KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah bertujuan membahas keunggulan kompetitif sistem usahatani tanaman pangan meliputi padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai di lahan kering. Data utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari BPS Sumba Timur tahun 2003. Klarifikasi data dilakukan di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, NTT terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif menggunakan statistik sederhana. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak semua memiliki keunggulan kompetitif. (2) Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian, diketahui padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan produksi minimal masing-masing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40% dan 87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi minimal berkisar antara 62,07% hingga 93,47 %. (3) Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai makanan pokok penduduk NTT ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas pertanian diperlukan adanya bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam peningkatan kualitas melalui penerapan teknologi pasca panen. Kata kunci: Tanaman Pangan, Keunggulan Kompetitif, Sistem Usaha Tani, Sumba Timur PENDAHULUAN Wilayah Kabupaten Sumba Timur dikenal memiliki areal lahan kering relatif luas. Menurut laporan BPS (2003), total lahan kering di Sumba Timur mencapai 670,5 ribu hektar. Dari lahan kering seluas itu yang potensial untuk pengembangan komoditas tanaman pangan ada sekitar 52,5 ribu hektar atau sekitar 8 % dari total luas lahan kering, yaitu berupa lahan tegal/kebun dan ladang. Komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan meliputi padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan sorghum. Dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani tanaman pangan dan agar memberikan dampak pada pendapatan rumah tangga, dewasa ini usahatani perlu mempertimbangkan aspek keunggulan komparatif dan kompetitif. Pengembangan produk pertanian di hadapkan pada kondisi pasar yang semakin terbuka sebagai dampak perkembangan globalisasi ekonomi dunia (Kariyasa, dan Adnyana, 1998). Di sisi lain kualitas sumberdaya lahan kering juga menjadi pembatas, sementara itu banyak pilihan komoditas yang akan dikembangkan. Oleh karena itu pertimbangan aspek keunggulan dari komoditas yang akan dikembangkan menjadi krusial. Keunggulan komparatif akan dapat dicapai jika suatu produk dari komoditas yang sama mampu dihasilkan dengan nilai input yang lebih rendah, sedangkan keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi. Yang perlu dipertimbangkan disini fokusnya tidak hanya pada aspek produktifitas saja melainkan juga aspek kualitas, agar nilai jualnya relatif tinggi. Faktor harga input dan harga output menjadi kunci dalam keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif ini. Makalah ini tidak membahas kedua keunggulan tersebut, tapi lebih fokus pada pilihan pengembangan komoditas yang kompetitif, dengan asumsi faktor harga input dan out put tidak berubah. Komoditas pangan yang dianalisis dipilih berdasarkan ketersediaan data struktur ongkos yang lengkap. Dalam hal ini komoditas pangan terpilih untuk di analisis meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai. Secara lebih spesifik, makalah bertujuan mengungkap keunggulan kompetitif komoditas pangan, sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan dasar pengembangan komoditas tersebut. Dengan demikian hasil kajian ini akan bermanfaat sebagai masukan bagi Pemda setempat dalam pembuatan kebijakan pembangunan tanaman pangan di lahan kering. METODE PENELITIAN Data dan Sumber Data Data utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari BPS Sumba Timur tahun 2003, dilengkapi data dan informasi primer hasil klarifikasi di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pengumpulan data dilakukan melalui survai terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi terkait yang diperoleh melalui penelusuran laporan dan dokumentasi kegiatan, antara