergabung bersama kelompok perempuan nelayan dari seluruh Indonesia adalah perempuan nelayan haruslah sejahtera. “Perempuan nelayan itu tahu, mampu dan mau—ia harus mendapatkan keadilan dalam hak dan akses terhadap sumber daya alam yang bersih, sehat dan berkelanjutan untuk hidup mereka yang lebih sejahtera. Ini seperti mimpi, tapi mimpi yang harus jadi kenyataan,” tutup Sulyati, saarjana pendidikan Gempolsewu.*** (SH) Jelajah Peran Aktif Nelayan Tradisional dalam POKMASWAS: Upaya Mencegah Pencurian Ikan di Perbatasan B elakangan ini kasus pencurian ikan semakin meresahkan nelayan tradisional. Kasus tersebut sering terjadi karena minimnya pengawasan di laut lepas, terutama di perairan perbatasan sehingga memberikan kerugian kepada nelayan tradisional dan negara. Hal ini terjadi karena saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya memiliki 24 kapal pengawas laut. Meskipun belakangan ada penambahan sekitar 2 atau 3 kapal, namun hal itu masih jauh dari kebutuhan luasnya laut Indonesia. Idealnya, Indonesia sudah harus memiliki 80 buah kapal pengawas laut. Di sisi lain, kewenangan bidang kelautan dan perikanan yang terbagi pada TNI Angkatan Laut, Kepolisian dan 11 kementerian/ lembaga negara lainnya juga menjadi penyebab semakin merajalelanya pencuri ikan. Dampak lemahnya pengawasan di laut lepas dan kawasan perairan perbatasan, Indonesia mengalami kerugian triliunan rupiah setiap tahun. Pusat Data dan Informasi KIARA tahun 2014 menyebutkan sepanjang 2001 hingga 2013 telah terjadi 6.215 kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu lebih dari 60 persen atau 3.782 terjadi sampai November 2012. Akibat kasus pencurian ikan tersebut, menurut FAO, Indonesia tercatat mengalami kerugian Rp. 300 triliun setiap tahunnya. Jumlah tersebut hanya dari sumber daya perikanan. Jika ditambah dengan nilai pajak negara, kerugian mencapai Rp. 50 triliun per tahun. Padahal jauh hari sebelum maraknya pencurian ikan di perbatasan, pemerintah telah memiliki aturan untuk melakukan pengawasan sumber daya kelautan. Sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Salah satu turunan kebijakan yang bisa dijadikan rujukan dan melibatkan partisipasi nelayan tradisional adalah Keputusan Menteri 22KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, pengawasan perikanan dapat melibatkan masyarakat. Surat Keputusan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pihak yang berkepentingan, yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berbasis masyarakat. Aturan ini juga menyasar tiga hal pokok, yaitu: pertama, terbentuknya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat, yang secara integratif dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi nonpemerintah serta dunia usaha dengan tetap mengacu kepada peraturan dan perundangan yang ada/ berlaku; kedua, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; dan ketiga, terlaksananya kerjasama pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan oleh aparat keamanan dan penegak hukum, serta masyarakat. Secara operasional, dibentuk Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (SISWASMAS) di mana sistem pengawasan tersebut melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengawasi dan mengendalikan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab, agar dapat diperoleh manfaat secara berkelanjutan. Sedangkan ruang 23 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 lingkup sistem pengawasan berbasis masyarakat ini mencakup dua hal pokok, yaitu: pertama, pembentukan jaringan siswasmas yang mencakup: 2. Dalam rangka melakukan apresiasi pengawasan, maka perlu ditumbuhkembangkan POKMASWAS melalui sosialisasi. Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya. 3. Sesuai dengan kemampuan pemerintah POKMASWAS dapat diberikan bantuan sarana dan prasarana pengawasan secara selektif serta disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur pemerintah daerah, dan dikoordinir oleh seorang anggota masyarakat dalam POKMASWAS, yang berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah/ petugas. Para nelayan yang menjadi ABK kapalkapal penangkap ikan dan nelayannelayan kecil serta masyarakat maritim lainnya, dapat merupakan anggota kelompok masyarakat pengawas. Kepengurusan POKMASWAS dipilih oleh masyarakat dan terdaftar sebagai anggota. Kedua, pemberdayaan POKMASWAS dan peningkatan kemampuan kelompok-kelompok pengawas yang mencakup: 1. Tradisi atau budaya setempat yang merupakan perilaku yang ramah lingkungan, seperti Sasi, Awig-awig, Panglima Laut, Bajo dan lainnya merupakan budaya masyarakat yang perlu didorong kesertaannya dalam SISWASMAS. 4. Pemerintah dan atau Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan POKMASWAS melalui pembinaan, bimbingan dan pelatihan bagi peningkatan kemampuan POKMASWAS. Tata cara Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (SISWASMAS) ini merupakan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan dunia usaha dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan aktivitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang berbasis masyarakat. Tata cara ini masih bersifat umum dan dapat dijabarkan ke dalam peraturan daerah atau pedoman teknis di tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota Kebijakan ini bisa menjadi rujukan bagi nelayan tradisional untuk melakuan pengawasan dalam mempertahankan adat istiadat, hukum adat dan kearifan lokal dari ancaman aktivitas pengerukan sumber daya kelautan yang tidak lestari. Dan yang tak kalah penting bisa dijadikan pijakan bagi nelayan tradisional terutama yang berada di perbatasan untuk terlibat aktif dalam pengawasan terhadap sumber daya kelautan. Dengan cara mendatangi kantor Dinas Kelautan dan Perikanan setempat untuk mendaftar dan mendapat pembekalan sebagai bagian dari POKMASWAS. *** (SD) Nama dan Peristiwa Kartika Jahja Perempuan Nelayan Itu Pahlawan M alam tanggal 17 Mei 2014 bertempat di Taman Menteng Jakarta, para pengunjung panggung Festival (Negeri) Bahari yang digelar oleh KIARA larut dalam lengkingan suara merdu vokalis grup band Tika & The Dissidents. Sebuah grup musik indie yang digawangi oleh Kartika Jahja sebagai vokalis, Iga Massardi sebagai pemain gitar, dan Susan Agiwitanto, sang pembetot Bass. Meski hanya didampingi oleh sang gitaris saat tampil, alunan lagu yang disajikan tak kehilangan makna dan tetap menyihir para penonton. 25 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 Grup musik ini memiliki ciri khas karena aliran musik eklektik menggabungkan jazz, blues, tango, hingga punk, dan menabrakkannya dengan lirik-lirik yang tajam dan politis. Dengan beragam jenis musik, mereka pun sulit untuk dikategorikan ke dalam satu genre. memberikan apresiasi dan penghormatannya kepada perempuan nelayan. Selain tangguh, para perempuan nelayan juga memiliki andil dan tanggung jawab besar terhadap keberlangsungan ekonomi kehidupan keluarga nelayan. Menurut Tika, dengan kolase Tika & The Dissidents menggabungkan sejumlah elemen musik. "Elemen yang satu kami gabung dengan elemen yang lain dan nggak ada satu elemen yang pasti. Tapi, karena musik ini kolase, jadi, feeling saja, mana yang enak kami masukkan dan kirakira bisa blend (bercampur) atau enggak dan menghasilkan sesuatu yang beda," jelas Tika. Kepeduliannya terhadap perempuan nelayan harus menjadi aspirasi kaum muda. Atas desikasinya yang sangat besar bagi gerakan sosial, tidak heran bila Majalah TIME Asia menjuluki Tika sebagai “Indonesia’s hottest diva”. Demikian pula Majalah Tempo memilih album the Headless Songstress sebagai “Album of the Year 2009” dan Tika & the Dissidents sebagai “Tokoh Musik 2009 Pilihan Tempo”.