Skripsi KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER

advertisement
Skripsi
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI
BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI,
KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH
ARKANIYATI
I34070012
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRACT
ARKANIYATI. Gender Equality and Equity in Red Onion Farms of Sidakaton
Village, Sub District of Dukuhturi, Tegal District, Central Java Province.
Supervised by SITI AMANAH.
Red onion is the main agricultural commodity of Tegal District. The red
onion farms were mainly managed by small and medium farmers. Men and
women play an important role in red onion farm activities. Thus, the research
aims were to analyze correlation between farmer socio economic factors (sex,
age, education level, tenure and land area) with gender relations in the division of
labor and gender equality and equity household in the village and to analyze
division of labor between men and women in households that associated with
local socio-cultural aspects. The research site was village Sidakaton of Dukuhturi
District. Survey method was used to collect data. The population study were 446
households of farmers. Sample respondents were 45 households of farmers.
Respondents were chosen using dispropotional random sampling
technique. Based on the scale of onion farm land. The finding showed the at the
early phase of onion farming activities is very heavy, and men dominated the
work. Following planting the seed, women continue working in the field, since the
work tend to be more light. Women involve in some activities includes planting,
watering, pest control, and harvest. The other hand men dominate an the
manufacture of trench, plowing, fertilizing, irrigation, transportation, seed
purchasing. Men took decision making in using input and managing the work of
the business. There was still gap in the payment of the labor where women were
paid lower than men due to stereotype and subordination that could lead to
marginalization.
Key words: gender gap, red onion farm, decision making, acces and control
.
RINGKASAN
ARKANIYATI. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang
Merah Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa
Tengah. Di bawah bimbingan SITI AMANAH.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan
demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di
wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian.
Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya
sebagian besar di sektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung
makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta,
Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh
tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya
merupakan areal pertanian adalah bawang merah
Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai
prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas
bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik
dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan
oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah
impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan
konsumsi, benih dan industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: Menganalisis hubungan faktor sosial
ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan
lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan
Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton.
Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga
petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan
budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah.
nilai sosial
Penelitian ini dilakukan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Populasi penelitian sebanyak 446
Rumahtangga petani bawang merah Desa Sidakaton. Responden penelitian
sebanyak 45 rumahtangga petani yang diambil secara acak disproporsional .
berdasarkan luas lahan yang digarap.
Hasil penelitian menunjukkan relasi gender dalam pembagian kerja dalam
rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada
kegiatan reproduktif sekaligus produktif, sehingga perempuan mengalami beban
kerja berlebih . Di sisi lain laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif
dan lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif
pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi yang
berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang dilakukan
responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pengelolaan usahatani
bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam pembayaran tenaga kerja. Hal
ini menunjukkan ketidakadilan gender sehingga dapat menyebabkan perempuan
semakin termarginalisasi.
Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol,
dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani
bawang merah belum terwujud. Pelaksanaan peranan suami dan istri dalam
kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan usahatani bawang merah) dan
kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias
gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan
dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua
dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki
hubungan dengan KKG.
Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak
antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak Sinten.
Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara lakilaki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja
dalam hal tindakan. Penerapan nilai budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai
anak, norma bekerja, dan etos kerja.
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI
BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI,
KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH
ARKANIYATI
I34070012
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama
: Arkaniyati
NRP
: I34070012
Departemen:
: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi
: Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah,
Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi
Jawa Tengah.
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
NIP. 19670903 199212 2 001
Mengetahui,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Ketua
Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI
BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI,
KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH.” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH
DITULIS
ATAU
DITERBITKAN
OLEH
PIHAK
LAIN.
DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Januari 2012
ARKANIYATI
I34070012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 22 Juli 1989. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dari Bapak Rifa‟i dan Ibu Rokhayati. Penulis
menempuh pendidikan di TK PERTIWI Desa Sidakaton Tegal selama dua tahun,
penulis menamatkan pendidikannya di SDN 01 Sidakaton Tegal tahun 2001.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 1
Dukuhturi Tegal dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun
2007 di SMA AL-MASTHURIYAH Cisaat Sukabumi. Penulis diterima sebagai
Mahasiswa IPB Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan
di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa organisasi. Berawal pada
tingkat satu penulis telah diterima sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peminat
Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) (20072009) Divisi Pengembangan Masyarakat. Selain itu, Selama mengikuti pendidikan
di Fakultas Ekologi Manusia, penulis aktif menjadi anggota pengurus Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ekologi Manusia Periode 2008-2009.
Penulis juga aktif pada berbagai kepanitiaan baik yang diadakan departemen
maupun fakultas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam
Usahatani
Bawang Merah,
Desa
Sidakaton,
Kecamatan
Dukuhturi
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah”. Meski terkadang penulis menemui
masalah-masalah dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kekuatan yang Allah
berikan mampu menuntun penulis untuk merampungkan skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Rifa‟i dan
Ibunda Rokhayati tercinta sumber motivasi utama bagi penulis yang senantiasa
menebarkan benih-benih kasih sayang dan perhatian yang luar biasa bagi penulis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis, memberikan
semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan
yang begitu berarti selama penyusunan skripsi.
2. Dra.Winati Wigna, MDS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya
untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripsi ini.
3. Ir. Sutisna A. Riyanto, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kesediaannya untuk
menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripasi ini.
4. Adik-adikku tersayang Zahrotul Fauziah, Alaika Syahri Ridho, dan Rahmatia
Syifaulqoulbi yang telah memberikan semangat bagi penulis dengan
kepolosannya yang selalu membuat penulis begitu merindukannya.
5. Novia Putri sebagai teman satu bimbingan Skripsi Penulis yang selalu
bekerjasama dengan baik dan memberikan motivasi kepada Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. RR. Utami Annastasia KPM 44 sebagai teman seperjuangan yang selalu
menemani dan saling memberikan semangat untuk segera menyelesaikan
skripsi ini
7. Teman-teman KPM angkatan 44 yang begitu penulis sayangi dan tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya selama ini.
8. Kepala Desa Sidakaton yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian
di Desa tersebut
9. Bapak Mustoro selaku Sekretaris Desa Sidakaton yang telah membantu
Penulis dalam pencarian data di lapangan maupun Administrasi Desa.
10. H.Kartoli selaku informan yang telah memberikan informasi mengenai
usahatani bawang merah..
11. Masyarakat Desa Sidakaton khususnya petani sebagai responden dalam
penelitian ini.
12. Staf Dokis, Ibu Neny dan Staf Perpustakaan LSI yang telah banyak
membantu penulis dalam mencari pustaka skripsi.
13. Staf Sekretariat KPM, Mba Dini, Mba Maria, Mba Icha dan Ibu Susi,
terimakasih atas informasi akademik selama perkuliahan, kolokium, sidang,
hingga selesai masa kelulusan.
14. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan
kerjasama selama ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukkannya. Akhir kata, semoga penulisan
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Januari 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI………………………………………………………………......
xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….
xvii
PENDAHULUAN………………………………………………
1
1.1
Latar Belakang ……………………………………..……..
1
1.2
Perumusan Masalah …………………………………........
5
1.3
Tujuan Penelitian …………………………………………
6
1.4
Kegunaan Penelitian …………………………………........
6
PENDEKATAN TEORITIS……………………………………..
8
Tinjauan Pustaka ……………………………….................
8
2.1.1. Bawang Merah……………………………………...
8
2.1.2. Usahatani …………………………………….........
9
2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian ………………..
9
2.1.4. Gender dan Kesetaraan Gender …………………….
10
2.1.5. Peranan Gender……………………………………..
12
2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani…………………….
13
2.1.7. Analisis Gender.. …………………………………..
13
2.1.8. Peran dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti….
13
2.1.9. Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender………………
14
2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender.
19
2.1.11. Pengambilan Keputusan…………………………...
20
2.1.12. Nilai………………………………………………..
22
2.2
Kerangka Berfikir…………………………………….........
22
2.3
Hipotesis Penelitian…………………………………..........
25
2.4
Definisi Operasional ………………………………………
25
BAB I
BAB II
2.1
BAB III
PENDEKATAN LAPANG……………………………………….
30
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………...
30
3.2
Teknik Pengumpulan Data………………………………...
30
3.3
Validitas dan Reabilitas……………………………………
33
3.3.1. Validitas Instrument………………………………...
33
xii
3.4
BAB IV
34
37
37
4.1.1. Kondisi Geografis dan Administratif………………
37
4.1.2. Kondisi Penduduk…………………………………
38
Kondisi Sosial Budaya………….......................................
39
4.2.1. Upacara Khas Suku Jawa …………………………
39
4.2.2. Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa ………………
41
4.2.3. Upacara Pernikahan Suku Jawa……………………...
42
GAMBARAN UMUM RESPONDEN …………………………..
47
5.1
Usia………………………………………………………..
47
5.2
Jenis Kelamin……………………………………………...
47
5.3
Tingkat Pendidikan ……………………………………….
48
5.4
Luasan Kepemilikan Lahan……………………………….
50
5.5
Status Kepemilikan Lahan…………………………...........
51
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN
PEMBAGIAN
KERJA
DAN
KESETARAAN
DAN
KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWA NG
MERAH …………………………………………………………
6.1
53
Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan
Pembagian Kerja…………………………………………..
53
Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG….
57
RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA………….
63
6.2
BAB VII
Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………………….
Gambaran Umum Desa Sidakaton ………………………
4.2
BAB VI
34
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………
4.1
BAB V
3.3.2. Reabilitas Instrument……………………………….
7.1
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja……………………
63
7.2
Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah)…………
69
7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang Merah…………
70
7.2.2. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Produktif………..
72
7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan
Usahatani Bawang Merah…………………………..
74
Kegiatan Reproduktif…………………………………….
76
7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Reproduktif……..
77
7.3.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan
Reproduktif…………………………………………
79
Kegiatan Sosial …………………………………………..
80
7.3
7.4
xiii
7.4.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Sosial………….
80
7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan
Kemasyarakatan…………………………………….
82
Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
dengan KKG dalam Rumahtangga Petani……………….
83
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM
RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH……………..
85
7.5
BAB VIII
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)…………………
85
8.1.1. Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang
Merah………………………………………………
85
Kontrol (pengambilan keputusan) dalam Rumahtangga
petani………………………………………………………..
87
8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan
Usahatani Bawang Merah…………………………
88
8.2.2.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran
Kebutuhan Rumahtangga Petani ………………....
91
8.2.3.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan
Keluarga Rumahtangga Petani……………………….
92
8.2.4.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan
Sosial Kemasyarakatan………………………………
93
8.3
Partisipasi Responden dalam Usahatani Bawang Merah.
95
8.4
Manfaat……………………………………………………
96
8.5
Nilai Sosial, Komunikasi DAN Pola Asuh Masyarakat
pada Masyarakat Petani Bwang Merah………………….
97
8.1
8.2
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….
102
9.1
Kesimpulan ……………………………………………….
102
9.2
Saran………………………………………………………
103
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
104
LAMPIRAN……………………………………………………………………
106
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1
Rincian Metode Pengumpulan Data................................................. 31
Tabel 2
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Desa Sidakaton Kapupaten
Tegal Jawa Tengah 2011………………………………………… 33
T`abel 3
Pemanfaatan lahan Wilayah............................................................. 37
Tabel 4
Sebaran Penduduk Desa Sidakaton Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2011………………………………………………………... 38
Tabel 5
Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian,
Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen)…………………………... 39
Tabel 6
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status
Pernikahan... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan
Usia, Tahun 2011………………………………………………….. 47
Tabel 7
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,
Tahun 2011………………………………………………………... 48
Tabel 8
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan, Tahun 2011................................................................. 48
Tabel 9
Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan
Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi
Kabupaten Tegal, 2011……………………………………………. 53
Tabel 10
Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Responden
dengan KKG Rumahtangga Petani………………………………... 56
Tabel 11
Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan
Kesetaraan dan Keadilan Gender di Desa Sidakaton, Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011……………………………….. 58
Tabel 12
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Faktor Sosial Ekonomi dengan
Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah 61
Tabel 13
Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,
2011……………………………………………………………….. 65
Tabel 14
Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi
Gender, Desa Sidakaton, 2011…………………………………….. 68
Tabel 15
Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami
dan Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam),
Desa Sidakaton, 201……………………………………………
73
xv
Tabel 16
Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri
dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011………… 78
Tabel 17
Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri
dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa
Sidakaton, 2011…………………………………………………… 79
Tabel 18
Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri
dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011…………
81
Tabel 19
Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri
dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa
Sidakaton, 2011 …………………………………………………... 82
Tabel 20
Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam
Pembagian Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga
Petani ……………………………………………….....................