lain kebijakan pembangunan pertanian, informasi pasar, dan informasi lainnya yang relevan. Analisis Data Untuk mengetahui tingkat kompetisi komoditas tanaman pangan di agroekosistem lahan kering digunakan analisis keunggulan kompetitif menggunakan statistik sederhana. Pembahasan dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Suatu komoditas dikatakan kompetitif, jika pada luasan yang sama komoditas itu menghasilkan pendapatan yang lebih besar, pada tingkat produksi yang minimal. Oleh karena itu yang dijadikan indikator tingkat kompetitif suatu komoditas akan ditunjukkan oleh nilai produk minimum dari komoditas yang bersangkutan. Formula yang digunakan mengikuti Manwan, dkk., (1990). Pendekatan ini telah digunakan pula oleh Adnyana (1998), Kariyasa (1998) dan Buharman, dkk., (1998). Formula tersebut adalah: a) Min Yi = nXi + CXk / j PXi Dimana Min Y = hasil minimum tanaman alternatif (kg/ha) nXi = keuntungan tanaman alternatif Xi (Rp/ha) CXk/j = biaya produksi komoditas referensi (Rp/ha) Pxi = harga komoditas referensi (Rp/kg) Sementara itu untuk menghitung pendapatan usahatani digunakan formula berikut; b) Pendapatan = QPq – (ΣXiPXi + ΣYiPYi) Dimana Q = Jumlah produksi (kgha) Pq = Harga produksi (Rp/kg) Xi = Jenis input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,…,x) PXi = Harga input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,…,p) Yi = Jenis input tetap Yi (i = 1,2,3,…,y) Pyi = Harga input tetap Yi (i = 1,2,3,…,p) Berdasarkan tingkat pendapatan ini akan dihitung kelayakan ekonomi yang diperoleh dari rasio pendapatan terhadap biaya usahatani (B/C). Di dalam analisis ini digunakan harga input dan harga output yang berlaku di lokasi pada saat berlangsung pengkajian. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Petani responden di lokasi pengkajian dicirikan oleh keragaman umur, penguasaan aset, tanggungan keluarga, dan ketersediaan tenaga kerja keluarga. Umur terkait dengan produktivitas kerja, penguasaan aset mencerminkan kemampuan ekonomi, tanggungan keluarga berhubungan dengan beban hidup keluarga dan ketersediaan tenaga kerja terkait dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dapat mengurangi pengeluaran/biaya usahatani, karena biasanya tidak dihitung sebagai tenaga upahan. Bila tenaga kerja keluarga cukup tinggi, maka pengeluaran biaya untuk tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan usahatani akan semakin rendah. Hasil identifikasi di lapangan, diketahui keragaan umur anggota rumah tangga petani secara keseluruhan sangat beragam, tapi pada dasarnya dapat dipilah ke dalam tiga kelompok umur, yaitu (a) penduduk kelompok umur < 15 tahun (belum produktif), (b) kelompok antara 15 – 55 tahun (produktif), dan (c) kelompok > 55 tahun (tidak produktif). Jika kelompok umur tersebut dihubungkan dengan pemilikan anggota keluarga dan status pekerjaannya, dapat dikemukakan bahwa pada penduduk yang berusia < 15 tahun tercatat rata-rata memiliki 2,12 jiwa, dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masingmasing 0,06 jiwa dan 2,06 jiwa. Pada kelompok umur produktif, rataan anggota keluarganya adalah sekitar 3,17 jiwa dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 2,73 jiwa dan 0,44 jiwa. Sisanya pada kelompok umur yang tidak produktif ( > 55 tahun) rataannya memiliki 0,13 jiwa dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 0,11 dan 0,02 jiwa. Jika tidak dipilah berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa setiap KK memiliki anggota keluarga antara 2 -12 jiwa dengan rataan 5,25 jiwa per KK. Potensi tenaga kerja secara keseluruhan, rataanya per rumah tangga mencapai 2,9 jiwa dengan jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan, masing-masing sebanyak 1,64 jiwa dan 1,26 jiwa. Perkembangan Tanaman Pangan Pangan merupakan kebutuhan penduduk yang paling vital, sehingga sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki posisi sangat strategis. Kecukupan pangan bagi penduduk dampaknya tidak berhenti pada aspek pemenuhan pangan, akan tetapi berdampak luas pada stabilitas sosial politik. Oleh karena itu pangan harus senantiasa tersedia mengiringi pertumbuhan penduduk yang senantiasa meningkat. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat harus didukung penyediaan pangan yang sebanding. Pemerintah provinsi NTT selalu berupaya meningkatkan luas tanam dan panen serta melakukan diversifikasi pangan untuk berbagai jenis tanaman palwija seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kedelai dan sebagainya, yang juga sesuai dengan program pemerintah mengenai biodiversifikasi tanaman bahan makanan pokok. Ditinjau dari keragaan luas panen (Tabel 1) potensi pengembangan tanaman di provinsi NTT cukup besar. Dari tahun 1999 hingga tahun 2003 luas panen tanaman pangan di provinsi NTT menunjukkan trend yang semakin menaik, yang juga menunjukkan sektor tanaman pangan masih dapat dijadikan sektor andalan dan komoditas komparatif provinsi NTT. Meskipun ada pula jenis tanaman pangan mengalami penurunan luas panen yaitu ubi kayu dan kedelai. Begitu juga dari segi biodiversifikasi cukup terdapat potensi penyediaan tanaman pangan selain padi seperti jenis kacang tanah dan kacang hijau yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas panen sekitar 3%-5% bahkan ubi kayu mengalami rerata peningkatan sekitar 15% dan bila dikembangkan dengan teknologi yang sesuai tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang dapat dijadikan komoditas andalan wilayah provinsi NTT. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan NTT, 1999 - 2003 Jenis Tanaman a. Padi b. Jagung c. Ubi kayu Tahun 1999 172400 237383 81296 2000 176272 253224 83889 2001 165621 258782 76283 2002 165858 258460 80765 2003 176381 257724 80330 Ratarata 171306 253115 80513 Trend 0,67 2,11 -0,14 d. Ubi jalar 9420 19870 16787 e. Kacang tanah 12220 15317 11677 f. Kedelai 7902 3533 2010 g. Kacang hijau 20315 17250 20596 h. Sorghum 0 0 0 Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah 16667 10948 14738 15,10 12909 3613 23732 0 13040 4201 24606 4795 13033 4252 21300 959 3,29 -0,59 5,80 0,67 Produksi pangan setiap tahun nampaknya berfluktuasi, hal ini disebabkan pengaruh bencana alam dan musim kemarau yang melanda sebagian wilayah NTT. Namun demikian produksi tanaman pangan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan. Peningkatan produksi tersebut tidak terlepas dari usaha intensifikasi untuk merangsang produksi seperti adanya kebijakan harga dan subsidi pupuk. Penetapan kebikan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan swasembada pangan, peningkatan pendapatan, kesejahteraan petani serta peningkatan produksi hasil pertanian. Secara logis, meningkatnya luas panen tanaman pangan tentu juga akan membawa dampak semakin bertambahnya jumlah produksi tanaman itu sendiri. Akan tetapi dari tabel perkembangan luas panen dan produksi terdapat fenomena bahwa tidak selamanya penurunan luas panen membawa konsekuensi menurunnya produksi hasil usahatani. Pada komoditas ubi kayu dan kedelai, meskipun luas panen mengalami penurunan akan tetapi jumlah produksi yang dihasilkan dari tahun 2000 sampai 2003 justru menunjukkan trend yang semakin naik. Hal ini dapat disebabkan karena adanya tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Dengan kata lain untuk adopsi teknologi usahatani ubikayu dan kedelai sudah cukup baik dan usahatani yang dilakukan cukup intensif sehingga mampu menghasilkan produksi yang semakin meningkat. Tabel 2. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan NTT Tahun Jenis Tanaman 1999 2000 2001 2002 a. Padi 473000 461413 448001 468012 b. Jagung 493535 527230 553298 580900 c. Ubi kayu 822326 836056 778423 873157 d. Ubi jalar 74360 156394 147050 133063 e. Kacang tanah 11848 15009 11304 13615 f. Kedelai 5751 3018 1648 2994 g. Kacang hijau 16768 13900 16441 19081 h. Sorghum 0 0 0 0 2003 509419 583355 861620 86692 13637 4032 20135 3728 Rata-rata 471969 547663,60 834316,40 119511,80 13082,60 3488,60 17265,00 745,60 Trend 1,99 4,30 1,41 15,00 5,65 5,86 5,69 Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah Peran Tanaman Pangan Terhadap Perekonomian