PENINGKATAN KUALITAS MUTU PEMBELAJARAN MELALUI PENGEMBANGAN RENCANA PEMBELAJARAN IRENE NUSANTI Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta [email protected] Abstrak Rencana pembelajaran merupakan hal penting untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas. Artikel ini bertujuan untuk membahas pengembangan pendidikan karakter dan soft skill bagi peningkatan mutu pembelajaran. Pembahasan terhadap pendidikan karakter menggambarkan bahwa untuk mempercepat terserapnya nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter, pendidikan karakter dapat dilaksanakan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan sebagai materi yang terintegrasi dengan mata pelajaran. Sedangkan pembahasan terhadap soft skill menggambarkan bahwa soft skill peserta didik perlu dikembangkan agar mencapai standar yang dibutuhkan industri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rencana pembelajaran yang dirancang dengan mengembangkan pendidikan karakter dan soft skill diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran, dan pada akhirnya mutu kualitas lulusan. Kata Kunci: rencana pembelajaran, soft skill, pendidikan karakter, mutu pembelajaran. A. PENDAHULUAN Sebelum membicarakan apa pun terkait dengan perubahan, terlebih dahulu setiap orang harus sadar bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat diubah sebelum yang bersangkutan mengubah pikiran terlebih dahulu, terutama pikiran yang salah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Meyer (1995: 179) yang mengatakan: ‘It’s impossible to get from wrong behavior to right behavior without first changing your thought’. Dengan kata lain, bagaimana pun usaha kerasnya untuk mengubah sesuatu, tetapi kalau yang diubah hanya yang kelihatan, maka hasilnya hanya akan bersifat sementara. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mengubah cara berpikir terlebih dahulu, karena dari sana akan terpancar perbuatan dan perkataan yang 1 senada dengan apa yang ada di pikirannya. Yang menjadi permasalahan adalah bahwa keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sulit, sehingga hanya sedikit orang yang mampu melakukannya (Maxwell, 2009: xi). Untuk itu, keterampilan berpikir perlu diajarkan dan dipraktekkan secara terus menerus melalui berbagai mata pelajaran yang diterima peserta didik. Dalam hal kegiatan belajar mengajar, perubahan pada diri peserta didik dapat dilakukan dengan membuat pengembangan dalam rencana pembelajaran. Jadi, rencana pembelajaran bukan sekedar rencana bagaimana kegiatan belajar mengajar akan dilakukan, dalam arti kegiatan apa yang akan dilakukan guru dan peserta didik terkait dengan materi tertentu. Lebih dari itu, rencana pembelajaran juga dimaksudkan untuk merancang perubahan yang dikehendaki terjadi, kemudian dimanifestasikan dalam setiap bentuk kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Perubahan yang dimaksud dalam artikel ini adalah perubahan yang dapat membawa peningkatan mutu pembelajaran, yang terjadi karena adanya perubahan pada diri peserta didik. Jadi bukan sekedar peningkatan nilai hasil belajar, nilai ujian nasional atau peningkatan jumlah lulusan. Tetapi bagaimana sekolah yang memiliki peningkatan nilai dan peningkatan jumlah lulusan tersebut juga memiliki lulusan dengan kualitas berpikir memadahi, karakter yang menunjang, serta soft skill yang mampu memecahkan persoalanpersoalan nyata yang dihadapi. B. Pengembangan Rencana Pembelajaran Rencana pembelajaran bukan merupakan hal yang baru bagi guru dan kepala sekolah. Tetapi hal ini tetap harus mendapat perhatian dalam hal pengembangannya dari waktu ke waktu. Mengapa hal ini harus dilakukan? Salah satunya adalah untuk tetap dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan mutu lulusan. Pembelajaran yang efektif di sini digambarkan sebagai ‘members of the school learn with understanding and practice,’ dengan kata lain dalam mempelajari sesuatu, setiap warga sekolah belajar sampai benar-benar memahami dan mampu melakukannya, seberapa pun tingkat keberhasilannya. Sedangkan pembelajaran yang efektif maksudnya members of the 2 school are attuned to learning and learn fast. Dalam hal ini, setiap warga sekolah dikondisikan untuk belajar dan belajar dengan cepat (Tee, 2005). Jadi tidak sekedar dapat naik kelas dengan nilai bagus, tetapi Tee menekankan pada sampai peserta didik bisa mempraktekkannya dengan cepat. Terkait dengan hal di atas, berikut adalah beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan rencana pembelajaran. 