KEPADATAN POPULASI BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria L.) PADA TANAMAN JAGUNG DI KELURAHAN PISANG KECAMATAN PAUH PADANG Oleh Rika Oktaria, Jasmi, dan Elza Safitri Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat Email : [email protected] ABSTRACT One of the harmful insects in maize is the wanderer Grasshopper (Locusta migratoria L.). Grasshopper wanderer often found the area under maize cultivation . Grasshopper wanderer, both young (nymphs) and old, eating the leaves of corn plants, thereby reducing the surface area of leaves. Adult grasshoppers usually eat the leaf edges , while his nymph takes in between bones , causing leaves holes in the leaves. If this locust attack in a high number of population, the leaves of corn plants that are attacked will be devoured. In connection with the matter, has done research on grasshopper population density wanderer on corn in the Village Banana Padang Pauh subdistrict which aims to determine the wanderer grasshopper population densities on corn plants in Padang Pauh subdistrict Banana Village. This study was conducted in September-October 2013, with the method sweep (sweeping) is a way to swing a grasshopper inseknet existing wanderer on corn which is used as a place of research. Field sampling conducted on maize age of 1 month and 2 months after planting by using inseknet and hands. Widely used as a research area of 20x20 m. Sampling was conducted at five points with a size of 3x3 m at each point. Physical environmental factors measured are temperature and humidity. From the research that has been conducted in the village of Padang Pauh subdistrict Bananas can be concluded that the grasshopper population density wanderer in maize of different ages 1 month to 2 months of age. Wanderer grasshopper populations on corn gained as much as 1 month of age 0.7 individuals/m² (0.3 nymphs and 0.4 imago), population density is lower than in maize aged 2 months gained as much as 1.8 individuals/m² (0,7 nymphs and 1.1 imago). Grasshopper population density wanderer found already included in the criteria pests. Keyword: Locusta migratoria L., corn, population, density. PENDAHULUAN Serangga termasuk ke dalam filum arthropoda dan dapat dijumpai pada semua daerah dipermukaan bumi, di darat, laut dan udara. Serangga merupakan salah satu hewan yang tidak mempunyai tulang belakang yang memiliki sayap. Sayap serangga berfungsi sebagai alat untuk berpindah tempat dalam mendapatkan makanan dari tumbuhan yang dikunjunginya (Susetya, 1994). Peranan serangga dalam kehidupan manusia ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Peranan serangga yang menguntungkan yaitu serangga sebagai penyerbuk tanaman, bersifat entomofagus (predator dan parasitoid), pemakan gulma dan sebagai bahan penelitian, sedangkan peranan serangga yang merugikan yaitu serangga perusak tanaman di lapangan, baik buah, daun, ranting, cabang, batang, akar maupun bunga, perusak produk dalam simpanan (hama gudang), serangga sebagai vektor penyakit bagi tanaman, hewan maupun manusia (Jumar, 2000). Salah satu serangga yang merugikan pada tanaman jagung adalah belalang kembara. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang pada ladang jagung yang luasnya 20x20 m, salah satu hama yang ditemukan pada tanaman jagung ini adalah Belalang kembara (Locusta migratoria L.) yang menyebabkan kerusakan, berupa lubang-lubang pada daun jagung. Belalang kembara (Locusta migratoria L.) sering kali ditemukan di areal pertanaman jagung. Jenis belalang ini paling senang hidup di daerah yang kering. Di daerah-daerah yang kering, populasi jenis belalang ini sangat tinggi dan mereka sering bermigrasi dalam kelompok yang besar dari areal pertanaman jagung yang satu ke areal pertanaman jagung yang lain (Surachman dan Suryanto, 2007). Belalang kembara, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa, memakan daun-daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun, sementara nimfanya memakan diantara tulangtulang daun sehingga menimbulkan lubanglubang pada daun. Kerusakan daun ini pasti berpengaruh terhadap produktivitas tanaman yang diserang. Jika serangan belalang ini dalam jumlah populasi yang tinggi, daun tanaman jagung yang diserang akan habis dimakannya (Surachman dan Suryanto, 2007). Beberapa penelitian tentang belalang kembara yang telah dilakukan adalah, Sudarsono (2003) tentang hama belalang kembara, fakta dan analisis awal ledakan populasi di provinsi lampung pada tanaman jagung dan padi. Sudarsono dkk (2005) tentang biologi transformasi belalang kembara (Orthoptera: Acrididae) pada beberapa tingkat kepadatan populasi di laboratorium. