Presiden Jokowi

advertisement
1
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
Mei - Juni 2014
Kemudi
Presiden
Jokowi
(harus) Atasi
Pencuri Ikan
Penangkapan ikan secara ilegal,
tidak diatur dan dilaporkan
bukanlah fenomena baru dalam
perikanan tangkap.
Tokoh
Hasan Gorang
dan Laut Lembata
Konsultasi Hukum
Organisasi Dagang Dunia
(WTO) dan Perdagangan Bebas
Dapur
Kue Lalampa
Catatan
REDAKSI
Pencurian Ikan, Musuh Dunia
Maret - April 2014
4
DAFTAR ISI
Kemudi
Jelajah
Aktif Nelayan Tradisional
20 Peran
dalam POKMASWAS:
Upayan Mencegah Pencurian
Ikan di Perbatasan
Nama dan Peristiwa
Jahja:
24 Kartika
Perempuan Nelayan Itu
Pahlawan
Konsultasi Hukum
kapal Perikanan
26 Perizinan
Indonesia
Tokoh
Gorang dan Laut
31 Hasan
Lembata
Pernak Pernik
Festival (Negeri )
35 Indonesia
Bahari:
Kebij akan
8
Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan
Penanggulangan; Illegal
Unreported and Unregulated
Fishing 2012-2016
Setara
16 Setara:
Sarjana Pendidikan di
Kampung Nelayan
Mengembalikan Kejayaan
Negeri Bahari; Taman
Menteng Jakarta, 15-17 Mei
2014
Dalam 10 tahun terakhir, praktek pencurian ikan kian marak. Tak terkecuali di Indonesia.
Bahkan difasilitasi melalui kebijakan negara. Dalam tempo itulah, negara-negara tetangga
mondar-mandir menguras sumber daya ikan kita, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina,
Thailand, Myanmar dan Kamboja.
Pencurian ikan merupakan musuh bersama bangsa-bangsa di dunia. Betapa tidak, selain
menguras ketersediaan sumber daya ikan, juga menggerogoti pendapatan negara. Tak
kurang pelbagai deklarasi regional dan internasional dipublikasikan untuk meneguhkan
komitmen memerangi praktek pencurian ikan.
Badan Pangan Dunia (FAO), misalnya, menetapkan rencana pemberantasan praktek
pencurian ikan yang dapat dijadikan sebagai panduan negara-negara anggotanya. Di
Indonesia, pemerintah juga tak kalah serius di level kebijakan. Sayangnya, kebijakan
progresif ini dirongrong oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan
menelurkan aturan alih muatan tangkapan ikan di tengah laut (transhipment). Terbitnya
aturan ini memudahkan para pencuri ikan.
Pencurian ikan jelas memberikan efek negatif kepada pelaku perikanan skala kecil/
tradisional di Indonesia. Dengan kapasitas terbatas, nelayan kesulitan mendapatkan hasil
tangkapan ikan di tengah merajalelanya kapal-kapal berteknologi tinggi mencuri ikan di
perairan Nusantara. Tidak mengherankan jika ikan yang memasuki pasar-pasar nasional
adalah hasil curian.
Sekali lagi praktek pencurian ikan adalah musuh besar bangsa Indonesia. Pemerintahan
Jokowi dan Jusuf Kalla untuk periode 2014-2019 harus all out mengamankan laut
Indonesia demi kesejahteraan rakyat, khususnya keluarga-keluarga nelayan. Terdapat 2
langkah memerangi praktek pencurian ikan: pertama, merevisi kebijakan kelautan dan
perikanan yang memberi kemudahan terjadinya praktek pencurian ikan; dan kedua, proaktif
melaksanakan diplomasi maritim kepada negara-negara tetangga yang aktif mencuri ikan
di perairan Nusantara. Bahkan jika dibutuhkan memboikot pasar-pasar ikan regional dan
internasional tempat kapal pencuri ikan berasal.
KABAR BAHARI edisi Mei-Juni 2014 mengetengahkan pencurian ikan sebagai menu
utama. Diselingi perkembangan terbaru dari dinamika kebijakan pengelolaan sumber daya
kelautan dan perikanan di rubrik konsultasi hukum dan kiprah perempuan nelayan di Jawa
Tengah. Semoga memberi manfaat.
Kesehatan
Kompresor
37 Tinggalkan
Angin
Dapur
39 Kue Lalampa
KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.
DEWAN REDAKSI
Pemimpin Redaksi: Abdul Halim Redaktur Pelaksana: Selamet Daroyni Sidang Redaksi: Susan
Herawati, Ahmad Marthin Hadiwinata, Susi Oktapiana Desain Grafis: Dodo
Alamat Redaksi:
Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah, Jakarta 12750; Telp./Faks: +62 21 799 3528; Email:
[email protected]
Kemudi
P
enangkapan ikan secara ilegal, tidak diatur dan dilaporkan
bukanlah fenomena baru dalam perikanan tangkap.
Kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan tanpa izin, tak
dilaporkannya hasil tangkapan ikan, dan penangkapan ikan di area
yang belum diatur pengelolaannya mencapai ratusan triliun rupiah
setiap tahun. Pada 2001 saja, Organisasi Pangan Dunia (FAO)
memperkirakan Indonesia kehilangan Rp30 triliun per tahun dari
sektor ini.
Fisheries Resources Laboratory
menyebut akibat pencurian ikan di
Laut Arafura selama kurun 2001-2013,
Indonesia merugi Rp520 triliun.
Faktor kedua, kebijakan perikanan di
dalam negeri yang memperbolehkan
kapal asing ikut memanfaatkan sumber
daya ikan nasional.
Merujuk pada data Kementerian
Kelautan dan Perikanan, saat ini
terdapat sedikitnya 550 ribu kapal
yang mengantongi surat izin
penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin
kapal pengangkut ikan (SIKPI). Dari
jumlah itu, 1.200 adalah eks bahtera
berbendera asing.
Faktor ketiga, dukungan anggaran
yang minim untuk melakukan
pengawasan di seluruh laut Indonesia.
Anggaran itu tidak sebanding dengan
luas wilayah laut kita.
Masih tingginya kasus pencurian
ikan atau illegal fishing di wilayah
perairan laut Indonesia menunjukkkan
lemahnya pengawasan negara dalam
menjaga kekayaan sektor bahari kita.
Pengawasan laut belum terkoordinasi
dengan baik akibat adanya ego
sektoral sejumlah kementerian dan
lembaga negara.
Pusat Data dan Informasi
KIARA (Agustus 2014) mencatat
sedikitnya terdapat tiga faktor yang
menyebabkan masih tingginya kasus
pencurian di Tanah Air. Faktor pertama,
pengawasan laut yang masih terpecah
belah dan tak terkoordinasi dengan
baik di sejumlah kementerian/lembaga
negara.
Oleh karena itu, tata kelola
pengawasan perlu diatur kembali dan
setiap lembaga harus menghilangkan
ego sektoral serta meningkatkan
anggaran untuk pengawasan. Jika
hal ini tidak dilakukan oleh Presiden
Jokowi secara cepat, negara akan terus
merugi puluhan triliun rupiah akibat
kasus illegal fishing ini.
Seperti diketahui, kerugian negara
akibat illegal, unreported, and
unregulated fishing (IUU Fishing)
dapat mencapai 101 triliun rupiah per
tahun atau meningkat lebih dari tiga
kali lipat dalam sekitar satu dekade.
Sebelumnya, estimasi kerugian akibat
IUU Fishing per tahun oleh FAO
(Organisasi Pertanian dan Pangan
Dunia) lebih kurang 30 triliun rupiah
per tahun.
6KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
7
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
Berdasarkan data yang dilansir
FAO tahun 2001, negara-negara
berkembang berpotensi kehilangan 25
persen dari stok sumber daya ikannya
akibat dari IUU Fishing.
Praktik pencurian ikan dari tahun ke
tahun bertambah banyak. Pada 2012
lebih dari 6.000 kapal asing mencuri
ikan. Pencurian ikan rata-rata oleh 100
kapal asing setiap tahunnya.
Indonesia, pada saat itu, memiliki
sumber daya ikan hingga 6,5 juta
ton per tahun sehingga perhitungan
angka kerugian yang hilang adalah
seperempat dari jumlah itu atau 1,6
juta ton.
Sepanjang 2001 hingga 2013 terjadi
6.215 kasus pencurian ikan (lihat Tabel
1). Dari jumlah itu lebih dari 60 persen
atau 3.782 terjadi sampai November
2012. Ironisnya, kata Halim, Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip
Sutardjo justru mengesahkan aturan
yang membolehkan alih muatan
(transhipment). Ini menjadi salah
satu penyebab melonjaknya kasus
pencurian ikan di perairan Indonesia.
Jika diasumsikan harga jual ikan di
pasar internasional rata-rata 2 dollar
AS per kilogram, kerugian Indonesia
pada saat itu diperkirakan mencapai
3,2 miliar dollar AS atau setara 30
triliun rupiah ketika itu.
Namun pada saat ini, Ditjen
PSDKP KKP melakukan kajian yang
menyatakan bahwa total kerugian
negara dapat dihitung dari hilangnya
potensi sumber daya ikan yang
ditangkap secara ilegal dikalikan
indeks investasi bidang perikanan di
Indonesia ditambah dengan kerugian
terkait ketenagakerjaan. Hasil dari
perhitungan tersebut mencapai sekitar
101 triliun rupiah.
Sekretaris Ditjen Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Ida Kusuma Wardhaningsih,
seperti dikutip dari Koran Jakarta
(mengakui kemampuan KKP dalam
mengawasi pencurian ikan atau IUU
Fishing di kawasan perairan Republik
Indonesia masih terbatas. Kemampuan
pengawasan di laut sangat terbatas
dibanding kebutuhan untuk
mengawasi daerah rawan IUU Fishing.
