Aplikasi Fuzzy Pada Bidang Kedokteran Dalam Pendiagnosaan Penyakit Fuzzy Application in Medical Diagnosis Desease Mukhammad Solikhin Lecturer of Informatics Engineering; Faculty of Informatics and Electrical Engineering, Institut Teknologi Del, Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara [email protected], ABSTRAK. Patients often use daily language that is less clearly measurable in the visual body of a disease suffered. For example, hepatitis is characterized by the following sentence: "Total protein is usually normal, albumin decreases, α-globulin and β-globulin decrease slightly and γ-glibulin increases." In which the language is not clearly measurable in the mark with the word "slightly decrease" or "slightly increased". The level of disease and symptoms of the patient can be known by the doctor only with a limited degree. The relationship between the patient's symptoms and the illness is as uncertain as the relationship between symptoms and the existance of the illness. To understand and overcome this difficulty, the diagnostic process is modelled by using the fuzzy set using the CADIAG-2 method. This is an approach uses two fuzzy relationships, fuzzy 𝑄 relationships (fuzzy relationship of the patients and the symptoms) and fuzzy 𝑅 relation (fuzzy relationship of the symptoms and the disease) to obtain fuzzy 𝑇 relationship (fuzzy relationship of the patients and the illness). This method can simultaneously recognize the diseases of some patients who are complete with the level of seriousness represented by the weights on the fuzzy 𝑇 relation. KEYWORDS: CADIAG-2, Cluster, Fuzzy, Gejala, Penyakit. 1. PENDAHULUAN Pada pertengahan tahun 1970-an, aplikasi teori himpunan fuzzy pada ilmu kedokteran baru saja diakui. Fokus yang dibahas dalam aplikasi teori himpunan fuzzy adalah pendiagnosaan penyakit yang tidak pasti. Hal ini disebabkan karena keterbatasan informasi yang tersedia untuk para dokter, proses pengklasifikasian gejala-gejala pada suatu penyakit menjadi lebih sulit, begitu juga cara pengobatannya juga menjadi sulit. Sebuah penyakit mungkin membawa dampak dan tingkatan yang berbeda dari pasien yang satu dan pasien yang lain. Lebih jauh lagi, sebuah gejala mungkin bisa mengindikasikan ke beberapa penyakit. Beberapa penyakit ini bisa mengganggu perubahan pola gejala-gejala pada penyakit lainnya. Biasanya dalam menggambarkan keadaan suatu penyakit, pasien sering menggunakan bahasa sehari-hari yang kurang jelas terukur. Contohnya, penyakit hepatitis dikarakteristikkan dengan kalimat sebagai berikut: “Total protein biasanya normal, albumin berkurang, 𝛼-globulins sedikit berkurang, 𝛽-globulins sedikit berkurang dan 𝛾-globulins bertambah.” kalimat di atas tidak jelas ukurannya. Meskipun pengetahuan medis fokus pada hubungan gejala-penyakit yang menghasilkan ketidakpastian dalam