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode sweep (penyapuan) yaitu dengan cara mengayunkan inseknet kepada Locusta migratoria L. yang ada pada tanaman jagung yang dijadikan tempat penelitian. Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman jagung yang berumur 1 bulan dan 2 bulan setelah tanam. Luas lahan yang dijadikan tempat penganbilan sampel 20x20 meter, kemudian dibagi menjadi lima bagian yaitu empat di bagian tepi (sudut) dan satu di bagian tengah dengan ukuran masing-masing 3x3 m. Untuk menentukan masing-masing petak tempat pengambilan sampel maka setiap sudut petak yang telah di bagi diberi pancang kayu kemudian direntangkan tali. Penangkapan Locusta migratoria L. dilakukan dengan jala serangga (inseknet) dan dengan tangan pada pukul 8.0010.00 dan pukul 15.00-17.00 WIB. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri-ciri morfologi belalang kembara yang didapatkan, struktur tubuh terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), perutnya bersegmen, mempunyai satu pasang antena, dua pasang sayap dengan tiga pasang kaki. Antena agak pendek, tidak melebihi panjang tubuh. Sayap depan agak keras dan sayap belakang tipis. Panjang tubuh belalang kembara dari caput sampai ujung abdomen dari ukuran yang terkecil sampai yang terbesarnya adalah 2-4 cm pada fase nimfa dan 4,6 - 6,8 cm pada imagonya. Dapat dilihat pada Gambar 3. a b c d Gambar 3. Panjang tubuh Locusta migratoria L. a. Nimfa 2 cm b.Nimfa 4 cm c. Imago 4,6 cm d. Imago 6,8 cm Kepadatan populasi Locusta migratoria L. pada tanaman jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang, pada tanaman jagung umur 1 bulan setelah tanam didapatkan 0,3 nimfa/m² dan 0,4 imago/m² dan pada tanaman jagung umur 2 bulan setelah tanam 0,7 nimfa/m² dan 1,1 imago/m². Dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 1. Kepadatan individu/m² 1,4 1,1 1,2 Nimfa 1 0,8 0,7 Imago 0,6 0,4 0,4 0,3 0,2 0 Umur 1 bulan Umur 2 bulan Gambar 4. Kepadatan populasi Locusta migratoria L. pada tanaman jagung umur 1 bulan dan 2 bulan. Kondisi faktor lingkungan pada saat pengambilan sampel Locusta migratoria L. pada tanaman jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang dapat dilihat pada Tabel 1. Faktor Umur Jagung fisik 1 bulan 2 bulan Pagi Sore Pagi Sore Suhu 0C 27 34 30 36 Kelemba 74 61 72 54 ban % Keadaan Men Geri Cerah Cerah Cuaca dung mis Tabel 1. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan pada saat pengambilan sampel di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang Struktur tubuh belalang kembara yang didapatkan terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), perutnya bersegmen, mempunyai satu pasang antena, dua pasang sayap dengan tiga pasang kaki. Antena agak pendek, tidak melebihi panjang tubuh. Sayap depan agak keras dan sayap belakang tipis. Nimfa berwarna hijau, imago hijau dan sayapnya coklat. Panjang tubuh belalang kembara yang didapatkan pada fase nimfa 2-4 cm dan imago 4,6-6,8 cm dapat dilihat pada Gambar 3. Kalshoven (1981) menyatakan panjang tubuh belalang kembara dewasa berkisar antara 4 sampai 7 cm. Populasi belalang kembara yang paling banyak ditemukan pada tanaman jagung umur 2 bulan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 1. Tingginya populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 2 bulan diduga sudah berlangsung tahapan siklus hidupnya dan sudah banyak telurnya yang menetas menjadi nimfa. Selain itu juga sudah banyak belalang kembara yang pindah pada lokasi ini karena kondisi lingkungan mendukung serta tidak ada aplikasi insektisida pada tanaman jagung tersebut. Padatnya populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 2 bulan juga dipengaruhi oleh faktor makanan yang tersedia cukup banyak, dan terdapatnya populasi gulma dari jenis rumput-rumputan yang merupakan sumber makanan, sehingga banyak tumbuhan yang bisa di jadikan sebagai inang dan pakan alternatif bagi belalang kembara yang baru menetas, serta dapat memberikan perlindungan bagi nimfa belalang kembara sehingga dapat berkembang menjadi serangga dewasa bersayap. Jumar (2000) menyatakan bahwa makanan merupakan sumber gizi yang digunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang cukup dan cocok, maka populasi serangga naik dengan cepat. Menurut (Sitompul, 2005) belalang kembara