Tabel 21
Tabel 22
Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor
Produksi Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011……….
Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden
Istri dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa
Sidakaton, 2011……………………………………………………
83
86
89
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Kesetraan dan Keadilan Gender dalam
Usahatani Bwang Merah Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi
Kabupaten Tegal Jawa Tengah………………………………… 24
Gambar 2
Persentase Responden Berdasarkan kategori Tingkat Pendidikan
Desa Sidakaton Tahun 2011…………………………………… 49
Gambar 3
Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Desa Sidakaton
Tahun 2011………………………………………………………. 49
Gambar 4
Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan yang di garap
Desa Sidakaton tahun 2011……………………………………... 51
Gambar 5
Persentase Responden Berdasarkan kategori Status Kepemilikan
Lahan Desa Sidakaton tahun 2011……………………………… 52
Gambar 6
Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan
Responden Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011
(dalam jam)………………………………………………………. 75
Gambar 7
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan
keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa
Sidakaton, 2011 (dalam persen)……………………………….. 90
Gambar 8
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan
keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton,
2011 (dalam persen)....................................................................... 91
Gambar 9
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan
keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton,
2011 (dalam persen)……………………………………………. 92
Gambar 10
Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan
Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa
Sidakaton, 2011 (dalam persen)………………………………
94
Gambar 11
Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan
Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam
persen)............................................................................................ 95
Gambar 12
Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan
Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011
(dalam persen)................................................................................ 96
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1
Lokasi Penelitian....................................................................... 107
Lampiran 2
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument......................
Lampiran 3
Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan
KKG........................................................................................ 115
Lampiran 4
Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Kepemilikan
Lahan dengan (KKG)……………………………………….
118
Lampiran 5
Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Luas Lahan dengan
(KKG).....................................................................................
121
Lampiran 6
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara faktor sosial
ekonomi dengan KKG ……………………………………… 123
Lampiran 7
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik
responden dengan Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja........................................................................................ 124
Lampiran 8
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender
dalam Pembagian Kerja dengan KKG……………………… 124
Lampiran 9
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan
KKG dalam Rumahtangga Petani……………………………. 125
Lampiran 10
Dokumentasi ..........................................................................
108
126
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan
demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di
wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian.
Sektor pertanian telah berada pada fase percepatan pertumbuhan. Salah
satu tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan momentum
pertumbuhan tersebut. Di balik berbagai keberhasilan yang telah dicapai
pembangunan pertanian ke depan masih dihadapkan kepada masalah-masalah
kesejahteraan petani, kemiskinan, pengangguran, ancaman terhadap ketahanan
pangan, infrastruktur pertanian yang kurang mendapat perhatian, investasi relatif
rendah, akses pasar yang masih lemah dan lainnya. Peningkatan produksi tanaman
bahan makanan diarahkan pada penanganan komoditi padi, palawija, dan
hortikultura sebagai usaha dalam penyediaan bahan makanan atau pangan secara
kuantitas maupun kualitas (RPJMN 2010).
Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan
para petani di daerah pedesaan di mana tempat mayoritas para petani menjalani
kehidupannya sehari-hari, mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat
pendidikan rendah, tingkat keterampilan masih terbatas, produktifitas dan tingkat
pendapatan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalahmasalah lainnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan.
Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila
para pengelola usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan
anjuran penggerak perubahan atau yang biasa disebut bertahap reseptivitasnya
terhadap hal-hal yang baru. Pengelolaan usahatani dimana saja dan kapan saja
pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan.
2
Prilaku orang itu ternyata tergantung dari beberapa faktor, diantaranya watak,
suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan
masyarakatnya, juga kebijakan pemerintah (Suharto, 2005).
Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan
terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya
penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan
antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani
adalah tulang punggung perekonomian negara dan desa adalah pangkal kehidupan
perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan masih berada
pada tingkat kesejahteraan yang rendah. petani buta akan pendidikan, teknologi
yang baik untuk usahataninya, sehingga produksi yang petani lakukan dari
generasi ke generasi hanyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam
waktu yang demikian lama prilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan.
petani tidak bisa melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan sendiri,
antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah.
Indonesia memiliki sumber daya alam hortikultura tropika yang berlimpah
berupa keanekaragaman sumber daya lahan, iklim dan cuaca yang dapat dijadikan
suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam agribisnis
hortikultura di masa depan. Produk-produk agribisnis hortikultura tropika
nusantara yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat
merupakan salah satu andalan Indonesia, baik di pasar domestik, regional maupun
internasional.
Bawang merah ( Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai
prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas
bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik
dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan
oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah
impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan
konsumsi, benih dan industri.
Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah selama periode 1989-2003
adalah sebesar 3,9 persen per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5
3
persen) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4
persen). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi
penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah
diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Kesembilan propinsi ini
menyumbang 95,8 persen (Jawa memberikan kontribusi 75 persen) dari produksi
total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003.
Data Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Kementrian
Pertanian menunjukkan bahwa sampai tahun 2009 secara nasional ditinjau dari
neraca perdagangan komoditas bawang merah mengalami surplus impor sejak
tahun 1999 sampai 2009 . Besaran surplus tersebut berkisar antara 16.916,4 pada
tahun 1999 sampai 36.605,8 ton pada tahun 2009 dan konsumsi rata-rata bawang
merah untuk tahun 2009 adalah 9,56 kg/kapita/tahun atau 0,79 kg/kapita/bulan
(Lembaga Penelitian Undana, 2009).
Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya
sebagian besar disektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung
makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta,
Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh
tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya
merupakan areal pertanian adalah bawang merah.
Pengentasan kemiskinan di Desa sangat tergantung pada dua hal, yaitu :
Pertama,
program
pembangunan
di
desa
itu
sendiri
secara
khusus;
Kedua,program pembangunan kabupaten secara keseluruhan. Tentu saja hal ini
tergantung pada program pembangunan Indonesia secara keseluruhan (Lawang,
1989). Terlepas dari mutunya, setiap kabupaten memiliki program pembangunan
daerah (Propeda) dan dari situlah disusun rencana strategis (Restra) yang bersifat
tahunan. Pada umumnya desa tidak mempunyai program pembangunan sendiri,
yang dilakukan selama ini adalah pembangunan desa menurut program
pembangunan
kabupaten,
bukan
menurut
program
pembangunan
desa.
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Junto UU Nomor 34 Tahun.2004 Junto
UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah, desa telah diberi kewenangan
4
untuk menyusun rencana pembangunan Desa, namun pada kenyataannya mereka
belum mampu melaksanakan tugas tersebut. Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dimiliki desa masih sangat terbatas baik dalam kualitas maupun kuantitasnya,
sehingga sampai saat ini kebanyakan desa belum memiliki program yang pasti
untuk mengatasi kemiskinan yang telah terjadi di desanya. Demikian juga masalah
Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan belum
terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa (Fauziah, 2010).
Sajogyo (1983) dalam Meiliala (2006) Perempuan pedesaan, merupakan
sumber daya manusia yang cukup nyata berpartisipasi, khususnya dalam
memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki.
Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi
rumahtangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam
berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial
maupun sosial.
Berkaitan dengan kegiatan usahatani perempuan memiliki peranan mulai
dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen dan pemasaran.
Sedangkan yang berkaitan dalam bidang non pertanian seperti pengambilan
keputusan dalam keluarga (Dirjen PLA 2009). Akan tetapi pada kenyataannya
terjadi kesenjangan gender berupa perbedaan akses antara laki-laki dan
perempuan dalam kegiatan usahatani bawang merah sehingga hal tersebut
berdampak pada lemahnya kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam
kegiatan usahatani secara keseluruhan.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia telah mengusung program Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
untuk menghapus segala bentuk diskriminasi baik terhadap laki-laki maupun
perempuan. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dengan demikian mereka
memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan (Juliani, 2010).
Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produktif
antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan
rumah tangga mereka. Sebagai ibu rumah tangga, biasanya perempuan yang
5
bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangga, baik menyangkut kesehatan
gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan pengeluaran biaya hidup keluarga.
Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang
pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam
kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka
terpenuhi. Perempuan memilki peranan yang besar dalam keluarga baik dalam
kegiatan rumahtangga ataupun kegiatan ekonomi yang dapat menunjang
pendapatan rumahtangga. Peranan dan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan
usahatani cukup besar, mulai dari persiapan lahan sampai pada pemasaran hasil
produksi, akan tetapi perhatian terhadap perempuan masih rendah. Demikian juga
masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan
belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa
Memfokuskan isu gender dengan memberikan peluang kepada perempuan
untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan usahatani bawang merah, akan
berpengaruh bukan saja terhadap kinerja suatu program pertanian, tetapi juga
memberdayakan perempuan dan menimbulkan rasa kepemilikan (sense of
ownership) terhadap suatu sumber usaha. Akses yang lebih baik terhadap
sumberdaya juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkontribusi
dalam kegiatan ekonomi produktif maupun dalam pengambilan keputusan dalam
kegiatan usahatani bawang merah. Dari hal tersebut menjadi menarik, ketika
perempuan ikut serta dalam kegiatan usahatani guna meningkatkan produktifitas
usahatani bawang merah dalam rumahtangga. Atas dasar itu, maka perlu diadakan
penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Kesetaraan dan keadilan gender
dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.
1.2.
Perumusan Masalah
Mencermati
bahwa
usahatani
bawang
merah
berprospek
dalam
meningkatkan pendapatan rumahtangga sehingga perlu dianalisis apakah dalam
rumahtangga tersebut masing-masing pihak telah mendapatkan perlakuan yang
adil sehingga untuk itu rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah Kesetaraan
6
dan Keadilan Gender (KKG) dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton
sudah terwujud?
Secara rinci pertanyaan penelitian meliputi:
1.
Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi
gender dalam pembagian kerja yang ditinjau dari konsep Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG)?
2.
Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam
rumahtangga petani bawang merah dan bagaimana nilai sosial budaya di
lokasi penelitian dapat membentuk relasi gender dalam rumahtangga petani
bawang merah?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.
Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi
gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender
rumahtangga petani di Desa Sidakaton.
2.
Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam
rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan
nilai sosial budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa Kegunaan untuk mahasiswa selaku
akademisi, masyarakat dan pemerintah. Berikut adalah manfaat yang dapat di
peroleh yaitu:
1.
Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan menjadi pengayaan literatur terkait dengan
kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani. Selain itu, membuka
wawasan mahasiswa mengenai masalah ketidakadilan dan ketimpangan
gender yang terjadi di masyarakat sehingga lebih sadar akan gender.
7
2.
Masyarakat
Menyadarkan masyarakat tentang kesalahan persepsi yang telah di bangun
oleh lingkungan sosial mengenai ketidakadilan dan ketimpangan gender yang
selama ini dianggap sebuah kodrat. Sehingga masyarakat sadar gender, bisa
lebih cerdas dan cermat dalam menghadapi peristiwa sosial yang terjadi.
3.
Pemerintah
Menambah informasi pemerintah mengenai kesetaraan dan keadilan gender
dalam usahatani sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
beberapa program pemerintah dan penentuan kebijakan sehingga terjadi
kesetaraan gender
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Bawang Merah
Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Liliales
Family
: Liliaceae
Genus
: Alium
Spesies
: Alium ascalonicum L.
Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama
tanaman dari Familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi
tanaman bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan
Indonesia. Bawang merah juga bisa di manfaatkan sebagai obat herbal. Bawang
merah memiliki nama lokal di antaranya: bawang
abang
mirah
(Aceh),
bawang abang (Palembang), dasun merah (Minangkabau), bawang suluh
(Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang abang (Jawa), bhabang merah
(Madura), dan masih banyak lagi yang lainnya, masing-masing daerah memiliki
sebutan tersendiri.
Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memiliki umbi yang
berlapis. Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder
berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang
yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi
9
bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu.
Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas.
2.1.2. Usahatani
Usahatani
menurut Rifa‟i dalam Soeharjo dan Dahlan (1973) adalah
setiap organisasi dari alam tenaga kerja dan modal yang ditunjukkan kepada
produksi di lapangan pertanian, dimana ketatalaksanaan organisasi tersebut
dilaksanakan oleh seseorang atau kekumpulan orang-orang. Definisi lain
mengenai
usahatani1
adalah
suatu
ilmu
yang
mempelajari
seseorang
mengusahakan dan mengkoordinirkan faktor-faktor produksi berupa lahan dan
alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Usahatani dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kewajiban
membayar bunga modal, alat-alat luar yang digunakan, upah tenaga kerja luar
serta sarana produksi yang lain dan termasuk kewajiban pada pihak ketiga.
2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian
Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan
menkonsusmsi makanan yang berasal dari satu dapur, dimana biasanya kebutuhan
sehari-hari anggotanya dikelola menjadi satu. Adapun yang dimaksud dengan
rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu
anggota rumahtangga melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam
tanaman, beternak, dan lain-lain dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumahtangga usahatani adalah
rumahtangga yang salah satu atau lebih anggotanya mengolah lahan pertanian,
baik lahan basah (sawah) maupun lahan kering, membudidayaakan tanaman
pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan pertanian dengan tujuan sebagian
atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh
pendapatan atau pun keuntungan atas resiko sendiri (Pratiwi, 2007).
1
http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/evaluasi-usaha-tani/ diakses pada tanggal 20
Februari 2011
10
2.1.4. Gender dan Kesetaran Gender
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelelamin biologis. Konsep
gender berbeda dengan jenis kelamin. Handayani dan Sugiarti (2008)
mengungkapkan bahwa jenis kelamin (seks) adalah pembagian jenis kelamin yang
ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Lebih lanjut
Handayani menjelaskan, seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai
makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda.
secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan
selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah
dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).
Oleh karena itu Handayani dan Sugiarti (2008) mengatakan bahwa konsep
gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang
dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa
angggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Begitu pula
yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2002) bahwa konsep gender adalah
perbedaan sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem nilai
budaya dan struktur sosial. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu
antara lain: kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan
perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu
sehingga, dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial
yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki
dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
tidak ditentukan antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi
dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Qoriah (2008) menambahkan bahwa perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan ini terjadi melalui proses yang amat panjang. Melalui proses yang
amat panjang inilah maka gender dianggap sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat
diubah lagi. Perbedaan peran gender ini akan menimbulkan pembagian kerja yang
berbeda pula antara laki-laki dan perempuan yang disebut dengan pembagian
kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu
11
reproduktif, produktif, dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang
berkaitan dengan melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga tiap harinya.
Peran produktif adalah kegiatan yang mengahasilkan produksi barang atau jasa,
untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah yang
mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat.
Konsep ILO dalam Mugniesyah (2007), pengertian tentang keadilan gender
(gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan
berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan
yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak,
kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat.
Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang
menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku.
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan
laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan
masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara
matematis dan tidak bersifat universal.
Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah:
a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber
daya pembangunan..
b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses
pengambilan keputusan.
c. Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada
sumber daya pembangunan.
d. Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi
perempuan dan laki-laki.
12
2.1.5. Peranan Gender
Konsep gender dalam komunitas telah tertanam sebagai norma, sehingga
konsep gender telah membeda-bedakan peranan laki-laki dan perempuan dalam
pembagian kerja. Mugniesyah (2006) menjelaskan bahwa peranan gender
merupakan suatu perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan
kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan
tanggung jawab tertentu dipersepsikan oleh umur, kelas, ras, etnik,agama dan
lingkungan geografi, ekonomi dan sosial.
Peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki
sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender
menurut Prasodjo et al.( 2003) mencakup:
1. Peranan Produktif (Peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki
untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya.
Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi
rumahtangga atau subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar
potensial. Contoh bekerja di sektor formal dan informal )
2. Peranan Reproduktif (peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab
pengasuhan anak dan tugas-tugas domestic yang dibutuhkan untuk
menjamin pemeliharan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut
kelangsungan keluarga. Contoh melahirkan, memelihara dan mengasuh
anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah,
memperbaiki baju, dan sebagainya)
3. Peranan Pengelolahan Masyarakat dan Politik
a. Peranan Penglolaan Masyarakat atau Kegiatan Sosial (semua aktivitas
yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan
reproduktif. Bersifat volunteer dan tanpa upah)
b. Pengelolaan Masyarakat Politik atau Kegiatan Politik (peranan yang
dilakukan pada tingkat pengoorganisasian komunitas pada tingkat
formal secara politik. Biasanya dibayar langsung atau tidak langsung
dan dapat meningkatkan status)
13
2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani
Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang merujuk pendapat
Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2007) diartikan suatu hubungan kekuasaan
antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktik
dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya
antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender
menitikberatkan hubungan kekuasaan (akses dan kontrol) antara laki-laki dan
perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya.
2.1.7. Analisis Gender
Analisis gender adalah analisis sosial (meliputi aspek ekonomi, budaya,
dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau
masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender meliputi tiga bagian utama, yaitu:
(1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta
manfaat program pembangunan, dan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan
pengambilan keputusan di dalam keluarga . Pada tingkat keluarga/rumahtangga,
analisis gender dilihat dari dua aspek yang pertama, pembagian kerja antara
perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produkstif, reproduktif, dan pengelolaan
kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut. kedua,
akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya keluarga
(lahan,anak, harta, pendidikan).
2.1.8. Peran Dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti
Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) keluarga inti terdiri dari seorang
suami dan isteri, serta anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan, sedangkan
keluarga merupakan suatu grup atau kelompok kekerabatan yang menggambarkan
kesatuan
berdasarkan
keanggotaan.
Dalam
hubunganya,
setiap
anggota
menempati posisi masing-masing dan perbendaharaan peran ini berdasarkan
berbagai pertimbangan yang ada, seperti perbedaan umur, jenis kelamin, posisi
ekonomi, perbedaan generasi dan perbedaan dalam pembagian kekuasaan.
14
Perbedaan posisi individu dalam keluarga hanya sebagian disebabkan oleh
perbedaan biologis antara fisik yang kuat dan lemah, terlibat atau tidaknya dalam
kegiatan seperti mengandung, menyusui, melahirkan, serta membesarkan bayi
(Sajogyo 1983 )Laki-laki dianggap mempunyai fisik yang lebih kuat sehingga
ditempatkan di sektor yang lebih membutuhkan kekuatan fisik untuk
menguasainya, sedangkan sebaliknya perempuan ditempatkan di sector yang lebih
ringan. Selain perbedaan biologis sebagian lagi dibedakan secara social dan
budaya lingkungan keluarga itu.
Sajogyo (1983)
dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa kekuasaan
dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi
kehidupan keluarga itu. Pembagian kerja menunjukan kepada pola peranan yang
ada dalam keluarga dimana khusus suami dan isteri melakukan pekerjaanpekerjaan tersebut. Sajogyo berpendapat bahwa ada dua tipe peranan yang
dilakoni oleh perempuan, yaitu:
1. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam
pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya.
2. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam
pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah.
2.1.9. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketimpangan gender. Pada kenyataanya perbedaan gender tersebut telah
melahirkan berbagai ketidakadilan terutama pada perempuan. Ketimpangan
gender (permasalahan atau isu gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan
antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan
dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya.
Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan
gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki dan
perempuan sebagai korban dari sistem. ketidakadilan gender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya: subordinasi, marjinalisasi, beban
kerja lebih banyak, dan stereotip (Handayani dan Sugiarti, 2008).
15
1. Marjinalisasi
Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis
kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Misalnya dengan anggapan bahwa
perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka
bekerja diluar rumah (sektor publik), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut.
Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan
dengan alasan gender.
Marjinalisasi sering juga disebut sebagai pemiskinan terhadap kaum
perempuan atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Dari segi sumbernya bisa
berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran, agama, keyakinan tradisi
dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marjinalisasi perempuan
dapat berarti peminggiran perempuan. Pertama, perempuan terpinggirkan dari
pekerjaan
produktif
yang
karena
perempuan
dianggap
tidak
memiliki
keterampilan tinggi. Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan,
keterlibatan perempuan di sektor manapun dicirikan oleh “skala bawah”. Kedua,
masalah yang dihadapi oleh buruh perempuan yaitu adanya kecenderungan
perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi
kerja buruk dan tidak memiliki kestabilan kerja. Ketiga adalah marjinalisasi
dengan adanya feminisasi sektor-sektor tertentu. Keempat, yaitu pelebaran
ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki yang diindikasikan oleh
perbedaan upah.
Perempuan-perempuan pada rumahtangga petani menunjukkan fakta
adanya isu marjinalisasi. Marjinalisasi dalam hal ini adalah banyak kaum
perempuan yang termarginalkan atau terseingkirkan akibat masuknya teknologi.
Selain itu ada juga keyakinan agama karena suami adalah tulang punggung
keluarga dan harus bertanggung jawab terhadap keluarga, maka cukup suami saja
yang mengurusi kegiatan produksi, sehingga perempuan-perempuan banyak yang
hanya mengurusi kegiatan reproduksi atau rumahtangga saja.
2. Subordinasi
Subordinasi artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran
yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Perempuan
16
dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau
reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi.
Contoh : masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran
pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.
Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat
dalam pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktorfaktor yang dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum
terkondisikannya konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya
diskriminasi kerja bagi perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional
atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat
munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
penting.perempuan
diidentikkan
dengan
jenis-jenis
pekerjaan
tertentu.
Diskriminasi yang diderita oleh kaum perempuan pada sektor pekerjaan misalnya
prosentase jumlah pekerja perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta
beberapa hak-hak perempuan yang berkaitan dengan kodratnya yang belum
terpenuhi.
Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa
semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah
dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki.
Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan sendiri akhirnya
menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah dan
ditinggalkan.
3. Stereotipi
Stereotipi adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan
tertentu. Stereotipi adalah bentuk ketidakadilan. Stereotipi merupakan pelabelan
atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini
selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Hal
ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki
adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Perempuan
distrereotipikan sebagai makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau keibuaan.
17
Dengan adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak
stereotipi yang dikonstruksi oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial
tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu perempuan identik
dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di
luar rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak
pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya
stereotipi (pelabelan) ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah
merupakan
kodrat.
Misalnya:
karena
secara
sosial
budaya
laki-laki
dikonstruksikan sebagai kaum yang kuat, maka laki-laki mulai kecil biasanya
terbiasa atau berlatih untuk menjadi kuat. Perempuan yang sudah terlanjur
mempunyai label lemah lembut, maka perlakuan orang tua mendidik anak seolaholah memang mengarahkan untuk terbentuknya perempuan yang lemah lembut.
Fakta lain menunjukan bahwa semakin kaya petani, maka semakin sedikit anggota
kelurganya yang terlibat langsung dalam pekerjaan-pekerjaan berat, terutama istri
mereka. Istri biasanya dipercaya untuk memegang uang hasil usaha tani. Dengan
tidak dilibatkannya perempuan-perempuan pada kegiatan produksi maka semakin
perempuan dianggap lemah
4. Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik
maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia ini
sumbernya macam-macam, namun ada salah satu jenis kekerasan yang bersumber
anggapan gender. Kekerasan ini disebut sebagai “gender-related violence”, yang
pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Berbagai macam dan bentuk kejahatan
yang dapat dikategorikan kekerasan gender ini, baik dilakukan di tingkat rumah
tangga sampai di tingkat negara, bahkan tafsiran agama.
Hampir semua kelompok masyarakat, terdapat perbedaan tugas dan peran
sosial atas laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari, perbedaan tugas dan peran ini
telah menghambat potensi dasar laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal.
Realitas ini menunjukkan bagaimana jenis kelamin telah menghambat seseorang
untuk mempelajari ilmu pengetahuan tertentu, mengembangkan bakat dan minat
dalam bidang tertentu dan sebagainya, semata-mata karena alasan bahwa hal itu
telah pantas (secara sosial budaya) bagi jenis kelamin tertentu.