pendiagnosaan penyakit. Secara umum dokter mengumpulkan informasi tentang pasien dari catatan kesehatan masa lalu, uji fisik, hasil test lab, dan penelusuran yang lain misal X-ray dan ultrasonic. Informasi dari berbagai penemuan tersebut juga membawa ketidakpastian. Catatan kesehatan masa lalu dari pasien mungkin subjektif, mengabaikan informasi yang lain atau tidak lengkap. Kesalahan mungkin bisa juga dibuat pada tes fisik dan gejala yang mungkin terabaikan. Ukuran tes lab sering terbatas, dan batasan antara normal dan sakit sering tidak jelas. Hasil X-ray dan tes semacamnya, tafsiran hasilnya kadang benar. Tingkatan penyakit dan gejala pasien bisa diketahui oleh dokter hanya dengan derajat yang terbatas. Hubungan antara gejala dan penyakit seorang pasien sama tidak pastinya dengan relasi antara gejala dan keberadaan suatu penyakit. Meskipun demikian sangat penting bagi seorang dokter untuk menandai diagnosa yang sesuai dengan cara pengobatannya. Untuk memahami dan mempelajari kesulitan ini maka dalam proses pendiagnosaan dimodelkan dengan menggunakan himpunan fuzzy. 2. TEORI DAN PEMBAHASAN Pemodelan proses diagnosa penyakit pada ilmu kedokteran dengan fuzzy menggunakan pendekatan–pendekatan yang berbeda–beda, salah satunya adalah menggunakan pendekatan yang diformulasikan oleh Sanchez (1979) adalah suatu representasi dalam relasi fuzzy antara gejala dan penyakit. Representasi tersebut dapat dimodelkan setelah mendapatkan data–data dari kedokteran yang dibutuhkan untuk memformulasikannya ke dalam relasi fuzzy. Cadiag2 adalah salah satu metodenya. 2.1 CADIAG – 2 Misalkan himpunan fuzzy 𝐴 adalah hasil observasi gejala 𝑠 pada pasien 𝑝. Relasi fuzzy 𝑅 adalah relasi yang mengawankan himpunan gejala 𝑠(𝑆) ke himpunan penyakit 𝑑(𝐷) sehingga himpunan fuzzy 𝐵 menyatakan penyakit yang mengidap pada pasien 𝑝 dan diperoleh dari persaman (1) 𝐵 = 𝐴 ∘ 𝑅 atau 𝐵(𝑑) = max [min(𝐴(𝑠), 𝑅(𝑠, 𝑑))] 𝑠∈𝑆 (1) untuk setiap 𝑑 ∈ 𝐷. Derajat keanggotaan dari gejala 𝑠 pada himpunan fuzzy 𝐴 adalah representasi dari kemungkinan adanya gejala atau frekuensi kemunculannya. Sedangkan derajat keanggotaan dari himpunan fuzzy 𝐵 merupakan derajat masing–masing penyakit yang ada berdasarkan relasi R. Gejala Penyakit B Gejala A Penyakit R Gambar 1. Cara memperoleh himpunan fuzzy penyakit berdasarkan gejala pada pasien Jika 𝑄 adalah relasi fuzzy dari himpunan pasien 𝑝(𝑃) ke himpunan gejala 𝑠(𝑆) dan jika 𝑇 adalah relasi fuzzy dari himpunan pasien 𝑝(𝑃) ke himpunan penyakit 𝑑(𝐷) sedemikian hingga 𝑇 =𝑄∘𝑅 (2) maka derajat masing-masing relasi fuzzy 𝑄 merepresentasikan gejala yang ada pada pasien sedangkan derajat dari relasi fuzzy 𝑇 merepresentasikan penyakit yang diderita masing-masing pasien. Gambar 2 berikut adalah penggambaran relasi matriksnya Penyakit R Penyakit Pasien Q Gejala Pasien Gejala T Gambar 2. Cara mendapatkan relasi fuzzy antara