Penyebab lainnya, ideologi negeri
ini tidak menganggap penting laut.
Padahal Indonesia berbatasan dengan
10 negara dan mereka bebas masuk
mencuri ikan. Beberapa negara yang
tercatat melakukan pencurian ikan,
yakni Malaysia, Filipina, Cina, Korea,
Thailand, Vietnam dan Myanmar.
Tabel 1. Jumlah Kasus Pencurian Ikan di
Perairan Indonesia
No
Tahun
Jumlah
2001
155 kasus
1
2002
210 kasus
2
2003
522 kasus
3
2004
200 kasus
4
2005
174 kasus
5
2006
216 kasus
6
2007
184 kasus
7
2008
243 kasus
8
2009
203
9
2010
183
10
2011
104
11
2012
75
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA
(Agustus 2013)
Selain itu, dalam anggaran
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), tidak tercermin upaya
pengamanan laut. KKP hanya memiliki
24 kapal pengawas laut. Meskipun
belakangan ada penambahan sekitar
2 atau 3 kapal, hal itu masih jauh dari
kebutuhan lautan Indonesia. Idealnya,
Indonesia memiliki 80 kapal pengawas
laut. Kewenangan bidang kelautan
dan perikanan yang terbagi pada TNI
Angkatan Laut dan Kepolisian juga
menjadi penyebab.
Di samping itu, KIARA juga telah
melaporkan adanya dugaan korupsi
di bidang kelautan dan perikanan ke
Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat
ini KPK masih mendalami laporan
tersebut. Akibat kasus pencurian ikan
tersebut, menurut FAO, Indonesia
tercatat mengalami kerugian Rp 300
triliun setiap tahunnya. Namun, jumlah
itu hanya dari segi ikan. Jika ditambah
dengan nilai pajak negara, kerugian
mencapai Rp 50 triliun per tahun.
Permen Nomor 26 Tahun 2013
tentang perubahan atas perubahan
Permen 30 Tahun 2012 tentang usaha
perikanan tangkap dianggap tidak
menyelesaikan masalah pencurian
ikan. Bahkan berpotensi tetap
melanggar Pasal 25B UU No. 45 Tahun
2009. Pertama, kewajiban Vessel
Monitoring System untuk Kapal 30 GT
dan Asing Dilonggarkan. Kedua, alih
muatan kapal masih diperbolehkan.
Pengaturan mengenai transhipment
(alih muatan) dari antara kapal di
atas perairan masih dimungkinkan
dilakukan berdasarkan Permen 26
Tahun 2013.
Dengan masih diberikan kebebasan
untuk melakukan alih muatan
merupakan celah yang berisiko tetap
terjadinya pencurian ikan. Terlebih
dengan adanya pengecualian terhadap
komoditas tuna segar untuk wajib
diolah di dalam negeri. Komoditas
tuna segar dikecualikan dari Unit
Pengolahan Ikan.
Di tengah minimnya kapasitas negara
melakukan pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan, merevisi
peraturan menteri yang berpotensi
merugikan Negara dan nelayan
tradisional, serta mengganggu
ketersediaan sumber pangan
perikanan dalam negeri harus
dilakukan. Tunggu apalagi Presiden
Jokowi!***
Kebijakan
Rencana Aksi
Nasional
Pencegahan dan
Penanggulangan
Illegal
Unreported and Unregulated Fishing 2012-2016
S
ejak 27 Desember 2012, Menteri Kelautan dan Perikanan
telah mengesahkan Keputusan Menteri Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.50/MEN/2012
tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Illegal, Unreported and Unregulated Fishing Tahun 2012-2016.
Kepmen tersebut disahkan sebagai usaha untuk mencegah dan
menanggulangi Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing, perlu
dilakukan pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib,
bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Indonesia sebagai bagian
anggota dari Organisasi Pangan Dunia yang pada tahun 2001 telah
menyusun International Plan of Action to Prevent, Deter, and
Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing, di tingkat
internasional dan Regional Plan of Action to Promote Responsible
Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported, and
Unregulated Fishing in the Southeast Asia Region di tingkat
regional. Oleh karena itu dibentuklah rencana aksi di tingkat
nasional untuk mencegah dan menanggulangi Perikanan yang
melanggar hukum (illegal), tidak dilaporkan (unreported), dan tidak
diatur (unregulated) yang berlaku selama 4 tahun dari 2012-2016.
Rencana Aksi Nasional ini menjadi
acuan bagi setiap unit organisasi di
lingkungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan dalam upaya mencegah
dan menanggulangi kegiatan IUU
Fishing sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing. Fungsi koordinasi
di laksanakan oleh Direktur Jenderal
Pengawasan Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan. RAN ini memiliki dua
lampiran yang pertama menjelaskan
mengenai Rencana Aksi Nasional IUU
Fishing yang terdiri dari 5 bab, yaitu
Bab I Pendahuluan, Bab II Kondisi
Perikanan Tangkap di Indonesia,
Bab III Illegal, Unreported, And
Unregulated Fishing di Indonesia, Bab
IV Pencegahan dan Penanggulangan
IUU Fishing Saat Ini dan Bab V Rencana
Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan IUU Fishing. Lampiran
kedua menjelaskan jadwal pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional IUU Fishing dari
tahun 2012 hingga tahun 2016
Kondisi Perikanan
Tangkap dan IUU
Fishing di Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) selaku pihak yang berwenang
mengelola sumber daya perikanan
10KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
mengelompokkan WPP-NRI untuk
kegiatan penangkapan ikan menjadi
11 (sebelas) wilayah, yang ditetapkan
dengan Permen Kelautan dan
Perikanan No. PER.01/MEN/2009
tentang Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia.
Selain melakukan pengelompokkan
WPP-NRI tersebut, Indonesia
melakukan penyempurnaan sistem
perizinan kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan yang
melakukan kegiatan usaha di WPPNRI dan laut lepas dengan ketentuan
bahwa setiap kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan yang
digunakan untuk menangkap ikan dan
mengangkut ikan wajib dilengkapi
dengan Surat Izin Usaha Perikanan
(SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan
(SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut
Ikan (SIKPI).
Kewenangan penerbitan SIUP, SIPI,
dan SIKPI bagi kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan yang
melakukan kegiatan di WPP-NRI
terbagi ke dalam tingkat sebagai
berikut:
Direktur Jenderal berwenang
menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI
untuk kapal penangkap ikan dan kapal
pengangkut ikan dengan ukuran di
atas 30 (tiga puluh) GT, menggunakan
modal dan/atau tenaga kerja asing;
Gubernur berwenang menerbitkan
SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk
kapal penangkap ikan dan kapal
pengangkut ikan dengan ukuran
di atas 10 (sepuluh) GT sampai
dengan 30 (tiga puluh) GT, di wilayah
administrasinya dan beroperasi di
11
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya, serta tidak
menggunakan modal dan/atau tenaga
kerja asing;
Bupati/walikota berwenang
menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI
untuk kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan dengan
ukuran 5 (lima) GT sampai dengan
10 (sepuluh) GT, di wilayah
administrasinya dan beroperasi di
wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya, serta tidak
menggunakan modal dan/atau tenaga
kerja asing.
Terkait dengan IUU Fishing, Indonesia
telah mengembangkan sistem
Monitoring, Control, and Surveillance
(MCS) Perikanan. MCS tersebut
dilakukan oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), namun didukung
pula oleh Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Laut (TNI-AL), Polisi Perairan
(POLAIR), Badan Koordinasi Keamanan
Laut (Bakorkamla), dan Perhubungan
Laut (Hubla).
Pencegahan dan
Penanggulangan IUU
Fishing Saat Ini
Sampai saat ini, baru ditetapkan 5
(lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pengawasan SDKP, yaitu Pangkalan
Pengawasan SDKP-Jakarta, Pangkalan
Pengawasan SDKP Bitung Sulawesi
Utara, Stasiun Pengawasan SDKP
Belawan-Sumatera Utara, Stasiun
Pengawasan SDKP PontianakKalimantan Barat, dan Stasiun
Pengawasan SDKP Tual-Maluku
Tenggara. Selain itu terdapat Satuan
Kerja (Satker) dan Pos Pengawasan
yang tersebar di daerah, namun tidak
mempunyai pejabat struktural. Sarana
dan prasarana pengawasan yang
dibutuhkan untuk pencegahan dan
penanggulangan IUU Fishing antara
lain kapal patroli, alat komunikasi,
Vessel Monitoring System (VMS),
pesawat patroli udara, radar pantai,
sistem pengawasan masyarakat
(SISWASMAS), kelembagaan, senjata
api sebagai alat pengaman diri, dan
personil pengawas perikanan
Upaya pencegahan IUU Fishing
di Indonesia dilakukan dengan
pengendalian pengelolaan
penangkapan ikan melalui mekanisme
perizinan, pengawasan perikanan, dan
ditindaklanjuti dengan penegakan
hukum. Kegiatan tersebut dilakukan
melalui kerja sama dan koordinasi
antar instansi pemerintah yang
mempunyai kewenangan di laut, yaitu
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perhubungan, TNI-AL,
dan Polisi Perairan.
Pelaksanaan pengawasan sumber daya
perikanan dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
1. pengawasan pada tahap pra
produksi dilakukan dengan
mengedepankan pencegahan
(preventif) melalui penerapan SLO dan
Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal
(HPK) Keberangkatan sebagai hasil
pemeriksaan dokumen kapal.
