Skripsi KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH ARKANIYATI I34070012 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT ARKANIYATI. Gender Equality and Equity in Red Onion Farms of Sidakaton Village, Sub District of Dukuhturi, Tegal District, Central Java Province. Supervised by SITI AMANAH. Red onion is the main agricultural commodity of Tegal District. The red onion farms were mainly managed by small and medium farmers. Men and women play an important role in red onion farm activities. Thus, the research aims were to analyze correlation between farmer socio economic factors (sex, age, education level, tenure and land area) with gender relations in the division of labor and gender equality and equity household in the village and to analyze division of labor between men and women in households that associated with local socio-cultural aspects. The research site was village Sidakaton of Dukuhturi District. Survey method was used to collect data. The population study were 446 households of farmers. Sample respondents were 45 households of farmers. Respondents were chosen using dispropotional random sampling technique. Based on the scale of onion farm land. The finding showed the at the early phase of onion farming activities is very heavy, and men dominated the work. Following planting the seed, women continue working in the field, since the work tend to be more light. Women involve in some activities includes planting, watering, pest control, and harvest. The other hand men dominate an the manufacture of trench, plowing, fertilizing, irrigation, transportation, seed purchasing. Men took decision making in using input and managing the work of the business. There was still gap in the payment of the labor where women were paid lower than men due to stereotype and subordination that could lead to marginalization. Key words: gender gap, red onion farm, decision making, acces and control . RINGKASAN ARKANIYATI. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan SITI AMANAH. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian. Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar di sektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk: Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah. nilai sosial Penelitian ini dilakukan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Populasi penelitian sebanyak 446 Rumahtangga petani bawang merah Desa Sidakaton. Responden penelitian sebanyak 45 rumahtangga petani yang diambil secara acak disproporsional . berdasarkan luas lahan yang digarap. Hasil penelitian menunjukkan relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif sekaligus produktif, sehingga perempuan mengalami beban kerja berlebih . Di sisi lain laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif dan lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi yang berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang dilakukan responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam pembayaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan gender sehingga dapat menyebabkan perempuan semakin termarginalisasi. Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol, dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelaksanaan peranan suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan usahatani bawang merah) dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki hubungan dengan KKG. Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak Sinten. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara lakilaki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam hal tindakan. Penerapan nilai budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH ARKANIYATI I34070012 Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Arkaniyati NRP : I34070012 Departemen: : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus: LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH.” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI. Bogor, Januari 2012 ARKANIYATI I34070012 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 22 Juli 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Rifa‟i dan Ibu Rokhayati. Penulis menempuh pendidikan di TK PERTIWI Desa Sidakaton Tegal selama dua tahun, penulis menamatkan pendidikannya di SDN 01 Sidakaton Tegal tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 1 Dukuhturi Tegal dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA AL-MASTHURIYAH Cisaat Sukabumi. Penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa organisasi. Berawal pada tingkat satu penulis telah diterima sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) (20072009) Divisi Pengembangan Masyarakat. Selain itu, Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Ekologi Manusia, penulis aktif menjadi anggota pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ekologi Manusia Periode 2008-2009. Penulis juga aktif pada berbagai kepanitiaan baik yang diadakan departemen maupun fakultas. KATA PENGANTAR Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah”. Meski terkadang penulis menemui masalah-masalah dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kekuatan yang Allah berikan mampu menuntun penulis untuk merampungkan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Rifa‟i dan Ibunda Rokhayati tercinta sumber motivasi utama bagi penulis yang senantiasa menebarkan benih-benih kasih sayang dan perhatian yang luar biasa bagi penulis Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis, memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan skripsi. 2. Dra.Winati Wigna, MDS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripsi ini. 3. Ir. Sutisna A. Riyanto, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripasi ini. 4. Adik-adikku tersayang Zahrotul Fauziah, Alaika Syahri Ridho, dan Rahmatia Syifaulqoulbi yang telah memberikan semangat bagi penulis dengan kepolosannya yang selalu membuat penulis begitu merindukannya. 5. Novia Putri sebagai teman satu bimbingan Skripsi Penulis yang selalu bekerjasama dengan baik dan memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. RR. Utami Annastasia KPM 44 sebagai teman seperjuangan yang selalu menemani dan saling memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini 7. Teman-teman KPM angkatan 44 yang begitu penulis sayangi dan tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya selama ini. 8. Kepala Desa Sidakaton yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Desa tersebut 9. Bapak Mustoro selaku Sekretaris Desa Sidakaton yang telah membantu Penulis dalam pencarian data di lapangan maupun Administrasi Desa. 10. H.Kartoli selaku informan yang telah memberikan informasi mengenai usahatani bawang merah.. 11. Masyarakat Desa Sidakaton khususnya petani sebagai responden dalam penelitian ini. 12. Staf Dokis, Ibu Neny dan Staf Perpustakaan LSI yang telah banyak membantu penulis dalam mencari pustaka skripsi. 13. Staf Sekretariat KPM, Mba Dini, Mba Maria, Mba Icha dan Ibu Susi, terimakasih atas informasi akademik selama perkuliahan, kolokium, sidang, hingga selesai masa kelulusan. 14. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama ini. Penulis menyadari bahwa Skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukkannya. Akhir kata, semoga penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Januari 2012 Penulis xi DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI………………………………………………………………...... xii DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xvi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xvii PENDAHULUAN……………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………..…….. 1 1.2 Perumusan Masalah …………………………………........ 5 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………… 6 1.4 Kegunaan Penelitian …………………………………........ 6 PENDEKATAN TEORITIS…………………………………….. 8 Tinjauan Pustaka ………………………………................. 8 2.1.1. Bawang Merah……………………………………... 8 2.1.2. Usahatani ……………………………………......... 9 2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian ……………….. 9 2.1.4. Gender dan Kesetaraan Gender ……………………. 10 2.1.5. Peranan Gender…………………………………….. 12 2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani……………………. 13 2.1.7. Analisis Gender.. ………………………………….. 13 2.1.8. Peran dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti…. 13 2.1.9. Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender……………… 14 2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender. 19 2.1.11. Pengambilan Keputusan…………………………... 20 2.1.12. Nilai……………………………………………….. 22 2.2 Kerangka Berfikir……………………………………......... 22 2.3 Hipotesis Penelitian………………………………….......... 25 2.4 Definisi Operasional ……………………………………… 25 BAB I BAB II 2.1 BAB III PENDEKATAN LAPANG………………………………………. 30 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………... 30 3.2 Teknik Pengumpulan Data………………………………... 30 3.3 Validitas dan Reabilitas…………………………………… 33 3.3.1. Validitas Instrument………………………………... 33 xii 3.4 BAB IV 34 37 37 4.1.1. Kondisi Geografis dan Administratif……………… 37 4.1.2. Kondisi Penduduk………………………………… 38 Kondisi Sosial Budaya…………....................................... 39 4.2.1. Upacara Khas Suku Jawa ………………………… 39 4.2.2. Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa ……………… 41 4.2.3. Upacara Pernikahan Suku Jawa……………………... 42 GAMBARAN UMUM RESPONDEN ………………………….. 47 5.1 Usia……………………………………………………….. 47 5.2 Jenis Kelamin……………………………………………... 47 5.3 Tingkat Pendidikan ………………………………………. 48 5.4 Luasan Kepemilikan Lahan………………………………. 50 5.5 Status Kepemilikan Lahan…………………………........... 51 HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBAGIAN KERJA DAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWA NG MERAH ………………………………………………………… 6.1 53 Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Pembagian Kerja………………………………………….. 53 Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG…. 57 RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA…………. 63 6.2 BAB VII Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………. Gambaran Umum Desa Sidakaton ……………………… 4.2 BAB VI 34 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN…………………… 4.1 BAB V 3.3.2. Reabilitas Instrument………………………………. 7.1 Relasi Gender dalam Pembagian Kerja…………………… 63 7.2 Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah)………… 69 7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang Merah………… 70 7.2.2. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Produktif……….. 72 7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Usahatani Bawang Merah………………………….. 74 Kegiatan Reproduktif……………………………………. 76 7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Reproduktif…….. 77 7.3.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Reproduktif………………………………………… 79 Kegiatan Sosial ………………………………………….. 80 7.3 7.4 xiii 7.4.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Sosial…………. 80 7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Kemasyarakatan……………………………………. 82 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG dalam Rumahtangga Petani………………. 83 KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH…………….. 85 7.5 BAB VIII Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)………………… 85 8.1.1. Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah……………………………………………… 85 Kontrol (pengambilan keputusan) dalam Rumahtangga petani……………………………………………………….. 87 8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah………………………… 88 8.2.2.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga Petani ……………….... 91 8.2.3.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga Rumahtangga Petani………………………. 92 8.2.4.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial Kemasyarakatan……………………………… 93 8.3 Partisipasi Responden dalam Usahatani Bawang Merah. 95 8.4 Manfaat…………………………………………………… 96 8.5 Nilai Sosial, Komunikasi DAN Pola Asuh Masyarakat pada Masyarakat Petani Bwang Merah…………………. 97 8.1 8.2 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………. 102 9.1 Kesimpulan ………………………………………………. 102 9.2 Saran……………………………………………………… 103 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 104 LAMPIRAN…………………………………………………………………… 106 xiv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1 Rincian Metode Pengumpulan Data................................................. 31 Tabel 2 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Desa Sidakaton Kapupaten Tegal Jawa Tengah 2011………………………………………… 33 T`abel 3 Pemanfaatan lahan Wilayah............................................................. 37 Tabel 4 Sebaran Penduduk Desa Sidakaton Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011………………………………………………………... 38 Tabel 5 Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian, Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen)…………………………... 39 Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia, Tahun 2011………………………………………………….. 47 Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2011………………………………………………………... 48 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2011................................................................. 48 Tabel 9 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, 2011……………………………………………. 53 Tabel 10 Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Responden dengan KKG Rumahtangga Petani………………………………... 56 Tabel 11 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan Kesetaraan dan Keadilan Gender di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011……………………………….. 58 Tabel 12 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Faktor Sosial Ekonomi dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah 61 Tabel 13 Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011……………………………………………………………….. 65 Tabel 14 Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi Gender, Desa Sidakaton, 2011…………………………………….. 68 Tabel 15 Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam), Desa Sidakaton, 201…………………………………………… 73 xv Tabel 16 Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011………… 78 Tabel 17 Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011…………………………………………………… 79 Tabel 18 Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011………… 81 Tabel 19 Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011 …………………………………………………... 82 Tabel 20 Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga Petani ………………………………………………..................... Tabel 21 Tabel 22 Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011………. Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden Istri dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011…………………………………………………… 83 86 89 xvi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1 Kerangka Pemikiran Kesetraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bwang Merah Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal Jawa Tengah………………………………… 24 Gambar 2 Persentase Responden Berdasarkan kategori Tingkat Pendidikan Desa Sidakaton Tahun 2011…………………………………… 49 Gambar 3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Desa Sidakaton Tahun 2011………………………………………………………. 49 Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan yang di garap Desa Sidakaton tahun 2011……………………………………... 51 Gambar 5 Persentase Responden Berdasarkan kategori Status Kepemilikan Lahan Desa Sidakaton tahun 2011……………………………… 52 Gambar 6 Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011 (dalam jam)………………………………………………………. 75 Gambar 7 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)……………………………….. 90 Gambar 8 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)....................................................................... 91 Gambar 9 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)……………………………………………. 92 Gambar 10 Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)……………………………… 94 Gambar 11 Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)............................................................................................ 95 Gambar 12 Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)................................................................................ 96 xvii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1 Lokasi Penelitian....................................................................... 107 Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument...................... Lampiran 3 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan KKG........................................................................................ 115 Lampiran 4 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Kepemilikan Lahan dengan (KKG)………………………………………. 118 Lampiran 5 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Luas Lahan dengan (KKG)..................................................................................... 121 Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara faktor sosial ekonomi dengan KKG ……………………………………… 123 Lampiran 7 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik responden dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja........................................................................................ 124 Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG……………………… 124 Lampiran 9 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan KKG dalam Rumahtangga Petani……………………………. 125 Lampiran 10 Dokumentasi .......................................................................... 108 126 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian. Sektor pertanian telah berada pada fase percepatan pertumbuhan. Salah satu tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan momentum pertumbuhan tersebut. Di balik berbagai keberhasilan yang telah dicapai pembangunan pertanian ke depan masih dihadapkan kepada masalah-masalah kesejahteraan petani, kemiskinan, pengangguran, ancaman terhadap ketahanan pangan, infrastruktur pertanian yang kurang mendapat perhatian, investasi relatif rendah, akses pasar yang masih lemah dan lainnya. Peningkatan produksi tanaman bahan makanan diarahkan pada penanganan komoditi padi, palawija, dan hortikultura sebagai usaha dalam penyediaan bahan makanan atau pangan secara kuantitas maupun kualitas (RPJMN 2010). Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan di mana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari, mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat pendidikan rendah, tingkat keterampilan masih terbatas, produktifitas dan tingkat pendapatan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalahmasalah lainnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan. Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila para pengelola usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan anjuran penggerak perubahan atau yang biasa disebut bertahap reseptivitasnya terhadap hal-hal yang baru. Pengelolaan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan. 2 Prilaku orang itu ternyata tergantung dari beberapa faktor, diantaranya watak, suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, juga kebijakan pemerintah (Suharto, 2005). Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani adalah tulang punggung perekonomian negara dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan masih berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah. petani buta akan pendidikan, teknologi yang baik untuk usahataninya, sehingga produksi yang petani lakukan dari generasi ke generasi hanyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam waktu yang demikian lama prilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan. petani tidak bisa melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan sendiri, antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah. Indonesia memiliki sumber daya alam hortikultura tropika yang berlimpah berupa keanekaragaman sumber daya lahan, iklim dan cuaca yang dapat dijadikan suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam agribisnis hortikultura di masa depan. Produk-produk agribisnis hortikultura tropika nusantara yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat merupakan salah satu andalan Indonesia, baik di pasar domestik, regional maupun internasional. Bawang merah ( Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri. Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah selama periode 1989-2003 adalah sebesar 3,9 persen per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5 3 persen) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4 persen). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Kesembilan propinsi ini menyumbang 95,8 persen (Jawa memberikan kontribusi 75 persen) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003. Data Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Kementrian Pertanian menunjukkan bahwa sampai tahun 2009 secara nasional ditinjau dari neraca perdagangan komoditas bawang merah mengalami surplus impor sejak tahun 1999 sampai 2009 . Besaran surplus tersebut berkisar antara 16.916,4 pada tahun 1999 sampai 36.605,8 ton pada tahun 2009 dan konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2009 adalah 9,56 kg/kapita/tahun atau 0,79 kg/kapita/bulan (Lembaga Penelitian Undana, 2009). Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar disektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah. Pengentasan kemiskinan di Desa sangat tergantung pada dua hal, yaitu : Pertama, program pembangunan di desa itu sendiri secara khusus; Kedua,program pembangunan kabupaten secara keseluruhan. Tentu saja hal ini tergantung pada program pembangunan Indonesia secara keseluruhan (Lawang, 1989). Terlepas dari mutunya, setiap kabupaten memiliki program pembangunan daerah (Propeda) dan dari situlah disusun rencana strategis (Restra) yang bersifat tahunan. Pada umumnya desa tidak mempunyai program pembangunan sendiri, yang dilakukan selama ini adalah pembangunan desa menurut program pembangunan kabupaten, bukan menurut program pembangunan desa. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Junto UU Nomor 34 Tahun.2004 Junto UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah, desa telah diberi kewenangan 4 untuk menyusun rencana pembangunan Desa, namun pada kenyataannya mereka belum mampu melaksanakan tugas tersebut. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki desa masih sangat terbatas baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sehingga sampai saat ini kebanyakan desa belum memiliki program yang pasti untuk mengatasi kemiskinan yang telah terjadi di desanya. Demikian juga masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa (Fauziah, 2010). Sajogyo (1983) dalam Meiliala (2006) Perempuan pedesaan, merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpartisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumahtangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial. Berkaitan dengan kegiatan usahatani perempuan memiliki peranan mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen dan pemasaran. Sedangkan yang berkaitan dalam bidang non pertanian seperti pengambilan keputusan dalam keluarga (Dirjen PLA 2009). Akan tetapi pada kenyataannya terjadi kesenjangan gender berupa perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan usahatani bawang merah sehingga hal tersebut berdampak pada lemahnya kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam kegiatan usahatani secara keseluruhan. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia telah mengusung program Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) untuk menghapus segala bentuk diskriminasi baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan (Juliani, 2010). Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produktif antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan rumah tangga mereka. Sebagai ibu rumah tangga, biasanya perempuan yang 5 bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangga, baik menyangkut kesehatan gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan pengeluaran biaya hidup keluarga. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka terpenuhi. Perempuan memilki peranan yang besar dalam keluarga baik dalam kegiatan rumahtangga ataupun kegiatan ekonomi yang dapat menunjang pendapatan rumahtangga. Peranan dan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan usahatani cukup besar, mulai dari persiapan lahan sampai pada pemasaran hasil produksi, akan tetapi perhatian terhadap perempuan masih rendah. Demikian juga masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa Memfokuskan isu gender dengan memberikan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan usahatani bawang merah, akan berpengaruh bukan saja terhadap kinerja suatu program pertanian, tetapi juga memberdayakan perempuan dan menimbulkan rasa kepemilikan (sense of ownership) terhadap suatu sumber usaha. Akses yang lebih baik terhadap sumberdaya juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkontribusi dalam kegiatan ekonomi produktif maupun dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani bawang merah. Dari hal tersebut menjadi menarik, ketika perempuan ikut serta dalam kegiatan usahatani guna meningkatkan produktifitas usahatani bawang merah dalam rumahtangga. Atas dasar itu, maka perlu diadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. 1.2. Perumusan Masalah Mencermati bahwa usahatani bawang merah berprospek dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga sehingga perlu dianalisis apakah dalam rumahtangga tersebut masing-masing pihak telah mendapatkan perlakuan yang adil sehingga untuk itu rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah Kesetaraan 6 dan Keadilan Gender (KKG) dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton sudah terwujud? Secara rinci pertanyaan penelitian meliputi: 1. Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja yang ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)? 2. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah dan bagaimana nilai sosial budaya di lokasi penelitian dapat membentuk relasi gender dalam rumahtangga petani bawang merah? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton. 2. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan nilai sosial budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa Kegunaan untuk mahasiswa selaku akademisi, masyarakat dan pemerintah. Berikut adalah manfaat yang dapat di peroleh yaitu: 1. Mahasiswa Penelitian ini diharapkan menjadi pengayaan literatur terkait dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani. Selain itu, membuka wawasan mahasiswa mengenai masalah ketidakadilan dan ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat sehingga lebih sadar akan gender. 7 2. Masyarakat Menyadarkan masyarakat tentang kesalahan persepsi yang telah di bangun oleh lingkungan sosial mengenai ketidakadilan dan ketimpangan gender yang selama ini dianggap sebuah kodrat. Sehingga masyarakat sadar gender, bisa lebih cerdas dan cermat dalam menghadapi peristiwa sosial yang terjadi. 3. Pemerintah Menambah informasi pemerintah mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam beberapa program pemerintah dan penentuan kebijakan sehingga terjadi kesetaraan gender BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales Family : Liliaceae Genus : Alium Spesies : Alium ascalonicum L. Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama tanaman dari Familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi tanaman bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah juga bisa di manfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di antaranya: bawang abang mirah (Aceh), bawang abang (Palembang), dasun merah (Minangkabau), bawang suluh (Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang abang (Jawa), bhabang merah (Madura), dan masih banyak lagi yang lainnya, masing-masing daerah memiliki sebutan tersendiri. Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi 9 bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas. 2.1.2. Usahatani Usahatani menurut Rifa‟i dalam Soeharjo dan Dahlan (1973) adalah setiap organisasi dari alam tenaga kerja dan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian, dimana ketatalaksanaan organisasi tersebut dilaksanakan oleh seseorang atau kekumpulan orang-orang. Definisi lain mengenai usahatani1 adalah suatu ilmu yang mempelajari seseorang mengusahakan dan mengkoordinirkan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Usahatani dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat luar yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain dan termasuk kewajiban pada pihak ketiga. 2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan menkonsusmsi makanan yang berasal dari satu dapur, dimana biasanya kebutuhan sehari-hari anggotanya dikelola menjadi satu. Adapun yang dimaksud dengan rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangga melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman, beternak, dan lain-lain dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumahtangga usahatani adalah rumahtangga yang salah satu atau lebih anggotanya mengolah lahan pertanian, baik lahan basah (sawah) maupun lahan kering, membudidayaakan tanaman pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh pendapatan atau pun keuntungan atas resiko sendiri (Pratiwi, 2007). 1 http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/evaluasi-usaha-tani/ diakses pada tanggal 20 Februari 2011 10 2.1.4. Gender dan Kesetaran Gender Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelelamin biologis. Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa jenis kelamin (seks) adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Lebih lanjut Handayani menjelaskan, seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat). Oleh karena itu Handayani dan Sugiarti (2008) mengatakan bahwa konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa angggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Begitu pula yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2002) bahwa konsep gender adalah perbedaan sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem nilai budaya dan struktur sosial. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu sehingga, dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Qoriah (2008) menambahkan bahwa perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang amat panjang. Melalui proses yang amat panjang inilah maka gender dianggap sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat diubah lagi. Perbedaan peran gender ini akan menimbulkan pembagian kerja yang berbeda pula antara laki-laki dan perempuan yang disebut dengan pembagian kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu 11 reproduktif, produktif, dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga tiap harinya. Peran produktif adalah kegiatan yang mengahasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Konsep ILO dalam Mugniesyah (2007), pengertian tentang keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat. Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku. Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah: a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber daya pembangunan.. b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan. c. Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumber daya pembangunan. d. Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki. 12 2.1.5. Peranan Gender Konsep gender dalam komunitas telah tertanam sebagai norma, sehingga konsep gender telah membeda-bedakan peranan laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja. Mugniesyah (2006) menjelaskan bahwa peranan gender merupakan suatu perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan oleh umur, kelas, ras, etnik,agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan sosial. Peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender menurut Prasodjo et al.( 2003) mencakup: 1. Peranan Produktif (Peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga atau subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contoh bekerja di sektor formal dan informal ) 2. Peranan Reproduktif (peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestic yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contoh melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan sebagainya) 3. Peranan Pengelolahan Masyarakat dan Politik a. Peranan Penglolaan Masyarakat atau Kegiatan Sosial (semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif. Bersifat volunteer dan tanpa upah) b. Pengelolaan Masyarakat Politik atau Kegiatan Politik (peranan yang dilakukan pada tingkat pengoorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik. Biasanya dibayar langsung atau tidak langsung dan dapat meningkatkan status) 13 2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang merujuk pendapat Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2007) diartikan suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktik dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender menitikberatkan hubungan kekuasaan (akses dan kontrol) antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya. 2.1.7. Analisis Gender Analisis gender adalah analisis sosial (meliputi aspek ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender meliputi tiga bagian utama, yaitu: (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta manfaat program pembangunan, dan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga . Pada tingkat keluarga/rumahtangga, analisis gender dilihat dari dua aspek yang pertama, pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produkstif, reproduktif, dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut. kedua, akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya keluarga (lahan,anak, harta, pendidikan). 2.1.8. Peran Dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) keluarga inti terdiri dari seorang suami dan isteri, serta anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan, sedangkan keluarga merupakan suatu grup atau kelompok kekerabatan yang menggambarkan kesatuan berdasarkan keanggotaan. Dalam hubunganya, setiap anggota menempati posisi masing-masing dan perbendaharaan peran ini berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada, seperti perbedaan umur, jenis kelamin, posisi ekonomi, perbedaan generasi dan perbedaan dalam pembagian kekuasaan. 14 Perbedaan posisi individu dalam keluarga hanya sebagian disebabkan oleh perbedaan biologis antara fisik yang kuat dan lemah, terlibat atau tidaknya dalam kegiatan seperti mengandung, menyusui, melahirkan, serta membesarkan bayi (Sajogyo 1983 )Laki-laki dianggap mempunyai fisik yang lebih kuat sehingga ditempatkan di sektor yang lebih membutuhkan kekuatan fisik untuk menguasainya, sedangkan sebaliknya perempuan ditempatkan di sector yang lebih ringan. Selain perbedaan biologis sebagian lagi dibedakan secara social dan budaya lingkungan keluarga itu. Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu. Pembagian kerja menunjukan kepada pola peranan yang ada dalam keluarga dimana khusus suami dan isteri melakukan pekerjaanpekerjaan tersebut. Sajogyo berpendapat bahwa ada dua tipe peranan yang dilakoni oleh perempuan, yaitu: 1. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya. 2. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah. 2.1.9. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketimpangan gender. Pada kenyataanya perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama pada perempuan. Ketimpangan gender (permasalahan atau isu gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya. Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai korban dari sistem. ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya: subordinasi, marjinalisasi, beban kerja lebih banyak, dan stereotip (Handayani dan Sugiarti, 2008). 15 1. Marjinalisasi Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sektor publik), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Marjinalisasi sering juga disebut sebagai pemiskinan terhadap kaum perempuan atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran, agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marjinalisasi perempuan dapat berarti peminggiran perempuan. Pertama, perempuan terpinggirkan dari pekerjaan produktif yang karena perempuan dianggap tidak memiliki keterampilan tinggi. Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan perempuan di sektor manapun dicirikan oleh “skala bawah”. Kedua, masalah yang dihadapi oleh buruh perempuan yaitu adanya kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak memiliki kestabilan kerja. Ketiga adalah marjinalisasi dengan adanya feminisasi sektor-sektor tertentu. Keempat, yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki yang diindikasikan oleh perbedaan upah. Perempuan-perempuan pada rumahtangga petani menunjukkan fakta adanya isu marjinalisasi. Marjinalisasi dalam hal ini adalah banyak kaum perempuan yang termarginalkan atau terseingkirkan akibat masuknya teknologi. Selain itu ada juga keyakinan agama karena suami adalah tulang punggung keluarga dan harus bertanggung jawab terhadap keluarga, maka cukup suami saja yang mengurusi kegiatan produksi, sehingga perempuan-perempuan banyak yang hanya mengurusi kegiatan reproduksi atau rumahtangga saja. 2. Subordinasi Subordinasi artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Perempuan 16 dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Contoh : masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki. Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktorfaktor yang dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja bagi perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.perempuan diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum perempuan pada sektor pekerjaan misalnya prosentase jumlah pekerja perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak-hak perempuan yang berkaitan dengan kodratnya yang belum terpenuhi. Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan sendiri akhirnya menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah dan ditinggalkan. 3. Stereotipi Stereotipi adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu. Stereotipi adalah bentuk ketidakadilan. Stereotipi merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Hal ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Perempuan distrereotipikan sebagai makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau keibuaan. 17 Dengan adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotipi yang dikonstruksi oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya stereotipi (pelabelan) ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah merupakan kodrat. Misalnya: karena secara sosial budaya laki-laki dikonstruksikan sebagai kaum yang kuat, maka laki-laki mulai kecil biasanya terbiasa atau berlatih untuk menjadi kuat. Perempuan yang sudah terlanjur mempunyai label lemah lembut, maka perlakuan orang tua mendidik anak seolaholah memang mengarahkan untuk terbentuknya perempuan yang lemah lembut. Fakta lain menunjukan bahwa semakin kaya petani, maka semakin sedikit anggota kelurganya yang terlibat langsung dalam pekerjaan-pekerjaan berat, terutama istri mereka. Istri biasanya dipercaya untuk memegang uang hasil usaha tani. Dengan tidak dilibatkannya perempuan-perempuan pada kegiatan produksi maka semakin perempuan dianggap lemah 4. Kekerasan Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia ini sumbernya macam-macam, namun ada salah satu jenis kekerasan yang bersumber anggapan gender. Kekerasan ini disebut sebagai “gender-related violence”, yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Berbagai macam dan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan kekerasan gender ini, baik dilakukan di tingkat rumah tangga sampai di tingkat negara, bahkan tafsiran agama. Hampir semua kelompok masyarakat, terdapat perbedaan tugas dan peran sosial atas laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari, perbedaan tugas dan peran ini telah menghambat potensi dasar laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Realitas ini menunjukkan bagaimana jenis kelamin telah menghambat seseorang untuk mempelajari ilmu pengetahuan tertentu, mengembangkan bakat dan minat dalam bidang tertentu dan sebagainya, semata-mata karena alasan bahwa hal itu telah pantas (secara sosial budaya) bagi jenis kelamin tertentu. 18 5. Beban Kerja Berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami perkembangan yang cukup cepat. Namun, perlu dicermati bahwa perkembangan perempuan tidaklah “mengubah” peranannya yang “lama” yaitu peranan dalam lingkup rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan peranan perempuan ini sifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itulah maka beban kerja perempuan terkesan berlebihan. Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus bekerja membantu mencari nafkah. Dalam bidang pertanian banyak contoh yang menggambarkan bahwa inovasi dalam bidang pertanian telah meningkatkan beban kerja perempuan dan seringkali mereka adalah buruh keluarga yang tidak dibayar. Contoh-contoh klasik diantaranya meliputi, proyek-proyek komoditi komersial, perencanaan irigasi yang memungkinkan terlaksananya panen dua sampai tiga kali dalam setahun, dan introduksi paket bibit unggul yang menggunakan pupuk kimia kimia, dimana membutuhkan lebih banyak penyiangan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Varietas baru padi-padian serta kacang-kacangan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memprosesnya menjadi makanan. Perempuan bekerja sebagai buruh memiliki motivasi yang berbeda-beda. Di antaranya tentu saja karena butuh uang. Alasan lain karena keinginan untuk mandiri, diajak keluarga/teman/tetangga, disuruh orang tua. Untuk anak-anak ada alasan yang khas yaitu memperoleh uang untuk jajan. Bagi wanita muda yang bekerja di industri modern ada alasan khusus yaitu menunda usia perkawinan atau mencari calon suami. Selain itu, mereka sudah tidak mau bekerja sebagai buruh tani kerena dianggap kurang pantas. Motivasi lain karena suami tidak bekerja/pendapatan kurang, ingin mencari uang sendiri, mengisi waktu luang, mencari pengalaman, ingin berperan serta dalam ekonomi keluarga, 19 mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian, serta memungkinkan subyek mengaktualisasikan aspirasi pribadi. Alasan perempuan ini dimanfaatkan kaum kapitalis dengan memberikan upah yang rendah karena perempuan dianggap hanya sebagai pencari uang tambahan untuk keluarga. Keberadaan perempuan dianggap tidak terlalu penting dalam sektor publik. Dengan demikian buruh perempuan harus dilindungi agar tidak diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang hanya memanfaatkannya untuk keperluan ekonomi. 2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender Analisis gender merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan unttuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi terhadap laki-laki dan perempuan dan juga terhadap hubungan sosial ekonomi diantara mereka. Analisis gender juga dapat digunakan untuk melihat sebuah bentuk ketidakadilan gender. Menurut Irwan (2001) dalam Chairnani (2010) menjelaskan ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender yaitu. Pertama akar sosial budaya dimana ketimpangan gender itu tersususn menjadi suatu realitas objektif, kedua melihat pada proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan secara terus-menerus, ketiga melihat pada integrasi pasar yang memiliki peran penting dalam segmentasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, faktor teknologi juga mempengaruhi ketimpangan tersebut, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut. Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan gender dapat bersifat : 1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai, maupun aturan yang berlaku. 2. Tidak langsung, seperti peraturan menguntungkan jenis kelamin tertentu. sama, tetapi pelaksanaannya 20 3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membedabedakan. 2.1.11. Pengambilan Keputusan Akses atau jangkauan seseorang terhadap sumberdaya diukur dari kepemilikan atas sumberdaya dan kemampuan mereka untuk memperoleh atau melakukan sesuatu kegiatan. Kontrol terhadap sumberdaya diukur dari frekuensi pengambilan keputusan, serta tanggungjawab yang dilakukan oleh anggota rumahtangga, dimana berhubungan dengan kegiatan produktif, reproduktif maupun social kemasyarakatan. Secara popular dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan dimana setiap keputusan dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Supranto (2005) dalam Meylasari (2010) mengungkapkan bahwa inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternative tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan alternative yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat. Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan; 2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian 21 pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan; 3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok. Menurut Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006), terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri yaitu: 1. Pengambilan keputusan yang diambil oleh istri sendiri. 2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri. 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri. 4. Pengambilan keputusan yang dominan dilakukan suami. 5. Pengambilan keputusan oleh suami. Selain pola pengambilan keputusan yang dipaparkan di atas Sajogyo juga mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu,: Proses sosialisasi, Pendidikan, Latar belakang perkawinan, Kedudukan dalam masyarakat, dan Pengaruh luar lainya. Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya dapat memperkaya dan menambah pengalaman perempuan, yang memperkirakan dapat mengembangankan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal yang berupa pengalamnya bergaul dalam masyarakat luas, menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Lailogo (2003) dalam Meylasari (2010) memaparkan bahwa jika ditinjau dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani, perempuan selalu memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai dari praproduksi 22 hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan pasca panen, keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani sangat berperan dalam penentuan pengunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk dipasarkan 2.1.12. Nilai Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Sebagai contoh orang menolong itu baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. 