pasien dan penyakitnya Gambar 3. Relasi himpunan fuzzy untuk diagnosa penyakit pada pasien Pada gambar 3 matriks 𝑇 dan 𝑄 adalah riwayat kesehatan pasien dan penyakitnya yang akan digunakan untuk memperoleh relasi fuzzy 𝑅, selanjutnya relasi fuzzy 𝑅 dikomposisikan dengan gejala pada pasien maka penyakit yang diderita pasien dapat diketahui. Model tersebut memberikan dua jenis relasi antara gejala dan penyakit, yaitu relasi kejadian dan relasi indikasi. Relasi kejadian merupakan pengetahuan tentang kecenderungan gejala s pada penyakit 𝑑 atau frekuensi kemunculan gejala s pada penyakit 𝑑 yang secara tidak langsung berhubungan dengan pertanyaan “seberapa sering gejala 𝑠 muncul pada penyakit 𝑑 ?” terkait pada relasi ini yang jawabannya memungkinkan “selalu”, “sering”, “jarang”, atau “tidak pernah”. Sedangkan untuk relasi indikasi menggambarkan perbedaan kekuatan dari gejala untuk mengetahui penyakit mana yang akan menyerang, ini terkait dengan pertanyaan “seberapa kuat gejala 𝑠 mengindikasikan ke penyakit 𝑑 ?” jawabannya bisa “selalu mengindikasikan”, “kuat indikasinya”, “lemah indikasinya”, atau “sangat lemah indikasinya” ke suatu penyakit d. Kedua relasi ini sangat penting karena suatu gejala si belum tentu mengindikasikan secara pasti ke suatu penyakit di dan begitu juga dengan penyakit dj, penyakit yang sama belum tentu memiliki gejala yang sama. Sehingga kedua relasi ini, relasi kejadian dan relasi indikasi, diperlukan dalam pendiagnosaan suatu penyakit yang diderita oleh pasien. Lebih jelasnya diberikan contoh, misalkan 𝑆 himpunan semesta semua gejala pada penderita, 𝐷 sebagai himpunan semesta penyakit yang diderita, dan 𝑃 himpunan semesta dari semua pasien penderita. Misalkan didefinisikan relasi fuzzy 𝑅𝑠 (𝑝, 𝑠) adalah derajat dari gejala 𝑠 yang ada pada pasien 𝑝, dan 𝑠 adalah gejala peningkatan potassium pada pasien, seorang pasien 𝑝 dikatakan normal jika memiliki kandungan potassium pada range 3,5 sampai dengan 5,2 maka derajat 𝑅𝑠 (𝑝, 𝑠) = 0,5. Selanjutnya didefinisikan relasi fuzzy 𝑅0 pada himpunan semesta 𝑆 x 𝐷, dimana 𝑅0 (𝑠, 𝑑) merupakan derajat keanggotaan yang merepresentasikan frekuensi gejala 𝑠 pada penyakit 𝑑, relasi 𝑅0 (𝑠, 𝑑) inilah yang selanjutnya disebut relasi kejadian, selanjutnya didefinisikan lagi relasi 𝑅𝑐 pada himpunan semesta yang sama, dimana 𝑅𝑐 (𝑠, 𝑑) menyatakan derajat keanggotaan yang merupakan representasi dari indikasi adanya gejala 𝑠 untuk penyakit 𝑑, relasi 𝑅𝑐 (𝑠, 𝑑) mewakili relasi indikasi. Sehingga telah dimiliki dua buah matriks 𝑅0 sebagai relasi kejadian dan 𝑅𝑐 sebagai relasi indikasi. Pada contoh ini, relasi kejadian dan relasi indikasi yang diperoleh dari dokumen ahli kedokteran biasanya berupa data verbal, “gejala 𝑠 sering muncul pada penyakit 𝑑” atau “gejala 𝑠 selalu mengindikasikan penyakit 𝑑” sehingga derajat keanggotaan dari tiap kata tersebut dapat di