2. pengawasan pada tahap produksi
dilakukan dengan cara melakukan
pemantauan kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan dengan
menggunakan transmitter VMS
dan patroli kapal pengawas melalui
verifikasi data dokumen/perizinan, alat
tangkap, ukuran kapal, ABK, wilayah
12KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
penangkapan, hasil tangkapan, dan
aktivasi transmitter VMS.
3. pengawasan pada tahap pasca
produksi dilakukan setelah melakukan
penangkapan ikan, dengan melakukan
pemeriksaan kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan, serta hasil
tangkapan di pelabuhan.
Upaya penanggulangan IUU Fishing
di Indonesia dilakukan antara lain
melalui:
1. mengadopsi atau meratifikasi
peraturan internasional;
2. meninjau ulang dan penyesuaian
legislasi nasional jika diperlukan;
3. merekrut pengawas perikanan
dan PPNS serta melakukan
pengembangan kapasitas;
4. berpartisipasi aktif dalam
RFMO dan organisasi perikanan
internasional lainnya;
5. berperan aktif dalam RPOA-IUU;
6. mengimplementasikan MCS
melalui VMS, observer, log book dan
pemeriksaan pelabuhan;
7. membentuk dan mengembangkan
kapasitas UPT Pengawasan SDKP di
daerah;
8. menyediakan infrastruktur
pengawasan, seperti kapal
pengawas dan speedboat;
9. meningkatkan kapasitas
Pokmaswas;
10.membentuk Peradilan Perikanan;
dan
11.mengintensifkan operasi
13
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
pengawasan dan melakukan patroli
bersama atau terkoordinasi.
Rencana Negara
Bagian terpenting dari Keputusan
Menteri ini terdapat di Lampiran I
Bab V yang menjabarkan berbagai
rencana aksi yang akan di lakukan
Indonesia untuk menghentikan IUU
Fishing. Terdapat 8 bagian pokok
dalam rencana aksi, yaitu: A. Tanggung
Jawab Semua Negara; B. Tanggung
Jawab Negara Bendera; C. Tindakan
Negara Pantai; D. Tindakan Negara
Pelabuhan; E. Kesepakatan Ketentuan
Terkait Tentang Pasar Internasional; F.
Penelitian; G. Organisasi Pengelolaan
Perikanan Regional; dan H. Kebutuhan
Negara Berkembang.
Bagian Tanggung Jawab Semua
Negara terbagi ke dalam enam
subbagian yaitu: (1) Instrumen
Internasional; (2) Legislasi Nasional;
(3) Rencana Aksi Nasional; (4) Kerja
Sama Antar Negara (5) Publikasi;
dan (6) Kapasitas Teknis dan Sumber
Daya. Dalam Instrumen Internasional,
Rencana Aksi Indonesia meliputi: 1)
melanjutkan proses ratifikasi FAO
Compliance Agreement tahun 1993;
2) melanjutkan proses keanggotaan
dalam WCPFC; 3) melanjutkan proses
ratifikasi Port State Measures; 4)
melanjutkan proses integrasi resolusi
RFMOs ke dalam legislasi nasional; 5)
aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan
RFMOs, termasuk melaksanakan
resolusi dan peningkatan kapasitas;
6) memperbaharui authorized fishing
vessel dan record of fishing vessel; dan
7) melengkapi peraturan perundang-
undangan dan pedoman pelaksanaan
untuk implementasi instrumen
internasional.
Dalam subbagian Legislasi Nasional
Indonesia memiliki rencanan aksi
nasional terkait dengan lima bagian
yang terbagi dalam: a. Peraturan
perundang-undangan; b. Kontrol
Negara Secara Nasional; c. Kapal Tanpa
Kebangsaan; d. Sanksi. e. Insentif
Ekonomi
Terkait dengan peraturan perundangundangan saat ini sedang menyiapkan
beberapa peraturan perundangundangan meliputi 5 aksi: 1. finalisasi
rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Pengawasan Perikanan; 2.
menyusun bahan rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pemberian
Penghargaan kepada Aparat Penegak
Hukum, dan Pihak yang Berjasa dalam
Upaya Penyelamatan Kekayaan Negara;
3. menyusun draft Peraturan Menteri
tentang Pemantau Kapal Penangkap
dan Pengangkut Ikan (Observer);
4. mengupayakan pengaturan
penggunaan bukti elektronik dalam
penanganan tindak pidana perikanan
dalam peraturan perundangundangan; 5. penyempurnaan
Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007
tentang Penyelenggaraan Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan yang
mengatur mengenai implementasi
Vessel Monitoring System (VMS).
Terkait dengan Kontrol Negara secara
Nasional rencana aksi Indonesia
meliputi 3 aspek: 1. menyesuaikan
berbagai peraturan perundangundangan maupun kebijakan yang
terkait dengan upaya pencegaha
dan penanggulangan IUU Fishing
oleh kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan Indonesia
dengan ketentuan internasional; 2.
meningkatkan pengawasan terhadap
seluruh kapal penangkap dan
kapal pengangkut ikan Indonesia;
3. memperkuat kelembagaan dan
koordinasi secara terpadu untuk
mengoptimalkan upaya pencegahan
dan penanggulangan IUU Fishing.
Terkait dengan Kapal Tanpa
Kebangsaan rencana aksi Indonesia
berupaya untuk mengantisipasi
kapal-kapal tanpa kebangsaan yang
melakukan penangkapan di laut
lepas yang akan masuk ke Indonesia
dengan optimalisasi operasional
kapal pengawas, peningkatan kualitas
sumber daya pengawas perikanan,
koordinasi dengan instansi terkait,
antara lain POLAIR dan TNI-AL, serta
pemberdayaan POKMASWAS.
Terkait Sanksi Indonesia akan terus
meningkatkan konsistensi dan
transparansi dalam menerapkan sanksi
bagi pelaku IUU Fishing. Dalam Insentif
Ekonomi rencana aksi Indonesia akan
konsisten untuk tidak memberikan
dukungan ekonomi termasuk subsidi
bahan bakar kepada kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan yang
terlibat dalam IUU Fishing.
Dalam upaya Monitoring, Control
and Surveillance rencana aksi
meliputi 5 bagian, yaitu: 1.
meningkatkan kapasitas, kapabilitas,
dan kelembagaan pengawasan
sumber daya perikanan, serta
mengembangkan infrastruktur
14KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
pengawasan; 2. mengintegrasikan
sistem pengelolaan perikanan; 3.
meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait; 4. melanjutkan
pelaksanaan patroli bersama
dengan negara-negara tetangga; 5.
mendorong terlaksananya pertukaran
informasi dengan negara-negara
tetangga.
Pada bagian Tanggung Jawab Negara
Bendera, terbagi ke dalam 3 bagian:
pertama, Pendaftaran Kapal Ikan
dengan rencana aksi meliputi: a.
melakukan koordinasi dan integrasi
data pendaftaran kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan antar
instansi terkait; dan b. memeriksa
riwayat IUU Fishing kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan dalam
rangka pendaftaran kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan.
Kedua, Pencatatan Kapal Perikanan
dengan rencana aksi mengevaluasi
sistem pencatatan kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan agar
efektif dalam mendukung pencegahan
dan penanggulangan IUU Fishing,
termasuk kemudahan akses data
untuk keperluan verifikasi. Ketiga,
Kewenangan Untuk Menangkap Ikan
dengan rencana aksi dalam rangka
meningkatkan pengelolaan perikanan
Indonesia akan mengupayakan
penyempurnaan sistem perizinan
usaha perikanan tangkap di WPP-NRI
dan Laut Lepas.
Bagian Ketiga tentang Tindakan
Negara Pantai terdapat tiga rencana
aksi yang meliputi:
1. menyempurnakan sistem perizinan
di ZEEI;
15
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
2. meningkatkan peran Pengawas
Perikanan dalam pemeriksaan kelaikan
operasi kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan sebelum
melakukan kegiatan penangkapan ikan
dan pengangkutan ikan;
3. mengoptimalkan pengawasan
terhadap kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan yang
melakukan kegiatan penangkapan ikan
dan pengangkutan ikan di ZEEI dan
koordinasi dengan instansi terkait.
Bagian keempat, Tindakan Negara
Pelabuhan dengan rencana aksi
meliputi: 1. mengupayakan percepatan
proses ratifikasi FAO Port State
Measures Agreement; 2. meningkatkan
pengawasan terhadap kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut
ikan di pelabuhan dalam implementasi
Port State Measures Agreement,
meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas SDM, melengkapi sarana
dan prasarana, dan meningkatkan
komunikasi dengan RFMOs; 3.
meningkatkan dan mengefektifkan
koordinasi dengan instansi terkait
dalam pengawasan terhadap kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut
ikan di wilayah pelabuhan.
Bagian kelima tentang Kesepakatan
Ketentuan Terkait Tentang Pasar
Internasional dengan dengan
rencana aksi meliputi: 1. penerapan
“trade information scheme” untuk
perdagangan tuna; 2. penerapan
ketentuan-ketentuan CITES untuk
perdagangan spesies ikan langka;
3. penerbitan Surat Keterangan Asal
(SKA) atau Certificate of Origin sebagai
syarat untuk mendapatkan Exsport Exit
Permit; 4. penerapan Sertifikat Hasil
Tangkapan Ikan (SHTI) sesuai Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.28/MEN/2009.
Bagian keenam mengenai Penelitian,
dengan dua rencana aksi meliputi: 1.
melanjutkan penelitian yang pernah
dilakukan yang berkaitan dengan IUU
Fishing; 2. mengembangkan penelitian
pengenalan jenis ikan dengan
metode DNA atau metode lainnya
menggunakan sampel ikan segar dan
sampel produk ikan olahan.