18
5. Beban Kerja
Berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan
gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami
perkembangan yang cukup cepat. Namun, perlu dicermati bahwa perkembangan
perempuan tidaklah “mengubah” peranannya yang “lama” yaitu peranan dalam
lingkup rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan peranan
perempuan ini sifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan
peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itulah maka
beban kerja perempuan terkesan berlebihan.
Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara,
rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua
pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu
perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih
harus bekerja membantu mencari nafkah.
Dalam bidang pertanian banyak contoh yang menggambarkan bahwa
inovasi dalam bidang pertanian telah meningkatkan beban kerja perempuan dan
seringkali mereka adalah buruh keluarga yang tidak dibayar. Contoh-contoh
klasik diantaranya meliputi, proyek-proyek komoditi komersial, perencanaan
irigasi yang memungkinkan terlaksananya panen dua sampai tiga kali dalam
setahun, dan introduksi paket bibit unggul yang menggunakan pupuk kimia kimia,
dimana membutuhkan lebih banyak penyiangan yang pada umumnya dilakukan
oleh perempuan. Varietas baru padi-padian serta kacang-kacangan membutuhkan
lebih banyak waktu untuk memprosesnya menjadi makanan.
Perempuan bekerja sebagai buruh memiliki motivasi yang berbeda-beda.
Di antaranya tentu saja karena butuh uang. Alasan lain karena keinginan untuk
mandiri, diajak keluarga/teman/tetangga, disuruh orang tua. Untuk anak-anak ada
alasan yang khas yaitu memperoleh uang untuk jajan. Bagi wanita muda yang
bekerja di industri modern ada alasan khusus yaitu menunda usia perkawinan atau
mencari calon suami. Selain itu, mereka sudah tidak mau bekerja sebagai buruh
tani kerena dianggap kurang pantas. Motivasi lain karena suami tidak
bekerja/pendapatan kurang, ingin mencari uang sendiri, mengisi waktu luang,
mencari
pengalaman,
ingin
berperan
serta
dalam
ekonomi
keluarga,
19
mengembangkan
pengetahuan
dan
wawasan,
memungkinkan
aktualisasi
kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian, serta memungkinkan
subyek mengaktualisasikan aspirasi pribadi.
Alasan perempuan ini dimanfaatkan kaum kapitalis dengan memberikan
upah yang rendah karena perempuan dianggap hanya sebagai pencari uang
tambahan untuk keluarga. Keberadaan perempuan dianggap tidak terlalu penting
dalam sektor publik. Dengan demikian buruh perempuan harus dilindungi agar
tidak diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang hanya memanfaatkannya
untuk keperluan ekonomi.
2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender
Analisis gender merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan unttuk
mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi
terhadap laki-laki dan perempuan dan juga terhadap hubungan sosial ekonomi
diantara mereka. Analisis gender juga dapat digunakan untuk melihat sebuah
bentuk ketidakadilan gender.
Menurut Irwan (2001) dalam Chairnani (2010) menjelaskan ada tiga hal
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender yaitu. Pertama akar sosial
budaya dimana ketimpangan gender itu tersususn menjadi suatu realitas objektif,
kedua melihat pada proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan
secara terus-menerus, ketiga melihat pada integrasi pasar yang memiliki peran
penting dalam segmentasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, faktor
teknologi juga mempengaruhi ketimpangan tersebut, karena ada tenaga
perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut.
Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan
gender dapat bersifat :
1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung
disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai, maupun aturan yang berlaku.
2. Tidak
langsung,
seperti
peraturan
menguntungkan jenis kelamin tertentu.
sama,
tetapi
pelaksanaannya
20
3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma, atau
struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membedabedakan.
2.1.11. Pengambilan Keputusan
Akses atau jangkauan seseorang terhadap sumberdaya diukur dari
kepemilikan atas sumberdaya dan kemampuan mereka untuk memperoleh atau
melakukan sesuatu kegiatan. Kontrol terhadap sumberdaya diukur dari frekuensi
pengambilan keputusan, serta tanggungjawab yang dilakukan oleh anggota
rumahtangga, dimana berhubungan dengan kegiatan produktif, reproduktif
maupun social kemasyarakatan.
Secara popular dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat
keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya
suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau
persoalan dimana setiap keputusan dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai.
Supranto (2005) dalam Meylasari (2010) mengungkapkan bahwa inti dari
pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternative
tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan
alternative yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya
dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu
komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan
pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan
dapat dibuat.
Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) Pengambilan keputusan oleh istri
dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang sebagai
berikut:
1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup
pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal,
penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;
2. Pengambilan
keputusan
dihubungkan
dengan
pengeluaran
dalam
kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian
21
pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan
perawatan kesehatan;
3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang
mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara
anak-anak, dan pendidikan; serta
4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan
sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup
selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta
pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.
Menurut Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006), terdapat lima pola dalam
pengambilan keputusan antara suami dan istri yaitu:
1. Pengambilan keputusan yang diambil oleh istri sendiri.
2.
Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri.
3.
Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri.
4.
Pengambilan keputusan yang dominan dilakukan suami.
5.
Pengambilan keputusan oleh suami.
Selain pola pengambilan keputusan yang dipaparkan di atas Sajogyo juga
mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan
dalam pengambilan keputusan, yaitu,: Proses sosialisasi, Pendidikan, Latar
belakang perkawinan, Kedudukan dalam masyarakat, dan Pengaruh luar lainya.
Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya dapat
memperkaya dan menambah pengalaman perempuan, yang memperkirakan dapat
mengembangankan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang
kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber
ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun
kemampuan personal yang berupa pengalamnya bergaul dalam masyarakat luas,
menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam
mengambil keputusan di dalam keluarga.
Lailogo (2003) dalam Meylasari (2010) memaparkan bahwa jika ditinjau
dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani, perempuan selalu
memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai dari praproduksi
22
hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan pasca panen,
keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani sangat
berperan dalam penentuan pengunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi,
maupun untuk dipasarkan
2.1.12. Nilai
Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010)
mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok
yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah atau suka tidak suka
terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Sebagai contoh orang
menolong itu baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.
2.2. Kerangka Pemikiran
Usahatani berkaitan dengan pola kerjasama antara laki-laki dan perempuan
dalam usahatani. Kerjasama antara laki-laki dan perempuan akan lebih efektif
apabila di dalamnya terjadi kesetaraan dan keadilan gender (KKG). KKG dapat
terwujud apabila ada kepekaan antara aktor dalam usahatani tersebut.
Penelitian mengenai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) pada
rumahtangga petani bawang merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, didasarkan atas berbagai konsep yaitu konsep
usahatani yang dikaitkan dengan konsep kesetaraan dan keadilan gender (KKG)
dalam pengelolaan usahatani bawang merah yang diawali dari pra produksi
(persiapan) hingga pasca panen (pemasaran) dan usahatani dilihat dari
perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan.
Faktor sosial ekonomi petani yang dilihat dari Usia (X1.1), Jenis Kelamin(X1.2),
Tingkat pendidikan (X1.3), Luasan lahan yang digarap(X1.4), dan Status
kepemilikan lahan (X1.5). yang yang diduga memiliki hubungan dengan relasi
gender antara laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 )
kegiatan usahatani bawang merah dan (X2.3) kegiatan sosial. Hal ini adalah
23
variabel penting dalam menganalisis faktor sosial ekonomi rumahtangga petani
bawang merah.
Perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan membawa pengaruh
terhadap lingkungan sosial. Perbedaan jenis kelamin tersebut tidak hanya
menyebabkan permasalah dalam aras makro tetapi juga pada aras mikro. Gender
dalam rumahtangga adalah perbedaan status dan peran antara laki-laki dan
perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Status dan peran (pembagian
kerja) antara laki-laki dan perempuan yang akan diukur dengan akses dan beban
kerja dilihat dari tiga kegiatan yaitu kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial.
Nilai sosial budaya (X3) dalam tingkat orientasi nilai sosial (X3.1) dan komunikasi
(X3.2) dan pola asuh anak (X3.3) memiliki hubungan dengan relasi gender antara
laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 ) kegiatan
usahatani bawang merah dan (X2.3) kegiatan sosial.
Relasi gender antara laki-laki dan perempuan diduga memiliki hubungan
dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang dilihat dari akses (Y1.1),
kontrol (Y1.2), manfaat (Y1.3), dan partisipasi (Y1.4). Indikator-indikator tersebut
digunakan untuk melihat bagaimana tingkat keberhasilan usahatani bawang
merah..
24
Faktor
(X1.1)
(X1.2)
(X1.3)
(X1.4)
(X1.5)
Sosial Ekonomi Petani (X1)
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat pendidikan
Luasan lahan yang digarap
Status kepemilikan lahan
RELASI GENDER (X2)
(X2.1) Kegiatan reproduktif
(X2..2) Kegiatan usahatani bawang merah
(X2.3) Kegiatan sosial




KKG (Y1)
Akses
(Y1.1)
Kontrol (Y1.2)
Manfaat (Y1.3)
Partisipasi (Y1.4)
Tingkat Keberhasilan
Usahatani bawang merah




Perencanaan
Pengorganisasian
Pengontrolan
Penetapan prioritas dan
keputusan
Nilai sosial budaya (X3)
(X3.1) Orientasi nilai sosbud
(X3.2) Komunikasi
(X3.3) Pola Asuh anak
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam usahatani bawang merah
Keterangan :
: alur hubungan langsung
:LingkupPenelitian
24
25
2.3. Hipotesis Penelitian
Secara general hipotesa yang diajukan yaitu bahwa faktor sosial ekonomi
petani, pembagian kerja, dan nilai sosial budaya diduga memilki hubungan nyata
dengan KKG dalam usahatani bawang merah. Hipotesis parsial dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan nyata antara antara usia, jenis kelamin,
tingkat
pendidikan, luasan lahan yang digarap, status kepemilikan lahan dengan
relasi gender dalam pembagian kerja.
2. Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja
bidang reproduktif, produktif, dan sosial dengan KKG dalam usahatani
bawang merah.
3. Terdapat hubungan nyata antara orientasi nilai sosial, komunikasi, dan
pola asuh dengan KKG dalam usahatani bawang merah.
2.4.
Definisi Operasional
Dalam mengukur variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian
ini, maka perumusan dari masing-masing variabel akan dijabarkan dan dibatasi
secara operasional.
1. Faktor sosial ekonomi petani adalah keadaan spesifik petani dan sosial
ekonomi anggota rumahtangga. Variabel ini dapat diukur dengan:
a. Usia adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga
penelitian ini dilakukan menggunakan satuan tahun. Pengklasifikasian usia
didasarkan pada konsep teori perkembangan Hurlock (1980). Data usia
diukur dalam skala rasio. Untuk kepentingan pengolahan dan analisis data
maka digunakan skala ordinal dengan pengkategorian sebagai berikut:
(1) Muda (dewasa awal)
: 18-40 tahun
(2) Sedang (dewasa madya) : 41-60 tahun
(3) Tua (Usia lanjut)
: > 60 tahun
b. Jenis kelamin adalah perbedaan individu berdasarkan kondisi biologis.
Dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan.
Diukur dengan skala nominal.
26
Laki-laki
=
Label 1
Perempuan
=
Label 2
c. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan formal/sekolah tertinggi yang
pernah diikuti , diukur menggunakan skala ordinal yang dibedakan
menjadi tiga kategori:
1. Rendah
: Tamat SD/Sederajat
2. Sedang
: Tamat SMP/Sederajat
3. Tinggi
: Tamat SMA/Sederajat dan perguruan tinggi
(D1/D2/D3/S1)
d. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola
oleh petani pada saat ini. Hal ini akan diukur sebagai berikut:
1. Sempit
: jika lahan garapan berkisar kurang dari 0,5 hektar
2. Menengah : jika lahan garapan berkisar 0,5-1 hektar
3. Luas
: jika lahan garapan berkisar lebih dari > 1 hektar
e. Pemilikan lahan adalah pemilikan atas dasar milik yang hanya terbatas
pada akses terhadap lahan berupa lahan pribadi, sewa, bagi hasil, dan
gadai
2. Relasi Gender dalam pembagian kerja adalah hubungan akses antara laki-laki
dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya.