*** Dengan lagu Pol Pot dari album The Headless Songstress yang dinyanyikan malam itu, Tika & The Dissidents ingin menyentil pembantaian massal intelektualitas oleh televisi. "Ini butuh analogi. Kembali lagi bagaimana pikiran kita diseragamkan oleh TV, sehingga kami pilih nama Pol Pot untuk mewakili pembantaian," paparnya di akhir pertunjukan. Pol Pot, aslinya bernama Saloth Sar (19 Mei 1925-15 April 1998), merupakan pemimpin Khmer Merah dan menjadi Perdana Menteri Kamboja pada 19761979. Rezimnya disebut sebagai pembantai sedikitnya 2 juta warga Kamboja. Di sela-sela penampilannya, tak henti-hentinya sang vokalis Konsultasi Hukum Perizinan Kapal Perikanan Indonesia P Konsultasi dipandu oleh: Ahmad Marthin Hadiwinata, SH (Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan) erizinan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan akan terkait dengan dua instansi, yaitu perhubungan laut (hubla) dan kelautan dan perikanan (Perikanan tangkap). Jadi tulisan ini akan mencoba memaparkan mengenai perizinan perkapalan dan perizinan perikanan. Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email : [email protected] Disclaimer: Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Rubrik Konsultasi Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan dan advokasi. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum dan daftar sumber bacaan yang digunakan dalam rubrik ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku. Perlu dipahami bahwa perizinan hanya dibebankan kepada nelayan dengan menggunakan kapal di atas 5 (lima) gross ton (GT). Karena berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan kecil yang didefinisikan sebagai nelayan dengan kapal hingga mencapai 5 GT dibebaskan dari kewajiban untuk memiliki perizinan. Nelayan kecil tidak diwajibkan untuk memiliki SIUP, SIPI dan SIKPI berdasarkan UU Perikanan. Dihapuskannya kewajiban untuk memiliki perizinan-perizinan tersebut diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004, Pasal 27 ayat (5) UU No. 45 Tahun 2009 dan Pasal 28 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009. Perizinan Perkapalan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Perikanan, Kapal Perikanan milik orang Indonesia atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap di WPP-RI dan/atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan Indonesia.1 Pendaftaran tersebut dengan syarat dokumen berupa: a. bukti kepemilikan; b. identitas pemilik; dan c. surat ukur. Ketentuan lebih lanjut menenai pendaftaran kapal diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No. PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Dalam Permen KP No. PER.27/ MEN/2009 , apabila permohonan pendaftaran kapal telah diterima secara lengkap, maka pejabat berdasarkan kewenanganannya 28KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 menerbitkan buku kapal perikanan. Terdapat 3 macam buku kapal perikanan diterbitkan dengan sampul warna merah, kuning dan hijau. Untuk sampul berwarna merah diterbitkan oleh Direktur Jenderal untuk kapal dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT. Untuk sampul berwarna kuning diterbitkan oleh Gubernur untuk kapal dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Untuk sampul berwarna hijau diterbitkan oleh Bupati/ Walikota untuk kapal dengan ukuran diatas 5 (lima) GT sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. UU Perikanan juga mengatur bahwa setiap kapal yang berlayar wajib untuk menunjukkan secara jelas identitas kapalnya. Hal ini diatur dalam Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, setiap kapal yang berlayar di perairan Indonesia harus menunjukkan secara jelas identitas kapalnya. Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara 29 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 pengukuran dan penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 Tahun 2012 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 8 Tahun 2013 tentang Pengukuran Kapal. Jika merujuk kepada UU Pelayaran maka kapal yang dapat mendapatkan tanda bukti kebangsaan adalah kapal dengan ukuran minimal 7 GT.2 Setelah melakukan pendaftaran kapal dan sebagai bukti kapal telah terdaftar, pemilik kapal terdaftar akan diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Perizinan Perikanan Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di WPP-NRI dan laut lepas menentukan bahwa setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang digunakan