Bagian ketujuh G. ORGANISASI
PENGELOLAAN PERIKANAN
REGIONAL dengan rencana aksi
meliputi: 1. dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan IUU Fishing,
Indonesia akan meningkatkan
kepatuhan terhadap resolusi RFMOs
dan menyampaikan laporan sesuai
ketentuan RFMOs; 2. memfinalisasi
draft revisi Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor PER.05/
MEN/2007 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
3. melanjutkan proses keanggotaan
pada WCPFC; 4. mengimplementasikan
resolusi-resolusi RFMO yang telah
diadopsi melalui peraturan perundangundangan nasional, serta bekerjasama
dan berkoordinasi dengan negaranegara lain melalui RFMO dalam
mencegah dan menanggulangi
kegiatan IUU Fishing.
Bagian kedelapan, mengenai
Kebutuhan Negara Berkembang
dengan rencana aksi meliputi: 1.
melanjutkan kerja sama dalam
kegiatan pelatihan, peningkatan
kapasitas, dan bimbingan teknis
yang selama ini sudah berjalan; 2.
mengupayakan kerja sama bantuan
teknis lanjutan di bidang pendidikan
(beasiswa) dan pelatihan, penelitian,
kerja sama operasi pengawasan,
serta sarana prasarana pengawasan,
antara lain dengan International MCS
Network (IMCSN), Australian Fisheries
Management Authority (AFMA), dan
lembaga lain yang relevan.*** (AMH)
Setara
Sulyati
Sarjana
Pendidikan
di Kampung
Nelayan
“
Bermimpilah setinggi
langit. Jika engkau jatuh,
engkau akan jatuh di antara
bintang-bintang,” demikian
pesan Bung Karno yang
mengilhami Sulyati, perempuan
bertubuh mungil dari Desa
Gempolsewu, Kecamatan
Rowosari, Kabupaten Kendal.
Ia bermimpi, suatu hari nanti
akan ada anak nelayan
yang bisa lulus kuliah
dan menjadi sarjana.
Pasalnya, pendidikan
tinggi di kampungkampung nelayan
masih dianggap
‘barang’ mahal.
Cap buruk tentang
kebodohan pun
masih melekat
di kampungkampung nelayan.
Ia biasa dipanggil Mbak Sul, istri
nelayan dan ibu dari tiga anak yang
hingga hari ini melawan kebodohan
dan kemiskinan di kampungnya.
Sarjana Pendidikan
Di kebanyakan kampung nelayan,
pendidikan bukan hal yang
diprioritaskan. Angka putus sekolah
yang terjadi di kampung nelayan pun
kian meningkat setiap tahunnya. Mbak
Sul memperkirakan di kampungnya
saja tiap tahun sekitar 20 anak nelayan
putus sekolah. Biaya hidup yang kian
tinggi dan biaya pendidikan yang kian
mahal menjadikan pendidikan seperti
barang eksklusif.
“Banyak yang putus sekolah, biaya
sekolah mahalnya minta ampun.
Nelayan Gempolsewu banyak yang
hidup miskin, musim rendeng semakin
membuat nelayan hidup sulit. Apalagi
sekarang anak-anak suka main hape,
sekolah bukan hal penting. Jadi banyak
juga dari mereka pengen cepat kerja,
jadi buruh-buruh supaya bisa beli hape
itu,” cerita Mbak Sul sambil tersenyum.
Melihat angka putus sekolah yang
kian tinggi menggerakkan Mbak Sul
mendobrak stigma buruk tentang
kebodohan. Ia dan suaminya bekerja
keras bersama agar bisa meraih gelar
sarjana. Mulanya Mbak Sul mulai
mengajar di tahun 2001 sebagai
guru TK yang bergaji Rp.20.000
per bulan. Gaji yang diterima Mbak
Sul tentu tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Namun dedikasinyalah yang terus
membuat Mbak Sul terus mengajar.
Hingga akhirnya ia harus berhenti
menjadi guru TK untuk mengurus
anaknya yang sakit. Mbak Sul kembali
mengajar mengajar anak-anak TK baru
dilanjutkan pada tahun 2005, setelah
anaknya pulih dari sakit flek yang
dideritanya.
“Waktu mulai mengajar lagi tahun
2005 gajinya sudah naik jadi Rp. 50.00
per bulan,” katanya penuh semangat.
Hingga di tahun 2012 impian Mbak
Sul untuk melanjutkan ke jenjang
kuliah tidak tertahankan. Ia ingin
membuktikan bahwa istri nelayan pun
18KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
bisa bermimpi menjadi sarjana dan
perlahan meraihnya.
“Ndak mudah mendapatkan gelar,
pinjam uang sana sini untuk bayar SPP.
Apalagi waktu mulai kuliah saya baru
melahirkan anak ketiga, kalau saya
kuliah anak saya titipkan ke saudarasaudari. Nah kalau pulang itu baru
saya ambil. Kadang sudah pada tidur
saya gendong bawa pulang,” kenang
Mbak Sul.
Masa-masa kuliah konon menjadi
masa paling sulit bagi Mbak Sul.
Suaminya harus menjadi TKI untuk
memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Kehidupan nelayan belum mampu
menutupi kebutuhan sehari-hari
Mbak Sul dan keluarga kala itu. Praktis
ia yang mengurus anak-anaknya
sembari kuliah. Namun, perjuangannya
membawa hasil, Mbak Sul menjadi
sarjana dan mendapat gelar S.Pd
(Sarjana Pendidikan).
Sanitasi Gempolsewu
Apa yang kita bayangkan ketika
mengukur seseorang itu kaya atau
tidak? Uang, jabatan, titel, atau
berbatas materi? Bagi Mbak Sul, di
tengah kampungnya Gempolsewu,
kekayaan seseorang dinilai dari apakah
rumahnya memiliki WC atau tidak.
“Orang kaya di kampung kami itu
artinya punya WC sendiri di rumah,
ndak perlu repot lari-lari ke jamban
dan antri,” ujar Mbak Sul sembari
tertawa.
Terlebih lagi di kampungnya tidak ada
tempat pembuangan sampah, semua
dibuang ke sungai yang berakhir
19
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
ke laut. Tanpa dipungkiri, kondisi
kampung Gempolsewu kian kumuh
dan masyarakatnya rentan penyakit.
Jika banjir rob datang, semua sampah
dan isi dari sungai masuk ke rumahrumah nelayan.
Anak-anak kecil banyak yang terserang
penyakit. Pada tahun 2012 seorang
anak kecil yang merupakan murid didik
Mbak Sul meninggal dunia karena
terkena DBD. Mbak Sul dan kawankawan menjadi motor penggerak
melakukan aksi untuk meminta
fogging di kampungnya.
“Saya kehilangan dan sedih, rasanya
sulit sekali meminta pemerintah peduli
kepada kesehatan nelayan,” harap
Mbak Sul.
Hingga hari ini, warga sekitar
Gempolsewu selalu datang ke rumah
Mbak Sul jika keluarganya sedang sakit
dan membutuhkan informasi fasilitas
kesehatan dari pemerintah. Namun,
kebutuhan dasar untuk mendapatkan
fasilitas kesehatan, lingkungan dan
sanitasi bersih masih menjadi hal
mahal untuk didapat oleh nelayan
Gempolsewu.
“Kebanyakan nelayan ndak ngerti
harus kemana dan gimana kalau
mereka sakit, mereka punya kartu
nelayan tapi ndak ada fungsi,” kesal
Mbak Sul.
Sekar Wilujeng
Nelayan Gempolsewu pun harus terus
berhadapan dengan perubahan iklim
yang semakin tidak menentu. Musim
rendeng atau musim paceklik kerap
membuat nelayan terjebak pada lintah
darat. Melihat banyaknya nelayan
yang terjebak hutang, Mbak Sul mulai
melakukan perubahan melalui Sekar
Wilujeng, kelompok perempuan
nelayan yang beranggotakan 50 orang
perempuan nelayan.
Mbak Sul bersama kelompoknya
mulai mengembangkan tabungan
rendeng. Tabungan yang dapat
digunakan oleh nelayan jika musim
paceklik tiba. Melalui tabungan inilah
anggotanya mulai perlahan-lahan
terlepas dari lintah darat. Terpenting
budaya menabung sudah tumbuh dan
membuat kelompok Sekar Wilujeng
kian bersemangat untuk lepas dari
lilitan hutang.
Tidak sampai di situ, Mbak Sul pun
mulai menggerakan perempuan
nelayan untuk membuat hasil olahan
laut, seperti kerupuk, ikan asin, dan
terasi. Hasil produknya dijual di sekitar
kampung dan pasar terdekat. Mbak Sul
menilai panganan sehat hanya berasal
dari olahan sendiri, bukan dari tradisi
membeli makanan cepat saji ataupun
instan.
“Sulit menemukan pasar yang mau
menerima produk kami, karena
memang kemasannya masih
tradisional dan sederhana. Tapi
kelompok Sekar Wilujeng selalu
semangat dan ndak pernah menyerah,”
imbuh Mbak Sul.
Pada tahun 2012, Mbak Sul bergabung
dalam PPNI atau Persaudaraan
Perempuan Nelayan Indonesia.
Mimpinya telah tergabung bersama
kelompok perempuan nelayan dari
seluruh Indonesia adalah perempuan
nelayan haruslah sejahtera.
“Perempuan nelayan itu tahu, mampu
dan mau—ia harus mendapatkan
keadilan dalam hak dan akses terhadap
sumber daya alam yang bersih, sehat
dan berkelanjutan untuk hidup mereka
yang lebih sejahtera. Ini seperti mimpi,
tapi mimpi yang harus jadi kenyataan,”
tutup Sulyati, saarjana pendidikan
Gempolsewu.*** (SH)
Jelajah
Peran Aktif Nelayan
Tradisional dalam
POKMASWAS:
Upaya
Mencegah
Pencurian
Ikan di
Perbatasan
B
elakangan ini kasus pencurian ikan semakin meresahkan
nelayan tradisional. Kasus tersebut sering terjadi karena
minimnya pengawasan di laut lepas, terutama di perairan
perbatasan sehingga memberikan kerugian kepada nelayan
tradisional dan negara. Hal ini terjadi karena saat ini Kementerian
Kelautan dan Perikanan hanya memiliki 24 kapal pengawas laut.
