keunggulan kompetitif sistem usahatani tanaman pangan

advertisement
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN
DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
Rachmat Hendayana
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,
Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor
ABSTRAK
Makalah bertujuan membahas keunggulan kompetitif sistem usahatani tanaman pangan
meliputi padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai di lahan kering. Data
utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari BPS Sumba
Timur tahun 2003. Klarifikasi data dilakukan di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur,
NTT terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Analisis
data dilakukan secara deskriptif kuantitatif menggunakan statistik sederhana. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi
jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak
semua memiliki keunggulan kompetitif. (2) Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian,
diketahui padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan
produksi minimal masing-masing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap
padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40%
dan 87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki keunggulan
kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi minimal berkisar
antara 62,07% hingga 93,47 %. (3) Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai
makanan pokok penduduk NTT ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap
semua komoditas pangan yang dikaji. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas
pertanian diperlukan adanya bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam
peningkatan kualitas melalui penerapan teknologi pasca panen.
Kata kunci: Tanaman Pangan, Keunggulan Kompetitif, Sistem Usaha Tani, Sumba Timur
PENDAHULUAN
Wilayah Kabupaten Sumba Timur dikenal memiliki areal lahan kering relatif luas. Menurut
laporan BPS (2003), total lahan kering di Sumba Timur mencapai 670,5 ribu hektar. Dari lahan
kering seluas itu yang potensial untuk pengembangan komoditas tanaman pangan ada sekitar
52,5 ribu hektar atau sekitar 8 % dari total luas lahan kering, yaitu berupa lahan tegal/kebun dan
ladang. Komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan meliputi padi ladang, jagung, ubi
kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan sorghum.
Dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani tanaman pangan dan agar
memberikan dampak pada pendapatan rumah tangga, dewasa ini usahatani perlu
mempertimbangkan aspek keunggulan komparatif dan kompetitif. Pengembangan produk
pertanian di hadapkan pada kondisi pasar yang semakin terbuka sebagai dampak perkembangan
globalisasi ekonomi dunia (Kariyasa, dan Adnyana, 1998). Di sisi lain kualitas sumberdaya lahan
kering juga menjadi pembatas, sementara itu banyak pilihan komoditas yang akan
dikembangkan. Oleh karena itu pertimbangan aspek keunggulan dari komoditas yang akan
dikembangkan menjadi krusial.
Keunggulan komparatif akan dapat dicapai jika suatu produk dari komoditas yang sama
mampu dihasilkan dengan nilai input yang lebih rendah, sedangkan keunggulan kompetitif terjadi
manakala dalam suatu luasan lahan yang sama mampu dihasilkan produk yang menghasilkan
pendapatan relatif tinggi. Yang perlu dipertimbangkan disini fokusnya tidak hanya pada aspek
produktifitas saja melainkan juga aspek kualitas, agar nilai jualnya relatif tinggi. Faktor harga
input dan harga output menjadi kunci dalam keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif
ini.
Makalah ini tidak membahas kedua keunggulan tersebut, tapi lebih fokus pada pilihan
pengembangan komoditas yang kompetitif, dengan asumsi faktor harga input dan out put tidak
berubah. Komoditas pangan yang dianalisis dipilih berdasarkan ketersediaan data struktur
ongkos yang lengkap. Dalam hal ini komoditas pangan terpilih untuk di analisis meliputi padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai.
Secara lebih spesifik, makalah bertujuan mengungkap keunggulan kompetitif komoditas
pangan, sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan dasar pengembangan komoditas tersebut.
Dengan demikian hasil kajian ini akan bermanfaat sebagai masukan bagi Pemda setempat dalam
pembuatan kebijakan pembangunan tanaman pangan di lahan kering.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Data utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari
BPS Sumba Timur tahun 2003, dilengkapi data dan informasi primer hasil klarifikasi di
Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pengumpulan data dilakukan melalui
survai terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Data
sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi terkait yang diperoleh melalui penelusuran laporan
dan dokumentasi kegiatan, antara lain kebijakan pembangunan pertanian, informasi pasar, dan
informasi lainnya yang relevan.