Relasi gender dalam pembagian kerja diukur dengan melihat pembagian kerja
laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga dilihat dari kekuasaan dan beban
kerja dalam satu bulan
Pengukuran mengenai relasi gender dapat dilihat dari jawaban responden
mengenai pernyataan tentang relasi gender yang dikategorikan sebagai berikut:
1. setuju
: skor 1
2. Tidak setuju
: skor 0
Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga
skala ordinal (1) Adil, jika pernyataan setuju skor > 10, (2) Kurang adil, jika
pernyataan setuju total skor 6-10, (3) Tidak adil, jika pernyataan setuju total
skor <6.
27
3. Pembagian kerja adalah profil seluruh aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki
dan perempuan dalam rumahtangga selama sehari. Analisis pembagian kerja
laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dapat dilihat dari kerja produktif
reproduktif, sosial kemasyarakatan melalui pendekatan kualitatif yang diukur
melalui curahan waktu.
a. Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan
pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang
dilakukan dalam kehidupan rumah tangga seperti mencuci, memasak, dan
pekerjaan lain dalam mengurus rumah. Kegiatan ini diukur melalui curahan
waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan satuan
jam perhari.
b. Kerja produktif
adalah
kegiatan dalam usahatani
yang langsung
menghasilkan pendapatan berupa uang. Peran dalam kegiatan ini dilihat
melalui curahan waktu dalam pembagian kerja antara laki-laki dan
perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah.
c. Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
lingkungan masyarakat setempat contohnya gotong royong, hajatan, arisan,
pengajian, dan lain sebagainya.
4. Kesetaraan dan keadilan gender yaitu tidak membedakan antara hak dan
kewajiban laki-laki dan perempuan. Diukur dengan beberapa indikator yaitu
akses, dan kontrol.
a. Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan
perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan
usahatani (produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses dapat
diukur dengan membandingkan jumlah responden suami serta jumlah
responden istri yang memiliki kesempatan untuk mengakses atau
menggunakan sumberdaya dalam usahatani yang dikelola atau terkait
dengan usahatani yaitu mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan.
b. Partisipasi yaitu keikutsertaan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap
kegiatan
28
Pengukuran mengenai ciri-ciri dikategorikan sebagai berikut :
1. Tidak Pernah
=
Skor 0
2. Jarang
=
Skor 1
3. Sering
=
Skor 2
4. Selalu
=
Skor 3
Kemudian
jumlah
skor
yang
diperoleh
dikategorikan
dengan
menggunakan tiga skala ordinal, (1) kurang adil jika total skor kurang dari
31, (2) adil jika total skor antara 31-32, (3) tidak adil jika total skor hal ini
menunjukkan partisipasi responden terhadap kegiatan usahatani bawang
merah tinggi.
c. Manfaat yaitu hasil yang diterima oleh laki-laki dan perempuan pada setiap
kegiatan.
d. Kontrol yaitu kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota
rumahtangga dalam mengambil keputusan dalam rumahtangga. Hal tersebut
dapat diukur dengan membandingkan besarnya frequensi terkait dengan
usahatani (pengelolaan usahatani). Pengeloaan usahatani adalah kemampuan
petani mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan
prioritas dan keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif
mungkin sehingga memperoleh hasil produksi yang maksimal..
e. Tingkatan kontrol (pengambilan keputusan) dalam kegiatan reproduktif,
usahatani (pengelolaan usahatani) dan kemasyarakatan dibedakan menjadi:
1. Keputusan suami sendiri. Skor 1
2. Keputusan istri sendiri. Skor 2
3. Keputusan bersama suami dan istri dengan pengaruh suami setara
dengan pengaruh istri. Skor 3
f. Tingkat pengambilan keputusan dibedakan menjadi bidang produksi (20
jenis keputusan), bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga (17 jenis
keputusan), bidang pembentukan keluarga (10 jenis keputusan), serta bidang
sosial kemasyarakatan (13 jenis keputusan).
29
g. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang produksi dikategorikan
menjadi: rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi
(jumlah skor >47).
h. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pengeluaran kebutuhan
rumahtangga dikategorikan menjadi rendah (jumlah skor < 29), sedang
(jumlah skor 29-40), dan tinggi (jumlah skor >40).
i. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga
dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 26) sedang (jumlah skor 2628), dan tinggi (jumlah skor >28).
j. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang soaial kemasyarakatan
dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 3133), dan tinggi (jumlah skor >33).
5. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas
harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan yang dianut masyarakat.
a. Tingkat
komunikasi
adalah
intensitas
kejadian
pertukaran
pemikiran/perasaan diantara dua orang atau lebih. Ukuran yang digunakan
untuk mengukur variabel ini adalah frekuensi komunikasi.
b. Tingkat interaksi sosial adalah intensitas dan kedalaman perpaduan antara
orientasi nilai sosial dan tingkat komunikasi
c. Pengukuran mengenai nilai sosial dikategorikan menjadi dua yaitu nilai
sosial yang tinggi dan nilai sosial yang rendah, begitu juga dengan budaya
lokal dikategorikan menjadi dua yaitu budaya lokal yang tinggi dan
budaya lokal yang rendah
BAB III
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive). Daerah ini ditentukan sebagai lokasi
penelitian dengan tiga pertimbangan. Pertama, sebagian besar penduduk bermata
pencaharian sebagai petani. Kedua, perempuan ikut serta dalam kegiatan
produktif. Terakhir, kemudahan akses peneliti terhadap daerah tersebut.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan juni-juli 2011. Pengolahan data
dan hasil penulisan laporan dilakukan pada bulan september 2011. Selanjutnya,
perbaikan laporan, konsultasi, dan sidang laporan dilakukan pada bulan
September 2011 – Desember 2011
3.2.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Dengan pendekatan
kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Data sekunder, Data sekunder yang dikumpulkan meliputi profil desa
(jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk, lembaga yang ada di
kelurahan), potensi desa, Dinas Pertanian Kabupaten Tegal, Biro Pusat
Statistik Kabupaten Tegal, internet, dan laporan penelitian yang berkaitan
dengan usahatani bawang merah.
2. Data Primer, Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi
langsung dari responden yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dan
wawancara. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam dengan informan
untuk menggali informasi yang kurang lengkap mengenai usahatani bawang
merah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner.
Adapun rincian metode pengumpulan data tertera pada Tabel 1.
31
Tabel 1. Rincian Metode Pengumpulan Data
Data yang
dibutuhkan
Sub peubah
Jenis
(peubah)
Metode
pengumpulan
data
Karakteristik
responden(petani
bawang merah)
Usia , Jenis Kelamin,
Tingkat pendidikan,
Luasan lahan yang
digarap, Jumlah
tanggungan , Tingkat
pendapatan , Status
kepemilikan lahan
Primer
Kuesioner
dan
wawancara semi
terstruktur
Relasi gender
dalam
rumahtangga
petani bawang
merah
Akses dan kontrol
terhadap sumberdaya,
pembagian kerja, pola
pengambilan keputusan
serta nilai sosial
Primer
Kuesioner
,
observasi,
dan
wawancara semi
terstruktur
Kegiatan
kegiatan usahatani
Primer dan Wawancara semi
usahatani bawang bawang merah mulai
sekunder
terstruktur
merah
dari pra produksi
(persiapan) hingga pasca
panen (pemasaran)yang
akan dianalisis dengan
kualitatif..
Keadaan
umum
lokasi penelitian
dan data terkait
dengan usahatani
bawang merah
Profil dan potensi desa.
Kondisi fisik, keadaan
umum penduduk,
kelembagaan, informasi
pertanian terkait dengan
usahatani bawang
merah.
Sekunder
Mengumpulkan
data-data
yang
terkait
32
Penelitian ini, terdapat dua subjek penelitian, yang terdiri dari informan dan
responden. Populasi pada penelitian ini adalah petani di Desa Sidakaton.
Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah petani, pemerintah desa, tokoh
masyarakat, ketua koperasi tani yang memiliki informasi mengenai usahatani
bawang merah di desa tersebut. Informan tidak dibatasi untuk mendapatkan
informasi yang lebih luas. Pemilihan informan menggunakan teknik bola salju
(snowball sampling) yang memungkinkan perolehan data dari satu informasi ke
informasi lainnya. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kerangka
sampling, dari kerangka sampling tersebut membagi kedalam gugus-gugus
sampling. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani
bawang merah Desa Sidakaton dilihat dari lahan yang sedang dikelola atau
digarap. Responden dalam penelitian ini adalah suami dan istri. Unit analisis
dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani komoditas bawang merah. Unit
analisis rumahtangga digunakan untuk menganalisis relasi gender dalam
pembagian kerja atau peranan, akses dan kontrol terhadap sumbedaya dalam
rumahtangga petani, serta usahatani bawang merah dalam rumahtangga petani.
Penentuan responden dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
teknik Sampel Random Distratifikasi (Stratified Random Sampling) proposional.
Teknik ini digunakan karena satuan-satuan elementer dalam populasi tidak
homogen sehingga agar dapat mengggambarkan secara tepat mengenai populasi
yang heterogen. Populasi digolongkan berdasarkan lahan yang dikelola yang akan
dibagi ke dalam tiga golongan. jumlah sampel menggunakan 10 persen dari
jumlah populasi RTP.
Berdasarkan survai pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2011
diketahui terdapat tiga variasi luasan lahan yang digarap oleh rumahtangga petani
bawang merah di Desa Sidakaton. Dan jumlah total populasi rumahtangga petani
bawang merah sebanyak 446 RTP. Secara rinci populasi dan sampel penelitian
disajikan dalam Tabel 2.
33
Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Desa Sidakaton, Kabupaten
Tegal, Jawa Tengah 2011
lahan yang dikelola Jumlah populasi * *
Responden sampel
(hektar)
(RTP)
(RTP)
< 0,5
178
18
0,5-<1
201
20
>1
67
7
Total
446
45 RTP
** Berdasarkan pantauan lapangan di Desa Tahun 2011
3.3. Validitas dan Reliabilitas Instrument
Sebelum kuesioner digunakan sebagai instrumentasi penelitian, kuesioner
terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji kuesioner diberikan kepada
15 orang petani baik laki-laki maupun perempuan. Rensponden uji yang dipilih
yaitu Petani Desa Sidapurna Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal Jawa
Tengah. Pemilihan lokasi uji coba kuesioner didasarkan pada persamaan
karakteristik petani dan kesamaan komoditi yang hampir sama.
3.3.1 Validitas Instrument
Instrumen penelitian yang baik adalah instrumen penelitian yang valid. Uji
validitas alat ukur ini digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data
pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Pengujian ini
dilakukan
dengan uji validitas korelasi product moment Pearson dengan program SPSS for
Windows versi 17,0.
Setelah dilakukan uji kuesioner kepada 10 rumahtangga petani, diperoleh
nilai validitas instrumen. Dari < 200 pernyataan yang diajukan, terdapat 42
pernyataan yang memiliki hasil uji validitas lebih kecil pada taraf nyata 5%
dibandingkan dengan nilai r tabel (0,497), sehingga lebih dari separoh item
pernyataan di kuesioner dinyatakan telah valid. Pernyataan yang tidak valid
kemudian diganti dengan pernyataan yang lebih mudah dimengerti oleh
34
responden. Hasil pengolahan uji validitas kuesioner ini dapat dilihat di Lampiran
2.
3.3.2 Reliabilitas Instrument
Reliabilitas instrumen menunjukan sejauh mana alat ukur yang digunakan
secara konsisten dapat memberikan hasil yang sama terhadap gejala yang sama,
walau digunakan berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur
tersebut stabil (tidak berubah-ubah), dapat diandalkan (dependable) dan tetap/ajeg
(consistent) (Kriyantono, 2009). Uji Reliabilitas instrumen dilakukan dengan
menggunakan uji koefisien reliabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan program
SPSS for Windows versi 17,0.
Setelah dilakukan pengujian kuesioner pada10 rumahtangga petani,
diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,743 untuk relasi gender dalam pembagian
kerja, nilai ini sudah lebih dari nilai kriteria (0,60) yang berarti kuesioner reliabel.