Meskipun belakangan ada penambahan sekitar 2 atau 3 kapal,
namun hal itu masih jauh dari kebutuhan luasnya laut Indonesia.
Idealnya, Indonesia sudah harus memiliki 80 buah kapal pengawas
laut. Di sisi lain, kewenangan bidang kelautan dan perikanan yang
terbagi pada TNI Angkatan Laut, Kepolisian dan 11 kementerian/
lembaga negara lainnya juga menjadi penyebab semakin
merajalelanya pencuri ikan.
Dampak lemahnya pengawasan di
laut lepas dan kawasan perairan
perbatasan, Indonesia mengalami
kerugian triliunan rupiah setiap tahun.
Pusat Data dan Informasi KIARA
tahun 2014 menyebutkan sepanjang
2001 hingga 2013 telah terjadi 6.215
kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu
lebih dari 60 persen atau 3.782 terjadi
sampai November 2012. Akibat kasus
pencurian ikan tersebut, menurut FAO,
Indonesia tercatat mengalami kerugian
Rp. 300 triliun setiap tahunnya. Jumlah
tersebut hanya dari sumber daya
perikanan. Jika ditambah dengan nilai
pajak negara, kerugian mencapai Rp.
50 triliun per tahun.
Padahal jauh hari sebelum maraknya
pencurian ikan di perbatasan,
pemerintah telah memiliki aturan
untuk melakukan pengawasan
sumber daya kelautan. Sebagaimana
dimandatkan dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor
45 Tahun 2009. Salah satu turunan
kebijakan yang bisa dijadikan rujukan
dan melibatkan partisipasi nelayan
tradisional adalah Keputusan Menteri
22KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sistem Pengawasan
Masyarakat dalam Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan, pengawasan perikanan
dapat melibatkan masyarakat.
Surat Keputusan Menteri ini bertujuan
untuk memberikan pedoman bagi
pihak yang berkepentingan, yaitu
pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha dalam pelaksanaan pengawasan
pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan yang berbasis masyarakat.
Aturan ini juga menyasar tiga hal
pokok, yaitu: pertama, terbentuknya
mekanisme pengawasan berbasis
masyarakat, yang secara integratif
dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan organisasi nonpemerintah serta dunia usaha dengan
tetap mengacu kepada peraturan
dan perundangan yang ada/ berlaku;
kedua, meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan
sumber daya kelautan dan perikanan;
dan ketiga, terlaksananya kerjasama
pengawasan sumber daya kelautan
dan perikanan oleh aparat keamanan
dan penegak hukum, serta masyarakat. Secara operasional, dibentuk Sistem
Pengawasan Berbasis Masyarakat
(SISWASMAS) di mana sistem
pengawasan tersebut melibatkan
peran aktif masyarakat dalam
mengawasi dan mengendalikan
pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan
secara bertanggung jawab, agar
dapat diperoleh manfaat secara
berkelanjutan. Sedangkan ruang
23
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
lingkup sistem pengawasan berbasis
masyarakat ini mencakup dua hal
pokok, yaitu: pertama, pembentukan
jaringan siswasmas yang mencakup:
2. Dalam rangka melakukan
apresiasi pengawasan, maka
perlu ditumbuhkembangkan
POKMASWAS melalui sosialisasi.
Kelompok masyarakat pengawas
(POKMASWAS) merupakan pelaksana
pengawasan di tingkat lapangan yang
terdiri dari unsur tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adat, LSM,
nelayan, petani ikan serta masyarakat
maritim lainnya.
3. Sesuai dengan kemampuan
pemerintah POKMASWAS dapat
diberikan bantuan sarana dan
prasarana pengawasan secara
selektif serta disesuaikan dengan
kondisi daerah setempat.
POKMASWAS dibentuk atas inisiatif
masyarakat yang difasilitasi oleh unsur
pemerintah daerah, dan dikoordinir
oleh seorang anggota masyarakat
dalam POKMASWAS, yang berfungsi
sekaligus sebagai mediator antara
masyarakat dengan pemerintah/
petugas.
Para nelayan yang menjadi ABK kapalkapal penangkap ikan dan nelayannelayan kecil serta masyarakat maritim
lainnya, dapat merupakan anggota
kelompok masyarakat pengawas.
Kepengurusan POKMASWAS dipilih
oleh masyarakat dan terdaftar sebagai
anggota.
Kedua, pemberdayaan POKMASWAS
dan peningkatan kemampuan
kelompok-kelompok pengawas yang
mencakup:
1. Tradisi atau budaya setempat yang
merupakan perilaku yang ramah
lingkungan, seperti Sasi, Awig-awig,
Panglima Laut, Bajo dan lainnya
merupakan budaya masyarakat
yang perlu didorong kesertaannya
dalam SISWASMAS.
4. Pemerintah dan atau Pemerintah
daerah wajib memfasilitasi
pemberdayaan POKMASWAS
melalui pembinaan, bimbingan
dan pelatihan bagi peningkatan
kemampuan POKMASWAS.
Tata cara Sistem Pengawasan
Berbasis Masyarakat (SISWASMAS) ini
merupakan acuan bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Masyarakat
dan dunia usaha dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan
aktivitas pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan yang berbasis
masyarakat. Tata cara ini masih bersifat
umum dan dapat dijabarkan ke dalam
peraturan daerah atau pedoman teknis
di tingkat Propinsi dan Kabupaten/
Kota
Kebijakan ini bisa menjadi rujukan bagi
nelayan tradisional untuk melakuan
pengawasan dalam mempertahankan
adat istiadat, hukum adat dan
kearifan lokal dari ancaman aktivitas
pengerukan sumber daya kelautan
yang tidak lestari. Dan yang tak kalah
penting bisa dijadikan pijakan bagi
nelayan tradisional terutama yang
berada di perbatasan untuk terlibat
aktif dalam pengawasan terhadap
sumber daya kelautan. Dengan cara
mendatangi kantor Dinas Kelautan dan
Perikanan setempat untuk mendaftar
dan mendapat pembekalan sebagai
bagian dari POKMASWAS. *** (SD)
Nama dan Peristiwa
Kartika Jahja
Perempuan Nelayan
Itu Pahlawan
M
alam tanggal 17 Mei 2014 bertempat di Taman Menteng
Jakarta, para pengunjung panggung Festival (Negeri)
Bahari yang digelar oleh KIARA larut dalam lengkingan
suara merdu vokalis grup band Tika & The Dissidents. Sebuah
grup musik indie yang digawangi oleh Kartika Jahja sebagai vokalis,
Iga Massardi sebagai pemain gitar, dan Susan Agiwitanto, sang
pembetot Bass. Meski hanya didampingi oleh sang gitaris saat
tampil, alunan lagu yang disajikan tak kehilangan makna dan tetap
menyihir para penonton.
25
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
Grup musik ini memiliki ciri khas
karena aliran musik eklektik
menggabungkan jazz, blues, tango,
hingga punk, dan menabrakkannya
dengan lirik-lirik yang tajam dan
politis. Dengan beragam jenis
musik, mereka pun sulit untuk
dikategorikan ke dalam satu genre.
memberikan apresiasi dan
penghormatannya kepada
perempuan nelayan. Selain
tangguh, para perempuan
nelayan juga memiliki andil dan
tanggung jawab besar terhadap
keberlangsungan ekonomi
kehidupan keluarga nelayan.
Menurut Tika, dengan kolase Tika
& The Dissidents menggabungkan
sejumlah elemen musik. "Elemen
yang satu kami gabung dengan
elemen yang lain dan nggak
ada satu elemen yang pasti.
Tapi, karena musik ini kolase,
jadi, feeling saja, mana yang
enak kami masukkan dan kirakira bisa blend (bercampur) atau
enggak dan menghasilkan sesuatu
yang beda," jelas Tika.
Kepeduliannya terhadap
perempuan nelayan harus
menjadi aspirasi kaum muda.
Atas desikasinya yang sangat
besar bagi gerakan sosial, tidak
heran bila Majalah TIME Asia
menjuluki Tika sebagai “Indonesia’s hottest diva”.
Demikian pula Majalah
Tempo memilih album the Headless
Songstress sebagai “Album
of the Year 2009” dan Tika & the
Dissidents sebagai “Tokoh Musik
2009 Pilihan Tempo”.***
Dengan lagu Pol Pot dari album
The Headless Songstress yang
dinyanyikan malam itu, Tika & The
Dissidents ingin menyentil
pembantaian massal intelektualitas
oleh televisi. "Ini butuh analogi.
Kembali lagi bagaimana pikiran
kita diseragamkan oleh TV,
sehingga kami pilih nama Pol Pot
untuk mewakili pembantaian,"
paparnya di akhir pertunjukan.
Pol Pot, aslinya bernama Saloth
Sar (19 Mei 1925-15 April 1998),
merupakan pemimpin Khmer
Merah dan menjadi Perdana
Menteri Kamboja pada 19761979. Rezimnya disebut sebagai
pembantai sedikitnya 2 juta warga
Kamboja.
Di sela-sela penampilannya,
tak henti-hentinya sang vokalis
Konsultasi Hukum
Perizinan
Kapal
Perikanan
Indonesia
P
Konsultasi dipandu oleh:
Ahmad Marthin Hadiwinata, SH
(Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)
erizinan kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut
ikan akan terkait dengan
dua instansi, yaitu perhubungan
laut (hubla) dan kelautan dan
perikanan (Perikanan tangkap).