1. Pendidikan Karakter Apa pun nama kurikulum yang berlaku, mutu pembelajaran atau secara umum mutu lulusan diharapkan dapat ditingkatkan melalui salah satunya adalah peran pendidikan karakter. Begitu pentingnya peran pendidikan karakter sehingga Djaali (2014), rektor Universitas Negeri Jakarta mengatakan bahwa guru harus menguasai keterampilan membangun karakter. Hal ini dapat diibaratkan seorang ahli bangunan yang akan membangun rumah, tetapi tidak memiliki ilmu tentang membangun rumah yang baik. Hasilnya, rumah bisa dibangun tetapi bisa jadi tidak layak huni karena beberapa persyaratan hunian sehat tidak terpenuhi. Untuk itu, terkait dengan membangun karakter, ada baiknya jika pendidikan karakter diberikan dalam dua bentuk, yang pertama sebagai mata pelajaran tersendiri agar peserta didik dapat lebih konsentrasi dalam menangkap inti manfaat pendidikan karakter. Yang kedua, terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Hal ini dimaksudkan supaya penyerapan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter dapat lebih cepat karena semua guru terlibat dalam memasukkan nilai-nilai tersebut dan mendorong peserta didik untuk mempraktekkannya setiap hari. Mempraktekkan di sini dimulai dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Mengapa demikian? Karena apa yang dipikirkan peserta didik setiap hari akan menjadi kata-kata, apa yang dikatakan setiap hari akan menjadi perbuatan, apa yang diperbuat setiap hari akan menjadi kebiasaan, apa yang dibiasakan setiap hari akan menjadi karakter, dan pada akhirnya karakter yang dibiasakan akan menjadi nasib (Anonymous dalam Meyer, 2013). Disamping itu, tidak hanya peserta didik saja yang harus menerapkan, tetapi segenap warga sekolah, termasuk kepala sekolah, juga memiliki kewajiban yang sama dalam rangka penanaman nilai-nilai pendidikan karakter. Jadi, sekalipun yang dibicarakan adalah pendidikan karakter untuk pengembangan rencana pembelajaran, namun tidak berarti bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang ada hanya untuk konsumsi peserta didik. 3 2. Soft Skill a. Permasalahan Soft Skill Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengembangan rencana pembelajaran dimaksudkan untuk membuat supaya pembelajaran lebih efektif dan efisien dan menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas seperti yang diharapkan. Dengan lulusan yang memiliki kinerja tinggi diharapkan dapat mengurangi permasalahan terkait dengan kondisi tenaga kerja di Indonesia seperti yang terdapat dalam pemaparan berikut. 1) Terkait dengan berita tentang liputan khusus pendidikan dari harian Sindo yang mengatakan bahwa menurut data kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, 30% lowongan kerja tidak terisi, padahal lulusan universitas begitu banyak. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pasti karena ada alasan yang mungkin selama ini tidak pernah terpikirkan. Sesuatu tersebut terungkap berdasarkan pendapat dari Senior Marketing Communication Job Street.com yang mengatakan bahwa ketidakterserapan tenaga dikarenakan perusahaan tidak bisa menemukan kualifikasi soft skills yang sesuai dengan standar perusahaan. Kemampuan soft skill yang dimaksud diantaranya kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, dan kepercayaan diri. 2) Ketidakterserapan ini diperkuat oleh hasil penelitian dari National Association of Colleges and Employers (NACE) yang menyatakan bahwa pada umumnya pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82% soft skills and selebihnya 18% hard skills. Dalam hal ini, produk kurikulum 2013 yang mengedepankan domain sikap belum bisa diprediksi secara tepat. Meskipun demikian, harapannya adalah dengan mengedepankan domain ini, soft skill peserta didik dapat lebih ditingkatkan sehingga dapat memenuhi tuntutan dunia kerja nantinya ketika mereka bekerja. 3) Sementara ini, soft skills atau keahlian di dalam diri seperti motivasi yang tinggi, kemampuan beradaptasi dengan perubahan, kecakapan berkomunikasi, kemampuan memimpin, gairah bekerja, dan kepercayaan diri kurang diperhatikan dan diasah di kampus atau di bangku pendidikan secara umum. Jika fakta menunjukkan hal seperti di atas, maka 4 perlu ada pemikiran-pemikiran baru untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan tersebut agar tidak semakin meruncing. b. Solusi Pengembangan Soft Skill Permasalahan kurangnya kemampuan dan keterampilan soft skill pada peserta didik, tentu saja tidak dapat terlepas dari perjuangan segenap warga sekolah. Karena itu, perlu sejenak dilakukan refleksi untuk mencari akar permasalahan, dengan membandingkan kondisi di sekolah masing-masing untuk menemukan soft skill seperti apakah yang dibutuhkan oleh peserta didik. Anda dapat membandingkan kebutuhan soft skill untuk peserta didik dengan melihat video seorang bernama Nick yang tidak memiliki tangan dan kaki, tetapi mampu menggoreng telor. Setelah mencermati video tersebut, renungkan hal-hal berikut. 