bobot seperti pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Pembobotan Data Verbal dalam Relasi Fuzzy Kata verbal Derajat Keanggotaan Selalu 1 Sering 0,75 Tidak spesifik 0,5 Jarang 0,25 Tidak pernah 0 Sedangkan untuk gejala yang memiliki tingkat ke“sangat”-an, bobotnya dapat didefinisikan sebagai kuadrat dari kata verbal setelah kata “sangat”, contoh Sangat sering = 0,752 = 0,5625, Sangat jarang = 0,252 = 0,0625 , dst. Asumsikan bahwa data–data kedokteran yang dimiliki menghubungkan antara gejala 𝑠1 , 𝑠2 , dan 𝑠3 dengan penyakit 𝑑1 dan 𝑑2 , hubungan diantara mereka misalkan sebagai berikut : • Gejala 𝑠1 terjadi sangat jarang pada pasien dengan penyakit 𝑑1 • Gejala 𝑠1 sering terjadi pada pasien dengan penyakit 𝑑2 tapi jarang menguatkan kehadirannya pada penyakit 𝑑2 • Gejala 𝑠2 selalu terjadi pada penyakit 𝑑1 dan selalu mengindikasikan kehadirannya pada penyakit 𝑑1 selain itu, 𝑠2 tidak pernah terjadi pada penyakit 𝑑2 , dan kehadirannya tidak pernah mengindikasikan ke penyakit 𝑑2 . • Gejala 𝑠3 sangat sering terjadi pada penyakit 𝑑2 dan sering menguatkan kehadirannya pada penyakit 𝑑2 • Gejala 𝑠3 jarang terjadi pada pasien dengan penyakit 𝑑1 diketahui bahwa semua relasi pasangan dari gejala dan penyakit yang hilang, diasumsikan sebagai “yang tidak spesifik” dan diberi derajat keanggotaan 0.5. dari dokumen kedokteran yang kita dapatkan, dapat dikonstruksi matriks–matriks pada relasi 𝑅0 , 𝑅𝑐 ∈ 𝑆 x 𝐷 (dimana baris ke–𝑖 menunjukkan gejala ke–𝑖 dan kolom ke–𝑗 menunjukkan penyakit ke–𝑗 dengan masing – masing simbolnya berturut – turut 𝑠𝑖 dan 𝑑𝑗 ) Sehingga didapatkan matriks : 0,06 𝑅0 = [ 1 0,25 0,75 0,5 0 ] dan 𝑅𝑐 = [ 1 0,56 0,5 0,25 0 ] 0,75 (3) Diasumsikan telah diberikan sebuah relasi fuzzy 𝑅𝑠 berdasarkan pengetahuan dalam bidang kedokteran secara rinci dengan derajat keanggotaannya merupakan kemunculan gejala 𝑠1 , 𝑠2 , dan 𝑠3 pada tiga pasien 𝑝1 , 𝑝2 , dan 𝑝3 yaitu : 0,4 𝑅𝑠 = [0,6 9 0,8 0,9 0 0,7 0] 1 (4) Dengan menggunakan relasi 𝑅𝑠 , 𝑅0 , dan 𝑅𝑐 , dapat dihitung empat indikasi berbeda yang didefinisikan pada himpunan 𝑃 x 𝐷 pada pasien dan penyakit. Yang pertama adalah indikasi kejadian 𝑅1 didefinisikan sebagai 𝑅1 = 𝑅𝑠 ∘ 𝑅0 . Sehingga diperoleh 0,8 0,56 𝑅1 = [ 0,9 0,6 ] 0,25 0,75 Untuk relasi indikasi 𝑅2 dapat dihitung dengan 𝑅2 = 𝑅𝑠 ∘ 𝑅𝑐 yang hasilnya adalah 0,8 0,7 𝑅2 = [0,9 0,25] 0,5 0,75 (5) (6) Indikasi yang tidak terjadi pada pasien-pasien dapat pula didefinisikan sebagai 𝑅3 dengan 𝑅3 = 𝑅𝑠 ∘ (1 − 𝑅0 ) dan diperoleh adalah 0,7 0,8 𝑅3 = [0,6 0,9 ] (7) 0,9 0,44 Dan indikasi yang bukan gejala R4 dapat dihitung dengan 𝑅4 = (1 − 𝑅𝑠 ) ∘ 𝑅0 sehingga diperoleh 0,25 0,6 𝑅4 = [0,25 0,56] (8) 1 1 Untuk memperoleh informasi yang jelas pada pasien (𝑝1 , 𝑝2 , dan 𝑝3 ) menderita penyakit (𝑑1 , 𝑑2 , atau 𝑑3 ), maka mengomposisikan 𝑅1 dengan 𝑅2 sehingga diperoleh 𝐾 = 𝑅1 𝑜 𝑅2 0,8 0,7 𝐾 = 𝑅1 ∘ 𝑅2 = [0,9 