Jadi tulisan ini akan mencoba
memaparkan mengenai perizinan
perkapalan dan perizinan
perikanan.
Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan
atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan
Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email : [email protected]
Disclaimer:
Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Rubrik Konsultasi Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk
tujuan pendidikan dan advokasi. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.
Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum dan daftar sumber bacaan yang digunakan dalam rubrik ini untuk
memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.
Perlu dipahami bahwa perizinan
hanya dibebankan kepada nelayan
dengan menggunakan kapal di
atas 5 (lima) gross ton (GT). Karena
berdasarkan UU Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perikanan, nelayan kecil
yang didefinisikan sebagai nelayan
dengan kapal hingga mencapai 5
GT dibebaskan dari kewajiban untuk
memiliki perizinan. Nelayan kecil tidak
diwajibkan untuk memiliki SIUP, SIPI
dan SIKPI berdasarkan UU Perikanan.
Dihapuskannya kewajiban untuk
memiliki perizinan-perizinan tersebut
diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU No.
31 Tahun 2004, Pasal 27 ayat (5) UU
No. 45 Tahun 2009 dan Pasal 28 ayat
(4) UU No. 45 Tahun 2009.
Perizinan Perkapalan
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU
Perikanan, Kapal Perikanan milik
orang Indonesia atau badan hukum
Indonesia yang dioperasikan untuk
kegiatan usaha perikanan tangkap
di WPP-RI dan/atau laut lepas wajib
didaftarkan sebagai kapal perikanan
Indonesia.1 Pendaftaran tersebut
dengan syarat dokumen berupa: a.
bukti kepemilikan; b. identitas pemilik;
dan c. surat ukur. Ketentuan lebih
lanjut menenai pendaftaran kapal
diatur dalam Permen Kelautan dan
Perikanan No. PER.27/MEN/2009
tentang Pendaftaran dan Penandaan
Kapal Perikanan.
Dalam Permen KP No. PER.27/
MEN/2009 , apabila permohonan
pendaftaran kapal telah diterima
secara lengkap, maka pejabat
berdasarkan kewenanganannya
28KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
menerbitkan buku kapal perikanan.
Terdapat 3 macam buku kapal
perikanan diterbitkan dengan sampul
warna merah, kuning dan hijau. Untuk
sampul berwarna merah diterbitkan
oleh Direktur Jenderal untuk kapal
dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh)
GT. Untuk sampul berwarna kuning
diterbitkan oleh Gubernur untuk kapal
dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT
sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang
berdomisili di wilayah administrasinya
dan beroperasi di wilayah
pengelolaan perikanan yang menjadi
kewenangannya. Untuk sampul
berwarna hijau diterbitkan oleh Bupati/
Walikota untuk kapal dengan ukuran
diatas 5 (lima) GT sampai dengan
10 (sepuluh) GT yang berdomisili di
wilayah administrasinya dan beroperasi
di wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya.
UU Perikanan juga mengatur bahwa
setiap kapal yang berlayar wajib untuk
menunjukkan secara jelas identitas
kapalnya. Hal ini diatur dalam Pasal
166 ayat (1) Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
setiap kapal yang berlayar di perairan
Indonesia harus menunjukkan secara
jelas identitas kapalnya. Pengaturan
lebih lanjut mengenai tata cara
29
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
pengukuran dan penerbitan surat
ukur, tata cara, persyaratan, dan
dokumentasi pendaftaran kapal, serta
tata cara dan persyaratan penerbitan
Surat Tanda Kebangsaan Kapal
diatur dengan Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 13 Tahun 2012
tentang Pendaftaran dan Kebangsaan
Kapal dan Peraturan Menteri
Perhubungan No. 8 Tahun 2013
tentang Pengukuran Kapal.
Jika merujuk kepada UU Pelayaran
maka kapal yang dapat mendapatkan
tanda bukti kebangsaan adalah kapal
dengan ukuran minimal 7 GT.2 Setelah
melakukan pendaftaran kapal dan
sebagai bukti kapal telah terdaftar,
pemilik kapal terdaftar akan diberikan
grosse akta pendaftaran kapal yang
berfungsi pula sebagai bukti hak milik
atas kapal yang telah didaftar.
Perizinan Perikanan
Setiap kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan Indonesia
yang melakukan kegiatan usaha di
WPP-NRI dan laut lepas menentukan
bahwa setiap kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan yang
digunakan untuk menangkap ikan dan
mengangkut ikan wajib dilengkapi
1 Pasal 36 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut:
“Kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia dan laut lepas wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia.”
2 Pasal 155 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2008 yang berbunyi:
“Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan
ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).”
Pasal 155 ayat (3) dan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU No. 17 Tahun 2008 yang berbunyi:
“Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu:
a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage);”
dengan Surat Izin Usaha Perikanan
(SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan
(SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut
Ikan (SIKPI).
Persyaratan dan tata cara memperoleh
SIUP, SIPI, dan SIKPI bagi kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut
ikan yang melakukan kegiatan di WPPNRI diatur dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/
MEN/2012 tentang Usaha Perikanan
Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia No. 26 /
PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012
tentang Usaha Perikanan Tangkap di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia.
Pembagian kewenangan penerbitan
SIUP, SIPI, dan SIKPI bagi kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut
ikan yang melakukan kegiatan di WPPNRI sebagai berikut:
A. Direktur Jenderal berwenang
menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI
untuk kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan dengan
ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT,
menggunakan modal dan/atau
tenaga kerja asing;
B. Gubernur berwenang menerbitkan
SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk
kapal penangkap ikan dan kapal
pengangkut ikan dengan ukuran di
atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan
30 (tiga puluh) GT, di wilayah
administrasinya dan beroperasi di
wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya, serta
tidak menggunakan modal dan/
atau tenaga kerja asing;
C. Bupati/walikota berwenang
menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI
untuk kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan dengan
ukuran 5 (lima) GT sampai dengan
10 (sepuluh) GT, di wilayah
administrasinya dan beroperasi
di wilayah pengelolaan perikanan
yang menjadi kewenangannya,
Tokoh
30KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
serta tidak menggunakan modal
dan/atau tenaga kerja asing.
SIUP, SIPI, dan SIKPI diberikan
berdasarkan pertimbangan
dari berbagai aspek, antara lain
kelengkapan persyaratan, rencana
usaha, potensi sumber daya ikan,
jumlah tangkapan yang diperbolehkan,
dan surat-surat kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan dari
instansi terkait.
Setiap kapal penangkap ikan dan
kapal pengangkut ikan akan dilakukan
verifikasi dokumen, seperti dokumen
perizinan, fisik kapal, alat tangkap,
ukuran kapal, awak kapal, wilayah
penangkapan dan aktifasi transmitter
VMS. Jika hasil verifikasi telah sesuai
dengan ketentuan, maka diterbitkan
Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal
(HPK) Keberangkatan dan Surat
Laik Operasi (SLO) sebagai hasil
pemeriksaan dokumen kapal. Jika
tidak sesuai ketentuan maka SLO tidak
diterbitkan sampai dilakukan langkahlangkah untuk kelengkapan dokumen
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.07/MEN/2010 tentang
Surat Laik Operasi Kapal Perikanan.
Menurut Pasal 86 Permen Kelautan dan
Perikanan tentang Usaha Perikanan
Tangkap, wajib ada 3 dokumen yang
ada di atas kapal penangkap ikan dan/
atau kapal pengangkut ikan. Dokumen
tersebut terdiri atas: a. SIPI/SIKPI asli;
b. Surat Laik Operasi (SLO) asli; dan c.
Surat Persetujuan Berlayar (SPB) asli.
Apabila tidak membawa dokumen
tersebut maka dapat dikategorikan
sebagai “tidak memiliki dokumen”.
Referensi:
1.Undang-Undang tentang Perikanan yang
diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan sebagaimana telah diubah dalam
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan;
2.UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
3.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia No. 26 /PERMEN-KP/2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/
MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap
di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia;
4.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran
dan Penandaan Kapal Perikanan;
5.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.07/MEN/2010 tentang Surat
Laik Operasi Kapal Perikanan;
6.Peraturan Menteri Perhubungan No. PM
13 TAHUN 2012 tentang Pendaftaran dan
Kebangsaan Kapal;
7.Keputusan Direktur Jenderal Perikanan
Tangkap Nomor : 36/DJ-PT/2010 tentang
Spesifikasi, Kodefikasi, dan Tata Cara
Penulisan Tanda Pengenal Kapal Perikanan.
Hasan
Gorang
Laut
Lembata
&
Perhaps I should not
have been a fisherman,
he thought.
But that was the thing
that I was born for. Ernest Hemingway
(The Old Man and the Sea)
T
he Old Man and the Sea adalah karya fiksi terakhir yang
ditulis oleh Ernest Hemingway. Novella atau novel pendek
ini ditulis pada tahun 1951 di Kuba. The Old Man and the
Sea mendapatkan hadiah Nobel di tahun 1954, karya yang dinilai
memperkuat keulungan kepustakaan Hemingway lewat narasi yang
menggugah.
The Old Man and the Sea memiliki
cerita yang sederhana. Kisah seorang
bernama Santiago, nelayan tua dari
Kuba yang berusaha menangkap
seekor ikan marlin raksasa hingga
terseret arus ke Teluk Meksiko.