untuk menangkap ikan dan mengangkut ikan wajib dilengkapi 1 Pasal 36 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut: “Kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan laut lepas wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia.” 2 Pasal 155 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2008 yang berbunyi: “Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).” Pasal 155 ayat (3) dan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU No. 17 Tahun 2008 yang berbunyi: “Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage);” dengan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Persyaratan dan tata cara memperoleh SIUP, SIPI, dan SIKPI bagi kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan di WPPNRI diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/ MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 26 / PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Pembagian kewenangan penerbitan SIUP, SIPI, dan SIKPI bagi kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan di WPPNRI sebagai berikut: A. Direktur Jenderal berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT, menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing; B. Gubernur berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT, di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/ atau tenaga kerja asing; C. Bupati/walikota berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran 5 (lima) GT sampai dengan 10 (sepuluh) GT, di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, Tokoh 30KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. SIUP, SIPI, dan SIKPI diberikan berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek, antara lain kelengkapan persyaratan, rencana usaha, potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan surat-surat kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dari instansi terkait. Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan akan dilakukan verifikasi dokumen, seperti dokumen perizinan, fisik kapal, alat tangkap, ukuran kapal, awak kapal, wilayah penangkapan dan aktifasi transmitter VMS. Jika hasil verifikasi telah sesuai dengan ketentuan, maka diterbitkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) Keberangkatan dan Surat Laik Operasi (SLO) sebagai hasil pemeriksaan dokumen kapal. Jika tidak sesuai ketentuan maka SLO tidak diterbitkan sampai dilakukan langkahlangkah untuk kelengkapan dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Menurut Pasal 86 Permen Kelautan dan Perikanan tentang Usaha Perikanan Tangkap, wajib ada 3 dokumen yang ada di atas kapal penangkap ikan dan/ atau kapal pengangkut ikan. Dokumen tersebut terdiri atas: a. SIPI/SIKPI asli; b. Surat Laik Operasi (SLO) asli; dan c. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) asli. Apabila tidak membawa dokumen tersebut maka dapat dikategorikan sebagai “tidak memiliki dokumen”. Referensi: 1.Undang-Undang tentang Perikanan yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 2.UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 3.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 26 /PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/ MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia; 4.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan; 5.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan; 6.Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 TAHUN 2012 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal; 7.Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor : 36/DJ-PT/2010 tentang Spesifikasi, Kodefikasi, dan Tata Cara Penulisan Tanda Pengenal Kapal Perikanan. Hasan Gorang Laut Lembata & Perhaps I should not have been a fisherman, he thought. But that was the thing that I was born for. Ernest Hemingway (The Old Man and the Sea) T he Old Man and the Sea adalah karya fiksi terakhir yang ditulis oleh Ernest Hemingway. Novella atau novel pendek ini ditulis pada tahun 1951 di Kuba. The Old Man and the Sea mendapatkan hadiah Nobel di tahun 1954, karya yang dinilai memperkuat keulungan kepustakaan Hemingway lewat narasi yang menggugah. The Old Man and the Sea memiliki cerita yang sederhana. Kisah seorang bernama Santiago, nelayan tua dari Kuba yang berusaha menangkap seekor ikan marlin raksasa hingga terseret arus ke Teluk Meksiko. Santiago adalah lelaki tua yang mempercayai jika hidupnya terlahir sebagai seorang nelayan. Santiago si nelayan tua harus menghadapi kekalahan besar sesekali, selama 83 hari ia telah gagal menangkap ikan seekor pun. Bahkan Santiago mendapat julukan "salao", yaitu tersial dari yang sial. 32KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 33 KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 ia selalu percaya jika ia memang terlahir sebagai nelayan. Di timur Indonesia, Lembata, Nusa Tenggara Timur, seorang lelaki bernama Hasan Gorang pun berpikir serupa: ia memang dilahirkan untuk menjadi seorang nelayan. sederhana dari hasil jerih payahnya. Dengan keterbatasannya ia pergi melaut seorang diri. Bertumpu pada kedua tangannya, Hasan Gorang selalu pulang membawa hasil. Hasan Gorang terlahir kembar, saudaranya bernama Hasan Dudeng. Namun, Hasan Gorang terlahir dengan fisik yang kurang sempurna, kakinya kecil dan ia tidak bisa berdiri tegap. Hasan Gorang sangat mencintai ibunya, terlihat dari matanya yang hampir menangis ketika bercerita bahwa ibunya sedang sakit saat ini. Kemampuan Hasan Gorang membaca alam tidak diragukan lagi, sampannya sering pulang dengan hasil yang cukup untuk keluarganya. “Asal kita merasa cukup untuk kebutuhan kita, tidak perlu ambil banyak-banyak sebenarnya,” cerita Hasan sembari tersenyum. “Dari umur 3 bulan, bapak merantau dan saya tidak pernah lihat wajahnya. Saya tumbuh besar dari tangan ibu,” ujar Hasan Gorang. Melewati tiga hari perjuangan menaklukkan seekor ikan marlin, ia harus menarik terus kailnya hingga jauh ia terbawa ke Teluk Meksiko. Santiago akhirnya dapat menaklukkannya dengan harpoon. Ikan marlin itu diikatkan ke samping perahu Santiago, namun dalam perjalanan kembali ke darat, darah dari ikan marlin mengucur terus sehingga menarik para hiu untuk memakannya. Santiago tua pun terus berusaha menghalau ikan hiu yang terus bermunculan dengan separuh tenaganya yang hampir habis. Hingga akhirnya ikan marlin itu habis dimakan oleh ikan hiu dan hanya tersisa tulang-belulang. Santiago sampai ke darat dan disambut oleh Manolin, sahabatnya yang baru berusia 10 tahun. Banyak nelayan lain yang terkejut melihat besarnya tulangtulang ikan yang sudah ditangkap oleh Santiago. Santiago mengajarkan kita betapa hidup adalah mencapai tujuan dengan kesabaran, tabah dan gigih. Santiago tua mengajarkan kita untuk bertahan atas apa yang menjadi hak dan hasil jerih payah kita sendiri. Hidup bisa dikatakan berjuang dan menjadi nelayan adalah takdir harus dijalani secara sungguh-sungguh. Nelayan tangguh Santiago si nelayan tua dari Kuba dalam cerita The Old Man and the Sea ingin meninggalkan pesan yang dalam; Kehidupan keluarganya yang miskin membuat Hasan Gorang mengambil keputusan besar, di tahun 1970 untuk pertama kalinya ia memberanikan diri merantau ke Bonerate, Sulawesi Selatan, seorang diri. Alasan Hasan Gorang merantau cukup sederhana: membeli ‘Body’ (perahu/sampan) untuk ia kembali ke rumahnya dan menghidupi keluarganya. “Kami dari keluarga miskin, untuk makan susah apalagi kalau beli body. Makanya saya beranikan diri merantau untuk mengumpulkan uang,” tambah Hasan Gorang. Beberapa tahun kemudian, Hasan Gorang kembali ke Lembata dengan uang untuk membeli body. Kehidupannya kembali menjadi lebih baik, ia pergi melaut dengan body Profesor Alam Selain itu, Hasan Gorang pernah mengikuti lomba menangkap ikan dua kali. Dengan hanya menggunakan alat sederhana dan sampannya, Hasan Gorang berhasil menjuarai dua pertandingan dengan total hadiah Rp. 16.000.000. Namun hingga hari ini, hadiah yang dijanjikan tidah pernah diterima oleh Hasan Gorang sepeser pun. Ben Tenti, salah seorang pengusaha di Lembata yang menjadi sponsor pun tidak pernah