Nilai reliabilitas untuk KKG dalam usahatani yang dilihat dari akses, kontrol,
partisipasi, dan manfaat sebesar 0,832, nilai ini sudah lebih besar dari 0,60 yang
berarti kuesiner termasuk kategori reliabel. Dengan demikian data hasil angket
memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket
dapat dipercaya. Hasil pengolahan uji reliabilitas kuesioner ini dapat dilihat di
Lampiran 2.
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
pengkodean. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan
korelasi. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. grafik, dan
tabulasi silang.
Analisis korelasi menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi rank Spearman
dan Chi Square melalui SPSS 17,0 for windows. Uji korelasi rank Spearman
digunakan untuk mencari koefisien antara data ordinal/interval dan data ordinal
35
lainnya. Dalam teknik ini setiap data dari variabel yang diteliti harus ditetapkan
peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar, misalnya rendah, sedang dan
tinggi. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Korelasi dapat menghasilkan angka positif
(+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan
kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka
variabel terikat juga besar. Korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti
hubungan kedua variabel tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka
variabel terikat menjadi kecil,. Rumus yang digunakan untuk mengetahui korelasi
rank Spearman yaitu:
rho  1 
6d 2
N(N 2  1)
Keterangan:
rho = koefisien korelasi rank Spearman
d
= perbedaan antara pasangan jenjang
∑ = sigma atau jumlah
N = jumlah individu dalam sampel
36
Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam
Uji Korelasi Rank Spearman adalah dengan signifikansi/probabilitas/α digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.
Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0,1) maka
artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat
kepercayaan sebesar 95 persen dan tingkat kesalahan sebesar 10 persen.
Dasar pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut:
a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,01 atau 0,05 maka Ho ditolak.
Jadi, hubungan kedua variabel signifikan; dan
b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,01atau 0,05 maka Ho diterima.
Jadi, hubungan kedua variabel tidak signifikan.
Uji Chi Square (chi square test) yaitu pengujian menggunakan tabulasi
silang (crosstab) yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara baris dan
kolom. Variabel antara baris dan kolom adalah variabel independen dan data yang
digunakan adalah data nominal atau bisa ordinal tapi tidak diukur tingkatannya
dan menjadi data nominal.. Rumus Chi Square yang digunakan yaitu:
(f0  f h )2
χ 
fh
i 1
k
2
Keterangan:
f0 = banyaknya observasi
fh = banyaknya observasi yang diharapkan
37
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Desa Sidakaton
4.1.1
Kondisi Geografis dan Administratif
Desa Sidakaton merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Dukuhturi. Secara geografis Desa Sidakaton memiliki luas wilayah sebesar
324.617 Ha terletak pada ketinggian tanah di atas permukaan laut 5 M dan
merupakan desa yang bertopografi dataran rendah dengan kondisi desa
persawahan/perkebunan. Desa Sidakaton memilki batas wilayah sebagai berikut .
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kaligangsa
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kupu
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sidapurna
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Gangsa
Secara administratif Desa Sidakaton memiliki 42 Rukun Tetangga yang
terdistribusi dalam 12 Rukun Warga, Menurut data monografi Desa Sidakaton
tahun 2009 yang mempunyai luas wilayah 324,617 Ha dimana 30,78 persen
merupakan daerah pemukiman : 69,22 persen daerah areal pekarangan/ tegalan,
pertanian/sawah dll. Berikut ini sebaran pemanfaatan lahan Desa Sidakaton :
Tabel 3. Pemanfaatan lahan Wilayah Desa Sidakaton Tahun 2011
Pemanfaatan Lahan
Ha
persen
215,920
66,52
Tegalan
1,370
0,42
Permukiman
99,910
30,78
Lain-lain
7,407
2,28
324,617
100,00
Sawah irigasi teknis
Jumlah
38
4.1.2
Kondisi Penduduk
Total penduduk di Desa Sidakaton pada tahun 2011 tercatat sebanyak
13.674 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 6.793 jiwa dan perempuan
sebanyak 6.881 jiwa serta jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3.846 jiwa.
Tingkat pendidikan warga tergolong masih rendah, hal ini ini dapat
ditunjukan dengan banyaknya warga yang berpendidikan formal dibawah
SLTA/sederajat memcapai 5.72l orang atau 94,05 persen bahkan termasuk
didalamya termasuk jumlah penduduk yang buta huruf cukup tinggi mencapai 375
atau 6,15 persen orang dan tidak tamat SD, 3.517 orang atau 57,68 persen.
Kondisi ini cendrung disebabkan karena :
a.
Tingkat penghasilan keluarga sehingga kurang mampu untuk membiayai
pendidikan anak sampai jenjang yang lebih tinggi.
b.
Tingkat kesadaran warga terhadap pentingnya pendidikan bagi anak rendah,
dimana masyarakat lebih menyukai anaknya untuk bekerja mengikuti usaha
orang tua dari pada sekolah.
c.
Pemahaman masyarakat yang telah terinternalisasi yaitu bahwa suksesnya
seorang tidak ditentukan oleh tingkat pendidikan yanh lebih tinggi tetapi
faktor nasib atau takdir manusia yang sudah ditentukan.
Tabel 4. Sebaran Penduduk Desa Sidakaton menurut Tingkat Pendidikan Tahun
2011
No
Pendidikan
Jumlah
Persen
375
6,15
1
Buta huruf
2
Tidak tamat SD
3,517
57,68
3
Tamat SD sederajat
1,537
25,21
4
SLTP/sederajat
305
5,00
5
SLTA/sederajat
325
5,33
6
D-1
15
0,25
7
S-1
16
0,26
6,097
100,00
JUMLAH
39
Mata pencaharian penduduk sebagian besar disektor swasta /informal
antara lain sebagai pedagang warung makan ( warteg ) di luar desa terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dll separuh lebih, petani dan
buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya
merupakan areal pertanian adalah bawang merah. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian, Tahun
2011 (dalam jumlah dan persen)
No
Mata Pencaharian
Orang
persen
1
Buruh Tani
1.416
23,42
2
Petani
1.215
20,09
3
Pedagang
3.078
50,90
4
PNS
15
0,25
5
TNI/POLRI
3
0,05
6
Penjahit
3
0,05
7
Montir
4
0,07
8
Sopir
7
0,12
9
Pramuwisma
15
0,25
10
Karyawan Swasta
37
0,61
11
Tukang Kayu
106
1,75
12
Tukang Batu
141
2,33
13
Guru swasta
7
0,12
6.097
100,00
Jumlah
4.2
Kondisi Sosial Budaya
4.2.1
Upacara Khas Suku Jawa
a. Kematian Mendhak
Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian
budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu
atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah
40
sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem.
Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan,
sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.
Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari
kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati
satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai
upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak
Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke
seribu setelah kematian.
Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari
saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi
untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi
tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu
penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan
sang arwah.
b.
Kematian surtanah
Tradisi kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah
yang bertujuan agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak
di sisi Sang Maujud Agung. Perlengkapan upacara: - Golongan bangsawan:
tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem (tidak pedas), pecel
dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang dengan
kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukurukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja. - Golongan rakyat biasa:
tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi
asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang
setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi. Upacara ini diadakan
setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan
pemuka agama.
c. Upacara nyewu dina
Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan
upacara: - Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan,
41
ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air,
memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung
merpati. - Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak,
apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong
serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh
keluarga, ulama, tetangga dan relasi
d. Upacara Brobosan
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah
upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan
penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka
yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman
rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh
anggota keluarga yang paling tua. Tradisi Brobosan dilangsungkan secara
berurutan sebagai berikut: 1) peti mati dibawa keluar menuju ke halaman
rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai, 2)
anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan,
berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos)
selama tiga kali dan searah jarum jam, 3) urutan selalu diawali dari anak
laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih
muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
4.2.2
Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang
masih hidup kepada orang tua dan leluhur mereka. Salah satu tradisi kelahiran
dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara Selapanan bertujuan memohon
keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut:
a) Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan, nasi tumpeng kecil yang
ujungnya ditancapi tusukan bawang merah dan cabe merah, bubur lima
macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih, sekul asrep-asrepan, pecel ayam,
pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air.
42
b) Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih dengan lauk, nasi tumpeng
among-among, nasi golong, jenang abang putih, ingkung dan panggang ayam.
Upacara terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan
pada hari ke 36 sesuai dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi.
Selapanan diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama,
famili dan keluarga terdekat.
4.2.3
Upacara Pernikahan Suku Jawa
Pesta pernikah adat Jawa mempunya beraneka ragam tradisi. Pemaes,
dukun pengantin perempuan di mana menjadi pemimpin dari acara pernikahan, itu
sangat penting. Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan
pengantin perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Biasanya
dia juga menyewakan pakaian pengantin, perhiasan dan perlengkapan lain untuk
pesta pernikahan.
Banyak yang harus dipersiapkan untuk setiap upacara pesta pernikahan.
Panitia kecil terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai. Besarnya
panitia itu tergantung dari latar belakang dan berapa banyaknya tamu yang di
undang (300, 500, 1000 atau lebih). Sesungguhnya upacara pernikahan itu
merupakan pertunjukan besar. Panitia mengurus seluruh persiapan perkawinan:
protokol, makanan dan minuman, musik gamelan dan tarian, dekorasi dari
ruangan resepsi, pembawa acara, wali untuk Ijab, pidato pembuka, transportasi,
komunikasi dan keamanan. Persiapan yang paling penting adalah Ijab (catatan
agama dan catatan sipil), dimana tercatat sebagai pasangan suami istri.
Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah
orangtua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), terdiri dari berbeda
Tuwuhan (tanaman dan daun).
a) Dua pohon pisang dengan setandan pisang masak berarti: Suami akan
menjadi pemimpin yang baik di keluarga. Pohon pisang sangat mudah
tumbuh dimana saja. Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia
dimana saja.
43
b) Sepasang Tebu Wulung berarti: Seluruh keluarga datang bersama untuk
bantuan nikah.
c) Cengkir Gading berarti: Pasangan pengantin cinta satu sama lain dan akan
merawat keluarga mereka.
d) Bentuk daun seperti beringin, mojo-koro, alang-alang, dadap srep berarti:
Pasangan pengantin akan hidup aman dan melindungi keluarga. bekletepe di
atas pintu gerbang berarti menjauhkan dari gangguan roh jahat dan
menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan.
e) Kembar Mayang adalah karangan dari bermacam daun (sebagian besar daun
kelapa di dalam batang pohon pisang). Itu dekorasi sanggat indah dan
menpunya arti yang luas. Itu menpunyai bentuk seperti gunung: Gunung itu
tinggi dan besar, berarti laki-laki harus punya banyak pengetahuan,
pengalaman dan kesabaran.
f) Keris: Melukiskan bahwa pasangan pengantin berhati-hati dalam kehidupan,
pintar dan bijaksana.
g) Cemeti: Pasangan pengantin akan selalu hidup optimis dengan hasrat untuk
kehidupan yang baik.
h) Payung: Pasangan pengantin harus melindungi keluarganya.
i) Belalang: Pasangan pengantin akan giat, cepat berpikir dalam mengambil
keputusan untuk keluarganya.
j) Burung: Pasangan pengantin mempunyai motivasi hidup yang tinggi.
k) Daun Beringin: Pasangan pengantin akan selalu melindungi keluarganya dan
masyarakat sekitarnya.
l) Daun Kruton: Daun yang melindungi mereka dari gangguan setan.
m) Daun Dadap srep: Daun yang dapat digunakan mengompres untuk
menurunkan demam, berarti pasangan pengantin akan selalu mempunyai
pikiran yang jernih dan tenang dalam mengadapi masalah.
n) Daun Dlingo Benglé: Jamu untuk infeksi dan penyakit lainnya, itu digunakan
untuk melindungi gangguan setan.
o) Bunga Patra Manggala: Itu digunakan untuk memperindah karangan.
44
Sebelum memasang Tarub dan Bekletepe harus membuat sepesial Sajen.