Regional NTT Salah satu indikator ekonomi penting yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah (regional) adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik berdasarkan atas harga konstan maupun atas harga berlaku. PDRB harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun, sedangkan PDRB atas harga berlaku menunjukkan kemampuan sumderdaya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah (BPS Indonesia, 2003) PDRB provinsi NTT menurut harga berlaku yang dihitung dari 9 jenis lapangan usaha, pada tahun 2001 mencapai Rp 7,51 trilyun, meningkat menjadi Rp 8,68 trilyun tahun 2002 dan terus meningkat lagi pada tahun 2003 pada level 9,62 trilyun rupiah, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5,88%. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan perekonomian di provinsi NTT masih sangat besar. Sampai dengan tahun 2003 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34 persen pada total PDRB atas dasar harga konstan atau setara dengan 1,21 trilyun rupiah. Pada sektor pertanian sendiri, dari lima sub sektor yang membentuknya sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi terbesar terhadap besarnya PDRB diikuti sub sektor peternakan, sub sektor tanaman perkebunan, dan sub sektor perikanan serta terakhir sub sektor kehutanan. Dengan masing-masing sub sektor memberikan kontribusi sebesar 54,09%, diikuti 24,83%, 10,78%, dan 9,18% serta 1,12%. Besarnya kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB sektor pertanian juga sejalan dengan adanya peningkatan jumlah produksi tanaman pangan itu sendiri (tabel perkembangan produksi, tanaman pangan menunjukkan trend positif). Dengan meningkatnya jumlah produksi sedikit banyak berdampak terjadinya peningkatan pendapatan yang tentu juga membawa pertumbuhan ekonomi ke arah positif sehingga sub sektor tanaman pangan masih merupakan sektor andalan dalam pembentukan besarnya PDRB provinsi NTT. Tabel 3. Kontribusi Pertanian Terhadap PDRB NTT, Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan Harga Berlaku (ADHB) dalam Persentase Lapangan usaha ADHK ADHB Lapangan usaha 1. Pertanian 34,27 39,24 2. Pertambangan dan penggalian 1,12 1,44 3. Industri Pengolahan 2,29 1,89 4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,95 0,59 5. Bangunan/konstruksi 5,67 7,21 6. Perdagangan 14,05 17,93 7. Pengangkutan dan komunikasi 10,73 7,45 8. Keuangan persewaan dan jasa perusahaan 3,87 3,09 9. Jasa-jasa 27,06 21,17 Total 100 100 Sumber : NTT Dalam Angka (2003) Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan Hasil analisis keunggulan kompetitif terhadap komoditas tanaman pangan disajikan dalam Tabel 4. Ditinjau dari segi produktivitas, ubi kayu menempati urutan paling tinggi kemudian diikuti ubi jalar. Produktivitas paling rendah ditempati kedelai. Tingginya produktivitas belum menjamin bahwa komoditas itu memiliki keunggulan kompetitif, karena yang menentukan adalah nilai harga jualnya. Masih dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa ternyata harga paling tinggi pada saat pengkajian berlangsung adalah kedelai diikuti kacang tanah dan padi ladang, masing-masing pada urutan ke dua dan ke tiga. Tingginya nilai jual berdampak memperbesar penerimaan usahatani, dan pada akhirnya juga memperbesar nilai keuntungan usahatani yang diperoleh petani. Tabel 4. Produksi, Biaya dan Keuntungan Usahatani Tanaman Pangan Harga Produksi ∑ Biaya Komoditas Satuan (Rp) Kg Rp (Rp) 1. Padi Ladang 2001 2190618 453542 1095 2. Jagung 2079 1939969 429612 933 3. Ubi Kayu 10100 1953858 300889 193 4. Ubi Jalar 7900 2701800 503498 342 5. Kacang Tanah 970 3248200 633842 3349 6. Kedelai 728 3515366 671466 4829 Keuntunga n (Rp) 1737076 1510357 1652969 2198302 2614358 2843900 Sumber: BPS NTT, 2003 Guna mendapat gambaran keunggulan kompetitif dari masing-masing komoditas yang dikaji, telah dihitung produksi minimalnya masing-masing dan hasilnya disajikan dalam Tabel 5. Nilai produksi minimal menjadi indikator yang menentukan kompetitif atau tidaknya komoditas. Dalam hal ini komoditas A dikatakan memiliki keunggulan