yang hanya mendapatkan makanan tunggal akan menghasilkan populasi yang rendah. Padatnya papulasi belalang kembara yang ditemukan pada saat pengambilan sampel belalang kembara pada tanaman jagung umur 2 bulan karena suhu dan kelembaban pada pengambilan cocok untuk belalang kembara yaitu 330 C dan kelembaban 63%. Khalsoven (1981) menyatakan suhu tinggi dan kelembaban rendah mempercepat pertumbuhan belalang kembara. Kisaran suhu yang efektif bagi serangga adalah, suhu minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C (Jumar, 2000). Selain itu juga didukung oleh kondisi cuacanya yang cerah. Sitompul (2005) menyatakan bahwa perkembangan populasi belalang kembara didukung oleh keadaan iklim dan cuaca yang cerah, juga karena tersedianya makanan yang berlimpah. Populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 1 bulan lebih rendah dari tanaman jagung umur 2 bulan. Rendahnya populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 1 bulan diduga karena lahannya dibersihkan sehingga telur-telur belalang kembara yang ada didalam tanah jadi rusak dan tidak bisa menetas. Rendahnya populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 1 bulan juga dipengaruhi pada saat pengambilan sampel kondisi cuacanya mendung dan gerimis. Khalsoven (1981) menyatakan faktor pembatas populasi belalang kembara berupa hujan deras dan kurangnya sinar matahari. Kepadatan populasi belalang kembara pada tanaman jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang pada tanaman jagung umur 1 bulan didapatkan rata-rata seluruh individu 0,7 ekor (0,3 nimfa dan 0,4 imago) dan pada tanaman jagung umur 2 bulan didapatkan rata-rata 1,8 ekor (0,7 nimfa dan 1,1 imago). Bila dilihat dari jumlah individu yang didapatkan pada tanaman jagung umur 1 bulan dan tanaman jagung umur 2 bulan, terlihat adanya perbedaan jumlah individu belalang kembara, kepadatan populasi belalang kembara pada tanaman jagung umur 1 bulan lebih rendah dari tanaman jagung umur 2 bulan dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil penelitian (Bahtiar dan Tenrirawe, 2005) tentang identifikasi hama utama jagung dan cara pengendaliannyamenunjukkan bahwa hama yang paling dikhawatirkan petani adalah belalang kembara terutama pada tanaman di lahan kering dengan tingkat serangan dapat dikategorikan sedang (1berat nampak sisa tulang-tulang daun, bahkan pelepah daun jadi patah dan rebah. Populasi belalang kembara pada tanaman jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang pada tanaman jagung umur 1 bulan didapatkan 0,7 individu/m² dan pada umur 2 bulan didapatkan 1,8 individu/m². Dalam hal ini populasi belalang kembara sudah melewati ambang batas. Ambang batas belalang kembara diperkirakan 500 sampai 2000 ekor/ha (Luong-Skovmand dalam Sudarsono, 2003). KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang dapat disimpulkan bahwa panjang tubuh Locusta migratoria L. yang didapatkan yaitu, pada fase nimfa 2-4 cm dan imagonya 4,6-6,8 cm. Kepadatan populasi Locusta migratoria L. pada tanaman jagung umur 1 bulan berbeda dengan umur 2 bulan. Populasi Locusta migratoria L. pada tanaman jagung umur 1 bulan didapat sebanyak 0,7 individu/m², kepadatan populasinya lebih rendah dari pada tanaman jagung umur 2 bulan yang didapat sebanyak 1,8 individu/m². Kepadatan populasi Locusta migratoria L. yang ditemukan sudah termasuk hama. DAFTAR PUSTAKA Bahtiar dan Tenrirawe. 2005. Identifikasi Hama Utama Jagung dan Cara Pengendaliannya pada TinBalai Penelitian Tanaman Serealia. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta: Jakarta. Kalshoven, LG.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia. Ichtiar Baru – van Hoeve. Jakarta. Sitompul, S. S.2005. Pengendalian Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria) dengan Menggunakan Gelombang Ultrasonik di Kalimantan Barat. Suatu Penelitian Eksperimental Dengan Pendekatan Biofisika. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Sudarsono, H. 2003. Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria.): Fakta dan Analisis Awal Ledakan Populasi di Lampung. JHPTT 3 (2). Sudarsono, H. Hasibuan R dan Buchori D. 2005. Biologi transformasi belalang kembara (Orthoptera: Acrididae) pada beberapa tingkat kepadatan populasi di laboratorium. JHPTT 5 (1). Surachman, E. dan Suryanto, A. W. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Masalah dan Solusinya. Kanisius: Yogyakarta. Susetya, P, N. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius: Yogyakarta