2.2. Kerangka Pemikiran Usahatani berkaitan dengan pola kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam usahatani. Kerjasama antara laki-laki dan perempuan akan lebih efektif apabila di dalamnya terjadi kesetaraan dan keadilan gender (KKG). KKG dapat terwujud apabila ada kepekaan antara aktor dalam usahatani tersebut. Penelitian mengenai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) pada rumahtangga petani bawang merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, didasarkan atas berbagai konsep yaitu konsep usahatani yang dikaitkan dengan konsep kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pengelolaan usahatani bawang merah yang diawali dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran) dan usahatani dilihat dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan. Faktor sosial ekonomi petani yang dilihat dari Usia (X1.1), Jenis Kelamin(X1.2), Tingkat pendidikan (X1.3), Luasan lahan yang digarap(X1.4), dan Status kepemilikan lahan (X1.5). yang yang diduga memiliki hubungan dengan relasi gender antara laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 ) kegiatan usahatani bawang merah dan (X2.3) kegiatan sosial. Hal ini adalah 23 variabel penting dalam menganalisis faktor sosial ekonomi rumahtangga petani bawang merah. Perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan membawa pengaruh terhadap lingkungan sosial. Perbedaan jenis kelamin tersebut tidak hanya menyebabkan permasalah dalam aras makro tetapi juga pada aras mikro. Gender dalam rumahtangga adalah perbedaan status dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Status dan peran (pembagian kerja) antara laki-laki dan perempuan yang akan diukur dengan akses dan beban kerja dilihat dari tiga kegiatan yaitu kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Nilai sosial budaya (X3) dalam tingkat orientasi nilai sosial (X3.1) dan komunikasi (X3.2) dan pola asuh anak (X3.3) memiliki hubungan dengan relasi gender antara laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 ) kegiatan usahatani bawang merah dan (X2.3) kegiatan sosial. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan diduga memiliki hubungan dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang dilihat dari akses (Y1.1), kontrol (Y1.2), manfaat (Y1.3), dan partisipasi (Y1.4). Indikator-indikator tersebut digunakan untuk melihat bagaimana tingkat keberhasilan usahatani bawang merah.. 24 Faktor (X1.1) (X1.2) (X1.3) (X1.4) (X1.5) Sosial Ekonomi Petani (X1) Usia Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Luasan lahan yang digarap Status kepemilikan lahan RELASI GENDER (X2) (X2.1) Kegiatan reproduktif (X2..2) Kegiatan usahatani bawang merah (X2.3) Kegiatan sosial KKG (Y1) Akses (Y1.1) Kontrol (Y1.2) Manfaat (Y1.3) Partisipasi (Y1.4) Tingkat Keberhasilan Usahatani bawang merah Perencanaan Pengorganisasian Pengontrolan Penetapan prioritas dan keputusan Nilai sosial budaya (X3) (X3.1) Orientasi nilai sosbud (X3.2) Komunikasi (X3.3) Pola Asuh anak Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam usahatani bawang merah Keterangan : : alur hubungan langsung :LingkupPenelitian 24 25 2.3. Hipotesis Penelitian Secara general hipotesa yang diajukan yaitu bahwa faktor sosial ekonomi petani, pembagian kerja, dan nilai sosial budaya diduga memilki hubungan nyata dengan KKG dalam usahatani bawang merah. Hipotesis parsial dapat dirinci sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan nyata antara antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, luasan lahan yang digarap, status kepemilikan lahan dengan relasi gender dalam pembagian kerja. 2. Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif, produktif, dan sosial dengan KKG dalam usahatani bawang merah. 3. Terdapat hubungan nyata antara orientasi nilai sosial, komunikasi, dan pola asuh dengan KKG dalam usahatani bawang merah. 2.4. Definisi Operasional Dalam mengukur variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian ini, maka perumusan dari masing-masing variabel akan dijabarkan dan dibatasi secara operasional. 1. Faktor sosial ekonomi petani adalah keadaan spesifik petani dan sosial ekonomi anggota rumahtangga. Variabel ini dapat diukur dengan: a. Usia adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga penelitian ini dilakukan menggunakan satuan tahun. Pengklasifikasian usia didasarkan pada konsep teori perkembangan Hurlock (1980). Data usia diukur dalam skala rasio. Untuk kepentingan pengolahan dan analisis data maka digunakan skala ordinal dengan pengkategorian sebagai berikut: (1) Muda (dewasa awal) : 18-40 tahun (2) Sedang (dewasa madya) : 41-60 tahun (3) Tua (Usia lanjut) : > 60 tahun b. Jenis kelamin adalah perbedaan individu berdasarkan kondisi biologis. Dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Diukur dengan skala nominal. 26 Laki-laki = Label 1 Perempuan = Label 2 c. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan formal/sekolah tertinggi yang pernah diikuti , diukur menggunakan skala ordinal yang dibedakan menjadi tiga kategori: 1. Rendah : Tamat SD/Sederajat 2. Sedang : Tamat SMP/Sederajat 3. Tinggi : Tamat SMA/Sederajat dan perguruan tinggi (D1/D2/D3/S1) d. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Hal ini akan diukur sebagai berikut: 1. Sempit : jika lahan garapan berkisar kurang dari 0,5 hektar 2. Menengah : jika lahan garapan berkisar 0,5-1 hektar 3. Luas : jika lahan garapan berkisar lebih dari > 1 hektar e. Pemilikan lahan adalah pemilikan atas dasar milik yang hanya terbatas pada akses terhadap lahan berupa lahan pribadi, sewa, bagi hasil, dan gadai 2. Relasi Gender dalam pembagian kerja adalah hubungan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya. Relasi gender dalam pembagian kerja diukur dengan melihat pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga dilihat dari kekuasaan dan beban kerja dalam satu bulan Pengukuran mengenai relasi gender dapat dilihat dari jawaban responden mengenai pernyataan tentang relasi gender yang dikategorikan sebagai berikut: 1. setuju : skor 1 2. Tidak setuju : skor 0 Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal (1) Adil, jika pernyataan setuju skor > 10, (2) Kurang adil, jika pernyataan setuju total skor 6-10, (3) Tidak adil, jika pernyataan setuju total skor <6. 27 3. Pembagian kerja adalah profil seluruh aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga selama sehari. Analisis pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dapat dilihat dari kerja produktif reproduktif, sosial kemasyarakatan melalui pendekatan kualitatif yang diukur melalui curahan waktu. a. Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga seperti mencuci, memasak, dan pekerjaan lain dalam mengurus rumah. Kegiatan ini diukur melalui curahan waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan satuan jam perhari. b. Kerja produktif adalah kegiatan dalam usahatani yang langsung menghasilkan pendapatan berupa uang. Peran dalam kegiatan ini dilihat melalui curahan waktu dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah. c. Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat setempat contohnya gotong royong, hajatan, arisan, pengajian, dan lain sebagainya. 4. Kesetaraan dan keadilan gender yaitu tidak membedakan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Diukur dengan beberapa indikator yaitu akses, dan kontrol. a. Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses dapat diukur dengan membandingkan jumlah responden suami serta jumlah responden istri yang memiliki kesempatan untuk mengakses atau menggunakan sumberdaya dalam usahatani yang dikelola atau terkait dengan usahatani yaitu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan. b. Partisipasi yaitu keikutsertaan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan 28 Pengukuran mengenai ciri-ciri dikategorikan sebagai berikut : 1. Tidak Pernah = Skor 0 2. Jarang = Skor 1 3. Sering = Skor 2 4. Selalu = Skor 3 Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) kurang adil jika total skor kurang dari 31, (2) adil jika total skor antara 31-32, (3) tidak adil jika total skor hal ini menunjukkan partisipasi responden terhadap kegiatan usahatani bawang merah tinggi. c. Manfaat yaitu hasil yang diterima oleh laki-laki dan perempuan pada setiap kegiatan. d. Kontrol yaitu kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga dalam mengambil keputusan dalam rumahtangga. Hal tersebut dapat diukur dengan membandingkan besarnya frequensi terkait dengan usahatani (pengelolaan usahatani). Pengeloaan usahatani adalah kemampuan petani mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin sehingga memperoleh hasil produksi yang maksimal.. e. Tingkatan kontrol (pengambilan keputusan) dalam kegiatan reproduktif, usahatani (pengelolaan usahatani) dan kemasyarakatan dibedakan menjadi: 1. Keputusan suami sendiri. Skor 1 2. Keputusan istri sendiri. Skor 2 3. Keputusan bersama suami dan istri dengan pengaruh suami setara dengan pengaruh istri. Skor 3 f. Tingkat pengambilan keputusan dibedakan menjadi bidang produksi (20 jenis keputusan), bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga (17 jenis keputusan), bidang pembentukan keluarga (10 jenis keputusan), serta bidang sosial kemasyarakatan (13 jenis keputusan). 29 g. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang produksi dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor >47). h. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dikategorikan menjadi rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi (jumlah skor >40). i. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 26) sedang (jumlah skor 2628), dan tinggi (jumlah skor >28). j. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang soaial kemasyarakatan dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 3133), dan tinggi (jumlah skor >33). 5. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. a. Tingkat komunikasi adalah intensitas kejadian pertukaran pemikiran/perasaan diantara dua orang atau lebih. Ukuran yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah frekuensi komunikasi. b. Tingkat interaksi sosial adalah intensitas dan kedalaman perpaduan antara orientasi nilai sosial dan tingkat komunikasi c. Pengukuran mengenai nilai sosial dikategorikan menjadi dua yaitu nilai sosial yang tinggi dan nilai sosial yang rendah, begitu juga dengan budaya lokal dikategorikan menjadi dua yaitu budaya lokal yang tinggi dan budaya lokal yang rendah BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive). Daerah ini ditentukan sebagai lokasi penelitian dengan tiga pertimbangan. Pertama, sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Kedua, perempuan ikut serta dalam kegiatan produktif. Terakhir, kemudahan akses peneliti terhadap daerah tersebut. Pengumpulan data dilakukan pada bulan juni-juli 2011. Pengolahan data dan hasil penulisan laporan dilakukan pada bulan september 2011. Selanjutnya, perbaikan laporan, konsultasi, dan sidang laporan dilakukan pada bulan September 2011 – Desember 2011 3.2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data sekunder, Data sekunder yang dikumpulkan meliputi profil desa (jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk, lembaga yang ada di kelurahan), potensi desa, Dinas Pertanian Kabupaten Tegal, Biro Pusat Statistik Kabupaten Tegal, internet, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan usahatani bawang merah. 2. Data Primer, Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi langsung dari responden yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam dengan informan untuk menggali informasi yang kurang lengkap mengenai usahatani bawang merah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner. Adapun rincian metode pengumpulan data tertera pada Tabel 1. 31 Tabel 1. Rincian Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan Sub peubah Jenis (peubah) Metode pengumpulan data Karakteristik responden(petani bawang merah) Usia , Jenis Kelamin, Tingkat pendidikan, Luasan lahan yang digarap, Jumlah tanggungan , Tingkat pendapatan , Status kepemilikan lahan Primer Kuesioner dan wawancara semi terstruktur Relasi gender dalam rumahtangga petani bawang merah Akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pembagian kerja, pola pengambilan keputusan serta nilai sosial Primer Kuesioner , observasi, dan wawancara semi terstruktur Kegiatan kegiatan usahatani Primer dan Wawancara semi usahatani bawang bawang merah mulai sekunder terstruktur merah dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran)yang akan dianalisis dengan kualitatif.. Keadaan umum lokasi penelitian dan data terkait dengan usahatani bawang merah Profil dan potensi desa. Kondisi fisik, keadaan umum penduduk, kelembagaan, informasi pertanian terkait dengan usahatani bawang merah. Sekunder Mengumpulkan data-data yang terkait 32 Penelitian ini, terdapat dua subjek penelitian, yang terdiri dari informan dan responden. Populasi pada penelitian ini adalah petani di Desa Sidakaton. Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah petani, pemerintah desa, tokoh masyarakat, ketua koperasi tani yang memiliki informasi mengenai usahatani bawang merah di desa tersebut. Informan tidak dibatasi untuk mendapatkan informasi yang lebih luas. Pemilihan informan menggunakan teknik bola salju (snowball sampling) yang memungkinkan perolehan data dari satu informasi ke informasi lainnya. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kerangka sampling, dari kerangka sampling tersebut membagi kedalam gugus-gugus sampling. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani bawang merah Desa Sidakaton dilihat dari lahan yang sedang dikelola atau digarap. Responden dalam penelitian ini adalah suami dan istri. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani komoditas bawang merah. Unit analisis rumahtangga digunakan untuk menganalisis relasi gender dalam pembagian kerja atau peranan, akses dan kontrol terhadap sumbedaya dalam rumahtangga petani, serta usahatani bawang merah dalam rumahtangga petani. Penentuan responden dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik Sampel Random Distratifikasi (Stratified Random Sampling) proposional. Teknik ini digunakan karena satuan-satuan elementer dalam populasi tidak homogen sehingga agar dapat mengggambarkan secara tepat mengenai populasi yang heterogen. Populasi digolongkan berdasarkan lahan yang dikelola yang akan dibagi ke dalam tiga golongan. jumlah sampel menggunakan 10 persen dari jumlah populasi RTP. Berdasarkan survai pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2011 diketahui terdapat tiga variasi luasan lahan yang digarap oleh rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton. Dan jumlah total populasi rumahtangga petani bawang merah sebanyak 446 RTP. Secara rinci populasi dan sampel penelitian disajikan dalam Tabel 2. 33 Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Desa Sidakaton, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah 2011 lahan yang dikelola Jumlah populasi * * Responden sampel (hektar) (RTP) (RTP) < 0,5 178 18 0,5-<1 201 20 >1 67 7 Total 446 45 RTP ** Berdasarkan pantauan lapangan di Desa Tahun 2011 3.3. Validitas dan Reliabilitas Instrument Sebelum kuesioner digunakan sebagai instrumentasi penelitian, kuesioner terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji kuesioner diberikan kepada 15 orang petani baik laki-laki maupun perempuan. Rensponden uji yang dipilih yaitu Petani Desa Sidapurna Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Pemilihan lokasi uji coba kuesioner didasarkan pada persamaan karakteristik petani dan kesamaan komoditi yang hampir sama. 3.3.1 Validitas Instrument Instrumen penelitian yang baik adalah instrumen penelitian yang valid. Uji validitas alat ukur ini digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Pengujian ini dilakukan dengan uji validitas korelasi product moment Pearson dengan program SPSS for Windows versi 17,0. Setelah dilakukan uji kuesioner kepada 10 rumahtangga petani, diperoleh nilai validitas instrumen. Dari < 200 pernyataan yang diajukan, terdapat 42 pernyataan yang memiliki hasil uji validitas lebih kecil pada taraf nyata 5% dibandingkan dengan nilai r tabel (0,497), sehingga lebih dari separoh item pernyataan di kuesioner dinyatakan telah valid. Pernyataan yang tidak valid kemudian diganti dengan pernyataan yang lebih mudah dimengerti oleh 34 responden. Hasil pengolahan uji validitas kuesioner ini dapat dilihat di Lampiran 2. 3.3.2 Reliabilitas Instrument Reliabilitas instrumen menunjukan sejauh mana alat ukur yang digunakan secara konsisten dapat memberikan hasil yang sama terhadap gejala yang sama, walau digunakan berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur tersebut stabil (tidak berubah-ubah), dapat diandalkan (dependable) dan tetap/ajeg (consistent) (Kriyantono, 2009). Uji Reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji koefisien reliabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 17,0. Setelah dilakukan pengujian kuesioner pada10 rumahtangga petani, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,743 untuk relasi gender dalam pembagian kerja, nilai ini sudah lebih dari nilai kriteria (0,60) yang berarti kuesioner reliabel. Nilai reliabilitas untuk KKG dalam usahatani yang dilihat dari akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat sebesar 0,832, nilai ini sudah lebih besar dari 0,60 yang berarti kuesiner termasuk kategori reliabel. Dengan demikian data hasil angket memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya. Hasil pengolahan uji reliabilitas kuesioner ini dapat dilihat di Lampiran 2. 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengkodean. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan korelasi. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. grafik, dan tabulasi silang. Analisis korelasi menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi rank Spearman dan Chi Square melalui SPSS 17,0 for windows. Uji korelasi rank Spearman digunakan untuk mencari koefisien antara data ordinal/interval dan data ordinal 35 lainnya. Dalam teknik ini setiap data dari variabel yang diteliti harus ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar, misalnya rendah, sedang dan tinggi. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat juga besar. Korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil,. Rumus yang digunakan untuk mengetahui korelasi rank Spearman yaitu: rho 1 6d 2 N(N 2 1) Keterangan: rho = koefisien korelasi rank Spearman d = perbedaan antara pasangan jenjang ∑ = sigma atau jumlah N = jumlah individu dalam sampel 36 Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam Uji Korelasi Rank Spearman adalah dengan signifikansi/probabilitas/α digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti. Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0,1) maka artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan tingkat kesalahan sebesar 10 persen. Dasar pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut: a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,01 atau 0,05 maka Ho ditolak. Jadi, hubungan kedua variabel signifikan; dan b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,01atau 0,05 maka Ho diterima. Jadi, hubungan kedua variabel tidak signifikan. Uji Chi Square (chi square test) yaitu pengujian menggunakan tabulasi silang (crosstab) yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara baris dan kolom. Variabel antara baris dan kolom adalah variabel independen dan data yang digunakan adalah data nominal atau bisa ordinal tapi tidak diukur tingkatannya dan menjadi data nominal.. Rumus Chi Square yang digunakan yaitu: (f0 f h )2 χ fh i 1 k 2 Keterangan: f0 = banyaknya observasi fh = banyaknya observasi yang diharapkan 37 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Sidakaton 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Desa Sidakaton merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dukuhturi. Secara geografis Desa Sidakaton memiliki luas wilayah sebesar 324.617 Ha terletak pada ketinggian tanah di atas permukaan laut 5 M dan merupakan desa yang bertopografi dataran rendah dengan kondisi desa persawahan/perkebunan. Desa Sidakaton memilki batas wilayah sebagai berikut . 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kaligangsa 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kupu 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sidapurna 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Gangsa Secara administratif Desa Sidakaton memiliki 42 Rukun Tetangga yang terdistribusi dalam 12 Rukun Warga, Menurut data monografi Desa Sidakaton tahun 2009 yang mempunyai luas wilayah 324,617 Ha dimana 30,78 persen merupakan daerah pemukiman : 69,22 persen daerah areal pekarangan/ tegalan, pertanian/sawah dll. Berikut ini sebaran pemanfaatan lahan Desa Sidakaton : Tabel 3. Pemanfaatan lahan Wilayah Desa Sidakaton Tahun 2011 Pemanfaatan Lahan Ha persen 215,920 66,52 Tegalan 1,370 0,42 Permukiman 99,910 30,78 Lain-lain 7,407 2,28 324,617 100,00 Sawah irigasi teknis Jumlah 38 4.1.2 Kondisi Penduduk Total penduduk di Desa Sidakaton pada tahun 2011 tercatat sebanyak 13.674 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 6.793 jiwa dan perempuan sebanyak 6.881 jiwa serta jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3.846 jiwa. Tingkat pendidikan warga tergolong masih rendah, hal ini ini dapat ditunjukan dengan banyaknya warga yang berpendidikan formal dibawah SLTA/sederajat memcapai 5.72l orang atau 94,05 persen bahkan termasuk didalamya termasuk jumlah penduduk yang buta huruf cukup tinggi mencapai 375 atau 6,15 persen orang dan tidak tamat SD, 3.517 orang atau 57,68 persen. Kondisi ini cendrung disebabkan karena : a. Tingkat penghasilan keluarga sehingga kurang mampu untuk membiayai pendidikan anak sampai jenjang yang lebih tinggi. b. Tingkat kesadaran warga terhadap pentingnya pendidikan bagi anak rendah, dimana masyarakat lebih menyukai anaknya untuk bekerja mengikuti usaha orang tua dari pada sekolah. c. Pemahaman masyarakat yang telah terinternalisasi yaitu bahwa suksesnya seorang tidak ditentukan oleh tingkat pendidikan yanh lebih tinggi tetapi faktor nasib atau takdir manusia yang sudah ditentukan. Tabel 4. Sebaran Penduduk Desa Sidakaton menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011 No Pendidikan Jumlah Persen 375 6,15 1 Buta huruf 2 Tidak tamat SD 3,517 57,68 3 Tamat SD sederajat 1,537 25,21 4 SLTP/sederajat 305 5,00 5 SLTA/sederajat 325 5,33 6 D-1 15 0,25 7 S-1 16 0,26 6,097 100,00 JUMLAH 39 Mata pencaharian penduduk sebagian besar disektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan ( warteg ) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dll separuh lebih, petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian, Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen) No Mata Pencaharian Orang persen 1 Buruh Tani 1.416 23,42 2 Petani 1.215 20,09 3 Pedagang 3.078 50,90 4 PNS 15 0,25 5 TNI/POLRI 3 0,05 6 Penjahit 3 0,05 7 Montir 4 0,07 8 Sopir 7 0,12 9 Pramuwisma 15 0,25 10 Karyawan Swasta 37 0,61 11 Tukang Kayu 106 1,75 12 Tukang Batu 141 2,33 13 Guru swasta 7 0,12 6.097 100,00 Jumlah 4.2 Kondisi Sosial Budaya 4.2.1 Upacara Khas Suku Jawa a. Kematian Mendhak Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah 40 sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka. Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian. Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah. b. Kematian surtanah Tradisi kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah yang bertujuan agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak di sisi Sang Maujud Agung. Perlengkapan upacara: - Golongan bangsawan: tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem (tidak pedas), pecel dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang dengan kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukurukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja. - Golongan rakyat biasa: tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi. Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama. c. Upacara nyewu dina Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: - Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, 41 ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. - Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi d. Upacara Brobosan Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua. Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut: 1) peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai, 2) anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam, 3) urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang. 4.2.2 Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih hidup kepada orang tua dan leluhur mereka. Salah satu tradisi kelahiran dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara Selapanan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: a) Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan, nasi tumpeng kecil yang ujungnya ditancapi tusukan bawang merah dan cabe merah, bubur lima macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih, sekul asrep-asrepan, pecel ayam, pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air. 42 b) Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih dengan lauk, nasi tumpeng among-among, nasi golong, jenang abang putih, ingkung dan panggang ayam. Upacara terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan pada hari ke 36 sesuai dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi. Selapanan diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama, famili dan keluarga terdekat. 4.2.3 Upacara Pernikahan Suku Jawa Pesta pernikah adat Jawa mempunya beraneka ragam tradisi. Pemaes, dukun pengantin perempuan di mana menjadi pemimpin dari acara pernikahan, itu sangat penting. Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Biasanya dia juga menyewakan pakaian pengantin, perhiasan dan perlengkapan lain untuk pesta pernikahan. Banyak yang harus dipersiapkan untuk setiap upacara pesta pernikahan. Panitia kecil terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai. Besarnya panitia itu tergantung dari latar belakang dan berapa banyaknya tamu yang di undang (300, 500, 1000 atau lebih). Sesungguhnya upacara pernikahan itu merupakan pertunjukan besar. Panitia mengurus seluruh persiapan perkawinan: protokol, makanan dan minuman, musik gamelan dan tarian, dekorasi dari ruangan resepsi, pembawa acara, wali untuk Ijab, pidato pembuka, transportasi, komunikasi dan keamanan. Persiapan yang paling penting adalah Ijab (catatan agama dan catatan sipil), dimana tercatat sebagai pasangan suami istri. Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orangtua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), terdiri dari berbeda Tuwuhan (tanaman dan daun). a) Dua pohon pisang dengan setandan pisang masak berarti: Suami akan menjadi pemimpin yang baik di keluarga. Pohon pisang sangat mudah tumbuh dimana saja. Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia dimana saja. 43 b) Sepasang Tebu Wulung berarti: Seluruh keluarga datang bersama untuk bantuan nikah. c) Cengkir Gading berarti: Pasangan pengantin cinta satu sama lain dan akan merawat keluarga mereka. d) Bentuk daun seperti beringin, mojo-koro, alang-alang, dadap srep berarti: Pasangan pengantin akan hidup aman dan melindungi keluarga. bekletepe di atas pintu gerbang berarti menjauhkan dari gangguan roh jahat dan menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan. e) Kembar Mayang adalah karangan dari bermacam daun (sebagian besar daun kelapa di dalam batang pohon pisang). Itu dekorasi sanggat indah dan menpunya arti yang luas. Itu menpunyai bentuk seperti gunung: Gunung itu tinggi dan besar, berarti laki-laki harus punya banyak pengetahuan, pengalaman dan kesabaran. f) Keris: Melukiskan bahwa pasangan pengantin berhati-hati dalam kehidupan, pintar dan bijaksana. g) Cemeti: Pasangan pengantin akan selalu hidup optimis dengan hasrat untuk kehidupan yang baik. h) Payung: Pasangan pengantin harus melindungi keluarganya. i) Belalang: Pasangan pengantin akan giat, cepat berpikir dalam mengambil keputusan untuk keluarganya. j) Burung: Pasangan pengantin mempunyai motivasi hidup yang tinggi. k) Daun Beringin: Pasangan pengantin akan selalu melindungi keluarganya dan masyarakat sekitarnya. l) Daun Kruton: Daun yang melindungi mereka dari gangguan setan. m) Daun Dadap srep: Daun yang dapat digunakan mengompres untuk menurunkan demam, berarti pasangan pengantin akan selalu mempunyai pikiran yang jernih dan tenang dalam mengadapi masalah. n) Daun Dlingo Benglé: Jamu untuk infeksi dan penyakit lainnya, itu digunakan untuk melindungi gangguan setan. o) Bunga Patra Manggala: Itu digunakan untuk memperindah karangan. 44 Sebelum memasang Tarub dan Bekletepe harus membuat sepesial Sajen. Tradisionil Sajen (persembahan) dalam pesta adat Jawa itu sangat penting. Itu adalah simbol yang sangat berarti, di mana Tuhan Pencipta melidungi kami. Sajen berarti untuk mendoakan leluhur dan untuk melindungi dari gangguan roh jahat. Sajen diletakan di semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar mandi, di dapur, di bawah pintu gerbang, di bawah dekorasi Tarub, di jalan dekat rumah, dan lain-lain. Siraman sajen terdiri dari: a) Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan. b) Tumpeng Gundul, nasi kuning tanpa hiasan. c) Makanan: ayam, daging, tahu, telur. d) Tujuh macam bubur. e) Pisang raja dan buah lainnya. f) Kelapa muda. g) Kue manis, lemper, cendol. h) Teh dan kopi pahit. i) Rokok dan kretek. j) Lantera. k) Bunga Telon (kenanga, melati, magnolia) dengan air Suci. Siraman: Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan raga. Pesta Siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum Ijab dan Panggih. Siraman di adakan di rumah orangtua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang lebih banyak diadakan di taman. Daftar nama dari orang yang melakukan Siraman itu sangat penting. Tidak hanya orangtua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang melakukan Siraman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu PITU, mereka memberi nama PITULUNGAN (berarti menolong). Apa saja yang harus dipersiapkan: 45 a) Baskom untuk air, biasanya terbuat dari tembaga atau perunggu. Air dari sumur atau mata air. b) Bunga Setaman - mawar, melati, magnolia dan kenanga - di campur dengan air. c) Aroma - lima warna - berfungsi seperti sabun. d) Tradisionil shampoo dan conditioner (abu dari merang, santan, air asam Jawa). e) gayung dari 2 kelapa, letakkan bersama. f) Kursi kecil, ditutup dengan: g) Tikar - kain putih - beberapa macam daun - dlingo benglé (tanaman untuk obat-obatan) - bango tulak (kain dengan 4 macam motif) - lurik (motif garis dengan potongan Yuyu Sekandang dan Pula Watu). h) Memakai kain putih selama Siraman. i) Kain batik dari Grompol dan potongan Nagasari. j) Handuk. k) Kendi. Keluarga dari pengantin wanita mengirim utusan untuk membawa airbunga ke keluarga dari pengantin laki-laki. Itu Banyu Suci Perwitosari, berarti air suci dan simbol dari intisari kehidupan. Air ini diletakan di rumah pengantin lakilaki. Pelaksanaan dari SIRAMAN: Pengantin perempuan/laki-laki datang dari kamarnya dan bergabung dengan orangtuanya. Dia diantar ke tempat Siraman. Beberapa orang jalan di belakangnya dan membawa baki dengan kain batik, handuk, dan lain-lain. Dan ini akan digunakan setelah Siraman. Dia mendudukkan di kursi dan berdoa. Orang pertama yang menyiramkan air ke pengantin adalah ayah. Ibu boleh menyiramkan setalah ayah. Setelah mereka, orang lain boleh melakukan Siraman. Orang terakhir yang melakukan Siraman adalah Pemaes atau orang sepesial yang telah ditunjuk. Pengantin perempuan/laki-laki duduk dengan kedua tangan di atas dada dengan posisi berdoa. Mereka menyiramkan air ke tangannya dan membersihkan mulutnya tiga kali. Kemudian mereka menyiramkan air ke atas kepala, wajah, telinga, leher, tangan dan kaki juga sebanyak tiga kali. Pemaes menggunakan tradisionil shampoo dan conditioner. Setelah Kendi itu 46 kosong, Pemaes atau orang yang ditunjuk memecahkan kendi ke lantai dan berkata: „Wis Pecah Pamore„ - berarti dia itu tampan (menjadi cantik dan siap untuk menikah). Upacara NGERIK: Setelah Siraman, pengantin duduk di kamar pengantin. Pemaes mengeringkan rambutnya dengan handuk dan menberi pewangi (ratus) di seluruh rambutnya. Dia mengikat rambut ke belakang dan mengeraskannya (gelung). Setelah itu Pemaes membersihkan wajahnya dan lehernya, dia siap untuk di dandani. Pemaes sangat behati-hati dalam merias pengantin. Dandanan itu tergantun dari bentuk perkawinan. Akhirnya, pengantin wanita memakai kebaya dan kain batik dengan motif Sidomukti atau Sidoasih. Itu adalah simbol dari kemakmuran hidup. Upacara Midodareni: Pelaksanaan pesta ini mengambil tempat sama dengan Ijab dan Panggih. Midodareni itu berasal dari kata Widodari yang berarti Dewi. Pada malam hari, calon pengantin wanita akan menjadi cantik sama seperti Dewi. Menurut kepercayaan kuno, Dewi akan datang dari kayangan. Pengantin wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam di temani dengan beberapa wanita yang dituakan. Biasanya mereka akan memberi saran dan nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung; semuanya harus wanita. Orangtua dari pengantin wanita akan menyuapkan makanan untuk yang terakhir kalinya. Mulai dari besok, suaminya yang akan bertanggung jawab. BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60) dan usia lanjut (>60). Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Usia, Tahun 2011 Kelompok Umur Suami Istri N Persen N Persen 18-40 1 2 9 20 41-60 31 69 36 80 >60 13 29 0 0 Total 45 100 45 100 Tabel 6 menjelaskan usia responden dalam penelitian ini paling muda berusia 40 tahun untuk responden laki-laki dan 30 tahun untuk responden perempuan, usia yang paling tua yaitu 66 tahun untuk responden laki-laki dan 60 tahun untuk responden perempuan. Persentase usia responden laki-laki dan perempuan terbanyak tersebar antara 41-60 tahun sebanyak 69 persen untuk responden laki-laki serta 80 persen untuk responden perempuan. Usia tersebut masuk dalam kategori dewasa madya. Tingginya partisipasi responden pada kategori usia ini sesuai dengan tugas salah satu perkembangan pada masa ini yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut 5.2. Jenis Kelamin Pada penelitian ini, responden sampel berjumlah 90 orang yang terdiri atas 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan. Jumlah responden sampel dalam 48 penelitian ini setara antara laki-laki dan perempuan dikarenakan unit analisis yang digunakan adalah rumahtangga sehingga dalam satu rumahtangga yang menjadi responden yaitu kedua-duanya laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2011 Jumlah Jenis Kelamin n persen Laki-laki 45 50 Perempuan 45 50 Jumlah 90 100 5.3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yaitu jenjang terakhir sekolah formal responden yang pernah ditamatkan maupun tidak tamat. Berdasarkan tabel terlihat bahwa persentase terbesar 40 persen untuk responden laki-laki(suami) berpendidikan SMP, dan 31 persen untuk responden perempuan (istri) berpendidikan SMA. Persentase terendah responden tidak pernah mengenyam bangku pendidikan sebesar 0 persen untuk responden perempuan dan satu persen untuk responden laki-laki. Berikut sebaran tingkat pendidikan responden. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2011 Suami Istri Tingkat Pendidikan n persen n persen Tidak sekolah 1 2 0 0 Tidak tamat SD 5 11 6 13 Tamat SD 7 16 12 27 SMP 18 40 13 29 SMA 14 31 14 31 Perguruan tinggi 0 0 0 0 Total 45 100 45 100 Tingkat pendidikan di Desa Sidakaton dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah untuk tamatan SD atau sederajat, sedang untuk tamatan SMP atau sederajat, dan tinggi untuk tamatan SMA atau sederajat. Berdasarkan Gambar 2 49 dapat dilihat bahwa persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan tinggi antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) sama yaitu bernilai 31 persen, sedangkan persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan rendah laki-laki memiliki persentase lebih kecil dari pada perempuan hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan untuk perempuan masih rendah. Gambar 2. Persentase Responden berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan, Tahun 2011(dalam persen) Berdasarkan data penduduk Desa Sidakaton menurut tingkat pendidikannya, lulusan SD/sederajat memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 25.21 persen dengan mata pencaharian utama di bidang pertanian. Jumlah tersebut membuktikan bahwa penduduk Desa Sidakaton mayoritas bergerak di bidang pertanian dengan produk unggulan pertanian yaitu bawang merah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 yang menggambarkan persentase pekerjaan responden. Gambar 3. Persentase Responden berdasarkan Pekerjaan, Tahun 2011 (dalam persen) 50 5.4. Luasan Kepemilikan lahan Luas lahan adalah luas areal persawahan yang akan ditanam padi atau bawang merah pada musim tertentu. Pada umumnya lahan sawah merupakan lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk menahan/ menyalurkan air, lahan sawaah merupakan lahan yang ditanami padi sawah atau bawang merah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha. Taraf hidup masyarakat petani pada umumnya rendah dan tergolong pada masyarakat miskin. Menurut Gunawan dan Erwidodo3 mengungkapkan bahwa di pedesaan, kemiskinan berkolerasi tinggi dengan penguasaan lahan pertanian. Rata-rata pemilik lahan per rumahtangga buruh tani berkisar antara 0,001-0,004 ha untuk lahan kering. Lahan bagi masyarakat pedesaan sangatlah penting karena merupakan faktor produksi, sehingga lahan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk desa. Menurut Sajogyo (1999) petani dapat digolongkan berdasarkan luas lahan pertanian yaitu: 1. Golongan petani kecil dengan luas lahan < 0,5 ha 2. Golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5-1 ha 3. Golongan petani besar dengan luas lahan >1 ha Kepemilikan lahan menentukan status sosial seseorang. Petani dengan lahan garapan yang luas biasanya tingkat ekonominya lebih tinggi daripada petani yang berlahan sempit. Berikut persentase luasan lahan yang digarap oleh responden: 2 http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0700057_chapter2.pdf diakses pada tanggal 15 November 2011, pukul 19.38 WIB 51 Gambar 4. Persentase Luas Lahan yang digarap, Tahun 2011 (dalam persen) Berdasarkan Gambar 4 diatas bahwa luas lahan petani bawang merah yang digarap dapat digolongkan menjadi tiga yaitu petani yang menggarap lahan seluas < 0,5 ha disebut petani sempit sebanyak 40 persen dan petani bawang merah yang menggarap lahan seluas 0,5-1 ha disebut petani menengah sebanyak 44 persen dan petani bawang merah yang menggapap lahan seluas > 1 ha disebut petani besar sebanyak 16 persen, dapat disimpulkan bahwa luas lahan yang digarap petani bawang merah rata-rata sebesar 0,5-1 ha sehingga petani bawang merah Desa Sidakaton dapat dikatakan tergolong petani sempit dan petani menengah. Petani besar di Desa Sidakaton tidak terlalu banyak hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki lahan yang luas. 5.5. Status Kepemilikan Lahan Selain luas lahan yang dimiliki oleh petani, pengelompokan petani juga dilakukan berdasarkan usaha yang mereka lakukan dalam pertanian. Petani di Indonesia dapat dikelompok menjadi tiga menurut Sandy 3(1985) yaitu: 1. Petani Pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri lahannya atau disewakan kepada orang lain dengan luasan tertentu. Biasanya lahan yang dimiliki terkumpul dalam satu daerah yang luas namun ada juga petani yang memiliki lahan pertanian yang terpisah-pisah 3 Ibid 52 2. Petani Penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain atas dasar bagi hasil 3. Buruh tani adalah orang menyewa tenaga kerja dibidang pertanian dalam usahanya mendapat upah. Status Kepemilikan lahan untuk 45 rumahtangga yang menjadi responden sampel di Desa Sidakaton sangat beragam. Persentase tertinggi sebesar 91 persen berstatus pemilik dan penggarap, dan sembilan persen berstatus sebagai penggarap. Berikut persentase status kepemilikan lahan responden sampel desa sidakaton. Gambar 5. Persentase Status Kepemilikan Lahan, Tahun 2011 (dalam persen) Status kepemilikan lahan di Desa Sidakaton hampir rata-rata sebagai pemilik sekaligus sebagai pengarap. Petani Desa Sidakaton kebanyakan menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Sistem bagi hasil pembagiannya tergantung kesepakan antara pemilik dan penggarap biasanya 1/8 atau 1/7. Satu untuk buruh tani/ penggarap dan delapan atau tujuh untuk pemilik lahan dan modal. Semua biaya produksi ditanggung pemilik lahan, buruh tani hanya modal tenaga saja. Hasil terkadang berbentuk uang kadang juga berbentuk barang teergantung hasil panennya, langsung dijual atau masih berbentuk barang. BAB VI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBAGIAN KERJA DAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH 6.1. Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Pembagian Kerja Hubungan antara faktor sosial ekonomi (jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap, dan status kepemilikan lahan) dengan pembagian kerja (reproduktif, produktif dan sosial). Berikut hasil tabulasi silang antara faktor sosial ekonomi dengan relasi gender dalam pembagian kerja padaTabel 9. Tabel 9 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, 2011 Faktor sosial ekonomi Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Luas lahan yang digarap Status Kepemilikan Lahan R S T Total R S T Total R S T Total R S T Total R S T Total Produktif R S T 33.1 41.7 0 61.1 33.3 40.0 5.6 25.0 60.0 100 100 100 38.9 25.0 20.0 55.6 41.7 80.0 5.6 33.3 0 100 100 100 34.4 18.3 0 54.4 40.0 20.0 11.1 41.7 80.0 100 100 100 27.8 33.3 0 66.7 58.3 80.0 5.6 8.3 20.0 100 100 100 44.4 8.3 0 44.4 50.0 20.0 11.1 41.7 80.0 100 100 100 Pembagian kerja Reproduktif R S T 33.3 31.6 12.5 55.6 47.4 50.0 11.1 21.1 37.5 100 100 100 27.8 26.3 12.5 61.1 47.4 37.5 11.1 26.3 50.0 100 100 100 72.2 36.8 0 16.7 31.6 12.5 11.1 31.6 87.5 100 100 100 33.3 26.3 12.5 61.1 68.4 75.0 5.6 5.3 12.5 100 100 100 72.2 36.8 0 16.7 31.6 12.5 11.1 31.6 87.5 100 100 100 Keterangan : R= rendah, S= sedang, T= tinggi R 24.0 64.0 12.0 100 20.0 56.0 24.0 100 56.0 24.0 20.0 100 24.0 72.0 4.0 100 56.0 24.0 20.0 100 Sosial S 37.5 31.2 31.2 100 31.2 50.0 18.8 100 37.5 25.0 37.5 100 31.0 56.2 12.5 100 37.5 25.0 37.5 100 T 25.0 50.0 25.0 100 25.0 25.0 50.0 100 0 0 100 100 25.0 75.0 0 100 0 0 100 100 54 Berdasarkan hasil tabulasi silang, usia terbesar berada pada kegiatan produktif yang rendah yaitu sebesar 61.1 persen. Bahwasannya usia produktif sangat berpengaruh dalam kegiatan produktif. Lalu jenis kelamin tertinggi berada ketika kegiatan produktif tinggi, yaitu sebesar 80 persen. Namun jenis kelamin tersebut masih tergolong dalam kategori sedang. Lalu saat kegiatan produktif tinggi, jenis kelamin yang tinggi sebesar 0 persen, artinya kegiatan produktif tinggi , tidak berpengaruh terhadap jenis kelamin, siapa yang melakukan baik lakilaki maupun perempuan karena hanya beberapa rumahtangga petani bawang merah yang hanya suami atau laki-laki saja yang melakukam kegiatan produkstif. Kemudian kegiatan produktif yang tinggi menjadikan tingkat pendidikan yang tinggi pula bagi responden, yaitu sebesar 80 persen. Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi yang diberikan penyuluh dan lebih dapat responsif gender dalam kegiatan produktif. Luas lahan yang digarap tertinggi berada pada relasi gender dalam kegiatan produktif yang tinggi yaitu sebesar 80 persen, namun masih tergolong pada kategori sedang. Status kepemilikan lahan tertinggi berada kegiatan produktif yang tinggi yaitu sebesar 80 persen. Usia tertinggi berada pada kegiatan reproduksi yang rendah yaitu sebesar 55.6 persen. Hal ini menunjukkan usia yang dianalisis merupakan kategori usia produktif dimana rumahtangga petani bawang merah yang sebagian besar anggota rumahtangga tersebut ikut melakukan kegiatan usahatani bawang merah. Petani bawang merah melalukan kegiatan produktif hal serupa juga dilakukan pada kegiatan reproduktif. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden VB, 43 tahun sebagai berikut : “……Saya ikut membantu suami dalam kegiatan usahatani bawang merah mulai dari persiapan sampai kadang dalam hal penjualan tetapi saya tidak melupakan saya sebagai ibu rumahtangga saya tetap melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, mengurus anak, begitu juga suami saya dia juga ikut membantu pekerjaan rumah walaupun tidak begitu sering…...” 55 Pernyataan responden diatas menyatakan bahwa responden tersebut ikut serta dalam mengelola usahatani bawang merah karena responden merasa usahatani bawang merah milik bersama, sehingga perlu dilibatkan dalam kegiatan usahatani tersebut. Sebagian besar responden yang mengikutsertakan laki-laki dalam kegiatan reproduktif tinggi menyatakan bahwa jenis kelamin juga yang tinggi pula, yaitu sebesar 50 persen dibandingkan dengan keterlibatan kegiatan reproduktif rendah, jenis kelaminnya berada pada kategori sedang yaitu 61.1 persen. Hal ini dikarenakan pada saat kegiatan reproduktif memang berhubungan dengan jenis kelamin, hal tersebut membuat jenis kelamin tinggi pada kegiatan reproduktif juga tinggi, terutama bagi responden laki-laki yang ikut serta dalam kegiatan reproduktif. Keterlibatan responden melakukan kegiatan reproduktif tinggi, menghasilkan pernyataan yang tinggi pula dalam tingkat pendidikan yaitu sebesar 87,5 persen. Baik rumahtangga yang laki-laki ikut serta dalam kegiatan reproduktif maupun laki-laki yang tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Usia tertinggi berada pada saat relasi gender dalam kegiatan sosial rendah sebesar 64 persen. Sedangkan, responden dengan keterlibatan yang rendah saat kegiatan sosial menghasilkan nilai jenis kelamin tertingginya sebesar 12 persen. Selain itu, responden dengan keterlibatan yang tinggi pada kegiatan sosial sebagian besar memiliki usia yang sedang yaitu sebesar 50 persen.karena kebanyakan kegiatan sosial lebih banyak diikuti usia muda. Hasil uji korelasi Chi Square antara Faktor Sosial Eknomi dengan relasi gender dalam pembagian kerja cukup beragam. Berikut hasil uji korelasi Chi Square dijelaskan pada Tabel 10 di bawah ini. 56 Tabel 10. Hasil Pengujian Chi Square Hubungan antara Faktor Sosial Eknomi dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja Faktor sosial ekonomi Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan Luas lahan yang digarap Status Kepemilikan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja Reproduktif * 0,708 0,243 0,128 0,288 0,062 Produktif -0,053 0,161 0,153 0,509 0,312 * Sosial 0,245 0,004 0.183 0,038 0,200 Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01 χ2=koefisien Chi Square; Tabel hasil uji menunjukkan ada satu indikator faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan nyata dengan pembagian kerja. Faktor sosial ekonomi tersebut yaitu jenis kelamin dengan pembagian kerja bidang reproduktif dan produktif. Hal ini dikarenakan pembagian kerja dalam keluarga tersebut hanya didasarkan pada jenis kelamin yang menetapkan perempuan sebagai pekerja reproduktif dan laki-laki pekerja produktif. Pembagian tersebut menurut responden sudah layak dan umum bagi seluruh keluarga. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan reproduktif tersebut karena adanya adat istiadat atau ideologi gender yang dianut oleh keluarga responden yang memang menempatkan perempuan pada pekerjaan reproduktif. Dengan demikian, terjadi ketidakadilan gender untuk relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga responden. Perempuan masih mengalami diskriminasi karena memiliki beban kerja yaitu sebagai pekerja reproduktif sekaligus produktif. Kegiatan produktif dalam hal ini kegiatan usahatani bawang merah kebanyakan dilakukan oleh responden suami karena tahapan kegiatan usahatani bawang merah merupakan pekerjaan kasar dan berat. Sehingga dapat disimpulkan baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki porsi yang berbeda dalam mengerjakan pekerjaan produktif. Usia dalam pembagian kerja , tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap dan status kepemilikan lahan tidak berhubungan dalam pembagian kerja karena saat pembagian kerja berlangsung jenis kelaminlah yang menentukan pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah. pembagian kerja dalam bidang reproduktif, produktif dan sosial dalam rumahtangga responden tidak dipengaruhi oleh usia. Baik usia yang lebih tua atau muda yang penting sudah dapat diperintah 57 untuk bekerja, Pembagian kerja dalam ruamhatangga biasanya berdasarkan jenis kelamin. Misalkan saja biasanya anak perempuan disuruh membantu ibunya di dapur, sedangkan anak laki-laki membantu ayahnya bekerja mencari nafkah atau melakukan pekerjaan berat. Sajogyo (1981) mengartikan sumberdaya pribadi meliputi berbagai aspek berupa pendidikan yaitu pendidikan formal dan informal, pengalaman, ketrampilan, dan kekayaan yang menunjukan adanya variasi alokasi kekuasaan dalam keluarga dan menentukan siapa yang dominan dalam pembagian kerja. Konsep pendidikan dalam penelitian ini hanya mencakup pendidikan formal. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pembagian kerja karena pada pembagian kerja dalam rumahtangga tidak dilihat siapa yang berpendidikan tinggi akan melakukan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial begitu juga tidak sebaliknya. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. luas lahan yang digarap tidak memiliki hubungan nyata dengan pembagian kerja, hal ini dimungkinkan responden yang memiliki luas lahan yang sempit, menengah maupun besar memiliki kontribusi yang sama pada pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah. Responden yang memiliki status kepemilikan lahan sebagai pemilik, penggarap, atau bahkan buruh tani pasti responden tersebut akan melalukan kegiatan reproduksi di rumahtangganya masing-masing dan walaupun statusnya hanya sebagai buruh tani responden tersebut mengikuti kegiatan kemasyakatan apalagi kegiatan produksi dalam hal ini pengelolaan usatahani bawang merah, responden akan mengerjakan kegiatan tersebut. Dengan demikian status kepemilikan responden tersebut tidak nyata merubah relasi gender dalam pembagian kerja. 6.2. Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG Akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat merupakan indikator kesetaraan dan keadilan gender yang diuji pada penelitian ini. Berdasakan hasil tabulasi silang pada Tabel , responden yang menyatakan akses tinggi, Usia yang memiliki akses tergolong dalam kategori sedang. Hal ini berarti dengan akses yang tinggi 58 yang sering melakukan usia kategori sedang dalam usahatani sebesar 100 persen. Hal tersebut mengartikan bahwa persepsi petani di implementasikan saat proses produksi, dimana usia tua sudah tidak banyak mengakses faktor-faktor produksi. Responden yang menyatakan Akses tinggi, jenis kelamin berada pada kategori sedang. Responden yang yang menyatakan akses sedang, tingkat pendidikanya juga sedang. Hal ini berarti terdapat perbedaan akses laki-laki dan perempuan untuk faktor produksi dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Tabel 11 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan Kesetaraan dan Keadilan Gender di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011 Faktor Sosial Ekonomi Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidika n Luas lahan yang digarap Status Kepemilik an Lahan Kesetaraan dan Keadilan Gender Kontrol Partisipasi R S T R S T 57.1 30.0 0 71.4 12.5 0 R 81.8 Akses S 30.0 T R R 42.9 S T T R S T T R 57.1 0 100 36.4 45.5 18.2 100 27.3 40.0 30.0 100 44.4 44.4 11.1 100 22.2 100.0 0 100 20.0 66.7 13.3 100 26.7 42.9 0 100 50.0 50.0 0 100 50.0 40.0 30.0 100 30.0 60.0 10.0 100 20.0 63.6 36.4 100 9.1 54.4 36.5 100 0 21.4 7.1 100 78.6 21.4 0 100 37.5 62.5 25.0 100 0 87.5 12.5 100 25.0 69.2 30.8 100 0 69.5 30.8 100 15.4 18.2 0 100 81.8 18.2 0 100 36.4 60.0 0 100 40.0 60.0 0 100 20.0 63.2 36.8 100 0 73.7 26.3 100 21.1 S T T R 54.5 18.2 100 36.4 56.6 22.2 100 33.3 26.7 46.7 100 13.3 42.9 7.1 100 50.0 70.0 10.0 100 40.0 18.2 81.2 100 63.6 42.9 21.4 100 57.1 37.5 37.5 100 12.5 46.2 38.5 100 0 54.5 9.1 100 72.7 20.0 60.0 100 20.0 42.1 36.8 100 0 S T T R S T T 63.6 0 100 37.3 34.5 28.2 100 55.6 11.1 100 22.2 56.6 22.2 100 73.3 13.3 100 26.7 26.7 46.7 100 35.7 14.3 100 60.0 32.9 7.1 100 40.0 20.0 100 20.0 60.0 20.0 100 18.2 18.2 100 0 18.2 81.2 100 35.7 7.1 100 37.5 42.9 21.4 100 87.5 0 100 25.0 27.5 47.5 100 84.6 15.4 100 25.4 36.2 38.5 100 27.3 0 100 36.4 54.5 9.1 100 80.0 0 100 20.0 20.0 60.0 100 84.2 15.8 100 11.1 52.1 36.8 100 0 Keterangan R= rendah, S= sedang, T=total, To=total Manfaat S T 40.0 0 59 Responden yang menyatakan kontrol di dalam usahatani bawang merah tinggi, usia yang melakukan kontrol tersebut tergolong pada kategori sedang sebesar 63.6 persen. Hal ini berarti dengan kontrol yang tinggi, hanya dapat dilakukan oleh responden yang masuk dalam kategori usia yang sedang. Namun ketika kontrol rendah tidak berarti usia yang melakukan kategori tinggi, karena tidak terdapat kegiatan produktif didalamnya. Responden yang menyatakan kontrol sedang menghasilkan persentase jenis kelamin yang sedang pula yaitu sebesar 60 persen. Hal ini berarti kontrol dalam usahatani bawang merah dipengaruhi jenis kelamin, hal ini dikarenakan dalam setiap bidang terdapat perbedaan pengambilan keputusan (kontrol) antara laki-laki dan perempuan misalnya kontrol dalam pembentukan keluarga di dominasi oleh perempuan dan kontrol dalam kegiatan usahatani bawang merah dan kegiatan kemasyarakatan di dominasi oleh laki-laki. Sedangkan ketika kontrol rendah, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin di dalamnya. Hal ini sudah pasti karena dengan kontrol yang rendah tidak akan mempermasalahkan jenis kelamin mana yang akan membuat kontrol dalam usahatani bawang merah baik laki-laki maupun perempuan.. Lalu responden yang menyatakan kontrol tinggi, tingkat pendidikan yang dihasilkan juga tinggi yaitu sebesar 81.2 persen. Hal ini wajar, karena kontrol di dalam kegiatan usahatani bawang merah sangat bergantung pada tingkat pendidikan, petani yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih cermat dan teliti dalam melakukan kontrol terhadap kegiatan usahatani bawang merah. Kemudian responden yang menyatakan kontrol rendah, luas lahan yang digarap yang dapat dihasilkan juga rendah.karena jika petani hanya memiliki luas lahan yang sempit, maka tidak mungkin petani akan melakukan kontrol yang tinggi, karena petani tidak membutuhkan kontrol yang tinggi dalam kegiatan usahatani tersebut. Namun, ketika kontrol tinggistatus kepemilikan lahan adalah tinggi karena petani yang memiliki satus sebagai pemilik dan penggarap akan memiliki kontrol yang besar dalam kegiatan usahatani bawang merah berbeda dengan responden yang hanya berstatus sebagai buruh tani, hanya memiliki kontrol yang rendah terhadap kegiatan usahatani bawang merah. 60 Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani rendah,usia yang dihasilkan juga rendah. Hal ini wajar, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh usia produktif. Lalu responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani bawang merah rendah, usia dalam kegiatan usahatani bawang merah juga rendah. Hal ini sangat wajar, karena jika usia yang sudah tidak produktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan usahatani bawang merah, maka kegiatan usahatani bawang merah yang dihasilkan juga rendah. Berbeda ketika partisipasi tinggi, jenis kelamin yang dihasilkan akan tinggi yaitu sebesar 30.8 persen. Jumlah tersebut memang tidak besar, karena seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa tidak semua rumahtangga petani melibatkan semua anggotanya ikut serta dalam kegiatan usahatani bawang merah . sehingga jawaban tersebut sebagian besar merupakan pernyataan responden yang perempuannya ikut partisipasi bersama dalam kegiatan usahatani bawang merah. Kemudian responden yang menyatakan terdapat partisipasi yang tinggi di dalam kegiatan usahatani bawang merah, maka tingkat pendidikannya adalah tergolong sedang. Dengan partisipasi yang tinggi, tidak membuat tingkat pendidikan dalam kegiatan usahatani bawang merah juga tinggi, karena hanya sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Bagi responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani bawang merah sedang, memiliki luas lahan yang sedang pula sebesar 87.5 persen yang artinya, petani yang memiliki luas lahan memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan usahatani bawang merah. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan manfaat rendah, usia yang dihasilkan juga rendah.hal ini wajar, karena usia yang masih muda belum begitu merasakan atau mendapatkan manfaat dalam kegiatan usahatani bawang merah. Sedangkan ketika manfaat dinyatakan tinggi, responden yang menyatakan usia sedang sebesar 63.2 persen. Kemudian responden yang menyatakan manfaat rendah, jenis kelamin juga kelompok. Hal ini berarti ketika manfaat hanya dirasakan oleh salah satu pihak saja misalkan hanya laki-laki atau perempuan saja. Sedangkan ketika responden menyatakan mendapat manfaat dalam kegiatan usahatani bawang merah membuat jenis kelamin yang terjalin tergolong dalam kategori sedang, tidak seluruh responden aktif dalam kegiatan usahatani bawang merah. Lalu responden yang menyatakan manfaat sedang, 61 tingkat pendidikan tergolong tinggi. Sedangkan bagi responden yang menyatakan manfaat di dalam kegiatan usahatani bawang merah tinggi, tingkat pendidikan yang dihasilkan hanya 42.1 persen yang tergolong sedang. Bagi responden yang merasakan manfaat tinggi menghasilkan peresentase luas lahan yang digarap sedang sebesar 84.2 persen. Hal ini menunjukkan ketika manfaat tinggi, luas lahan yang digarap hanya berada pada kategori sedang. Sedangkan responden yang menyatakan manfaat tinggi , status kepemilikan lahan berada pada kategori sedang. sebesar 52.1 persen. Hal ini berarti banyak manfaat yang didapat oleh petani yang berstatus sebagai pemilik dan penggarap, begitu juga dengan buruh tani. Hubungan antara faktor sosial ekonomi (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap, dan status kepemelikan lahan) dengan KKG dalam rumahtangga petani yang ditinjau dari (akses, partisipasi, kontrol dan manfaat) dianalisis dengan menggunakan Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan dapat terlihat pada Tabel 12 Tabel 12 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Faktor Sosial Ekonomi dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah Faktor Sosial Ekonomi Usia Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Luas lahan yang digarap Status Kepemilikan lahan Akses 0.022 0.000 0.000 0.041 0.147 Kesetaraan dan keadilan gender Kontrol Partisipasi 0.004 0.025 0.003 0.000 0.000 0.009 0.141 0.137 0.544 0.315 Manfaat 0.126 0.037 0.201 0.267 0.105 Usia berhubungan dengan keempat variabel dalam kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah. Usia merupakan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani bawang merah . Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih baik melakukan kegiatan usahatani walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal kegiatan usahatani bawang merah tersebut. 62 Jenis kelamin berhubungan dengan keempat variabel dalam kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah. Hal ini dimungkinkan karena ada perbedaan akses laki-laki dan perempuan untuk faktor produksi dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Kontrol dalam kegiatan usahatani bawang merah juga berhubungan dimana ada kalanya kontrol dalam kegiatan usahatani di dominasi laki-laki terkadang juga di dominasi oleh perempuan Serta manfaat pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden laki-laki dan perempuan memberikan manfaat yang berbeda bagi pemenuhan kebutuhan masing-masing responden.Tingkat pendidikan berhubungan dengan akses, kontrol, dan partisipasi, sedangkan manfaat tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan. Luas lahan dan status kepemilikan lahan tidak berhubungan dengan keempat kesetaraan dan keadilan gender (akses, kontrol, partisipasi dan manfaat). Petani yang memiliki lahan yang luas dan berstatus sebagai pemilik dan penggarap akan lebih mudah melakukan kegiatan usahatani bawang merah karena keefesienan penggunaan sarana produksi. BAB VII RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA 7.1. Relasi Gender dalam Pembagian Kerja Relasi gender, mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumberdaya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan previlege. Penggunaan relasi gender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki. Relasi gender dalam masyarakat dapat dilihat sebagai faktor yang tidak tetap. Hal itu karena gender berkaitan dengan klasifikasi maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh suatu masyarakat. Klasifikasi sosial tersebut berbeda-beda tergantung budaya yang ada dalam masyarakat. Masyarakat di Desa Sidakaton berasal dari etnis Jawa yang cenderung menjunjung tinggi budaya patriakhi. Masyarakat patriarkhi menurut Sadawi (2001) adalah masyarakat yang mempunyai rujukan sistem yang berdasarkan pada kesepakatan laki-laki, dimana dalam masyarakat tersebut kondisi perempuan sangat termarginalisasikan dan dipinggirkan melalui kerja-kerja domestik. Peminggiran perempuan dalam masyarakat patriarkhi dilihat dari sisi pola pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan terwujud dengan sangat jelas, dimanalaki-laki lebih banyak mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan pada sektor domestik. Dalam masyarakat patriarkhi, hubungan pembagian kerja tidak menampakkan pola keseimbangan. Dalam pekerjaan, laki-laki lebih dihargai dibandingkan pekerjaan perempuan Juliet Mitchell (1994), seperti ditulis oleh Juliastuti4, mendeskripsikan patriarki dalam suatu term psikoanalisis yaitu “ the law of the father” (aturan ayah) yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simolik lainnya. Selanjutnya Juliastuti mengutip pendapat Herdi Hartmann (1992), salah seorang feminis sosial, mengatakan bahwa patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki 4 Juliastuti, Nuraini. “Kebudayaan Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah”, from:http://www.kunci.or.id/esai/nws/08/macho.htm. tanggal, 27 November 2011 Retrieved 64 dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi subordinat. Selain itu, patriaki merupakan sisten nilai atau cara pandang terhadap kehidupan dengan menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi dan peran yang berbeda-beda. Laki-laki ditempatkan pada posisi tinggi, dominan, dan sektor publik. Perempuan diposisikan rendah, subordinasi, dan sektor domestik, konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja pada masyarakat di Desa Sidakaton sudah berdasarkan jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam keluarga, dan bahkan dalam masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan membentuk kepribadian seseorang. Berkaitan dengan hal itu, Mead dalam Megawangi (1999) mengatakan bahwa sesungguhnya pria dan wanita adalah makhluk yang belajar berperilaku, mereka sebagai orang dewasa tergantung dari pengalaman-pengalaman di masa kanak-kanak. Pengalaman yang didapatkan dari proses belajar di masa kecil akan terus mengiringi pola tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan keluarga dan orang lain. Pernyataan Mead di atas berlaku pada masyarakat Jawa di Desa Sidakaton. Masyarakat di desa tersebut mempunyai kebiasaan berinteraksi dalam mengerjakan tugas sehari-hari. Setiap anggota keluarga mempunyai peranan yang disesuaikan dengan pola pembagian kerja yang seimbang serta saling membantu agar dapat mengerjakan pekerjaan yang lain selain bertani. Pola sosialisasi dilakukan oleh generasi yang lebih tua dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki kepada generasi selanjutnya. Nilai-nilai tersebut ditanamkan sesuai dengan tingkat dan pola pemahamannya mengenai pembagian kerja dalam mengerjakan aktivitas seharihari. Pembagian kerja secara seksual oleh laki-laki dan perempuan telah menjadi kesepakatan masyarakat awam atas tubuh perempuan dan tubuh laki-laki, sehingga akan muncul nilai-nilai dan norma yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan, baik dalam keluarga dan lembaga masyarakat. Pada umumnya anak laki-laki berorientasi pada jenis pekerjaan yang biasa dilakukan setiap hari sedangkan anak perempuan lebih banyak berorientasi kepada ibunya. 65 Pembagian kerja dalam rumahtangga petani memiliki beragam hubungan dalam tabulasi silang dengan relasi gender. Hasil tabulasi silang antara relasi gender dengan pembagian kerja disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011 Pembagian Kerja Relasi Gender Produktif R Adil Kurang Adil Tidak Adil S Reproduktif Sosial T R S T R S T R 40 0 42.9 22.2 36.4 50.0 30.0 0 42.9 S 40 75.0 42.9 50.0 54.4 33.3 65.0 75.0 57.1 T 20 25.0 14.3 27.8 9.1 16.7 5.0 25.0 0 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 R 35.0 12.5 42.9 27.8 36.4 37.3 22.2 18.2 50.0 S 65.0 50.0 28.6 55.6 45.5 66.7 72.2 72.7 33.3 T 0 37.5 28.0 16.7 18.2 0 5.6 9.1 16.7 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 R 40.0 0 14.3 33.3 18.2 16.7 56.0 37.5 0 S 35.0 37.5 71.4 33.3 54.5 50.0 24.0 25.0 0 T 25.0 62.5 14.3 33.4 27.3 33.3 20.0 37.5 100 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan : R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi Berdasarkan tabulasi silang dapat dilihat bahwa relasi gender adil tertinggi ketika kegiatan produksi berada pada kategori sedang, sedangkan pada saat kegiatan produksi rendah , persentase responden yang dihasilkan relasi gender adil berada pada kategori sedang sebesar 65 persen. Pada saat kegiatan produksi tinggi persentase responden yang dihasilkan relasi gender tidak adil berada kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian responden mengatakan bahwa dalam kegiatan produktif (usahatani bawang merah) mengatakan adil, sebagian lagi kurang adil dan bahkan persentase terbesar saat 66 kegiatan produktif tinggi menghasilkan persentase responden tidak adil sebesar 71,4 persen. Hal ini dikarenakan oleh budaya patriarkhi yang memposisikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi perempuan. Dengan demikian, posisi perempuan hanya dianggap sebagai pembantu atau perawat yang melakukan pekerjaan sebatas melayani kepentingan laki-laki. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang melakukan kegiatan reproduktif yang tinggi dengan relasi gender adil yang rendah sebesar 50 persen. Hal ini menunjukkan responden yang menganggap kegiatan reproduktif dalam rumahtangga petanin bawang merah memiliki relasi adil hanya setengahnya.. Sedangkan ketika responden menganggap kegiatan reproduktif tinggi dan relasi gender yang mengatakan adil juga tinggi memiliki persentase sebesar 16.7 persen, artinya kegiatan reproduktif tidak membuat relasi gender adil menjadi tinggi pada rumahtangga petani. Responden yang memiliki kegiatan reproduktif yang tinggi, menghasilkan pernyataan akan relasi gender kurang adil pada rumahtangga petani bawang merah tergolong pada kategori sedang yaitu sebesar 66.7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan reproduktif rumahtangga petani tidak terlalu berhubungan dengan relasi gender. Sedangkan kegiatan reproduktif yang tinggi tidak membuat relasi gender tidak adil juga tinggi seperti terlihat pada tabel. Sebagian besar responden yang menganggap kegiatan reproduktif tinggi, menghasilkan pernyataan responden pada relasi gender kurang adil sedang yaitu sebanyak 50 persen. Hal ini dikarenakan kegiatan reproduktif rumahtangga petani bawang merah tidak terlalu memperhatikan relasi gender dalam kegiatan reproduktif. Dilihat dari persentase atas tanggapan responden mengenai pernyataan yang diajukan dan wawancara mendalam dalam studi kasus yang dilakukan terhadap responden dan informan terdapat pernyataan-pernyataan yang sangat jelas bahwa diantara laki-laki dan perempuan mempunyai tugas utama masingmasing. Tampak jelas bahwa tugas utama yang digarisbawahi adalah tugas perempuan sebagai pengatur rumahtangga dan mengurus anak. Meskipun demikian, satu hal yang amat menonjol dari jawaban-jawaban responden adalah bahwa mereka tetap diperbolehkan oleh suaminya untuk bekerja. Hal ini disebabkan sifat pekerjaan yang ditekuni dapat disesuaikan dengan kondisi 67 kesibukan dalam rumahtangga. Sementara itu, secara eksplisit tidak disebutkan bahwa laki-laki juga bertanggung jawab untuk mengurus rumahtangga dan merawat anak. Menurut masyarakat Desa sidakaton, nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender istri dalam rumahtangga cenderung ketat jika dibandingkan dengan nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender suami. Responden suami boleh menjalankan perannya dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Berbeda dengan responden istri yang perannya dominan di sektor domestik, terutama pada rumahtangga yang memiliki pendapatan rendah, istri harus membantu suami mencari nafkah dengan ikut bekerja di lahan usahatani bawang merah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Responden istri memiliki beban kerja yang terlalu berat. Beban kerja istri pada kegiatan produktif dan reproduktif menghambat perannya untuk ikut dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga mereka merasa bahwa relasi gender dalam rumahtangga kurang adil. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh ibu ZNB (60 tahun): “…ya nok gimana mau ikut kegiatan masyarakat wong kerjaan di rumah banyak, belum lagi kerjaan di sawah udah cape duluan,,,” Pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam sektor domestik dan publik akan melahirkan beban kerja ganda bagi kaum perempuan. Akan tetapi, beban tersebut dianggap sebagai peran pembantu dalam pekerjaan laki-laki, bukan sebagai perempuan yang mampu bekerja terlepas dari segala mitos tubuh dan isu gender yang bias. Tabel 14 memaparkan beberapa pernyataan yang merupakan gambaran dari ketat atau tidaknya nilai-nilai gender dalam rumahtangga menurut masyarakat Desa Sidakaton. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari 15 item pernyataan mengenai relasi gender dapat dilihat bahwa sebagian responden di Desa Sidakaton memiliki pandangan positif terhadap pernyataan ketat atau tidaknya nilai-nilai peran gender akan tetapi ada juga yang masih memandang nilai-nilai tersebut negatif. 68 Tabel 14. Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi Gender, Desa Sidakaton, 2011 Responden Suami Istri No Relasi Gender Jumlah S TS S TS 1. Suami dan istri memiliki kedudukan yang 24 21 17 28 90 sama dalam keluarga 2. Istri boleh menjadi penanggung jawab 38 7 45 0 90 dalam keluarga jika suami tidak ada 3. Perempuan boleh menikmati pendidikan 35 10 42 3 90 setinggi mungkin seperti yang diimgimkan 4. Perempuan boleh sering meninggalkan 6 39 0 45 90 rumah 5. Perempuan boleh pulang malam 9 36 9 36 90 6. Perempuan atau istri boleh menafkahi 38 7 45 0 90 keluarga 7. Perempuan boleh bekerja diluar rumah 23 22 39 6 90 8. Perempuan boleh melakukan pekerjaan 0 45 0 45 90 berat seperti: mencangkul, mengolah lahan, dan mengairi lahan usahatani. 