Santiago adalah lelaki tua yang
mempercayai jika hidupnya terlahir
sebagai seorang nelayan. Santiago
si nelayan tua harus menghadapi
kekalahan besar sesekali, selama
83 hari ia telah gagal menangkap
ikan seekor pun. Bahkan Santiago
mendapat julukan "salao", yaitu tersial
dari yang sial. 32KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
33
KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
ia selalu percaya jika ia memang
terlahir sebagai nelayan. Di timur
Indonesia, Lembata, Nusa Tenggara
Timur, seorang lelaki bernama Hasan
Gorang pun berpikir serupa: ia
memang dilahirkan untuk menjadi
seorang nelayan.
sederhana dari hasil jerih payahnya.
Dengan keterbatasannya ia pergi
melaut seorang diri. Bertumpu pada
kedua tangannya, Hasan Gorang selalu
pulang membawa hasil.
Hasan Gorang terlahir kembar,
saudaranya bernama Hasan Dudeng.
Namun, Hasan Gorang terlahir dengan
fisik yang kurang sempurna, kakinya
kecil dan ia tidak bisa berdiri tegap.
Hasan Gorang sangat mencintai
ibunya, terlihat dari matanya yang
hampir menangis ketika bercerita
bahwa ibunya sedang sakit saat ini.
Kemampuan Hasan Gorang membaca
alam tidak diragukan lagi, sampannya
sering pulang dengan hasil yang
cukup untuk keluarganya. “Asal kita
merasa cukup untuk kebutuhan kita,
tidak perlu ambil banyak-banyak
sebenarnya,” cerita Hasan sembari
tersenyum.
“Dari umur 3 bulan, bapak merantau
dan saya tidak pernah lihat wajahnya.
Saya tumbuh besar dari tangan ibu,”
ujar Hasan Gorang.
Melewati tiga hari perjuangan
menaklukkan seekor ikan marlin,
ia harus menarik terus kailnya
hingga jauh ia terbawa ke Teluk
Meksiko. Santiago akhirnya dapat
menaklukkannya dengan harpoon.
Ikan marlin itu diikatkan ke samping
perahu Santiago, namun dalam
perjalanan kembali ke darat, darah dari
ikan marlin mengucur terus sehingga
menarik para hiu untuk memakannya.
Santiago tua pun terus berusaha
menghalau ikan hiu yang terus
bermunculan dengan separuh
tenaganya yang hampir habis. Hingga
akhirnya ikan marlin itu habis dimakan
oleh ikan hiu dan hanya tersisa
tulang-belulang. Santiago sampai ke
darat dan disambut oleh Manolin,
sahabatnya yang baru berusia 10
tahun. Banyak nelayan lain yang
terkejut melihat besarnya tulangtulang ikan yang sudah ditangkap oleh
Santiago.
Santiago mengajarkan kita betapa
hidup adalah mencapai tujuan dengan
kesabaran, tabah dan gigih. Santiago
tua mengajarkan kita untuk bertahan
atas apa yang menjadi hak dan hasil
jerih payah kita sendiri. Hidup bisa
dikatakan berjuang dan menjadi
nelayan adalah takdir harus dijalani
secara sungguh-sungguh.
Nelayan tangguh
Santiago si nelayan tua dari Kuba
dalam cerita The Old Man and the Sea
ingin meninggalkan pesan yang dalam;
Kehidupan keluarganya yang miskin
membuat Hasan Gorang mengambil
keputusan besar, di tahun 1970 untuk
pertama kalinya ia memberanikan
diri merantau ke Bonerate, Sulawesi
Selatan, seorang diri. Alasan Hasan
Gorang merantau cukup sederhana:
membeli ‘Body’ (perahu/sampan)
untuk ia kembali ke rumahnya dan
menghidupi keluarganya.
“Kami dari keluarga miskin, untuk
makan susah apalagi kalau beli body.
Makanya saya beranikan diri merantau
untuk mengumpulkan uang,” tambah
Hasan Gorang.
Beberapa tahun kemudian, Hasan
Gorang kembali ke Lembata
dengan uang untuk membeli body.
Kehidupannya kembali menjadi lebih
baik, ia pergi melaut dengan body
Profesor Alam
Selain itu, Hasan Gorang pernah
mengikuti lomba menangkap ikan
dua kali. Dengan hanya menggunakan
alat sederhana dan sampannya,
Hasan Gorang berhasil menjuarai dua
pertandingan dengan total hadiah
Rp. 16.000.000. Namun hingga hari
ini, hadiah yang dijanjikan tidah
pernah diterima oleh Hasan Gorang
sepeser pun. Ben Tenti, salah seorang
pengusaha di Lembata yang menjadi
sponsor pun tidak pernah datang
memenuhi kewajibannya.
“Ini bukan pertama kali saya dibohongi
orang, dulu sering orang datang bilang
mau kasih bantuan. Tapi kebanyakan
hanya mereka ambil nama saya, dicatat
tapi tidak tahu setelah itu,” kesal
Hasan.
Di sisi lain, Hasan Gorang pernah
diancam di atas laut. Di tengah
kekurangan fisiknya, Hasan Gorang
pernah dicurigai pernah memakai
mantra atau bom ikan. Padahal
yang dia lakukan ketika menangkap
ikan adalah hal yang sederhana:
mempercayai alam semesta akan
memberikan kebaikan pada mereka
yang mau berusaha.
Pernak Pernik
buat sayur saya mau,” tegas Hasan
Gorang.
“Saya waktu itu diancam di atas
sampan, disuruh menunjukkan daerah
mana yang banyak ikan. Sampan saya
disuruh jalan di depan, saya tidak
mau. Takut dari belakang dipukul, saya
bilang pada mereka kalau saya ini
cacat dan ambil apa yang cukup untuk
saya dan keluarga. Jadi mereka tidak
perlu takut ikannya saya ambil semua”
Gemohing dijalani oleh Hasan
Gorang dengan ikut terlibat di kebun
contoh pangan lokal yang dikelola
KLOMPPALD Lembata. Ia tidak segan
membantu menanam pangan lokal,
menjaga tanamannya dan turut
terlibat ketika masa panen. Hasilnya
cukup membantu, Hasan Gorang
mampu menafkahi keluarganya dan
membangun sebuah rumah untuk istri
dan kelima anaknya.
Gemohing
Pesan dari Timur
Bagi orang Lembata, kata gemohing
artinya gotong-royong. Jika
mengambil dari ungkapan pidato
Presiden Soekarno di depan peserta
sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, kata
Gotong Royong menjadi landasan
bagaimana Negara ini dibangun.
“Gotong royong adalah pembantingan
tulang bersama, pemerasan keringat
bersama, perjuangan bantumembantu bersama. Amal semua buat
kepentingan semua, keringat semua
buat kebahagiaan semua”.
Gemohing dalam masyarakat adat
Lembata terlihat dari bagaimana
seorang Hasan Gorang tidak pernah
menghitung apa yang orang sudah
lakukan untuk dia, tapi dari apa
yang dia bisa perbuat untuk orang
lain. Tanpa segan, seorang Hasan
Gorang mau membantu tetangganya
membersihkan kebun atau membantu
menggali sumur. “Apa yang bisa saya
lakukan pasti saya lakukan untuk bantu
orang, sekali pun saya disuruh naik
pohon kelapa untuk bantu ibu-ibu itu
Hasan Gorang menutup cerita
pengalamannya dengan mengajak
kita melihat ke alam Lembata dan
dirinya sebagai seorang nelayan tua
yang memiliki kekurangan fisik. Semua
yang ada di laut dan di darat adalah
pemberian Tuhan, jika seorang Hasan
Gorang yang memiliki kekurangan
fisik mau setiap hari mengambil rezeki
dari Tuhan, kenapa kita yang memiliki
tubuh yang lebih sempurna kerap kali
dirundung malas?
Bertumpu pada kedua tangannya,
Hasan Gorang mendorong tubuhnya
untuk selalu tidak malas mengambil
apa yang Tuhan beri. “Kenapa orang
yang punya tangan dan kaki takut dan
mau merusak laut? Padahal laut adalah
lumbung untuk makan kita semua,”
tutup Hasan Gorang.***
Indonesia
Festival
(Negeri)
Bahari:
Mengembalikan
Kejayaan Negeri Bahari
Taman Menteng Jakarta,
15-17 Mei 2014
34KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
F
estival (Negeri) Bahari merupakan inisiatif KIARA untuk
melakukan kampanye kepada masyarakat luas tentang
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Lebih
khusus didedikasikan untuk mengapresiasi kreativitas nelayan dan
perempuan nelayan dalam memanfaatkan sumber daya pesisir agar
bernilai tinggi.
Festival yang dibuka oleh Sekretaris
Jenderal KIARA Abdul Halim dan Ketua
Dewan Presidium KIARA Arman Manila
ini menjadi media informasi kepada
masyarakat Indonesia, khususnya
kaum muda, mengenai kekayaan
negeri bahari. Juga menghadirkan dan
memperkenalkan kekayaan Nusantara,
mulai dari kuliner, sandang, dan
papan khas masyarakat pesisir dan
Kesehatan
36KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
pulau-pulau kecil di Indonesia, serta
mengajak masyarakat luas, khususnya
kaum muda, untuk terlibat aktif
dalam mengampanyekan dan beraksi
langsung melestarikan sumber daya
pesisir dan laut Indonesia.
Diawali dengan Pertemuan Nasional
Persaudaraan Perempuan Nelayan
Indonesia (PPNI) untuk pemantapan
dan pengesahan struktur PPNI,
sekaligus pemilihan Sekretaris Jenderal
dan Dewan Presidium PPNI. Kegiatan
yang diselengarakan pada tanggal
15 Mei 2014 ini diikuti sebanyak
15 Kelompok Perempuan Nelayan
dari 14 Kabupaten/Kota. Melalui
proses musyawarah mufakat peserta
pertemuan bersepakat memilih Ibu
Masnuah sebagai Sekretaris Jenderal
PPNI periode 2014-2017, sedangkan
Ibu Jumiati disepakati sebagai Ketua
Dewan Presidium dan beranggotakan
Ibu Habibah, Ibu Erna Leka, Ibu Dewi
RA. Teleng, dan Ibu Suliyati.