Analisis Data
Untuk mengetahui tingkat kompetisi komoditas tanaman pangan di agroekosistem lahan
kering digunakan analisis keunggulan kompetitif menggunakan statistik sederhana. Pembahasan
dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Suatu komoditas dikatakan kompetitif, jika pada luasan yang sama komoditas itu
menghasilkan pendapatan yang lebih besar, pada tingkat produksi yang minimal. Oleh karena itu
yang dijadikan indikator tingkat kompetitif suatu komoditas akan ditunjukkan oleh nilai produk
minimum dari komoditas yang bersangkutan. Formula yang digunakan mengikuti Manwan, dkk.,
(1990). Pendekatan ini telah digunakan pula oleh Adnyana (1998), Kariyasa (1998) dan
Buharman, dkk., (1998). Formula tersebut adalah:
a) Min Yi =
nXi + CXk / j
PXi
Dimana
Min Y = hasil minimum tanaman alternatif (kg/ha)
nXi
= keuntungan tanaman alternatif Xi (Rp/ha)
CXk/j = biaya produksi komoditas referensi (Rp/ha)
Pxi
= harga komoditas referensi (Rp/kg)
Sementara itu untuk menghitung pendapatan usahatani digunakan formula berikut;
b) Pendapatan = QPq – (ΣXiPXi + ΣYiPYi)
Dimana
Q
= Jumlah produksi (kgha)
Pq
= Harga produksi (Rp/kg)
Xi
= Jenis input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,…,x)
PXi
= Harga input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,…,p)
Yi
= Jenis input tetap Yi (i = 1,2,3,…,y)
Pyi
= Harga input tetap Yi (i = 1,2,3,…,p)
Berdasarkan tingkat pendapatan ini akan dihitung kelayakan ekonomi yang diperoleh dari
rasio pendapatan terhadap biaya usahatani (B/C). Di dalam analisis ini digunakan harga input
dan harga output yang berlaku di lokasi pada saat berlangsung pengkajian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Petani responden di lokasi pengkajian dicirikan oleh keragaman umur, penguasaan aset,
tanggungan keluarga, dan ketersediaan tenaga kerja keluarga. Umur terkait dengan produktivitas
kerja, penguasaan aset mencerminkan kemampuan ekonomi, tanggungan keluarga berhubungan
dengan beban hidup keluarga dan ketersediaan tenaga kerja terkait dengan kemampuan
keluarga dalam menyediakan tenaga kerja.
Ketersediaan tenaga kerja keluarga dapat mengurangi pengeluaran/biaya usahatani,
karena biasanya tidak dihitung sebagai tenaga upahan. Bila tenaga kerja keluarga cukup tinggi,
maka pengeluaran biaya untuk tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan dalam melaksanakan
kegiatan usahatani akan semakin rendah.
Hasil identifikasi di lapangan, diketahui keragaan umur anggota rumah tangga petani
secara keseluruhan sangat beragam, tapi pada dasarnya dapat dipilah ke dalam tiga kelompok
umur, yaitu (a) penduduk kelompok umur < 15 tahun (belum produktif), (b) kelompok antara 15 –
55 tahun (produktif), dan (c) kelompok > 55 tahun (tidak produktif).
Jika kelompok umur tersebut dihubungkan dengan pemilikan anggota keluarga dan
status pekerjaannya, dapat dikemukakan bahwa pada penduduk yang berusia < 15 tahun
tercatat rata-rata memiliki 2,12 jiwa, dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masingmasing 0,06 jiwa dan 2,06 jiwa.
Pada kelompok umur produktif, rataan anggota keluarganya adalah sekitar 3,17 jiwa
dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 2,73 jiwa dan 0,44 jiwa. Sisanya
pada kelompok umur yang tidak produktif ( > 55 tahun) rataannya memiliki 0,13 jiwa dengan
jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 0,11 dan 0,02 jiwa.
Jika tidak dipilah berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa setiap KK memiliki
anggota keluarga antara 2 -12 jiwa dengan rataan 5,25 jiwa per KK. Potensi tenaga kerja secara
keseluruhan, rataanya per rumah tangga mencapai 2,9 jiwa dengan jumlah tenaga kerja laki-laki
dan perempuan, masing-masing sebanyak 1,64 jiwa dan 1,26 jiwa.
Perkembangan Tanaman Pangan
Pangan merupakan kebutuhan penduduk yang paling vital, sehingga sub sektor
pertanian tanaman pangan memiliki posisi sangat strategis. Kecukupan pangan bagi penduduk
dampaknya tidak berhenti pada aspek pemenuhan pangan, akan tetapi berdampak luas pada
stabilitas sosial politik. Oleh karena itu pangan harus senantiasa tersedia mengiringi
pertumbuhan penduduk yang senantiasa meningkat.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat harus didukung penyediaan pangan
yang sebanding. Pemerintah provinsi NTT selalu berupaya meningkatkan luas tanam dan panen
serta melakukan diversifikasi pangan untuk berbagai jenis tanaman palwija seperti jagung, ubi
jalar, ubi kayu, kacang tanah, kedelai dan sebagainya, yang juga sesuai dengan program
pemerintah mengenai biodiversifikasi tanaman bahan makanan pokok.