9. Laki-laki juga dapat melakukan pekerjaan 41 4 45 0 90 yang ringan seperti: menyemai, menanam, serta menyiangi 10. Istri harus mendapat izin dari suami untuk 30 15 42 3 90 melakukan kredit usahatani 11. Suami dan istri mremiliki tanggungjawab 25 20 41 4 90 yang sama terhadap usahatani yang dimiliki 12. Melakukan pekerjaan rumah seperti: 17 28 37 8 90 memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah tidak hanya dilakukan oleh istri tapi juga suami 13. Istri boleh terlibat aktif dalam kegiatan 30 15 42 3 90 berorganisasi 14. Istri boleh memimpin rapat dalam 12 33 14 31 90 pertemuan-pertemuan kemasyarakatan 15 Istri tidak perlu mendapatkan izin dari 0 45 0 45 90 suami untuk mengikuti kegiatan diluar rumah Keterangan: S: Setuju; TS: Tidak Setuju Pembagian kerja gender menurut Budiman (1985) adalah pola pembagian kerja antara pasangan suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh sikap saling memahami dan saling mengerti. Pembagian kerja tersebut diciptakan oleh pasangan dalam keluarga pada sektor publik dan sektor domestik. Pembagian kerja tersebut tidak dilakukan berdasarkan konsep tubuh laki-laki dan tubuh perempuan, melainkan atas kerjasama yang harmonis dalam membangun 69 keluarga. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja menurut jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan membentuk kepribadian seseorang. Relasi gender dalam pembagian kerja pada rumahtangga untuk penelitian ini didekati dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan yang mencakup kegiatan produktif, kegiatan reprodukstif, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kegiatan produktif atau nafkah yaitu kegiatan yang dilakukan langsung atau tidak langsung yang menghasilkan pendapatan berupa uang. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan rumahtangga serta mendukung kegiatan produkstif. Sementara kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan kegiatan dimana terdapat saling interaksi sesama manusia yang bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dalam suatu masyarakat. 7.2. Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah) Kegiatan produktif responden petani bawang merah adalah kegiatan dalam usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang dimanfaatkan adalah umbinya yang berlapis-lapis yang sebenarnya merupakan pangkal daun yang bagian atasnya berbentuk silinder dan dari pangkal daun sampai bagian yang ada akarnya berubah bentuk dan membengkak menjadi umbi yang berlapis-lapis. Tahapan kegiatan dalam menanam bawang merah diantaranya yaitu; tahapan pra panen, tahapan panen serta tahapan pasca panen. Tahapan pra panen terdiri dari: pengolahan lahan, pembuatan bedengan, penyediaan bibit, penanaman bibit, pemberian pupuk pertama, pengairan, penjarangan, penyiangan (membersihkan lahan sawah dari gulma), pemberian pupuk kedua dan seterusnya sampai empat kali serta pengontrolan hama. Sedangkan tahapan pasca panen terdiri dari; pengangkutan, sortasi (memilih hasil panen yang layak untuk dijual), pembersihan, pengemasan,memuat hasil panen ke dalam truk dan pemasaran. 70 7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang merah Seperti halnya yang sudah dijelaskan di atas bahwa proses usahatani atau budidaya tanaman bawang merah memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu tahapan pra panen yang terdiri dari: Pengolahan Lahan Bertujuan untuk menciptakan tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi gembur sehingga tanah seperti ini akan dapat menunjang pertumbuhan akar dengan baik sedini mungkin. Disamping itu pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk dapat menciptakan iklim makro dari tanah yang dimaksudkan untuk membasmi sisa-sisa gulma. Setelah struktur tanah yang gembur dapat diciptakan, pekerjaan selanjutnya yaitu membuat bedengan-bedengan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran bedengan yang pas adalah lebarnya 80 - 100 cm dengan ketinggian bedeng 30 - 50 cm; panjang bedengan disesuaikan dengan ukuran lahan setempat. Sedangkan jarak antara satu bedengan dengan bedengan lainnya (lebar parit) adalah 30 - 40 cm. Arah memanjang bedengan tegak lurus dari arah/alur irigasi pokoknya. Penyediaan Bibit , Bibit merupakan awal dari keberhasilan atau kegagalan. Oleh karena itu bibit haruslah bibit yang sehat yang telah melewati masa dorman selama 3 - 4 bulan, dan akar telah mulai keluar. Umbi masih terasa padat, utuh dan tidak cacat. Sehari sebelum tanam, dilakukan pemotongan sepertiga dari pucuknya dengan maksud untuk mempercepat pertumbuhan umbi dan tumbuhnya tunas dan umbi. Hal ini sesuai dengan apa yang dituturkan oleh Bapak HJK (50 tahun); “…pemilihan bibit itu harus yang bagus agar mendapat hasil yang bagus juga. Biasa bawang yang akan dijadikan bibit yaitu bawang kawak (bawang lama) dan biasanya bibit yang digunakan untuk 1 hektar sawah sebanyak 16 kwintal…” Dasar pemilihan bibit yang baik lainnya adalah sebagai berikut : Siung bawang merah yang akan dijadikan bibit sudah harus mengalami penyimpanan selama tiga bulan sejak dipanen, diameter siung sebesar 1,5 - 2 cm, keadaan umbi/siung harus merupakan bawang merah yang utuh bulat, padat, keras dan mengkilat dengan kadar air sebesar 80 persen, di panen dari tanaman yang telah 71 berumur dari 60- 70 hari, setiap siung yang ditanam akan mampu menghasilkan hasil panen 4 - 6 siung anakan serta untuk luas tanam satu ha memerlukan bibit berkisar antara 15-16 Kwintal. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Hj.CS (65 tahun); ”...bibit yang baik atau bibit unggul memiliki harga yang cukup tinggi. Harga bibit unggul sebesar Rp.2.000.000,00 per kwintal, untuk satu hektar tanah yang akan dikelola dibutuhkan 15 kwintal jadi harga bibit unggul yang akan digunakan untuk budidaya bawang merah sebesar Rp. 3.000.000, 00...” Kegiatan sebelum penanaman Bibit, diatas bedengan dibuat alur tanam untuk tanah yang relatif subur dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan kedalaman tanam 2 - 3 cm. Pemupukan Awal dilakukan bilamana pupuk kandang mudah didapat maka setiap hektar lahan memerlukan sebanyak 15 - 20 ton pupuk kandang yang harus dicampur merata dengan tanah sewaktu pekerjaan mempersiapkan bedengan. Pemupukan dilakukan sebanyak empat kali dalam satu kali tanam. Komposisi Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kujang satu kwintal, NPK 1 kwintal, dan TS 0.5 kwintal untuk lahan satu hektar. Kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan pemeliharaan seperti pengairan, pengontrolan hama, penyiangan, penjarangan. Tahapan terakhir yaitu tahapan pasca panen. Untuk mempertahankan kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain penurunan kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik dan nilai gizi , warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting untuk menghindari kerusakan dan penurunan kualitas meliputi pembersihan, pengeringan, sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan pengolahan, seperti yang dikemukakan salah satu informan yaitu bapak LLM (50 tahun); “…setelah 60 -70 hari maka bawang siap dipanen dan setelah bawang dipanen sebelum dijual bawang harus dijemur selama 10 hari dan setelah itu dilakukan pembersihan (mbutik). Mbutik untuk dua kwintal bawang merah biasanya dikerjakan oleh 1 orang buruh tani..” 72 7.2.2. Pembagian kerja dalam Kegiatan Produktif Kegiatan Produktif merupakan kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, berdagang, dan lain-lain. Kegiatan produktif dalam penelitian ini yaitu kegiatan usahatani bawang merah. Peran dalam kegiatan ini dilihat melalui pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah. mulai dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran). Pembagian kerja produktif responden petani bawang merah dibedakan dalam tiga jenis kegiatan yaitu kegiatan produktif di lahan usahatani yang hanya dilakukan suami, kegiatan tang dilakukan bersama (suami dan istri) serta kegiatan yang hanya dilakuakan oleh istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian kerja untuk kerja produktif di keluarga responden lebih banyak dilakukan lakilaki, perempuan yang bekerja hanya untuk menambah pendapatan keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada tahapan kegiatan dalam usahatani bawang merah yang sifatnya merupakan pekerjaan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan laki-laki (suami). Sebaliknya, pada tahapan kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku kegiatannya dominan perempuan (istri). Munculnya anggapan bahwa perempuan melakukan pekerjaan ringan dalam tahapan kegiatan usahatani disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) bentuk fisik laki-laki dan fisik perempuan, dimana fisik perempuan dikatakan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja; (2) perempuan adalah makhluk yang berperasaan halus, lemah-lembut, suka merapikan, dan melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelabelan (stereotipi) yang dibentuk oleh masyarakat terhadap perempuan dalam kegiatan usahatani.bawang merah. Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan produktif. 73 Tabel 15. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Produktif NO KEGIATAN USAHATANI BAWANG MERAH SUAMI+ISTRI S n I persen TOTAL (persen) B n persen n persen 1 Pengolahan lahan 90 100 0 0 0 0 100 2 Pembuatan Bedengan 90 100 0 0 0 0 100 3 Mencangkul 90 100 0 0 0 0 100 4 Penanaman bibit 14 15,6 50 55,6 26 28, 9 100 5 Pemberian pupuk I 68 75, 6 4 4,4 18 20,0 100 6 Pengairan (nyiram) 60 66, 7 4 4, 4 26 28, 9 100 7 Penjarangan 30 33,3 12 13, 3 48 53, 3 100 8 Penyiangan 2 2,22 54 60 34 37,8 100 9 Pemberian pupuk II 72 80 0 0 18 20 100 10 Pengontrolan hama 56 62, 2 6 6,7 28 31, 1 100 11 Panen 8 8, 9 32 35, 6 50 55,6 100 12 Pengangkutan 82 91,1 0 0 8 8,9 100 13 Sortasi 56 62,2 6 6, 7 28 31, 1 100 14 Pembersihan 10 11,1 32 35,6 48 53, 3 100 15 Pengemasan 12 13, 3 32 35,6 46 51, 1 100 16 Memuat hasil panen ke dalam alat angkut 89 97, 8 0 0 1 2, 2 100 17 Pemasaran 48 53,3 0 0 42 46, 7 100 18 Membeli benih 64 71,1 0 0 26 28, 9 100 Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama Berdasarkan Tabel 15, terlihat beberapa pola umum pembagian kerja dalam kegiatan usahatani bawang merah di Desa Sidakaton. Kegiatan produktif yang dominan dilakukan oleh suami atau laki-laki diantaranya Pengolahan lahan, pembuatan guludan, mencangkul, memupuk, pengairan, pengangkutan, membeli benih dal lain-lain. Keadaan di Desa Sidakaton sejalan dengan hasil penelitian di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar (Pratiwi, 2007) yang menunjukan bahwa tahapan kegiatan usahatani yang sifatnya merupakan pekerjaan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan suami. Sebaliknya, 74 tahapan kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku kegiatannya dominan istri. Pembelian benih dan pupuk dominan dilakukan oleh suami karena suamilah yang tergabung dalam kelompok tani. Sementara istri hanya membantu dalam proses pembibitan dan pemupukan. Kegiatan produktif yang dominan dilakukan oleh istri atau perempuan antara lain menanam benih (tandur), menyiram, menyiangi hama (matun), pembersihan (mbutik), pemilihan benih (mrotol). Kegiatan produktif yang dilakukan secara bersama adalah memanen (ngunduh). Pengemasan, dan lain-lain. Pembagian kerja tersebut dipengaruhi oleh steterotipi yang berkembang dalam masyarakat yaitu; perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan berat karena pekerjaan berat di sawah seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak WS (60 tahun) berikut ini; “..mencangkul yang ngerjain ya laki-laki. kan pekerjaan berat terus butuh tenaga yang kuat kasihan kalo yang ngerjain perempuan. Perempuan mah kerja yang ringan-ringan aja seperti; mrotol, nandur, panen, nyiangi, karo mbutik..” 7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Usahatani Bawang Merah Curahan waktu antara responden laki-laki dan responden perempuan dalam kegiatan usahatani berbeda. Curahan waktu yang diukur yaitu curahan waktu responden petani dalam mengelola sawah pertanian Pada Gambar 6 disajikan curahan waktu kerja produktif responden suami dan responden istri. Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa curahan waktu responden suami dalam kegiatan usahatani bawang merah dominan pada tahap pra panen atau kerja pemeliharaan. Namun jam kerja suami lebih banyak daripada istri yaitu 149 jam dari total waktu kerja dalam satu kali musim tanam. Sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan pasca panen yaitu enam jam. 75 Gambar 6. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011 (dalam jam) Berbeda dengan responden istri, responden suami tidak melalukan kegiatan panen. Curahan waktu istri dalam kegiatan usahatani bawang merah juga dominan pada tahapan pra panen yaitu menghabiskan waktu 86 jam untuk satu kali musim tananm dari total kerja produktif. Sisanya, delapan jam digunakan untuk panen, delapan jam lagi digunakan untuk sortasi dan pembersihan (mbutik). Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki keterlibatan dalam pekerjaan produktif dalam hal usahatani bawang merah. Perbedaannya pada jenis pekerjaannya serta jumlah jam kerja laki-laki yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah jam kerja perempuan. Pada tahap pasca panen jumlah jam kerja istri lebih banyak daripada jumlah jam kerja suami. Jika dilihat terjadi pola keseimbangan antara kerja domestik dengan kerja produktif hal ini disebabkan perempuan atau para istri ikut serta dalam kegiatan mencari nafkah (kegiatan produktif). Selain itu faktor budaya masyarakat petani bawang merah dalam mendukung terjadinya keseimbangan pembagian kerja dalam keluarga petani tersebut. Faktor tersebut menumbuhkan kesadaran gender pada keluarga petani untuk menerapkan praktik pembagian kerja yang seimbang, baik di dalam maupun di luar rumah. Pembagian kerja tersebut juga melahirkan nilai-nilai dan sikap yang menghargai dan memposisikan istri (perempuan) tanpa menimbulkan ketimpangan gender pada keluarga petani ltersebut 76 Upah satu hari kerja dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB untuk buruh perempuan adalah sebesar Rp.25.000,00, sedangkan untuk buruh tani lakilaki sebesar Rp.35.000,00 akan tetapi biasanya buruh tani laki-laki mendapat upahnya bagi hasil dengan pemilik lahan. Dengan bagi hasil 1/8 yaitu satu untuk pekerja dan tujuh untuk pemilik modal. Misalkan saja mendapat uang sebesar Rp.16.000.000,00 , Rp.2.000.000,00 untuk buruh tani laki-laki dan sisanya untuk pemilik modal. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak SN(45 tahun); “…upah untuk buruh laki-laki dalam satu hari kerja sebesar Rp.30.000,00-Rp.35.000,00 dan perempuan sebesar Rp.25.000,00-Rp.30.000,00. Biasanya buruh laki-laki mendapat bagi hasil dari pemilik modal sebesar 1/8. 1 untuk buruh tani dan 7 untuk pemilik lahan dan modal. Sementara untuk upah pembersihan berbeda lagi itu sudah jadi tanggung jawab pembeli. Saya mah hanya upah panen mbak kalo masalah mbutik ya yang bayar upah pembeli..” Lebih besarnya upah buruh tani laki-laki daripada buruh tani perempuan disebabkan karena jenis pekerjaan laki-laki dalam pengelolaan usahatani bawang merah lebih berat daripada pekerjaan perempuan. Dengan demikian, tampaknya masih terdapat ketidakadilan gender dalam hal perbedaan upah antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mugniesyah dan Fadhilah dalam Meylasari (2010) bahwa pekerjaan di sektor pertanian, sebagaimana sektor informal lainya belum dilindungi oleh UndangUndang Ketenagakerjaan No. 25 tahun 1997, padahal Indonesia memiliki Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, khususnya Pasal 11 tentang hak perempuan dan laki-laki untuk menerima upah yang sama. 7.3. Kegiatan Reproduktif Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh responden petani bawang merah meliputi: memasak, mencuci pakaian, mengasuh anak, membersihkan halaman, membersihkan rumah, berbelanja ke pasar, 77 mendampingi anak belajar, mengantar anak sekolah, menyetrika pakaian, mencuci piring, memperbaiki rumah jika ada yang rusak, memperbaiki peralatan listrik, pengelolaan keuangan, menyapu dan mengepel. Kegiatan ini diukur melalui curahan waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan satuan jam perhari. Pada tabel berikutnya akan dilihat bagaimana pembagian kerja reproduktif dan curahan waktu antara responden suami dan responden istri. 7.3.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Reproduktif Pembagian kerja dalam rumahtangga dapat dilihat dari profil kegiatan lakilaki dan perempuan. Berdasarkan konsep peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga dapat dibedakan adanya lingkup kerja reproduktif. Pembagian kerja dalam keluarga untuk kerja reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak serta pekerjaan rumah tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah tangga. Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan reproduktif 78 Tabel 16. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Reproduktif. NO JENIS KEGIATAN SUAMI+ISTRI REPRODUKTIF S n 1 Memasak 2 Mencuci pakaian 3 Mengasuh anak 4 I persen n TOTAL (persen) B persen n persen 0 0 88,0 97,8 2,0 2,2 100 16,0 17, 8 54,0 60,0 20,0 22,2 100 0 0 46,0 51,1 44,0 48,9 100 Membersihkan halaman 22,0 24, 4 41,0 45,6 27,0 30,0 100 5 Membersihkan rumah 22,0 24, 4 41,0 45,6 27,0 30,0 100 6 Berbelanja ke pasar 0 0 90,0 100,0 0 0 100 7 Mendampingi anak belajar 0 0 45,0 50,0 45,0 50,0 100 8 Mengantar anak sekolah 41,0 45,6 49,0 54,4 0 0 100 9 Menyetrika pakaian 0 0 90,0 100,0 0 0 100 10 Mencuci piring 6,0 6,7 71,0 78,9 13,0 14,4 100 11 Memperbaiki rumah jika rusak 53,0 58,9 14,0 15,6 23,0 43,4 100 12 Memperbaiki peralatan listrik 78,0 86,7 6,0 6,7 6,0 6,7 100 13 Pengelolaan keuangan 33,0 36,7 57,0 63,3 0 0 100 14 Menyapu 2,0 2, 2 39,0 43,3 49,0 54,4 100 15 Mengepel 23,0 25,6 44,0 48,9 23,0 25,6 100 Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat sebanyak 13 dari 15 kegiatan reproduktif yang diamati dalam penelitian ini dominan dikerjakan oleh istri atau perempuan. Kegiatan reproduktif yang dominan dilakukan oleh suami atau lakilaki yaitu memperbaiki rumah dan peralatan listrik jika terjadi kerusakan. Walaupun suami ikut membantu, akan tetapi istri lebih dominan dalam mengasuh anak. Proses pengasuhan ini mencakup bidang pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pendidikan. Dalam pengasuhan, para suami tidak cukup sabar dalam mengasuh dan mendidik anak. 79 7.3.2. Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan Reproduktif Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya dimana perempuan dominan bekerja pada sektor domestic, maka laki-laki dominan pada sektor publik. Pada rumahtangga petani bawang merah yang diteliti, total curahan waktu yang digunakan responden istri untuk melakukan pekerjaan reprpduktif lebih banyak daripada total curahan waktu responden suami. Responden suami mencurahkan 8,63 jam dari 24 jam waktu yang dimilikinya untuk melaukan kegiatan reproduktif. Sedangkan istri mencurahkan 16 jam dari 24 jam waktu yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan reproduktif. Rata-rata curhan waktu kerja reproduktif responden dalam rumahtangga petani bawang merah tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 .Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam), Desa Sidakaton, 2011 Responden Suami Responden Istri Jenis pekerjaan Jam jam Memasak 0,10 1,48 Mencuci pakaian 0,30 0,97 Mengasuh anak 1,50 2,98 Membersihkan halaman 0,98 1,00 Membersihkan rumah 0,60 1,50 Berbelanja ke pasar 1,00 2,34 Mendampingi anak belajar 1,50 1,98 Mengantar anak sekolah 0,55 0,55 Menyetrika pakaian 0,50 1,00 Mencuci piring 0,30 0,40 Memperbaiki rumah jika rusak 0,40 0,20 Memperbaiki peralatan listrik 0,50 0 Pengelolaan keuangan 0,20 1,00 Menyapu 0,10 0,30 Mengepel 0,10 0,30 Total 8,63 16 80 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa memang benar jika dikatakan sektor domestik didominasi oleh perempuan akan tetapi tidak berarti laki-laki tidak berperan dalam sektor domestik 7.4. Kegiatan Sosial Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat setempat. Kegiatan kemasyarakatan di Desa Sidakaton terbagi menjadi dua bagian yaitu; kegiatan kelembagaan informal dan kegiatan kelembagaan formal. Keikutsertaan responden responden petani bawang merah dalam kegiatan kemasyarakatan dilihat berdasarkan pendapat responden suami dan responden istri. 7.4.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Kegiatan sosial kemasyarakatan lebih sering dilakukan secara bersamaan. Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh baik suami maupun istri yaitu arisan, pengajian, takziah (melayat), menjenguk orang sakit, membantu dan menghadiri acara hajatan dan kerja bakti. Kegiatan yang sering diikuti oleh responden laki-laki diantaranya yaitu rapat RT, siskamling, kelompok tani. Sedangkan kegiatan sosial yang khusus diikuti oleh responden perempuan yaitu posyandu, kegiatan PKK akan tetapi kegiatan ini jarang sekali dilaksanakan. Responden suami dan responden istri sepakat bahwa dalam kelembagaan formal didominasi oleh peran suami dalam bidang kegiiatn politik seperti rapat RT, Kelompok Usaha Tani. Sedangkan istri seperti kegiatan posyandu, KB, dan PKK. Kegiatan PKK di desa ini tidak terlalu berjalan dikarenakan ibu-ibu atau para istri yang kurang aktif dalam kegiatan tersebut. Pada kelembagaan informal, kegiatan yang dominasi dilakukan oleh istri adalah pengajian. Pengajian diadakan secara rutin setiap satu minggu sekali, Pengajian diadakan di masjid masjid dengan jamaah laki-laki maupun perempuan terkadang ada juga pengajian khusus laki-laki dan pengajian khusus perempuan. Selain kegiatan pengajian acara kumpul bersama dengan warga-warga lain yaitu 81 pada saat ada warga yang meninggal dunia dan setiap malam selama tujuh hari diadakan pengajian di rumah keluarga orang yang meninggal dunia. Jika ada tetangga yang sedang mengadakan acara hajatan atau selamatan maka penduduk akan turut membantu penyelenggaraan acara tersebut. Para suami dapat membantu dalam persiapan peralatan dan perlengkapan acara, sedangkan para istri dapat membantu dalam persiapan konsumsi. Bantuan (snoman) tersebut biasanya dilakukan sejak tiga hari menjelang penyelenggaraan acara. Sementara itu, kerja bakti yang bersifat tidak rutin diadakan menurut kepentingan tertentu. Misalnya pada saat ada pengajian akbar, ada pembangunan jalan, jumat bersih. Biasanya kerja bakti dilakukan pada masing-masing RT tergantung dari kesepakan RT tersebut. Keikutsertaan responden petani bawang merah dalam kegiatan kemasyarakatan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011 No Jenis Kegiatan 1. 2. 3. 4. 5. KB Posyandu Pemilu Rapat RT PKK/Dasawisma 6. 7. Kelompok tani KUT 8. 9. Pengajian Arisan 10. 11. Responden Suami (persen) Suami Istri Bersama 23,0 65,4 11,5 0 100,0 0 0 0 100,0 100,0 0 0 0 100,0 0 Responden Istri (persen) Suami Istri Bersama 23,1 65,4 11,5 0 100,0 0 0 0 100,0 83,3 0 16,7 0 100,0 0 100,0 100,0 0 0 0 0 80,0 83,3 10,0 10,0 10,0 6,67 10,0 0 83,3 0 6,7 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 Gotong-royong Selamatan/hajatan 0 0 0 0 100,0 100,0 0 0 0 0 100,0 100,0 12. 