Tradisionil Sajen (persembahan) dalam pesta adat Jawa itu sangat penting. Itu
adalah simbol yang sangat berarti, di mana Tuhan Pencipta melidungi kami. Sajen
berarti untuk mendoakan leluhur dan untuk melindungi dari gangguan roh jahat.
Sajen diletakan di semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar
mandi, di dapur, di bawah pintu gerbang, di bawah dekorasi Tarub, di jalan dekat
rumah, dan lain-lain.
Siraman sajen terdiri dari:
a) Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan.
b) Tumpeng Gundul, nasi kuning tanpa hiasan.
c) Makanan: ayam, daging, tahu, telur.
d) Tujuh macam bubur.
e) Pisang raja dan buah lainnya.
f) Kelapa muda.
g) Kue manis, lemper, cendol.
h) Teh dan kopi pahit.
i) Rokok dan kretek.
j) Lantera.
k) Bunga Telon (kenanga, melati, magnolia) dengan air Suci.
Siraman: Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan
raga. Pesta Siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum Ijab dan
Panggih. Siraman di adakan di rumah orangtua pengantin masing-masing.
Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang lebih banyak
diadakan di taman. Daftar nama dari orang yang melakukan Siraman itu sangat
penting. Tidak hanya orangtua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang
dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang
melakukan Siraman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu PITU, mereka
memberi nama PITULUNGAN (berarti menolong). Apa saja yang harus
dipersiapkan:
45
a) Baskom untuk air, biasanya terbuat dari tembaga atau perunggu. Air dari
sumur atau mata air.
b) Bunga Setaman - mawar, melati, magnolia dan kenanga - di campur dengan
air.
c) Aroma - lima warna - berfungsi seperti sabun.
d) Tradisionil shampoo dan conditioner (abu dari merang, santan, air asam
Jawa).
e) gayung dari 2 kelapa, letakkan bersama.
f) Kursi kecil, ditutup dengan:
g) Tikar - kain putih - beberapa macam daun - dlingo benglé (tanaman untuk
obat-obatan) - bango tulak (kain dengan 4 macam motif) - lurik (motif garis
dengan potongan Yuyu Sekandang dan Pula Watu).
h) Memakai kain putih selama Siraman.
i) Kain batik dari Grompol dan potongan Nagasari.
j) Handuk.
k) Kendi.
Keluarga dari pengantin wanita mengirim utusan untuk membawa airbunga ke keluarga dari pengantin laki-laki. Itu Banyu Suci Perwitosari, berarti air
suci dan simbol dari intisari kehidupan. Air ini diletakan di rumah pengantin lakilaki.
Pelaksanaan dari SIRAMAN: Pengantin perempuan/laki-laki datang dari
kamarnya dan bergabung dengan orangtuanya. Dia diantar ke tempat Siraman.
Beberapa orang jalan di belakangnya dan membawa baki dengan kain batik,
handuk, dan lain-lain. Dan ini akan digunakan setelah Siraman. Dia mendudukkan
di kursi dan berdoa. Orang pertama yang menyiramkan air ke pengantin adalah
ayah. Ibu boleh menyiramkan setalah ayah. Setelah mereka, orang lain boleh
melakukan Siraman. Orang terakhir yang melakukan Siraman adalah Pemaes atau
orang sepesial yang telah ditunjuk. Pengantin perempuan/laki-laki duduk dengan
kedua tangan di atas dada dengan posisi berdoa. Mereka menyiramkan air ke
tangannya dan membersihkan mulutnya tiga kali. Kemudian mereka menyiramkan
air ke atas kepala, wajah, telinga, leher, tangan dan kaki juga sebanyak tiga kali.
Pemaes menggunakan tradisionil shampoo dan conditioner. Setelah Kendi itu
46
kosong, Pemaes atau orang yang ditunjuk memecahkan kendi ke lantai dan
berkata: „Wis Pecah Pamore„ - berarti dia itu tampan (menjadi cantik dan siap
untuk menikah).
Upacara NGERIK: Setelah Siraman, pengantin duduk di kamar pengantin.
Pemaes mengeringkan rambutnya dengan handuk dan menberi pewangi (ratus) di
seluruh rambutnya. Dia mengikat rambut ke belakang dan mengeraskannya
(gelung). Setelah itu Pemaes membersihkan wajahnya dan lehernya, dia siap
untuk di dandani. Pemaes sangat behati-hati dalam merias pengantin. Dandanan
itu tergantun dari bentuk perkawinan. Akhirnya, pengantin wanita memakai
kebaya dan kain batik dengan motif Sidomukti atau Sidoasih. Itu adalah simbol
dari kemakmuran hidup.
Upacara Midodareni: Pelaksanaan pesta ini mengambil tempat sama
dengan Ijab dan Panggih. Midodareni itu berasal dari kata Widodari yang berarti
Dewi. Pada malam hari, calon pengantin wanita akan menjadi cantik sama seperti
Dewi. Menurut kepercayaan kuno, Dewi akan datang dari kayangan. Pengantin
wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam di temani
dengan beberapa wanita yang dituakan. Biasanya mereka akan memberi saran dan
nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung;
semuanya harus wanita. Orangtua dari pengantin wanita akan menyuapkan
makanan untuk yang terakhir kalinya. Mulai dari besok, suaminya yang akan
bertanggung jawab.
BAB V
GAMBARAN UMUM RESPONDEN
5.1.
Usia
Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan
berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40),
dewasa madya (41-60) dan usia lanjut (>60). Sebaran responden berdasarkan usia
dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Usia, Tahun 2011
Kelompok Umur
Suami
Istri
N
Persen
N
Persen
18-40
1
2
9
20
41-60
31
69
36
80
>60
13
29
0
0
Total
45
100
45
100
Tabel 6 menjelaskan usia responden dalam penelitian ini paling muda
berusia 40 tahun untuk responden laki-laki dan 30 tahun untuk responden
perempuan, usia yang paling tua yaitu 66 tahun untuk responden laki-laki dan 60
tahun untuk responden perempuan. Persentase usia responden laki-laki dan
perempuan terbanyak tersebar antara 41-60 tahun sebanyak 69 persen untuk
responden laki-laki serta 80 persen untuk responden perempuan. Usia tersebut
masuk dalam kategori dewasa madya. Tingginya partisipasi responden pada
kategori usia ini sesuai dengan tugas salah satu perkembangan pada masa ini yaitu
berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi
menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut
5.2.
Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, responden sampel berjumlah 90 orang yang terdiri atas
45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan. Jumlah responden sampel dalam
48
penelitian ini setara antara laki-laki dan perempuan dikarenakan unit analisis yang
digunakan adalah rumahtangga sehingga dalam satu rumahtangga yang menjadi
responden yaitu kedua-duanya laki-laki (suami) dan perempuan (istri).
Tabel 7.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun
2011
Jumlah
Jenis Kelamin
n
persen
Laki-laki
45
50
Perempuan
45
50
Jumlah
90
100
5.3.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yaitu jenjang terakhir sekolah formal responden yang
pernah ditamatkan maupun tidak tamat. Berdasarkan tabel terlihat bahwa
persentase terbesar 40 persen untuk responden laki-laki(suami) berpendidikan
SMP, dan 31 persen untuk responden perempuan (istri) berpendidikan SMA.
Persentase
terendah responden tidak pernah mengenyam bangku pendidikan
sebesar 0 persen untuk responden perempuan dan satu persen untuk responden
laki-laki. Berikut sebaran tingkat pendidikan responden.
Tabel 8.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan,
Tahun 2011
Suami
Istri
Tingkat Pendidikan
n
persen
n
persen
Tidak sekolah
1
2
0
0
Tidak tamat SD
5
11
6
13
Tamat SD
7
16
12
27
SMP
18
40
13
29
SMA
14
31
14
31
Perguruan tinggi
0
0
0
0
Total
45
100
45
100
Tingkat pendidikan di Desa Sidakaton dikategorikan menjadi tiga yaitu
rendah untuk tamatan SD atau sederajat, sedang untuk tamatan SMP atau
sederajat, dan tinggi untuk tamatan SMA atau sederajat. Berdasarkan Gambar 2
49
dapat dilihat bahwa persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan tinggi
antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) sama yaitu bernilai 31 persen,
sedangkan persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan rendah laki-laki
memiliki persentase lebih kecil dari pada perempuan hal tersebut menunjukan
bahwa tingkat pendidikan untuk perempuan masih rendah.
Gambar 2. Persentase Responden berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan,
Tahun 2011(dalam persen)
Berdasarkan
data
penduduk
Desa
Sidakaton
menurut
tingkat
pendidikannya, lulusan SD/sederajat memiliki persentase paling tinggi yaitu
sebesar 25.21 persen dengan mata pencaharian utama di bidang pertanian. Jumlah
tersebut membuktikan bahwa penduduk Desa Sidakaton mayoritas bergerak di
bidang pertanian dengan produk unggulan pertanian yaitu bawang merah. Hal ini
ditunjukkan pada Gambar 3 yang menggambarkan persentase pekerjaan
responden.
Gambar 3. Persentase Responden berdasarkan Pekerjaan, Tahun 2011 (dalam
persen)
50
5.4.
Luasan Kepemilikan lahan
Luas lahan adalah luas areal persawahan yang akan ditanam padi atau
bawang merah pada musim tertentu. Pada umumnya lahan sawah merupakan
lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk
menahan/ menyalurkan air, lahan sawaah merupakan lahan yang ditanami padi
sawah atau bawang merah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status
tanah tersebut. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang
dikelola oleh petani pada saat ini. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala
usaha. Taraf hidup masyarakat petani pada umumnya rendah dan tergolong pada
masyarakat miskin. Menurut Gunawan dan Erwidodo3 mengungkapkan bahwa di
pedesaan, kemiskinan berkolerasi tinggi dengan penguasaan lahan pertanian.
Rata-rata pemilik lahan per rumahtangga buruh tani berkisar antara 0,001-0,004
ha untuk lahan kering.
Lahan bagi masyarakat pedesaan sangatlah penting karena merupakan
faktor produksi, sehingga lahan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi
penduduk desa. Menurut Sajogyo (1999) petani dapat digolongkan berdasarkan
luas lahan pertanian yaitu:
1. Golongan petani kecil dengan luas lahan < 0,5 ha
2. Golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5-1 ha
3. Golongan petani besar dengan luas lahan >1 ha
Kepemilikan lahan menentukan status sosial seseorang. Petani dengan
lahan garapan yang luas biasanya tingkat ekonominya lebih tinggi daripada petani
yang berlahan sempit. Berikut persentase luasan lahan yang digarap oleh
responden:
2
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0700057_chapter2.pdf diakses pada tanggal 15
November 2011, pukul 19.38 WIB
51
Gambar 4. Persentase Luas Lahan yang digarap, Tahun 2011 (dalam persen)
Berdasarkan Gambar 4 diatas bahwa luas lahan petani bawang merah yang
digarap dapat digolongkan menjadi tiga yaitu petani yang menggarap lahan seluas
< 0,5 ha disebut petani sempit sebanyak 40 persen dan petani bawang merah yang
menggarap lahan seluas 0,5-1 ha disebut petani menengah sebanyak 44 persen dan
petani bawang merah yang menggapap lahan seluas > 1 ha disebut petani besar
sebanyak 16 persen, dapat disimpulkan bahwa luas lahan yang digarap petani
bawang merah rata-rata sebesar 0,5-1 ha sehingga petani bawang merah Desa
Sidakaton dapat dikatakan tergolong petani sempit dan petani menengah. Petani
besar di Desa Sidakaton tidak terlalu banyak hanya orang-orang tertentu saja yang
memiliki lahan yang luas.
5.5.
Status Kepemilikan Lahan
Selain luas lahan yang dimiliki oleh petani, pengelompokan petani juga
dilakukan berdasarkan usaha yang mereka lakukan dalam pertanian. Petani di
Indonesia dapat dikelompok menjadi tiga menurut Sandy 3(1985) yaitu:
1. Petani Pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri lahannya atau
disewakan kepada orang lain dengan luasan tertentu. Biasanya lahan yang
dimiliki terkumpul dalam satu daerah yang luas namun ada juga petani yang
memiliki lahan pertanian yang terpisah-pisah
3
Ibid
52
2. Petani Penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain atas dasar
bagi hasil
3. Buruh tani adalah orang menyewa tenaga kerja dibidang pertanian dalam
usahanya mendapat upah.