1) Nick mungkin sudah mempelajari teori cara menggoreng telor dengan baik 2) Nick mungkin juga telah lulus ujian tertulis cara menggoreng telor dengan nilai seratus. 3) Apakah dengan bekal tersebut Nick sudah otomatis mampu menggoreng telor dengan hasil seperti yang diharapkan? Kondisi Nick merepresentasikan kondisi kelas atau peserta didik yang siap untuk belajar secara mental, tetapi secara fisik kurang siap. Dalam hal ini, guru perlu memikirkan metode pembelajaran serta pendidikan karakter yang sesuai untuk mengatasi kondisi peserta didik yang lebih banyak tidak siap secara fisik. Sedangkan kondisi lain yang dihadapi di lapangan adalah kondisi kelas yang secara mental kurang siap untuk belajar karena beberapa alasan misalnya malas, tidak ingin bersusah-susah, bosan, tetapi siap secara fisik karena fisik peserta didik normal. Dalam hal ini guru juga perlu memikirkan metode pembelajaran serta pendidikan karakter yang sesuai untuk mengatasi kondisi peserta didik yang lebih banyak tidak siap secara mental. Bagi peserta didik dengan kondisi fisik tidak normal seperti Nick, diperlukan seorang guru yang dapat menemukan metode bahwa mulut dapat digunakan untuk memecah telor, menyalakan kompor, dan membalik telor. Dan bahwa dengan metode tersebut menghasilkan pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran yang efektif dan efisien ini pada akhirnya membuat peserta didik yang secara fisik tidak normal dapat menggoreng telor sebagaimana 5 peserta didik dengan fisik normal, menggunakan metode yang berbeda. Bagi guru bukanlah hal mudah untuk menemukan metode yang tepat, yang memungkinkan peserta didik dengan fisik tidak normal dapat melakukan ketiga hal tersebut dengan berhasil. Mengapa tidak mudah? Karena secara kebetulan kondisi guru normal, tetapi yang bersangkutan harus bisa menemukan metode untuk peserta didik yang kondisinya sama sekali berbeda dengan kondisi guru. Hal yang sama sebenarnya juga bisa diaplikasikan di sekolah biasa. Bedanya, peserta didik yang dihadapi secara fisik normal, tetapi mungkin secara non-fisik perlu peningkatanpeningkatan. Sebagaimana Nick, secara non-fisik pada akhirnya ia menunjukkan kondisi normal, dalam arti punya motivasi tinggi, pantang menyerah dan punya gambar diri yang positif, walau pun secara fisik ia perlu peningkatan-peningkatan tertentu sehingga dapat menjadi orang yang mandiri. Hal-hal demikianlah yang menjadi pemikiran kita dalam rangka pengembangan rencana pembelajaran di sekolah biasa. Setiap rencana pembelajaran yang dikembangkan arahnya adalah untuk membuat peserta didik memaksmimalkan potensinya dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran, sehingga dalam pertumbuhannya peserta didik bisa menjadi pribadi yang lebih mandiri. Metode pembelajaran yang diterapkan juga bukan untuk membuat peserta didik sibuk dengan kegiatan pembelajaran yang hanya membuat stres, tetapi kurang membuat potensinya berkembang. C. PENUTUP Rencana pembelajaran hendaknya jangan sekedar menjadi hal yang dikerjakan siang dan malam hanya untuk kepentingan dokumen administrasi saja. Tetapi, siang dan malamnya harus lebih kepada bagaimana implementasi dari apa yang ditulis didalamnya, terlepas dari apa pun nama kurikulum yang diberlakukan. Dan pendidikan karakter serta soft skill harus menjadi dua hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengembangan rencana pembelajaran untuk dapat menghasilkan lulusan yang dapat diterima di tempat kerja, dengan kualitas 6 berpikir yang memadahi, karakter yang menunjang, serta soft skill yang mampu memecahkan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi. REFERENSI Buku: Maxwell, John. 2009. How Successful People Think. New York: Center Street: Hachette Book Group Meyer, Joyce. 1995. Battlefield of the Mind. New York: Faith Words. Meyer, Joyce. 2013. Making Good Habits, Breaking Bad Habits. New York: Faith Words. Osteen, Joel. 2004. Your Best Life Now. New York: Faith Words. Surat Kabar Jakarta Post. 2014. Election: Debate on Education, research unimpressive. Jakarta: July 1, 2014 SINDO, 2011. Liputan Khusus Pendidikan. Yogyakarta: Kamis 26 April 2011 Podcast Meyer, Joyce. 2014. The Impact of Self-Image. (http://www.youtube.com/watch?v=2Qyw6kbWIEE, diakses tanggal 15 Agustus 2014). Vujick, Nick. 2014. (http://www.youtube.com/watch?v=6ZumF7cTQgw, diakses tanggal 15 Agustus 2014). Google Book Rao, MS. 2010. Soft Skill. Enhancing Employability: Connecting Campus with Corporate. New Delhi: International Publishing House Pvt Ltd http://books.google.co.id/books?id=O1G9, diakses 20 Juni 2014 7 BIODATA Nama NIP Pangkat/ Gol Jabatan Unit Kerja :IRENE NUSANTI :196107151986032001 :Pembina Tk I/ IVb :Widyaiswara Madya : PPPPTK Seni Budaya 8