Tengah), Gresik dan Surabaya (Jawa
Timur), Buton (Sulawesi Tenggara),
Manado (Sulawesi Utara), Langkat dan
Serdang Bedagai (Sumatera Utara),
Lampung, Lombok (Nusa Tenggara
Barat), Indramayu (Jawa Barat), dan
Jakarta Utara. Berbagai olahan mangrove, ikan, dan
kain tenun yang diproduksi dari desadesa pesisir di 14 kabupaten dan kota
diperkenalkan kepada masyarakat
Jakarta. Ada juga pameran foto hasil
karya para fotografer pecinta laut,
seperti Agus Sarwono, Frederick
Gaghauna, JPKP Buton dan hasil
dokumentasi KIARA. Selain itu, juga
diadakan demo masak perempuan
nelayan bersama Koki Gadungan
Rahung Nasution, stand-up comedy,
bengkel kreativitas anak (mewarnai
dan origami), rembug pangan pesisir,
dan peluncuran program “Gerakan
Turun Tangan Selamatkan Mangrove”,
dan Panggung Seni Negeri Bahari.
Selanjutnya pada hari kedua (16 Mei
2014), seluruh anggota PPNI yang
hadir mengikuti pelatihan perencanaan
bisnis bersama Ibu Ning Rahmanto,
pemilik klinik herbal. Dilanjutkan
dengan berbagi cerita tentang gender
bersama Ibu Dwi Astuti dari Bina Desa.
Terakhir, dialog kebijakan bersama
Kementerian Kelautan dan Perikanan
terkait pemasaran produk nelayan.
Acara pagelaran panggung seni negeri
bahari, hadir menyemarakkan acara
seperti komunitas seni badut Joker,
Teater Sahid UIN Syarif Hidayatullah,
kelompok musisi jalanan, grup musik
yang peduli terhadap inisiatif lokal dan
mendukung kampanye penyelamatan
mangrove, seperti Ivan Nestorman,
Tika and The Dissident, Illo Djeer dan
Penari Topeng dari pesisir Indramayu.
Rangkaian kegiatan ini berakhir pada
tanggal 17 Mei 2014 dengan kegiatan
pameran dan pagelaran panggung
seni negeri bahari. Kegiatan pameran
produk hasil produksi perempuan
nelayan diikuti oleh komunitas
perempuan nelayan dari Demak,
Jepara, Kendal, dan Batang (Jawa
Kegiatan ini mendapat sambutan
masyarakat yang cukup beragam,
mulai dari pegawai, mahasiswa,
pelajar, anak-anak muda dan pegiat
seni. Sedikitnya 500 orang yang
hadir berharap festival digelar setiap
tahun.***
TINGGALKAN
KOMPRESOR
ANGIN
D
i tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi
Indonesia 2014, sebuah desa bernama
Barang Lompo masih saja sama. Desa
nelayan yang tak jauh dari kota Makassar terkenal
dengan Lorong Janda. Bagaimana tidak disebut
lorong janda, kurang lebih ada 100 nelayan
meninggal dan setidaknya ada 800 nelayan yang
menderita lumpuh akibat dari penggunaan
kompresor angin ketika mengambil teripang
di laut. Kompresor angin merupakan alat penyembur angin
yang biasa digunakan untuk mengisi angin ban mobil
atau motor. Fenomena penggunaan kompresor
angin sebagai media untuk mendapatkan udara
ketika menyelam bukan hanya terjadi Makassar,
hampir di tiap desa nelayan Indonesia ada saja
penyelam yang menggunakan kompresor angin. Para penyelam kompresor biasanya hanya
bermodalkan peralatan sederhana ketika pergi
menyelam, yaitu baju selam seadanya seperti kaos
lengan panjang dan celana olahraga berbahan kaos,
sepatu karet biasa, kacamata selam, dan terpenting
mesin kompresor angin dengan selang puluhan meter
dilengkapi plastik penyambung udara ke mulut.
Aktivitas menyelam dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
penyelaman dangkal (penyelaman dengan kedalaman maksimum 10
meter), penyelaman sedang (penyelaman dengan kedalaman <10 – 30 meter),
dan penyelaman dalam (penyelaman dengan kedalaman >30 meter) (LIPI, 2010). Para penyelam yang menggunakan mesin kompresor angin dapat menyelam
di kedalaman melebihi 65 meter dan dapat bertahan hingga tiga jam lamanya.
Dapur
38KABAR BAHARI IX 1 Mei - Juni 2014
Sepintas apa yang dilakukan oleh para
penyelam dengan alat tersebut adalah
hal yang luar biasa, namun di balik itu
bahaya sebenarnya mengintai para
penyelam. Di Desa Barang Lompo, akibat
menyelam dengan alat bantu
pernapasan berupa kompresor angin
telah mengakibatkan setidaknya 800
nelayan menderita lumpuh. Pada
titik tertentu, seseorang yang sudah
berlebihan menggunakan alat ini
akan terkena penyakit dekompresi
(decompression). Gejala awalnya
hanya kesemutan dan pegal-pegal
akibat pelepasan dan pengembangan
gelembung gas dalam darah
atau karena penurunan tekanan
di sekitarnya. Pada akhirnya akan
mengalami kelumpuhan secara total.
Meskipun tidak sampai
terkena dekompresi (decompression),
yang paling sering menghantui
para penyelam dengan alat
bantu kompresor angin adalah
penyakit Nitrogen Narcosys, di mana
penyelam biasanya berhalusinasi berat
dan seperti orang mabuk sewaktu
menyelam. Adapun penyebab Nitrogen
Narcosys adalah saat seseorang
menyelam dan terhubung dengan
kompresor angin kemudian selang
angin tiba-tiba terlipat, macet atau
mesin kompresor mati, maka orang
tersebut akan kehilangan nafas dan
bahkan dalam kondisi badan lemah
dapat memicu kematian secara
mendadak di dalam laut.
Kematian mendadak dapat terjadi
karena, ketika penyelam menahan
napas tiba-tiba dan muncul di
permukaan yang lebih rendah,
sehingga tekanan udara yang tibatiba menyebabkan pengembangan
paru melewati batas. Akibat
dari itu, alveoli (kantungkantung udara di paru-paru di
mana oksigen dan karbon
dioksida dipertukarkan) dapat pecah.
Dalam istilah kedokteran seseorang
yang mengalami hal seperti ini disebut
terkena Pulmonary Barotrauma of
Ascent (Pulmonary Over Pressurization
Syndrom) atau POPS.
Ironisnya, dalam pemahaman
mayoritas penyelam
pengguna kompresor angin ini
menganggap bahaya Nitrogen
Narcocys diasumsikan sebagai
sesuatu yang mistis, seperti bertemu
air dingin hingga kaki atau tangan
kram, bertemu binatang-binatang
menyeramkan atau melihat istana di
dalam laut. Sehingga saat keluarga
mereka meninggal di laut atau
mengalami kelumpuhan merupakan
takdir yang tidak bisa dihindari.
Padahal secara medis, saat seseorang
penguna pernafasan kompresor angin
mengalami kondisi seperti kram,
kesemutan dan halusinasi merupakan
gejala awal terkena bahaya Nitrogen
Narcocys . Sudah saatnya nelayan tradisional
meninggalkan alat bantu pernafasan
dalam menangkap ikan yang
membahayakan jiwa dan beralih
kepada alat bantu penangkapan ikan
yang lebih manusiawi dan ramah
lingkungan. Dalam konteks ini, peran
pemerintah mutlak dibutuhkan.*** (SH)
Kue Lalampa
Lalampa merupakan jajanan sejenis Lemper
berisi ikan tongkol, merupakan makanan
khas yang populer di daerah Sulawesi, seperti
Manado dan Gorontalo.
Lemper gaya Sulawesi ini rasanya gurih dan
enak. Lapisan daun yang dibakar memberi
aroma wangi yang sedap.
Buktikan saja!
Bahan-bahan:
•
1 liter beras ketan putih, rendam
30 menit, tiriskan
•
350 ml santan kental
•
1 sdt garam
•
2 lembar daun salam
•
Daun pisang
Bahan Isi:
Cara membuatnya:
1. Didihkan air dalam dandang,
kukus ketan sampai setengah
matang, angkat lalu letakkan
dalam wadah;
2. Masak santan, garam dan daun
salam sampai mendidih lalu tuang
ke dalam ketan. Aduk sampai
santan terserap ketan, lalu kukus
lagi sampai matang, angkat dan
sisihkan;
3. Isi: haluskan bawang putih,
bawang merah, cabai merah dan
garam lalu tumis bersama serai
dan daun jeruk sampai harum;
•
3 sdm minyak goreng
•
2 siung bawang putih
•
7 buah bawang merah
•
3 buah cabai merah
•
1 sdt garam
•
300 gr daging ikan tongkol, kukus
sampai matang, suwir-suwir
•
2 batang serai, iris halus
•
2 lembar daun jeruk, iris halus
5. Ambil selembar daun pisang,
taruh 2 sdm adonan ketan,
taruh 1 sdt adonan isi. Bungkus
bentuk lontong, sematkan kedua
ujungnya dengan lidi. Bakar diatas
bara arang sampai kecokelatan;
dan
•
50 ml santan kental
6. Lalampa siap untuk disajikan.
4. Masukkan ikan tongkol dan
santan, masak sambil diaduk
sampai matang;
Download