Ditinjau dari keragaan luas panen (Tabel 1) potensi pengembangan tanaman di provinsi
NTT cukup besar. Dari tahun 1999 hingga tahun 2003 luas panen tanaman pangan di provinsi
NTT menunjukkan trend yang semakin menaik, yang juga menunjukkan sektor tanaman pangan
masih dapat dijadikan sektor andalan dan komoditas komparatif provinsi NTT. Meskipun ada pula
jenis tanaman pangan mengalami penurunan luas panen yaitu ubi kayu dan kedelai.
Begitu juga dari segi biodiversifikasi cukup terdapat potensi penyediaan tanaman pangan
selain padi seperti jenis kacang tanah dan kacang hijau yang menunjukkan terjadinya
peningkatan luas panen sekitar 3%-5% bahkan ubi kayu mengalami rerata peningkatan sekitar
15% dan bila dikembangkan dengan teknologi yang sesuai tidak menutup kemungkinan pada
masa mendatang dapat dijadikan komoditas andalan wilayah provinsi NTT.
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan NTT, 1999 - 2003
Jenis Tanaman
a. Padi
b. Jagung
c. Ubi kayu
Tahun
1999
172400
237383
81296
2000
176272
253224
83889
2001
165621
258782
76283
2002
165858
258460
80765
2003
176381
257724
80330
Ratarata
171306
253115
80513
Trend
0,67
2,11
-0,14
d. Ubi jalar
9420
19870
16787
e.
Kacang
tanah
12220
15317
11677
f. Kedelai
7902
3533
2010
g. Kacang hijau 20315
17250
20596
h. Sorghum
0
0
0
Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah
16667
10948
14738
15,10
12909
3613
23732
0
13040
4201
24606
4795
13033
4252
21300
959
3,29
-0,59
5,80
0,67
Produksi pangan setiap tahun nampaknya berfluktuasi, hal ini disebabkan pengaruh
bencana alam dan musim kemarau yang melanda sebagian wilayah NTT. Namun demikian
produksi tanaman pangan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan.
Peningkatan produksi tersebut tidak terlepas dari usaha intensifikasi untuk merangsang produksi
seperti adanya kebijakan harga dan subsidi pupuk. Penetapan kebikan tersebut dimaksudkan
untuk mempertahankan swasembada pangan, peningkatan pendapatan, kesejahteraan petani
serta peningkatan produksi hasil pertanian.
Secara logis, meningkatnya luas panen tanaman pangan tentu juga akan membawa
dampak semakin bertambahnya jumlah produksi tanaman itu sendiri. Akan tetapi dari tabel
perkembangan luas panen dan produksi terdapat fenomena bahwa tidak selamanya penurunan
luas panen membawa konsekuensi menurunnya produksi hasil usahatani. Pada komoditas ubi
kayu dan kedelai, meskipun luas panen mengalami penurunan akan tetapi jumlah produksi yang
dihasilkan dari tahun 2000 sampai 2003 justru menunjukkan trend yang semakin naik. Hal ini
dapat disebabkan karena adanya tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Dengan kata lain untuk
adopsi teknologi usahatani ubikayu dan kedelai sudah cukup baik dan usahatani yang dilakukan
cukup intensif sehingga mampu menghasilkan produksi yang semakin meningkat.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan NTT
Tahun
Jenis Tanaman
1999
2000
2001
2002
a. Padi
473000 461413 448001 468012
b. Jagung
493535 527230 553298 580900
c. Ubi kayu
822326 836056 778423 873157
d. Ubi jalar
74360 156394 147050 133063
e. Kacang tanah
11848
15009
11304
13615
f. Kedelai
5751
3018
1648
2994
g. Kacang hijau
16768
13900
16441
19081
h. Sorghum
0
0
0
0
2003
509419
583355
861620
86692
13637
4032
20135
3728
Rata-rata
471969
547663,60
834316,40
119511,80
13082,60
3488,60
17265,00
745,60
Trend
1,99
4,30
1,41
15,00
5,65
5,86
5,69
Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah
Peran Tanaman Pangan Terhadap Perekonomian Regional NTT
Salah satu indikator ekonomi penting yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi
perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah (regional) adalah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) baik berdasarkan atas harga konstan maupun atas harga berlaku. PDRB harga
konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
atau setiap sektor dari tahun ke tahun, sedangkan PDRB atas harga berlaku menunjukkan
kemampuan sumderdaya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah (BPS Indonesia, 2003)
PDRB provinsi NTT menurut harga berlaku yang dihitung dari 9 jenis lapangan usaha,
pada tahun 2001 mencapai Rp 7,51 trilyun, meningkat menjadi Rp 8,68 trilyun tahun 2002 dan
terus meningkat lagi pada tahun 2003 pada level 9,62 trilyun rupiah, dengan rata-rata tingkat
pertumbuhan ekonomi sekitar 5,88%. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan
perekonomian di provinsi NTT masih sangat besar. Sampai dengan tahun 2003 sektor pertanian
memberikan kontribusi sebesar 34 persen pada total PDRB atas dasar harga konstan atau setara
dengan 1,21 trilyun rupiah. Pada sektor pertanian sendiri, dari lima sub sektor yang
membentuknya sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi terbesar terhadap besarnya
PDRB diikuti sub sektor peternakan, sub sektor tanaman perkebunan, dan sub sektor perikanan
serta terakhir sub sektor kehutanan.
Dengan masing-masing sub sektor memberikan kontribusi sebesar 54,09%, diikuti
24,83%, 10,78%, dan 9,18% serta 1,12%. Besarnya kontribusi sub sektor tanaman pangan
terhadap PDRB sektor pertanian juga sejalan dengan adanya peningkatan jumlah produksi
tanaman pangan itu sendiri (tabel perkembangan produksi, tanaman pangan menunjukkan trend
positif). Dengan meningkatnya jumlah produksi sedikit banyak berdampak terjadinya peningkatan
pendapatan yang tentu juga membawa pertumbuhan ekonomi ke arah positif sehingga sub
sektor tanaman pangan masih merupakan sektor andalan dalam pembentukan besarnya PDRB
provinsi NTT.
Tabel 3. Kontribusi Pertanian Terhadap PDRB NTT, Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan
Harga Berlaku (ADHB) dalam Persentase
Lapangan usaha
ADHK
ADHB
Lapangan usaha
1. Pertanian
34,27
39,24
2. Pertambangan dan penggalian
1,12
1,44
3. Industri Pengolahan
2,29
1,89
4. Listrik, Gas dan Air Minum
0,95
0,59
5. Bangunan/konstruksi
5,67
7,21
6. Perdagangan
14,05
17,93
7. Pengangkutan dan komunikasi
10,73
7,45
8. Keuangan persewaan dan jasa perusahaan
3,87
3,09
9. Jasa-jasa
27,06
21,17
Total
100
100
Sumber : NTT Dalam Angka (2003)
Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan
Hasil analisis keunggulan kompetitif terhadap komoditas tanaman pangan disajikan
dalam Tabel 4. Ditinjau dari segi produktivitas, ubi kayu menempati urutan paling tinggi kemudian
diikuti ubi jalar. Produktivitas paling rendah ditempati kedelai. Tingginya produktivitas belum
menjamin bahwa komoditas itu memiliki keunggulan kompetitif, karena yang menentukan adalah
nilai harga jualnya.
Masih dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa ternyata harga paling tinggi pada saat pengkajian
berlangsung adalah kedelai diikuti kacang tanah dan padi ladang, masing-masing pada urutan ke
dua dan ke tiga. Tingginya nilai jual berdampak memperbesar penerimaan usahatani, dan pada
akhirnya juga memperbesar nilai keuntungan usahatani yang diperoleh petani.
Tabel 4. Produksi, Biaya dan Keuntungan Usahatani Tanaman Pangan
Harga
Produksi
∑ Biaya
Komoditas
Satuan
(Rp)
Kg
Rp
(Rp)
1. Padi Ladang
2001
2190618
453542
1095
2. Jagung
2079
1939969
429612
933
3. Ubi Kayu
10100
1953858
300889
193
4. Ubi Jalar
7900
2701800
503498
342
5. Kacang Tanah
970
3248200
633842
3349
6. Kedelai
728
3515366
671466
4829
Keuntunga
n (Rp)
1737076
1510357
1652969
2198302
2614358
2843900
Sumber: BPS NTT, 2003
Guna mendapat gambaran keunggulan kompetitif dari masing-masing komoditas yang
dikaji, telah dihitung produksi minimalnya masing-masing dan hasilnya disajikan dalam Tabel 5.