0,6 ] (9) 0,5 0,75 Begitu juga untuk memperoleh informasi pasien mana sajakah yang tidak terserang penyakit, dengan mengomposisikan 𝑅3 dengan 𝑅4 sehingga diperoleh matriks 𝑇 = 𝑅3 𝑜 𝑅4 0,7 0,8 𝑇 = 𝑅3 ∘ 𝑅4 = [0,6 0,9 ] (10) 1 0,44 Dari hasil komposisi tersebut menghasilkan dua matrik baru, 𝐾 dan 𝑇, yang dapat menyatakan pasien mana sajakah yang terserang penyakit dan pasien mana sajakah yang tidak terkena penyakit secara berturut–turut terpenuhi jika memenuhi pertidaksamaan pada (11) 0,5 < max[𝑅1 (𝑝, 𝑑), 𝑅2 (𝑝, 𝑑)] dan 0,5 < max[𝑅3 (𝑝, 𝑑), 𝑅4 (𝑝, 𝑑)] (11) Berdasarkan matriks yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pasien 𝑝1 mengidap penyakit 𝑑1 dengan bobot 0,8 dan mengidap penyakit 𝑑2 dengan bobot 0,7, pasien 𝑝2 mengidap penyakit 𝑑1 dengan bobot 0,9 dan penyakit 𝑑2 dengan bobot 0,6, sedangkan pasien 𝑝3 mengidap penyakit 𝑑2 dengan bobot 0,75. Pernyataan ini diperoleh dari matriks 𝐾, lebih lanjut pernyataan ini dikuatkan oleh matriks T yang secara verbal dapat dikatakan bahwa: 𝑝1 tidak mengidap penyakit 𝑑2 dengan bobot 0,8 𝑝2 tidak mengidap penyakit 𝑑2 dengan bobot 0,9 𝑝3 tidak mengidap sama sekali penyakit 𝑑1 Pernyataan di atas mendukung kesimpulan diagnosa yang diperoleh dari matriks 𝐾 yang mengatakan bahwa 𝑝1 dan 𝑝2 mengidap penyakit 𝑑1 sedangkan 𝑝3 mengidap penyakit 𝑑2 . 3. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aplikasi teori himpunan fuzzy pada ilmu kedokteran salah satunya adalah pendiagnosaan jenis penyakit berdasarkan gejala-gejala yang muncul. Dalam pendiagnosaan penyakit menggunakan 2 pendekataan yaitu CADIAG – 2 dan Clustering(pengelompokan) Fuzzy. Pendekataan CADIAG–2 menggunakan dua relasi fuzzy yaitu relasi fuzzy Q(hubungan fuzzy pasien dengan gejalanya) dan relasi fuzzy R(hubungan fuzzy gejala dan penyakit) untuk memperoleh relasi fuzzy T(hubungan fuzzy pasien dengan penyakit yang diderita). Kendati demikian observasi oleh dokter terhadap diagnosa suatu penyakit tetap mutlak dibutuhkan, penelitian ini diharapkan dapat membantu dokter dalam menentukan dosis obat yang diberikan terhadap setiap penyakit yang diderita seorang pasien berdasarkan bobot relasi fuzzy antata pasien dengan penyakit yang diderita. 4. DAFTAR PUSTAKA Collan, Mikael., Fedrizzi, Mario, 2016, “Studies in Fuzziness and Soft Computing”, Springer, New York, Vol 335. Davvaz, Bijan., Cristea, Irina., 2015, “Fuzzy Algebraic Hyperstructures”, Springer, New York, Vol 321. Hans, Michael., 2005, “Applied Fuzzy Arithmetic” Springer, New York. Klir, George J., Bo Yuan, 1995, “Fuzzy Sets And Fuzzy Logic : Theory and Applications”, Prentice-Hall Inc., USA. Sanchez, E. 1979. Inverses of Fuzzy relations. Application to possibility distributions and medical diagnosis, Fuzzy set and system 2, 1 pp. 75-86. Zimmermann, 1996, “Fuzzy Set Theory and Its Applications”, Kluwer Academis Publishers., 3rd ed., USA.