PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58 persen penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya, pada bulan Maret 2006, jumlah penduduk miskin sebanyak 39,30 juta jiwa atau 17,75 persen (BPS, 2007). Walaupun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin masih cukup besar. Besarnya jumlah penduduk miskin menimbulkan pertanyaan apakah pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah mengalami kegagalan. Kemiskinan merupakan salah satu indikator yang paling jelas menunjukkan keberhasilan pembangunan nasional. Tabel 1. Jumlah penduduk miskin menurut daerah tempat tinggal, 1996-2007 Tahun 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kota Juta Jiwa 9,42 17,60 15,64 12,30 8,60 13,30 12,20 11,40 12,40 14,29 13,56 Jumlah Penduduk Miskin Desa % Juta Jiwa 26,9 25,59 35,6 31,90 32,6 32,33 31,8 26,40 22,7 29,30 34,6 25,10 32,7 25,10 31,5 24,80 35,3 22,70 36,6 24,76 36,5 23,61 % 73,1 64,4 67,4 68,2 77,3 65,4 67,3 68,5 64,7 63,4 63,5 Total Juta Jiwa 34,01 49,50 47,97 38,70 37,90 38,40 37,30 36,10 35,10 39,05 37,17 Sumber : BPS, 2007. 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Penduduk miskin sebagian besar tinggal di perdesaan. Data terakhir pada bulan Maret 2007 menggambarkan bahwa penduduk miskin yang tinggal di perdesaan mencapai 63,52 persen dari jumlah keseluruhan penduduk miskin (BPS, 2007). Kemiskinan yang terjadi di perdesaan dipicu oleh semakin terbatasnya kesempatan kerja yang ada di perdesaan. Sebagian besar tenaga kerja yang ada di perdesaan mengandalkan sektor pertanian (dalam arti luas), padahal sektor pertanian sudah tidak mampu lagi menampung jumlah tenaga kerja yang ada. Sektor pertanian yang selama ini menjadi tumpuan bagi sebagian besar penduduk di perdesaan saat ini sudah tidak mampu menampung mereka. Konsep 2 kemiskinan berbagi (shared proverty) yang disampaikan oleh Geertz semakin terbukti saat ini. Permasalahan sektor pertanian juga dialami oleh sektor perikanan. Peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan dukungan jumlah sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan. Kondisi ekologi yang sudah tidak mendukung lagi menyebabkan tekanan ekonomi bagi penduduk yang mengantungkan hidupnya pada sektor perikanan tangkap. Terlebih ketika kebijakan pemerintah sering tidak berpihak pada nelayan, terutama nelayan kecil. Salah satu contoh nyata adalah kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak. Mau tidak mau rumah tangga nelayan miskin harus mampu beradaptasi untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah pesisir atau desadesa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang berlaku pada masyarakat setempat. Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup. 3 Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun, kedua strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah membatasi akses mereka. Oleh karena itu, dengan keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan mengembangkan sistem “jejaring sosial“ yang merupakan pilihan strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat mengakses sumberdaya ikan yang semakin langka. Jaringan sosial diartikan sebagai seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara kelompok orang (Kusnadi, 2000). Jawa Timur, sebagian besar wilayahnya memiliki tipe ekologi pesisir sehingga sangat rentan terhadap kemiskinan. Kajian yang telah dilakukan Muhsoni (2006) menunjukkan bahwa hasil estimasi perikanan pelagis di perairan Selat Madura mendapatkan effort optimal (Eopt) 461.385,99 trip per tahun, total hasil tangkapan pada kondisi keseimbangan (Cmsy) dicapai pada 46.500,06 ton per tahun dan indikasi terjadinya over fishing sudah terjadi sejak tahun 1997. Perikanan demersal di perairan Selat Madura menunjukkan jumlah effort optimal (Eopt) mencapai 75.8962,95 trip/tahun dan total produksi keseimbangan (Cmsy) 24.999,80 ton/tahun dan kondisi over fishing terjadi sejak tiga tahun terakhir. Data tahun 2005 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 8,4 juta jiwa. Secara etnik, penduduk Jawa Timur termasuk dalam dua kelompok etnik besar, yaitu Jawa dan Madura. Perbedaan etnik inilah yang 4 menarik untuk dikaji terutama hubungannya dengan strategi nafkah rumah tangga yang dilakukan oleh rumah tangga miskin. Perumusan Masalah Masyarakat miskin yang berada kawasan pesisir menghadapi berbagai permasalahan yang menyebabkan kemiskinan. Pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar dan sangat bergantung musim. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi terbatas. Nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar dan penurunan mutu sumberdaya pantai. Hasil tangkapan juga mudah rusak sehingga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan. Selain itu, pola hubungan eksploitatif antara pemilik modal dengan buruh dan nelayan, serta usaha nelayan yang bersifat musiman dan tidak menentu menyebabkan masyarakat miskin di kawasan pesisir cenderung sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan dan belitan hutang pedagang atau pemilik kapal. Secara garis besar permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur sosial masyarakat pada lokasi penelitian ? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kemiskinan di lokasi penelitian ? 5 3. Bagaimana strategi nafkah rumah tangga miskin di lokasi penelitian ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui struktur sosial di lokasi masing-masing lokasi penelitian. 2. Menentukan faktor penyebab kemiskinan di masing-masing lokasi penelitian. 3. Menelaah strategi nafkah rumah tangga miskin di lokasi penelitian. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang strategi nafkah rumah tangga miskin di daerah pesisir. Informasi baru tersebut mencakup peran sistem sosial, ekologi dan kebijakan pemerintah terhadap strategi nafkah rumah tangga miskin. Informasi baru yang diharapkan dapat menjadi temuan berharga adalah kemampuan sistem sosial yang ada dalam masyarakat dalam menunjang strategi nafkah rumah tangga miskin. Hasil penelitian akan bermanfaat dalam pengambilan kebijakan penanggulangan kemiskinan berbasis komunitas. Informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam menentukan model dan pendekatan yang akan dilakukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pendekatan kultural diharapkan akan dapat lebih memberikan peluang keberhasilan sekaligus lebih menyentuh pada sistem sosial masyarakat. 6