Nilai produksi minimal menjadi indikator yang menentukan kompetitif atau tidaknya komoditas.
Dalam hal ini komoditas A dikatakan memiliki keunggulan kompetitif terhadap komoditas B, jika
komoditas A memiliki produksi minimal yang relatif lebih kecil dari pada produksi minimal
komoditas B yang menjadi komoditas pembanding.
Dengan pemahaman seperti itu, terungkap bahwa padi ladang memiliki keunggulan
kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah
dan kedelai. Selanjutnya kacang tanah memiliki keunggulan hampir terhadap semua komoditas
pangan, kecuali terhadap kedelai. Sementara itu komoditas jagung yang menjadi makanan pokok
sebagian besar penduduk, tidak memiliki keunggulan kompetitif sama sekali terhadap semua
komoditas pangan. Hal ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif
rendah, sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah, penerimaan
dan keuntungannya tetap rendah.
Tabel 5. Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan di Lokasi Pengkajian
Uraian
Padi Ladang terhadap Jagung
Padi ladang terhadap ubi kayu
Padi ladang terhadap ubi jalar
Padi ladang terhadap kac.tanah
Padi ladang terhadap kedelai
Jagung terhadap padi ladang
Jagung terhadap ubi kayu
Jagung terhadap ubi jalar
Jagung terhadap kac.tanah
Jagung terhadap kedelai
Kedelai terhadap jagung
Kedelai terhadap padi ladang
Kedelai terhadap ubi kayu
Kedelai terhadap ubi jalar
Kedelai terhadap kacang tanah
Kacang tanah terhadap padi ladang
Kacang tanah terhadap jagung
Kacang tanah terhadap ubi kayu
Kacang tanah terhadap ubi jalar
Kacang tanah terhadap kedelai
Produksi minimal (kg)
(%)
1793,91
1924,17
2422,30
2802,35
3012,02
2321,97
2231,83
2816,25
3262,12
3508,11
451,84
498,79
481,37
594,30
680,46
708,02
640,32
682,90
845,75
1038,55
89,65
96,16
121,05
140,05
150,53
111,69
107,35
135,46
156,91
168,74
62,07
68,51
66,12
81,63
93,47
72,99
66,01
70,40
87,19
107,07
Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan
adalah kedelai. Produk minimum kedelai ini relatif lebih rendah dari pada produk minimum padi
ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Terhadap semua komoditas pangan,
proporsi produk kedelai kisarannya antara 62,07 % hingga 93,47 %. Hal itu mengandung arti,
bahwa dengan berproduksi sebanyak 62,07 % - 93,47% kedelai akan ekuivalen dengan 100 %
produksi komoditas referensi. Dalam hal ini kedelai sangat kompetitif dibandingkan dengan
jagung, padi ladang dan ubi kayu, sedangkan terhadap kacang tanah kadar kompetitifnya relatif
rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
•
Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi jalar, ubi
kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak
semua memiliki keunggulan kompetitif.
•
Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian, diketahui padi ladang memiliki
keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan produksi minimal masingmasing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap padi ladang,
jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40% dan
87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki
keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi
minimal berkisar antara 62,07% hingga 93,47 %.
•
Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai makanan pokok penduduk NTT
ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan
yang dikaji.
•
Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas pertanian diperlukan adanya
bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam peningkatan kualitas
melalui penerapan teknologi pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2003. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur.
BPS. 2003. Sumba Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur
dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS Sumba Timur NTT.
BPS. 2003. Kecamatan Pandawai dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba
Timur dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur.
Buharman B, Nusyirwan Hassan, Firdaus Kasim dan Marak Ali. 1998. Keunggulan Kompetitif dan
Komparatif Usahatani Jagung di Sumatera Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional Jagung.Ujung Pandang – Maros 11 – 12 November 1997. Badan Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian.
Adnyana, MO. dan K. Kariyasa . 1998. Sumber Pertumbuhan dan Tingkat Keuntungan Kompetitif
Usahatani Jagung dalam Agribisnis Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian.
Kariyasa, K. Dan M.O. Adnyana.1998. Analisis Keunggulan Komparatif, Dampak Kebijaksanaan
Harga dan Mekanisme Pasar Terhadap Agribisnis Jagung di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian.
Download