datang memenuhi kewajibannya. “Ini bukan pertama kali saya dibohongi orang, dulu sering orang datang bilang mau kasih bantuan. Tapi kebanyakan hanya mereka ambil nama saya, dicatat tapi tidak tahu setelah itu,” kesal Hasan. Di sisi lain, Hasan Gorang pernah diancam di atas laut. Di tengah kekurangan fisiknya, Hasan Gorang pernah dicurigai pernah memakai mantra atau bom ikan. Padahal yang dia lakukan ketika menangkap ikan adalah hal yang sederhana: mempercayai alam semesta akan memberikan kebaikan pada mereka yang mau berusaha. Pernak Pernik buat sayur saya mau,” tegas Hasan Gorang. “Saya waktu itu diancam di atas sampan, disuruh menunjukkan daerah mana yang banyak ikan. Sampan saya disuruh jalan di depan, saya tidak mau. Takut dari belakang dipukul, saya bilang pada mereka kalau saya ini cacat dan ambil apa yang cukup untuk saya dan keluarga. Jadi mereka tidak perlu takut ikannya saya ambil semua” Gemohing dijalani oleh Hasan Gorang dengan ikut terlibat di kebun contoh pangan lokal yang dikelola KLOMPPALD Lembata. Ia tidak segan membantu menanam pangan lokal, menjaga tanamannya dan turut terlibat ketika masa panen. Hasilnya cukup membantu, Hasan Gorang mampu menafkahi keluarganya dan membangun sebuah rumah untuk istri dan kelima anaknya. Gemohing Pesan dari Timur Bagi orang Lembata, kata gemohing artinya gotong-royong. Jika mengambil dari ungkapan pidato Presiden Soekarno di depan peserta sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, kata Gotong Royong menjadi landasan bagaimana Negara ini dibangun. “Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantumembantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua”. Gemohing dalam masyarakat adat Lembata terlihat dari bagaimana seorang Hasan Gorang tidak pernah menghitung apa yang orang sudah lakukan untuk dia, tapi dari apa yang dia bisa perbuat untuk orang lain. Tanpa segan, seorang Hasan Gorang mau membantu tetangganya membersihkan kebun atau membantu menggali sumur. “Apa yang bisa saya lakukan pasti saya lakukan untuk bantu orang, sekali pun saya disuruh naik pohon kelapa untuk bantu ibu-ibu itu Hasan Gorang menutup cerita pengalamannya dengan mengajak kita melihat ke alam Lembata dan dirinya sebagai seorang nelayan tua yang memiliki kekurangan fisik. Semua yang ada di laut dan di darat adalah pemberian Tuhan, jika seorang Hasan Gorang yang memiliki kekurangan fisik mau setiap hari mengambil rezeki dari Tuhan, kenapa kita yang memiliki tubuh yang lebih sempurna kerap kali dirundung malas? Bertumpu pada kedua tangannya, Hasan Gorang mendorong tubuhnya untuk selalu tidak malas mengambil apa yang Tuhan beri. “Kenapa orang yang punya tangan dan kaki takut dan mau merusak laut? Padahal laut adalah lumbung untuk makan kita semua,” tutup Hasan Gorang.*** Indonesia Festival (Negeri) Bahari: Mengembalikan Kejayaan Negeri Bahari Taman Menteng Jakarta, 15-17 Mei 2014 34KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 F estival (Negeri) Bahari merupakan inisiatif KIARA untuk melakukan kampanye kepada masyarakat luas tentang pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Lebih khusus didedikasikan untuk mengapresiasi kreativitas nelayan dan perempuan nelayan dalam memanfaatkan sumber daya pesisir agar bernilai tinggi. Festival yang dibuka oleh Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim dan Ketua Dewan Presidium KIARA Arman Manila ini menjadi media informasi kepada masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda, mengenai kekayaan negeri bahari. Juga menghadirkan dan memperkenalkan kekayaan Nusantara, mulai dari kuliner, sandang, dan papan khas masyarakat pesisir dan Kesehatan 36KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 pulau-pulau kecil di Indonesia, serta mengajak masyarakat luas, khususnya kaum muda, untuk terlibat aktif dalam mengampanyekan dan beraksi langsung melestarikan sumber daya pesisir dan laut Indonesia. Diawali dengan Pertemuan Nasional Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) untuk pemantapan dan pengesahan struktur