kompetitif terhadap komoditas B, jika komoditas A memiliki produksi minimal yang relatif lebih kecil dari pada produksi minimal komoditas B yang menjadi komoditas pembanding. Dengan pemahaman seperti itu, terungkap bahwa padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Selanjutnya kacang tanah memiliki keunggulan hampir terhadap semua komoditas pangan, kecuali terhadap kedelai. Sementara itu komoditas jagung yang menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk, tidak memiliki keunggulan kompetitif sama sekali terhadap semua komoditas pangan. Hal ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif rendah, sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah, penerimaan dan keuntungannya tetap rendah. Tabel 5. Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan di Lokasi Pengkajian Uraian Padi Ladang terhadap Jagung Padi ladang terhadap ubi kayu Padi ladang terhadap ubi jalar Padi ladang terhadap kac.tanah Padi ladang terhadap kedelai Jagung terhadap padi ladang Jagung terhadap ubi kayu Jagung terhadap ubi jalar Jagung terhadap kac.tanah Jagung terhadap kedelai Kedelai terhadap jagung Kedelai terhadap padi ladang Kedelai terhadap ubi kayu Kedelai terhadap ubi jalar Kedelai terhadap kacang tanah Kacang tanah terhadap padi ladang Kacang tanah terhadap jagung Kacang tanah terhadap ubi kayu Kacang tanah terhadap ubi jalar Kacang tanah terhadap kedelai Produksi minimal (kg) (%) 1793,91 1924,17 2422,30 2802,35 3012,02 2321,97 2231,83 2816,25 3262,12 3508,11 451,84 498,79 481,37 594,30 680,46 708,02 640,32 682,90 845,75 1038,55 89,65 96,16 121,05 140,05 150,53 111,69 107,35 135,46 156,91 168,74 62,07 68,51 66,12 81,63 93,47 72,99 66,01 70,40 87,19 107,07 Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan adalah kedelai. Produk minimum kedelai ini relatif lebih rendah dari pada produk minimum padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Terhadap semua komoditas pangan, proporsi produk kedelai kisarannya antara 62,07 % hingga 93,47 %. Hal itu mengandung arti, bahwa dengan berproduksi sebanyak 62,07 % - 93,47% kedelai akan ekuivalen dengan 100 % produksi komoditas referensi. Dalam hal ini kedelai sangat kompetitif dibandingkan dengan jagung, padi ladang dan ubi kayu, sedangkan terhadap kacang tanah kadar kompetitifnya relatif rendah. KESIMPULAN DAN SARAN • Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak semua memiliki keunggulan kompetitif. • Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian, diketahui padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan produksi minimal masingmasing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40% dan 87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi minimal berkisar antara 62,07% hingga 93,47 %. • Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai makanan pokok penduduk NTT ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji. • Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas pertanian diperlukan adanya bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam peningkatan kualitas melalui penerapan teknologi pasca panen. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2003. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS. 2003. Sumba Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS Sumba Timur NTT. BPS. 2003. Kecamatan Pandawai dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur. Buharman B, Nusyirwan Hassan, Firdaus Kasim dan Marak Ali. 1998. Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Usahatani Jagung di Sumatera Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung.Ujung Pandang – Maros 11 – 12 November 1997. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Adnyana, MO. dan K. Kariyasa . 1998. Sumber Pertumbuhan dan Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Jagung dalam Agribisnis Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Kariyasa, K. Dan M.O. Adnyana.1998. Analisis Keunggulan Komparatif, Dampak Kebijaksanaan Harga dan Mekanisme Pasar Terhadap Agribisnis Jagung di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.