13. Kematian/dukacita Siskamling 0 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 0 14. Menjenguk orang sakit Membantu di hajatan 0 0 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 15. 82 7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan Kemasyarakatan Kegiatan kemasyarakatan pada responden petani bawang merah lebih dilakukan oleh suami, begitu juga dengan curahan waktunya. Curahan waktu dalam kegiatan kemasyarakatan diukur dalam waktu satu bulan (24 jam x 30 hari). Berikut disajikan hasil rata-rata curahan waktu responden petani bawang merah dalam kegiatan kemasyarakatan. Tabel 19. Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011 Responden Suami Responden Istri No Jenis Kegiatan Jam jam 1. KB 0 1,00 2. Posyandu 0 1,60 3. Pemilu 0 0 4. Rapat RT 2,27 1,86 5. PKK/Dasawisma 0 1,50 6. Kelompok tani 2,33 2,00 7. KUT 1,86 0 8. Pengajian 2,12 2,29 9. Arisan 2,03 1,89 10. Gotong-royong 3,17 1,46 11. Selamatan/hajatan 2,87 2,85 12. Kematian/dukacita 2,89 2,00 13. Siskamling 6,39 0 14. Menjenguk orang sakit 1,74 1,87 15. Membantu di hajatan 2,98 3,00 Total 30,65 23,32 Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata curahan waktu untuk kegiatan sosial yang dilakukan oleh responden suami lebih banyak daripada responden istri. Responden suami mencurahkan waktu 30,65 jam dari total waktu selama satu bulan. Sedangkan istri hanya mencurahkan waktu sebanyak 23,32 jam dari total waktu selama satu bulan . 83 7. 5. Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG dalam Rumahtangga Petani Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja (reproduktif , produktif dan sosial) dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam rumahtangga petani dilihat dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan tersebut tersaji pada Tabel 18 di bawah ini. Hasil pengujian hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja dengan konsep KKG tidak memiliki hubungan yang nyata baik untuk akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat. Dengan demikian hipotesis keduayang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja dengan konsep KKG dalam rumah tangga petani yang ditinjau dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat” ditolak. Tabel 20 . Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga Petani Pembagian kerja Akses Kontrol Kontrol Kontrol Pembentukan Kegiatan Kegiatan Utbm Masyarakat Keluarga Partisip asi Manfaat Reproduktif .190 -.188 -.162 .204 -.177 -0.037 Produktif -.029 .043 -.051 .136 -.061 -0.153 Kegiatan Sosial .036 -.194 .025 .212 -.090 0.026 Reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak serta pekerjaan rumah tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari pembagian kerja lakilaki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) untuk persepsi akses, partisipasi, kontrol dan mafaat. Dengan demikian relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif tidak berhubungan nyata dengan konsep KKG yang di tinjau dari akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. 84 Responden penelitian ini adalah Rumahtangga petani yang melakukan kegiatan produktif seluruhnya yaitu menanam bawang merah. Hasil pengujian hubungan antara produktif dengan diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata. Hal ini dikarenakan seluruh responden bekerja dalam bidang produktif. BAB VIII KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH 8.1. Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Pengertian keadilan gender (gender equity) menurut ILO (Mugniesyah, 2007) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat. Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku. Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. 8.1.1. Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor produksi adalah akses terhadap faktor produksi modal dan tenaga kerja. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor produksi dapat dilihat pada Tabel 19. 86 Tabel 21. Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011 No Faktor produksi Responden suami (persen) Responden istri(persen) Suami Istri Suami Istri 1. Lahan pertanian 100,00 93,33 96,67 93,33 2. Lahan pekarangan 76,67 93,33 66,67 96,67 3. Saluran perairan 96,67 40,00 100,00 76,67 4. Alat-alat pertanian 93,33 40,00 96,67 76,67 5. Pupuk 96,67 0 100,00 0 6. Bibit, plestisida 93,33 86,67 93,33 76,67 7. Kredit 30,00 3,33 30,00 10,00 8. Penyuluhan 96,67 36,67 96,67 43,33 9. Tenaga kerja 40,00 60,00 60,00 60,00 10. Rumah tempat tinggal 100,00 100,00 100,00 100,00 Responden suami dan responden istri sepakat bahwa suami maupun istri memiliki akses terhadap faktor produksi usahatani bawang merah. Tabel 18 memperlihatkan bahwa persentase jumlah suami yang menyatakan akses terhadap faktor produksi tersebut lebih tinggi daripada istri. Akses suami pada lahan pertanian, saluran perairan, alat-alat pertanian, dan pupuk lebih tinggi karena memang laki-laki adalah pencari nafkah utama keluarga. Sedangkan istri juga memiliki akses dan bekerja akan tetapi bukan sebagai pencari nafkah utama melaikan hanya membantu menambah penghasilan keluarga. Dalam hal pinjam-meminjam uang (kredit), persentase istri lebih rendah daripada suami hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari pihak istri mengenai ketentuan pengajuan pinjaman dari bank. Berbeda dengan masalah tenaga kerja, persentase jumlah istri yang menyatakan akses terhadap tenaga kerja lebih tinggi daripada suami. Hal ini dikarenakan yang bertugas menyiapkan dan menyediakan makanan serta minuman untuk tenaga kerja adalah perempuan atau istri karena tugas tersebut berkaitan dengan peranan perempuan dalam pekerjaan domestik. 87 8.2. Kontrol (pengambilan keputusan ) dalam Rumahtangga Petani Mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) , setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Menurut Supranto (2005) inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan bernbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga yaitu siapa yang lebih dominan (suami atau istri) dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan atau tidak melalukan suatu kegiatan. Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri (skor 1), istri sendiri (skor 2), bersama (skor 3). Kontrol responden suami dan istri dalam rumahtangga petani bawang merah dilihat melalui pola pengambilan keputusan baik dalam hal pengelolaan usahatani bawang merah (kegiatan produktif) maupun dalam hal kegiatan reproduktif dan kegiatan kemasyarakatan. Menurut Sajogyo (1983) dalam Meiliala (2006) pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang. sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan; 2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan; 3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok. 88 8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah Pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani bawang merah dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami dan istri. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama akan tetapi ada keputusan yang didominasi oleh suami ada juga yang didominasi oleh istri. Namun demikian, ada juga pengambilan kepurusan dalam rumahtangga dimana suami dan istri mengambil keputusan sama besar atau seimbang. Menurut responden suami dan responden istri, pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah didominasi oleh suami. Pengetahuan yang dimiliki oleh suami dalam hal pertanian lebih banyak daripada pengetahuan yang dimiliki oleh istri dikarenakan keterlibatan suami dalam kegiatan kemasyarakatan, khususnya penyuluh pertanian dan kelompok tani. Sehingga suami mendominasi pengambilan keputusan di bidang produktif karena suami dianggap lebih mengetahui tentang proses penanaman bawang merah. Pengetahuan ini terutama dalam hal pembelian peralatan dan perlengkapan produksi, penentuan jenis dan jumlah pupuk, penentuan jarak tanam, penentuan waktu dan penjualan hasil panen. Responden suami dan istri akan berdiskusi terlebih dahulu untuk memutuskan sesuatu yang dianggap baru dalam usahatani yang sedang dikelola mereka tidak semata-mata suami memutuskan atau istri memutuskan, mereka harus tau keunggulan atau kelemahan, manfaat dari apa yang mereka putuskan berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan penyuluhan yang sering diikuti. Pola pengambilan keputusan responden rumahtangga petani bawang merah dalam pengelolaan usahtani terdapat pada Tabel 22. 89 Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden Istri dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Jenis keputusan Jenis bibit yang digunakan Jenis dan jumlah pupuk. Sewa tanah Jarak tanam (pola tanam) Jenis dan penggunaan plestisida Penentuan cabang usahatani Pembelian saprotan. Penentuan waktu dan penjualan hasil panen. Penentuan tempat menjual hasil panen Penentuan cara menjual hasil panen. Harga jual hasil usahatani Alat angkut hasil usahatani Biaya pengembangan Biaya penanaman Biaya hidup petani selama menunggu panen Pengeloaan pendapatan dan modal Penentuan dan pengaturan tenaga kerja usahatani. Ide untuk bekerja Penentuan siapa yang bekerja Penentuan waktu bekerja Responden Suami (persen) Responden Istri (persen) S 100,0 63,3 100,0 100,0 66,7 I 0 33,3 0 0 26,7 B 0 3,3 0 0 6,7 S 100,0 50,0 100,0 83,3 80,0 I 0 40,0 0 0 10,0 B 0 10 0 16,7 10,0 100,0 0 0 80,0 10,0 10,0 100,0 83,3 0 13,3 0 3,3 83,3 83,3 10,0 10,0 6,7 6,7 20,0 20,0 60,0 20,0 3,3 76,6 20,0 3,33 76,6 20,0 6,7 73,3 10,0 0 10,0 0 80,0 100,0 23,3 0 6,7 0 70,0 100,0 23,3 0 0 16,7 0 0 60,0 100,0 100,0 20,0 0 0 6,7 0 0 73,3 100,0 100,0 36,6 13,3 50,0 36,7 30,0 33,3 33,3 20,0 46,7 16,7 50,0 63,3 0 0 0 0 100,0 100,0 0 0 0 0 100,0 100,0 0 0 100,0 0 0 100,0 Pola pengambilan keputusan yang seimbang antara suami dan istri tampak pada pola pngambilan keputusan dalam hal pengaturan biaya hidup petani selama menunggu musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, ide untuk bekerja, penentuan siapa yang bekerja, dan penentuan waktu bekerja. Walaupun istri adalah pemegang keuangan dalam rumahtangga, hal yang berhubungan dengan 90 keuangan harus diketahui oleh suami, sehingga keputusan yang diambil juga harus berdasarkan keputusan bersama. Variabel pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah diukur dengan duapuluh jenis keputusan yang dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor >47). Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 7 berikut: Gambar 7. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen) Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan sebagian besar pola pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah baik responden suami maupun responden istri memiliki pengambilan keputusan sedang yang berarti pola pengambilan keputusannya seimbang walau pada kenyataannya tetap saja suami yang dominan dalam bidang produksi. 91 8.2.2. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga Petani Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga adalah tingkat dominasi responden dalam pengambilan keputusan di bidang yang berhubungan dengan alokasi pemanfaatan pendapatan. Variabel ini diukur dengan tujuh belas jenis keputusan yang dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi (jumlah skor >40). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Gambar 8. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen) Persentase terbesar berada pada kategori sedang baik responden suami (64persen) maupun responden istri (67persen) yang berarti pola pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan seimbang antara suami dan istri walaupun pada kenyataannya pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga didominasi oleh perempuan (istri). Perempuan dianggap dapat mengambil keputusan dengan lebih bijaksana apabila keputusan tersebut berkaitan dengan urusan rumahtangga. Hal ini karena perempuan lebih sering berada di rumah bila dibandingkan dengan laki-laki. 92 Selain itu, keputusan ini juga berhubungan dengan pembagian kerja dalam rumahtangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh perempuan. Pengaturan pengeluaran keuangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga walaupun dilakukan oleh istri akan tetapi dengan pertimbangan dari suami juga. Hal ini dilakukan karena istri menghormati posisi suami sebagai kepala rumahtangga. Dengan demikian, perempuan diharapkan dapat mengalokasikan pendapatan rumahtangga secara tepat. 8.2.3. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga Rumahtangga Petani Pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga adalah tingkat dominasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan sosialisasi dalam keluarga. Variabel ini diukur dengan sepuluh jenis keputusan.keputusan ini meliputi jumlah anak, proses sosialisasi anak, pembagian kerja anak, pendidikan anak. Jenis KB, waktu KB, Cara pengasuhan anak. Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 26), sedang (jumlah skor 26-28), dan tinggi (jumlah skor >28). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 9 berikut Gambar 9. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen) 93 Berdasarkan gambar di atas persentase terbesar untuk responden suami berada pada kategori sedang (44persen) yang berarti bahwa responden suami berpendapat bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga setara atau seimbang antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominasi. Sedangkan persentase terbesar pada responden istri berada pada kategori tinggi (42persen) yang berarti bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga istri memiliki kekuasaan yang tinggi. Hal ini ditandai oleh tiga dari sepuluh jenis keputusan yang ditentukan oleh istri tanpa ada dominasi suami. Keputusan yang ditentukan oleh istri sendiri diantaranya jenis dan waktu mengikuti program KB, pembagian kerja anak, mengatur dan mengajari anak disiplin. Dominasi istri pada pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga berkaitan dengan pembagian kerja dalam ruamhtangga. Jenis keputusan di bidang pembentukan keluarga 60 persen berkenaan dengan pengasuhan anak. Dengan demikian, keputusan yang berhubungan dengan anak diambil oleh perempuan. 8.2.4. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang sosial kemasyarakatan adalah tingkat dominasi responden suami atau istri dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan interaksi sosial antarmanusia di suatu masyarakat. Variabel ini diukur dengan tiga belas jenis keputusan. Keputusan ini meliputi kegiatan selamatan, arisan, pengajian, PKK, kerja bakti, Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 31-33), dan tinggi (jumlah skor >33). Dominasi pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut; 94 Gambar 10 Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen) Sebagian besar (sebelas dari tiga belas jenis) keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan pada rumahtangga petani bawang merah ditentukan secara bersama oleh suami maupun istri. Keputusan yang diambil secara bersama berkaitan dengan acara selamatan, arisan, pengajian, dan kerja bakti. Ada satu jenis keputusan yang diambil oleh suami sendiri, yaitu keikutsertaan suami dalam kegiatan Siskamling. Sedangkan satu jenis keputusan yang diambil oleh istri sendiri yaitu kegiatan PKK. Hal ini karena kegiatan PKK hanya diikuti oleh para istri. Sehingga dari Gambar 10 jika dilihat dari persentase tanggapan responden suami maupun responden istri jumlah terbanyak berada pada kategori sedang hal ini berarti pola pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya pengambilan keputusan pada bidang kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh suami. Dominasi suami pada pengambilan keputusan di bidang ini terkait dengan peran suami yang lebih tinggi di sektor publik dibandingkan dengan peran perempuan. Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang terjalin antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendekatkan atau mempersatukan. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kerjasama 95 menurut Chitambar (1973) dalam buku sosiologi umum meliputi:(i) motivasi atau kepentingan pribadi: misalnya tolong menolong, (ii) kepentingan umum; misalnya gotong-royong atau kerja bakti memperbaiki saluran irigasi atau jalan desa, (iii) motivasi altruistic yaitru semangat pengabdian/ ibadah demi kemanuasian, panggilan atau motivasi tanpa pamrih untuk menolong sesama. Berikut disajikan tingkat kerjasama yang dilakukan responden dengan petani lain atau masyarakat. Gambar 11 . Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen) Berdasarkan Gambar 12, persentase tingkat kerjasama yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada kategori sedang baik responden laki-laki maupun responden perempuan akan tetapi persentase terbesar dimilki oleh responden suami hal ini disebabkan oleh bentuk kerjasama yang dilakukan merupakan bentuk kegiatan kemasyarakatan yang didominasi oleh suami. 8.3. Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah Partisipasi adalah peluang yang sama bagi responden laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Variabel ini diukur dengan dua belas pernyataan mengenai keikutsertaan responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang 96 merah. Partisipasi responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011(dalam persen) Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat persentase terbanyak responden suami berada pada kategori adil (69persen) hal ini berarti partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden suami sudah adil sedangkan menurut responden istri partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah masih kurang adil terlihat dari persentase responden istri berada pada kategori kurang adil (40persen) seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa dalam kegiatan produktif suami lebih dominan daripada istri. 8.4. Manfaat Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari pengelolaan usahatani bawang merah. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan pengeloalaan usahatani bawang merah. Hasil perhitungan seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah sangat baik/sangat adil dan setara. Persepsi responden sangat 97 baik/sangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari kegiatan produktif tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak berbeda antara responden laki-laki dan perempuan. 8.5. Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani Bawang Merah Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup” (Koentjaraningrat, 1969). Dalam kehidupan bermasyarakat, sistem nilai ini berkaitan erat dengan sikap, di mana keduanya menentukan pola-pola tingkah laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika-moral, yang dalam manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat sopan-santun yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur tata-tertib kehidupan bermasyarakat. Adat-istiadat menetapkan bagaimana seharusnya warga masyarakat bertindak secara tertib. Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik, artinya khas berlaku umum dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sejak kecil “individu-individu telah diresapi oleh nilai-nilai budaya masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu telah menjadi berakar dalam mentalitas mereka dan sukar untuk digantikan oleh nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat” (Koentjaraningrat, 1969). Sehubungan dengan itu, di dalam manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotip tertentu, misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang-orang yang santun, bertindak pelan-pelan, lembah manah (low profile), halus tutur katanya dan sebagainya. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Budaya5 diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial, 5 Endriatmo Soetarto dan Ivanovich. 2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23 98 baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga petani bawang merah, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga, kegiatan sosial, maupun sarana sosial lainnya. Orangtua bukanlah satu-satunya pihak yang akan mempengaruhi tumbuhkembang anak,akan tetapi orangtua merupakan significant other bagi anak dan role model bagi seorang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Dengan demikian pada tahap awal,orangtua memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,termasuk dalam pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai budi pekerti pada anak. Karena orangtua merupakan sosok pertama dan utama dalam melindungi,merawat,dan mencurahkan kasih-sayang sebelum anak mengenal orang lain. Sebagian besar masyarakat di Desa Sidakaton melihat kehadiran seorang anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi wanita hamil tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk membentuk jiwa sang calon bayi semenjak ia masih di dalam kandungannya. Upacara ini diadakan dari pukul sembilan sampai pukul sebelas pagi hari. Pada upacara ini sang calon ibu dimandikan oleh orang tuanya,kakek neneknya,dan keluarga yang dituakan lainnya. Air yang digunakan untuk mandi merupakan campuran air dengan beberapa jenis kembang (kembang setaman) yang dipetik dari satu kebun. Dan pada malam harinya diadakan tahlilan (selametan). Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga. Puputan yang ditujukan untuk memohon keselamatan bagi bayi yang dilaksanakan pada saat tali pusat putus dengan mengadakan kenduri,bancakan dan pemberian nama bayi. Malam harinya diadakan barzanzian. Upacara Tedak Sinten merupakan upacara yang diperuntukkan bagi bayi pada saat pertama kali ia diijinkan untuk menginjak bumi atau belajar berjalan dan 99 dilaksanakan pada usia 7 lapan (7 x 35 hari = 245 hari) atau sekitar delapam bulan. Tedah Siten ditujukan untuk memohon keselamatan dan harapan agar bayi cepat berjalan dengan adanya peristiwa turun tanah. Adapun tahapan dalam upacara ini antara lain meliputi:membersihkan kaki,menginjak tanah,berjalan melewati tujuh wadah,tangga tebu wulung,kurungan,memberikan uang dan melepas ayam. Secara keseluruhan upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak. Penerapan nilai budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat petani akan pentingnya anak sebagai investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan perlakuan terhadap jenis kelamin anak memiliki persentase setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan . Norma bekerja masyarakat petani di Desa Sidakaton dipengaruhi oleh ideology patriarkhi dalam kehidupan masyarakat di Desa Sidakaton. Laki-laki memiliki akses dan kontrol lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya produktif maupun sector lainnya. Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif dan pekerjaan itu sudah dianggap sebagai kodrat pekerjaan perempuan. Hasil persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja pada malam hari karena dianggap tidak pantas. Pekerjaan dalam pengelolaan usahatani bawang merah tidak mempekerjakan perempuan pada malam hari semua proses tahapan pengelolaan bawang merah dilakukan pada pagi hingga sore sehingga jarang sekali dan hampir tidak ada perempuan yang bekerja di malam hari. Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda, tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah responden yang mengatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan 100 berbeda dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh,asah dan asih yang dijadikan pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam rangka memenuhi kebutuhan,memberi perlindungan,dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak. Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan majemuk,utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini meliputi pembentukan intelektualitas,kecakapan bahasa,keruntutan logika dan nalar,serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang,empati,memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan mempengaruhi perkembangan afeksi anak,meliputi moral,akhlak,emosi dan perilaku. Pola asuh,asah dan asih orangtua pada masyarakat Desa Sidakaton terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal,seperti latar belakang budaya,status sosial-ekonomi,kondisi geografis, dan pemahaman nilai-nilai. Dengan demikian,masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh,asah dan asih yang berbeda-beda. Orangtua di Desa Sidakaton menerapkan pola asuh,asah dan asih secara turun-temurun dari nenek moyang.. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam tindakan Anak perempuan lebih banyak terlibat dalam tugastugas di lingkungan rumah tangga. Sejak masa kanak-kanak, anak perempuan telah diperkenalkan dengan pekerjaan serta kegiatan lain yang bersifat feminin. Pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian dan ketekunan, seperti menjahit, mengurus rumah, mempersiapkan makanan, ataupun mengasuh anak. Kegiatankegiatan yang dapat mengembangkan ketangkasan dan keberanian, seperti berlari, memanjat pohon, ataupun berkelahi tidak diperbolehkan untuk anak perempuan. Kegiatan kegiatan seperti ini dianggap hanya pantas dilakukan oleh anak laki-laki. 101 Apabila anak perempuan terlihat berada di luar lingkungan rumah, maka orangtua ataupun saudara akan menegurnya dengan kalimat “kamu seperti anak laki-laki”. Dengan teguran tersebut, bagi anak perempuan untuk berada di luar rumah akan terbatasi. Apabila ada kegiatan yang berlangsung di luar rumah seperti belajar mengaji, melihat keramaian, atau upacara-upacara tertentu, maka biasanya mereka akan keluar secara bersama sama dengan wanita lain, tetangga atau teman dan terkadang ditemani saudara-saudaranya. BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: 1. a. Responden rumahtangga petani bawang merah mayoritas berada pada kelompok usia dewasa madya (40-<60) dengan persentase responden istri jumlahnya lebih banyak dibanding suami. Berdasarkan Luas lahan yang digarap rumahtangga petani Desa Sidakaton tergolong petani sempit dan petani menengah sedangkan menurut status kepemilikan lahan hampir 91 persen responden berstatus sebagai pemilik dan penggarap. Tingkat pendidikan bagi perempuan di Desa Sidakaton masih dikategorikan rendah dibandingkan laki-laki . b. Faktor Sosial Ekonomi yang berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender yaitu jenis kelamin dan usia. Perbedaaan jenis kelamin mempengaruhi akses terhadap faktor produksi dimana laki-laki memiliki akses lebih daripada perempuan. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi didominasi oleh suami. Padahal istri juga memilki kontribusi untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok didominasi oleh perempuan karena pembagian kerja dalam rumahtangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh perempuan. c. Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol, maka dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelasanaan peranan suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan usahatani bawang merah) dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender. 2. a. Relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif 103 sekaligus produktif, sehingga Perempuan mengalami beban kerja berlebih sedangkan laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif dan lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi yang berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang dilakukan responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam pembayaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan gender sehingga dapat menyebabkan perempuan semakin termarginalisasi. b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki hubungan dengan KKG. c. Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak Sinten. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam hal tindakan. Penerapan nilai budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. 9.2. Saran Merujuk kepada tujuan penelitian dan hasil penelitian disarankan agar diadakannya pelatihan pengembangan diri baik untuk petani laki-laki maupun perempuan yang terkait dengan usahatani bawang merah. Serta untuk meningkatkan kesadaran gender dalam usahatani bawang merah, Kementrian Pertanian perlu mengadakan penyuluhan pertanian yang responsif gender. Selain itu perlu adanya kajian mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga terhadap kesejahteraan rumahtangga serta pola pengasuhan dan budaya. Hal ini sangat penting dan berguna karena perempuan juga berperan aktif dalam membantu perekonomian keluarga 104 DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 1993. Hasil Sensus Pertanian 1993. Jakarta. Budiman, A. 1985. Pembagian Kerja Seksual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chairnani, Yanita Dwi. 2010. Analisis Gender dalam Pengembangan Agribisnis Paprika (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat ). Skripsi.Bogor: Institut Pertanian Bogor Fauziah, Zahra.2010. Program Pengentasan Kemiskinan. Malang..UMM Press Handayani, Trisakti. dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press. Juliani, Rani. 2010. Persepsi Pekerja Perempuan tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam Pelaksanaan Peraturan (Kasus : Pekerja perempuan PT. Indorama Teknologies, Jalan Raya Subang, Desa Cijaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta:Balai Pustaka. Lembaga Penelitian Undana. 2009. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (bawang merah). Kupang. Universitas Nusa Cendana Kupang. Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan. Meylasari, Ika. 2010. Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Meliala, Annekhe Dahnita Sembiring. 2006. Pembagian Kerja Gender dalam Rumahtangga Petani Pedagang Tanaman Hias (Kasus Sentra Bunga Dukuh Nglurah, Kelurahan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu, Solo , Jawa Tengah). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mosse, Julia Cleves.1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 105 Mugniesyah S S. 2002. Jender dan Perilaku Masyarakat Petani Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. [Laporan Penelitian]. Bogor. Program Studi Wanita Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah S S. 2006. Komunikasi Gender I. Bogor. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. ______, 2007 . Gender , Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prasodjo, Nuraini W et al. 2003. Modul Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Bogor : Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. [ Tidak dipublikasikan]. Pratiwi, Novia. 2007. Analisis Gender pada Rumahtangga Petani Monokultur Sayur ( Kasus Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah ). Skripsi.Bogor: Institut Pertanian Bogor Puspitasari, Anandita. 2006. Analisis Program Pengembangan Masyarakat Berdasar Perspektif Gender (Studi Kasus Mengenai PT Astra Internasional TBK di Kawasan Industri Sunter Dua Jakarta Utara). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Qoriah, Siti Nurul. 2008. Analisis Gender Dalam Program Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Rahayu, E, dan Berlian,N. V. A, 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya, Jakarta, Hlm4 Rukmana, R, 1995. Bawang merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca panen. Kanisius, Jakarta, Hlm 18. Sadawi, Nawal, L. 2001. Perempuan Dalam Budaya Patriarkhi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Sajogyo, Pudjiwati. 1993. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. 106 Soehardjo dan Dahlan. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bahan Kuliah. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama. Tafalas, M. 2010. Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wahyuni & Muljono. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bahan Kuliah. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor 106 LAMPIRAN 107 LAMPIRAN 1 108 Lampiran 2. Hasil Uji Validitas BAGIAN I. A. Relasi Gender, hasil uji validitas: Korelasi antara V1 dengan V2 dengan V3 dengan V4 dengan V5 dengan V6 dengan V7 dengan V8 dengan V9 dengan V10 dengan V11 dengan V12 dengan V13 dengan V14 dengan V15 dengan Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.380 0,459** 0,464** 0,553** 0,458** 0,323** 0,380** 0,512** 0,416** 0,352* 0,306* 0,312* 0,322* - Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0,010 0,002 0,001 0,000 0,002 0,030 0,010 0,000 0,004 0,018 0,037 0,031 0,033 - Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid B. Kontrol Dalam Kegiatan Reproduktif (Bidang Pembentukan Keluarga) , hasil uji validitas Korelasi antara V1 dengan Vtot 2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 engan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] -0.518 0. 046 0.667* 0.616* -0.555 0.628* 0. .633 0.634* 0.845** 0.231 0.048 0.871 0.007 0.014 0.847 0.012 0.011 0.011 0.000 0.405 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid 109 C. Kontrol Dalam Kegiatan Reproduktif (Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga, Hasil Uji Validitas Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot V14 denganVtot V15 denganVtot V16 denganVtot V17 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.329 0.870 0.824 0.946 0.609 0.627 0.442 0.709 0.526 0.298 0.648 -0.160 0.508 0.769 0.590 0.590 0.528 Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.231 0.000 0.000 0.000 0.016 0.026 0.099 0.004 0.044 0.001 0.009 0.570 0.053 0.001 0.021 0.021 0.043 Nilai r tabel (n=15, α=5%) 0.497 Kesimpulan Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid C. Kontrol Dalam Kegiatan Sosial, Hasil Uji Validitas Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.060 0. 751 0.854 0.440 0.221 0 0. .633 -0.180 -0.299 0.681 0.655 0.425 0.060 Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.831 0.001 0.000 0.100 0.428 0 0.011 0.521 0.280 0.005 0.008 0.115 0.831 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid 110 D. Kontrol Dalam Kegiatan Produktif (Kegiatan usahatani bawang merah) Hasil Uji Validitas Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot V14 denganVtot V15 denganVtot V16 denganVtot V17 denganVtot V18 denganVtot V19 denganVtot V20 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.598 0.646 0.765 0.546 0.841 0.533 0.920 0.920 0.722 0.698 0.648 -0.160 0.644 0.644 0 0.869 0.383 0.590 0.590 0.528 Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.019 0.009 0.001 0.035 0.000 0.041 0.000 0.000 0.002 0.001 0.009 0.570 0.10 0.010 0 0.000 0.159 0.021 0.021 0.043 E. PARTISIPASI, HASIL UJI VALIDITAS: Nilai Korelasi Probabilitas Korelasi antara (Pearson Korelasi Corellation) [sig.(2-tailed)] V1 dengan Vtot 0.590 0.005 V2 dengan Vtot 0.588 0.021 V3 dengan Vtot 0.834 0.000 V4 dengan Vtot 0.690 0.004 V5 dengan Vtot 0.557 0.031 V6 dengan Vtot 0.155 0.582 V7 dengan Vtot 0.613 0.015 V8 dengan Vtot 0.605 0.017 V9 dengan Vtot 0.410 0.129 V10 dengan Vtot 0.366 0.180 V11 dengan Vtot 0.497 0.059 V12 dengan Vtot 0.474 0.074 Nilai r tabel (n=15, α=5%) 0.497 Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Valid TdakValid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid 111 F.. MANFAAT Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.644 0.644 0.605 0.869 0 0.10 0.010 0.017 0.000 0 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Tidak Valid BAGIAN II PEMBAGIAN KERJA A. KEGIATAN RRODUKTIF (USAHATANI BAWANG MERAH) 0,219 Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.231 0.000 0.000 0.000 0.016 0.000 0.000 0.000 0.016 0.281 0.009 0.570 0.767 V14 denganVtot 0,912** 0.019 Valid V15 denganVtot 0,912** 0.009 Valid V16 denganVtot 0,899** 0.001 Valid Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot V17 denganVtot V18 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.329 0.870 0.824 0.946 0.609 0.870 0.824 0.946 0.609 0.298 0.648 -0.160 Nilai r tabel (n=15, α=5%) 0.497 Kesimpulan Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid 112 B.KEGIATAN REPRODUKTIF 0,706** Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0.231 0.000 0.000 0.000 0.016 0.826 0.099 0.804 0.044 0.281 0.009 0.570 0.831 V14 denganVtot 0,878** 0.001 Valid V15 denganVtot 0,839** 0.000 Valid Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0,770** 0,963** 0,963** 0,963** 0,909** 0,909** 0,269 0,000 0.526 0.298 0.648 -0.160 Nilai r tabel (n=15, α=5%) 0.497 C. KEGIATAN SOSIAL Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 denganVtot V13 denganVtot V14 denganVtot V15 denganVtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0,672** 0,000 0,672** 0,401 0,000 0,486* 0,546* 0,098 0,443 0,401 -0,131 0,617** 0,834** 0,652** 0,834** Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid 113 BAGIAN III NILAI SOSIAL BUDAYA A. Tingkat orientasi nilai Sosial dan Komunikasi Korelasi antara Nilai Korelasi (Pearson Corellation ) Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan V1 dengan Vtot 0,732** Valid V2 dengan Vtot 0,950** Valid V3 dengan Vtot 0,950** Valid V4 dengan Vtot 0,950** V5 dengan Vtot 0,950** Valid V6 dengan Vtot 0,950** Valid V7 dengan Vtot 0,109 Tidak Valid 0.497 Valid B. Kerjasama dengan petani lain dan Kerjasama masyarakat Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0,770** 0,963** 0,963** 0,963** 0,909** 0,909** 0,269 0.334 0.845** 0.231 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid C. BUDAYA LOKAL PADA MASYARAKAT PETANI Nilai anak, Hasil Uji Validitas: Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.644 0.644 0 0.869 0.383 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid 114 Norma bekerja Hasil Uji Validitas: Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.508 0.769 0.590 0.590 0.528 Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Valid Nilai r tabel (n=15, α=5%) Kesimpulan 0.497 Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Etos kerja Hasil Uji Validitas: Korelasi antara V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot Uji Reabilitas Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0.598 0.646 0.765 0.546 0.347 115 Lampiran 3. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan KKG Jenis Kelamin*Relasi Gender Relasi Gender Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 14 15 16 45 4 32 9 45 18 47 25 90 Symmetric Measures Value Approx. Sig .363 .001 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 90 Jenis Kelamin*Partisipasi Crosstab Partisipasi Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 9 27 9 45 10 21 14 45 19 48 23 90 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .143 90 0.002** Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Jenis Kelamin*Manfaat Crosstab Manfaat Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 14 15 16 45 4 32 9 45 18 47 25 90 Symmetric Measures Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Value Approx. Sig. .225 90 .210 116 Jenis Kelamin*Kontrol dalam Bidang Produksi (UTBM) Crosstab Bidang Produksi Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 13 23 9 45 7 31 7 45 20 54 16 90 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .186 .198 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 90 Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Pengeluaran Kebutuhan Crosstab Pengeluaran Kebutuhan Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 6 29 10 45 5 30 10 45 11 59 20 90 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .035 90 .947 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Pembentukan Keluarga Crosstab Pembentukan Keluarga Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 13 20 12 45 15 11 19 45 28 31 31 90 Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases .214 90 Approx. Sig. 0.031** 117 Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Kegiatan Sosial Crosstab Kegiatan Sosial Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Rendah Sedang Tinggi Total 9 27 9 45 10 21 14 45 19 48 23 90 Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases .143 90 Approx. Sig. .389 118 Lampiran 4. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Kepemilikan Lahan dengan (KKG) Status Kepemilikan lahan*akses akses status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 13 13 15 41 penggarap 1 2 1 4 14 15 16 45 Symmetric Measures Value Approx. Sig .363 .003 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 90 Status Kepemilikan Lahan*Partisipasi Crosstab Partisipasi status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 7 30 4 41 penggarap 2 1 1 4 9 31 4 45 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .285 .138 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 45 Status Kepemilikan Lahan *Manfaat Crosstab Manfaat status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 7 30 4 41 penggarap 2 1 1 4 9 31 5 45 Symmetric Measures Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Value Approx. Sig. .225 45 .210 119 Status Kepemilikan Lahan *Kontrol dalam Bidang Produksi (UTBM) Crosstab Bidang Produksi status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 11 21 9 41 penggarap 2 2 0 4 13 23 9 45 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .186 .459 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 45 Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Pengeluaran Kebutuhan Crosstab Pengeluaran Kebutuhan status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 7 26 8 41 penggarap 0 3 1 4 7 29 9 45 Symmetric Measures Value Approx. Sig. .133 .666 Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases 45 Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Pembentukan Keluarga Crosstab Pembentukan Keluarga status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 10 20 11 41 penggarap 3 0 1 4 13 20 12 45 Symmetric Measures Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Value Approx. Sig. .321 .075 45 120 Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Kegiatan Sosial Crosstab Kegiatan Sosial status kepemilikan tanah Total Rendah Sedang Tinggi Total pemilik+penggarap 8 24 9 41 penggarap 1 3 0 4 9 27 9 45 Symmetric Measures Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases Value Approx. Sig. .154 .578 45 121 Lampiran 5. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Luas Lahan dengan (KKG) LUAS * akses Crosstabulation Akses LUAS RENDAH SEDANG TINGGI Total <0,5 ha 1 10 7 18 0,5-1 ha 1 12 8 21 >1ha 0 2 2 24 4 19 6 45 Total Value Interval by Interval Ordinal by Ordinal N of Valid Cases Pearson's R Spearman Correlation Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig. .159 .169 -.811 -.623 .422c .536c -.123 -.095 45 LUAS LAHAN * PARTISIPASI Crosstabulation Count PARTISIPASI LUAS LAHAN RENDAH SEDANG TINGGI Total <0,5 ha 5 9 4 18 0,5-1 ha 2 17 1 20 >1 ha 2 9 5 31 0 5 7 45 Total Symmetric Measures Value Interval by Interval Ordinal by Ordinal N of Valid Cases Pearson's R Spearman Correlation -.113 -.088 45 Asymp. Std. Errora Approx. Tb Appro x. Sig. .156 .167 -.748 -.582 .458c .563c PEMBENTUKAN KELUARGA LUAS LAHAN Total RENDAH SEDANG TINGGI Total <0,5 ha 5 9 4 18 0,5-1 ha 5 9 6 20 >1 ha 3 13 2 20 2 12 7 45 122 Symmetric Measures Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig. Value Interval by Interval Ordinal by Ordinal N of Valid Cases Pearson's R Spearman Correlation -.010 -.001 45 .155 .155 .946c .993c -.068 -.009 LUAS LAHAN * PENGELUARAN KEBUTUHAN PENGELUARAN KEBUTUHAN LUAS LAHAN RENDAH SEDANG TINGGI Total <0,5 ha 1 13 4 18 0,5-1 ha 4 12 4 20 >1 ha 2 7 4 29 1 9 7 45 Total Value Interval by Interval Ordinal by Ordinal N of Valid Cases Pearson's R Spearman Correlation Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig. .141 .141 -1.244 -1.221 .220c .229c -.186 -.183 45 LUAS LAHAN * KONTROL KEGIATAN UTBM Crosstabulation KONTROL KEGIATAN UTBM LUAS LAHAN RENDAH SEDANG TINGGI Total <0,5 ha 6 8 4 18 0,5-1 ha 5 11 4 20 >1 ha 2 13 4 23 1 9 7 45 Total Luas Lahan yang digarap*Manfaat Crosstab Manfaat Rendah Sedang Tinggi Total LUAS LAHAN <0,5 ha 6 8 4 18 0,5-1 ha 5 11 4 20 >1ha 2 13 4 23 1 9 7 45 Total Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases .294 45 Approx. Sig. .045 123 Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Responden dengan KKG Spearman Correlation Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan Luas lahan yang digarap Status kepemilikan lahan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Akses Pembentukan Keluarga Kontrol Kegiatan Utbm Kontrol Kegiatan Masyarakat Partisipasi Manfaat 0.333 0.002** 0.054 0.031** 0.104 0.004** 0.295 0.006** 0.140 0.202 0,320* 0.022** -0.270 0.013* -0.094 0.392 -0.141 0.198 -0.137 0.212 -0.267 0.023* -0.137 0.212 -0.185 0.090 -0.129 0.240 -0.027 0.809 -0.157 0.152 -0.139 0.203 -0.157 0.152 -0.114 0.149 -0.088 0.375 -0.677 0.483 -0.185 0.218 0.369 0.113 -0.135 0.218 -0.214 0.049* -0.098 0.375 -0.047 0.483 -0.135 0.218 -0.214 0.049* -0.152 0.164 Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01 124 Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik responden dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja Spearman Correlation Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Tingkat Pendidikan Luas lahan yang digarap Status kepemilikan lahan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Produksi (UTBM) Reproduksi Kegiatan sosial 0,053* 0,708* 0,245 0.002** 0.000** 0.628 -0,161 -0,243 -0.039 0.036 0.362 0.725 0,089 0.009 -0,077 0,064 0.925 0.353 -0.169 0.123 -0.077 0.486 0.183 0,509 0,038 0,876 0.155 0.158 0,312 0.002 0.708 0.000 0,200 0.628 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) 0.417 0.164 Keterangan: **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01; Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG Spearman Correlation Correlation Reproduktif Coefficient Sig. (2tailed) Correlation Produktif Coefficient Sig. (2tailed) Kegiatan Correlation Sosial Coefficient Sig. (2tailed) Akses Kontrol Kontrol Pembentukan Kegiatan Keluarga Utbm Kontrol Kegiatan Masyarakat Partisipasi Manfaat .190 -.188 -.162 .204 -.177 -0.037 .210 .217 .288 .178 .245 0.736 -.029 .043 -.051 .136 -.061 -0.153 .853 .781 .738 .374 .689 0.161 .036 -.194 .025 .212 -.090 0.026 .816 .202 .871 .162 .558 0.814 125 Lampiran 9. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan KKG dalam Rumahtangga Petani Akses Kontrol Pembentu kan Keluarga Kontrol Kegiatan Utbm Kontrol Kegiatan Masyarakat Partisipasi Manfaat Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) 0.054 0.623 -0.094 0.392 0.104 0.344 -0.141 0.198 0.295 0.276 -0.137 0.212 0.103 0.348 0.125 0.254 -0.039 0.724 -0.166 0.129 0.026 0.814 -0.116 0.291 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) 0.055 0.619 -0.129 0.240 -0.098 0.375 -0.043 0.695 -0.027 0.809 -0.077 0.483 -0.004 0.974 -0.157 0.152 -0.135 0.218 0.103 -0.043 0.694 0.138 0.208 -0.043 -0.039 -0.028 0.802 0.062 0.572 -0.028 0.026 -0.133 0.224 0.162 0.139 -0.133 Spearman Correlation Tingkat kerjasama Nilai anak Norma bekerja Etos kerja Nilai sosial Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01 126 Lampiran 10. DOKUMENTASI Kegiatan prapanen”pemilihan benih” (mrotol) Bibit yang akan ditanam Kegiatan menanam (tandur) Menyiangi hama (matun) Pupuk dan obat, tanaman bawang Tanaman bawang umur 50 hari 127 Tanaman bawang merah yang sedang dijemur Salah satu informan Penyimpanan bawang merah Kegiatan tawar menawar harga (jual beli bawang merah)