PPNI, sekaligus pemilihan Sekretaris Jenderal dan Dewan Presidium PPNI. Kegiatan yang diselengarakan pada tanggal 15 Mei 2014 ini diikuti sebanyak 15 Kelompok Perempuan Nelayan dari 14 Kabupaten/Kota. Melalui proses musyawarah mufakat peserta pertemuan bersepakat memilih Ibu Masnuah sebagai Sekretaris Jenderal PPNI periode 2014-2017, sedangkan Ibu Jumiati disepakati sebagai Ketua Dewan Presidium dan beranggotakan Ibu Habibah, Ibu Erna Leka, Ibu Dewi RA. Teleng, dan Ibu Suliyati. Tengah), Gresik dan Surabaya (Jawa Timur), Buton (Sulawesi Tenggara), Manado (Sulawesi Utara), Langkat dan Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Lampung, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Indramayu (Jawa Barat), dan Jakarta Utara. Berbagai olahan mangrove, ikan, dan kain tenun yang diproduksi dari desadesa pesisir di 14 kabupaten dan kota diperkenalkan kepada masyarakat Jakarta. Ada juga pameran foto hasil karya para fotografer pecinta laut, seperti Agus Sarwono, Frederick Gaghauna, JPKP Buton dan hasil dokumentasi KIARA. Selain itu, juga diadakan demo masak perempuan nelayan bersama Koki Gadungan Rahung Nasution, stand-up comedy, bengkel kreativitas anak (mewarnai dan origami), rembug pangan pesisir, dan peluncuran program “Gerakan Turun Tangan Selamatkan Mangrove”, dan Panggung Seni Negeri Bahari. Selanjutnya pada hari kedua (16 Mei 2014), seluruh anggota PPNI yang hadir mengikuti pelatihan perencanaan bisnis bersama Ibu Ning Rahmanto, pemilik klinik herbal. Dilanjutkan dengan berbagi cerita tentang gender bersama Ibu Dwi Astuti dari Bina Desa. Terakhir, dialog kebijakan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait pemasaran produk nelayan. Acara pagelaran panggung seni negeri bahari, hadir menyemarakkan acara seperti komunitas seni badut Joker, Teater Sahid UIN Syarif Hidayatullah, kelompok musisi jalanan, grup musik yang peduli terhadap inisiatif lokal dan mendukung kampanye penyelamatan mangrove, seperti Ivan Nestorman, Tika and The Dissident, Illo Djeer dan Penari Topeng dari pesisir Indramayu. Rangkaian kegiatan ini berakhir pada tanggal 17 Mei 2014 dengan kegiatan pameran dan pagelaran panggung seni negeri bahari. Kegiatan pameran produk hasil produksi perempuan nelayan diikuti oleh komunitas perempuan nelayan dari Demak, Jepara, Kendal, dan Batang (Jawa Kegiatan ini mendapat sambutan masyarakat yang cukup beragam, mulai dari pegawai, mahasiswa, pelajar, anak-anak muda dan pegiat seni. Sedikitnya 500 orang yang hadir berharap festival digelar setiap tahun.*** TINGGALKAN KOMPRESOR ANGIN D i tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi Indonesia 2014, sebuah desa bernama Barang Lompo masih saja sama. Desa nelayan yang tak jauh dari kota Makassar terkenal dengan Lorong Janda. Bagaimana tidak disebut lorong janda, kurang lebih ada 100 nelayan meninggal dan setidaknya ada 800 nelayan yang menderita lumpuh akibat dari penggunaan kompresor angin ketika mengambil teripang di laut. Kompresor angin merupakan alat penyembur angin yang biasa digunakan untuk mengisi angin ban mobil atau motor. Fenomena penggunaan kompresor angin sebagai media untuk mendapatkan udara ketika menyelam bukan hanya terjadi Makassar, hampir di tiap desa nelayan Indonesia ada saja penyelam yang menggunakan kompresor angin. Para penyelam kompresor biasanya hanya bermodalkan peralatan sederhana ketika pergi menyelam, yaitu baju selam seadanya seperti kaos lengan panjang dan celana olahraga berbahan kaos, sepatu karet biasa, kacamata selam, dan terpenting mesin kompresor angin dengan selang puluhan meter dilengkapi plastik penyambung udara ke mulut. Aktivitas menyelam dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: penyelaman dangkal (penyelaman dengan kedalaman maksimum 10 meter), penyelaman sedang (penyelaman dengan kedalaman <10 – 30 meter), dan penyelaman dalam (penyelaman dengan kedalaman >30 meter) (LIPI, 2010). Para penyelam yang menggunakan mesin kompresor angin dapat menyelam di kedalaman melebihi 65 meter dan dapat bertahan hingga tiga jam lamanya. Dapur 38KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014 Sepintas apa yang dilakukan oleh para penyelam dengan alat tersebut adalah hal yang luar biasa, namun di balik itu bahaya sebenarnya mengintai para penyelam. Di Desa Barang Lompo, akibat menyelam dengan alat bantu pernapasan berupa kompresor angin telah mengakibatkan setidaknya 800 nelayan menderita lumpuh. Pada titik tertentu, seseorang yang sudah berlebihan menggunakan alat ini akan terkena penyakit dekompresi (decompression). Gejala awalnya hanya kesemutan dan pegal-pegal akibat pelepasan dan pengembangan gelembung gas dalam darah atau karena penurunan tekanan di sekitarnya. Pada akhirnya akan mengalami kelumpuhan secara total. Meskipun tidak sampai terkena dekompresi (decompression), yang paling sering menghantui para penyelam dengan alat bantu kompresor angin adalah penyakit Nitrogen Narcosys, di mana penyelam biasanya berhalusinasi berat dan seperti orang mabuk sewaktu menyelam. Adapun penyebab Nitrogen Narcosys adalah saat seseorang menyelam dan terhubung dengan kompresor angin kemudian selang angin tiba-tiba terlipat, macet atau mesin kompresor mati, maka orang tersebut akan kehilangan nafas dan bahkan dalam kondisi badan lemah dapat memicu kematian secara mendadak di dalam laut. Kematian mendadak dapat terjadi karena, ketika penyelam menahan napas tiba-tiba dan muncul di permukaan yang lebih rendah, sehingga tekanan udara yang tibatiba menyebabkan pengembangan paru melewati batas. Akibat dari itu, alveoli (kantungkantung udara di paru-paru di mana oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan) dapat pecah. Dalam istilah kedokteran seseorang yang mengalami hal seperti ini disebut terkena Pulmonary Barotrauma of Ascent (Pulmonary Over Pressurization Syndrom) atau POPS. Ironisnya, dalam pemahaman mayoritas penyelam pengguna kompresor angin ini menganggap bahaya Nitrogen Narcocys diasumsikan sebagai sesuatu yang mistis, seperti bertemu air dingin hingga kaki atau tangan kram, bertemu binatang-binatang menyeramkan atau melihat istana di dalam laut. Sehingga saat keluarga mereka meninggal di laut atau mengalami kelumpuhan merupakan takdir yang tidak bisa dihindari. Padahal secara medis, saat seseorang penguna pernafasan kompresor angin mengalami kondisi seperti kram, kesemutan dan halusinasi merupakan gejala awal terkena bahaya Nitrogen Narcocys . Sudah saatnya nelayan tradisional meninggalkan alat bantu pernafasan dalam menangkap ikan yang membahayakan jiwa dan beralih kepada alat bantu penangkapan ikan yang lebih manusiawi dan ramah lingkungan. Dalam konteks ini, peran pemerintah mutlak dibutuhkan.*** (SH) Kue Lalampa Lalampa merupakan jajanan sejenis Lemper berisi ikan tongkol, merupakan makanan khas yang populer di daerah Sulawesi, seperti Manado dan Gorontalo. Lemper gaya Sulawesi ini rasanya gurih dan enak. Lapisan daun yang dibakar memberi aroma wangi yang sedap. Buktikan saja! Bahan-bahan: • 1 liter beras ketan putih, rendam 30 menit, tiriskan • 350 ml santan kental • 1 sdt garam • 2 lembar daun salam • Daun pisang Bahan Isi: Cara membuatnya: 1. Didihkan air dalam dandang, kukus ketan sampai setengah matang, angkat lalu letakkan dalam wadah; 2. Masak santan, garam dan daun salam sampai mendidih lalu tuang ke dalam ketan. Aduk sampai santan terserap ketan, lalu kukus lagi sampai matang, angkat dan sisihkan; 3. Isi: haluskan bawang putih, bawang merah, cabai merah dan garam lalu tumis bersama serai dan daun jeruk sampai harum; • 3 sdm minyak goreng • 2 siung bawang putih • 7 buah bawang merah • 3 buah cabai merah • 1 sdt garam • 300 gr daging ikan tongkol, kukus sampai matang, suwir-suwir • 2 batang serai, iris halus • 2 lembar daun jeruk, iris halus 5. Ambil selembar daun pisang, taruh 2 sdm adonan ketan, taruh 1 sdt adonan isi. Bungkus bentuk lontong, sematkan kedua ujungnya dengan lidi. Bakar diatas bara arang sampai kecokelatan; dan • 50 ml santan kental 6. Lalampa siap untuk disajikan. 4. Masukkan ikan tongkol dan santan, masak sambil diaduk sampai matang;