Status Kepemilikan lahan untuk 45 rumahtangga yang menjadi responden
sampel di Desa Sidakaton sangat beragam. Persentase tertinggi sebesar 91 persen
berstatus pemilik dan penggarap, dan
sembilan persen berstatus sebagai
penggarap. Berikut persentase status kepemilikan lahan responden sampel desa
sidakaton.
Gambar 5. Persentase Status Kepemilikan Lahan, Tahun 2011 (dalam persen)
Status kepemilikan lahan di Desa Sidakaton
hampir rata-rata sebagai
pemilik sekaligus sebagai pengarap. Petani Desa Sidakaton kebanyakan
menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Sistem bagi hasil
pembagiannya tergantung kesepakan antara pemilik dan penggarap biasanya 1/8
atau 1/7. Satu untuk buruh tani/ penggarap dan delapan atau tujuh untuk pemilik
lahan dan modal. Semua biaya produksi ditanggung pemilik lahan, buruh tani
hanya modal tenaga saja. Hasil terkadang berbentuk uang kadang juga berbentuk
barang teergantung hasil panennya, langsung dijual atau masih berbentuk barang.
BAB VI
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBAGIAN
KERJA DAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM
USAHATANI BAWANG MERAH
6.1. Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Pembagian Kerja
Hubungan
antara
faktor
sosial
ekonomi
(jenis
kelamin,
usia,
pekerjaan,tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap, dan status kepemilikan
lahan) dengan pembagian kerja (reproduktif, produktif dan sosial). Berikut hasil
tabulasi silang
antara faktor sosial ekonomi dengan relasi gender dalam
pembagian kerja padaTabel 9.
Tabel 9
Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan
Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten
Tegal, 2011
Faktor sosial
ekonomi
Usia
Jenis
Kelamin
Tingkat
Pendidikan
Luas lahan
yang digarap
Status
Kepemilikan
Lahan
R
S
T
Total
R
S
T
Total
R
S
T
Total
R
S
T
Total
R
S
T
Total
Produktif
R
S
T
33.1 41.7
0
61.1 33.3 40.0
5.6 25.0 60.0
100 100 100
38.9 25.0 20.0
55.6 41.7 80.0
5.6 33.3
0
100 100 100
34.4 18.3
0
54.4 40.0 20.0
11.1 41.7 80.0
100 100 100
27.8 33.3
0
66.7 58.3 80.0
5.6
8.3 20.0
100 100 100
44.4
8.3
0
44.4 50.0 20.0
11.1 41.7 80.0
100 100 100
Pembagian kerja
Reproduktif
R
S
T
33.3 31.6 12.5
55.6 47.4 50.0
11.1 21.1 37.5
100 100 100
27.8 26.3 12.5
61.1 47.4 37.5
11.1 26.3 50.0
100 100 100
72.2 36.8
0
16.7 31.6 12.5
11.1 31.6 87.5
100 100 100
33.3 26.3 12.5
61.1 68.4 75.0
5.6
5.3 12.5
100 100 100
72.2 36.8
0
16.7 31.6 12.5
11.1 31.6 87.5
100 100 100
Keterangan : R= rendah, S= sedang, T= tinggi
R
24.0
64.0
12.0
100
20.0
56.0
24.0
100
56.0
24.0
20.0
100
24.0
72.0
4.0
100
56.0
24.0
20.0
100
Sosial
S
37.5
31.2
31.2
100
31.2
50.0
18.8
100
37.5
25.0
37.5
100
31.0
56.2
12.5
100
37.5
25.0
37.5
100
T
25.0
50.0
25.0
100
25.0
25.0
50.0
100
0
0
100
100
25.0
75.0
0
100
0
0
100
100
54
Berdasarkan hasil tabulasi silang, usia terbesar berada pada kegiatan
produktif yang rendah yaitu sebesar 61.1 persen. Bahwasannya usia produktif
sangat berpengaruh dalam kegiatan produktif. Lalu jenis kelamin tertinggi berada
ketika kegiatan produktif tinggi, yaitu sebesar 80 persen. Namun jenis kelamin
tersebut masih tergolong dalam kategori sedang. Lalu saat kegiatan produktif
tinggi, jenis kelamin yang tinggi sebesar 0 persen, artinya kegiatan produktif
tinggi , tidak berpengaruh terhadap jenis kelamin, siapa yang melakukan baik lakilaki maupun perempuan karena hanya beberapa rumahtangga petani bawang
merah yang hanya suami atau laki-laki saja yang melakukam kegiatan produkstif.
Kemudian kegiatan produktif yang tinggi menjadikan tingkat pendidikan yang
tinggi pula bagi responden, yaitu sebesar 80 persen. Pendidikan merupakan sarana
belajar,
dimana
selanjutnya
akan
menanamkan
pengertian
sikap
yang
menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Petani
yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi yang
diberikan penyuluh dan lebih dapat responsif gender dalam kegiatan produktif.
Luas lahan yang digarap tertinggi berada pada relasi gender dalam kegiatan
produktif yang tinggi yaitu sebesar 80 persen, namun masih tergolong pada
kategori sedang. Status kepemilikan lahan tertinggi berada kegiatan produktif
yang tinggi yaitu sebesar 80 persen.
Usia tertinggi berada pada kegiatan reproduksi yang rendah yaitu sebesar
55.6 persen. Hal ini menunjukkan usia yang dianalisis merupakan kategori usia
produktif dimana rumahtangga petani bawang merah yang sebagian besar anggota
rumahtangga tersebut ikut melakukan kegiatan usahatani bawang merah. Petani
bawang merah melalukan kegiatan produktif hal serupa juga dilakukan pada
kegiatan reproduktif. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden VB, 43
tahun sebagai berikut :
“……Saya ikut membantu suami dalam kegiatan usahatani bawang merah
mulai dari persiapan sampai kadang dalam hal penjualan tetapi saya tidak
melupakan saya sebagai ibu rumahtangga saya tetap melakukan pekerjaan rumah
seperti memasak, mencuci, mengurus anak, begitu juga suami saya dia juga ikut
membantu pekerjaan rumah walaupun tidak begitu sering…...”
55
Pernyataan responden diatas menyatakan bahwa responden tersebut ikut
serta dalam mengelola usahatani bawang merah karena responden merasa
usahatani bawang merah milik bersama, sehingga perlu dilibatkan dalam kegiatan
usahatani tersebut.
Sebagian besar responden yang mengikutsertakan laki-laki dalam kegiatan
reproduktif tinggi menyatakan bahwa jenis kelamin juga yang tinggi pula, yaitu
sebesar 50 persen dibandingkan dengan keterlibatan kegiatan reproduktif rendah,
jenis kelaminnya berada pada kategori sedang yaitu 61.1 persen. Hal ini
dikarenakan pada saat kegiatan reproduktif memang berhubungan dengan jenis
kelamin, hal tersebut membuat jenis kelamin tinggi pada kegiatan reproduktif juga
tinggi, terutama bagi responden laki-laki yang ikut serta dalam kegiatan
reproduktif.
Keterlibatan
responden
melakukan
kegiatan
reproduktif
tinggi,
menghasilkan pernyataan yang tinggi pula dalam tingkat pendidikan yaitu sebesar
87,5 persen. Baik rumahtangga yang laki-laki ikut serta dalam kegiatan
reproduktif maupun laki-laki yang tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Usia
tertinggi berada pada saat relasi gender dalam kegiatan sosial rendah sebesar 64
persen. Sedangkan, responden dengan keterlibatan yang rendah saat kegiatan
sosial menghasilkan nilai jenis kelamin tertingginya sebesar 12 persen. Selain itu,
responden dengan keterlibatan yang tinggi pada kegiatan sosial sebagian besar
memiliki usia yang sedang yaitu sebesar 50 persen.karena kebanyakan kegiatan
sosial lebih banyak diikuti usia muda.
Hasil uji korelasi Chi Square antara Faktor Sosial Eknomi dengan relasi
gender dalam pembagian kerja cukup beragam. Berikut hasil uji korelasi Chi
Square dijelaskan pada Tabel 10 di bawah ini.
56
Tabel 10. Hasil Pengujian Chi Square Hubungan antara Faktor Sosial Eknomi
dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Faktor sosial ekonomi
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat Pendidikan
Luas lahan yang digarap
Status Kepemilikan
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Reproduktif
*
0,708
0,243
0,128
0,288
0,062
Produktif
-0,053
0,161
0,153
0,509
0,312
*
Sosial
0,245
0,004
0.183
0,038
0,200
Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01
χ2=koefisien Chi Square;
Tabel hasil uji menunjukkan ada satu indikator faktor sosial ekonomi
yang memiliki hubungan nyata dengan pembagian kerja. Faktor sosial ekonomi
tersebut yaitu jenis kelamin dengan pembagian kerja bidang reproduktif dan
produktif. Hal ini dikarenakan pembagian kerja dalam keluarga tersebut hanya
didasarkan pada jenis kelamin yang menetapkan perempuan sebagai pekerja
reproduktif dan laki-laki pekerja produktif. Pembagian tersebut menurut
responden sudah layak dan umum bagi seluruh keluarga. Perempuan ditempatkan
pada pekerjaan reproduktif tersebut karena adanya adat istiadat atau ideologi
gender yang dianut oleh keluarga responden yang memang menempatkan
perempuan pada pekerjaan reproduktif. Dengan demikian, terjadi ketidakadilan
gender untuk relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga responden.
Perempuan masih mengalami diskriminasi karena memiliki beban kerja yaitu
sebagai pekerja reproduktif sekaligus produktif. Kegiatan produktif dalam hal ini
kegiatan usahatani bawang merah kebanyakan dilakukan oleh responden suami
karena tahapan kegiatan usahatani bawang merah merupakan pekerjaan kasar dan
berat. Sehingga dapat disimpulkan baik responden laki-laki maupun perempuan
memiliki porsi yang berbeda dalam mengerjakan pekerjaan produktif.
Usia dalam pembagian kerja , tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap
dan status kepemilikan lahan tidak berhubungan dalam pembagian kerja karena
saat pembagian kerja berlangsung jenis kelaminlah yang menentukan pembagian
kerja dalam rumahtangga petani bawang merah. pembagian kerja dalam bidang
reproduktif, produktif dan sosial dalam rumahtangga responden tidak dipengaruhi
oleh usia. Baik usia yang lebih tua atau muda yang penting sudah dapat diperintah
57
untuk bekerja, Pembagian kerja dalam ruamhatangga biasanya berdasarkan jenis
kelamin. Misalkan saja biasanya anak perempuan disuruh membantu ibunya di
dapur, sedangkan anak laki-laki membantu ayahnya bekerja mencari nafkah atau
melakukan pekerjaan berat.
Sajogyo (1981) mengartikan sumberdaya pribadi meliputi berbagai aspek
berupa pendidikan yaitu pendidikan formal dan informal, pengalaman,
ketrampilan, dan kekayaan yang menunjukan adanya variasi alokasi kekuasaan
dalam keluarga dan menentukan siapa yang dominan dalam pembagian kerja.
Konsep pendidikan dalam penelitian ini hanya mencakup pendidikan formal.
Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pembagian kerja karena pada
pembagian kerja dalam rumahtangga tidak dilihat siapa yang berpendidikan tinggi
akan melakukan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial begitu juga tidak
sebaliknya.
Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola
oleh petani pada saat ini. luas lahan yang digarap tidak memiliki hubungan nyata
dengan pembagian kerja, hal ini dimungkinkan responden yang memiliki luas
lahan yang sempit, menengah maupun besar memiliki kontribusi yang sama pada
pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah.
Responden yang memiliki status kepemilikan lahan sebagai pemilik,
penggarap, atau bahkan buruh tani pasti responden tersebut akan melalukan
kegiatan reproduksi di rumahtangganya masing-masing dan walaupun statusnya
hanya sebagai buruh tani responden tersebut mengikuti kegiatan kemasyakatan
apalagi kegiatan produksi dalam hal ini pengelolaan usatahani bawang merah,
responden akan mengerjakan kegiatan tersebut. Dengan demikian status
kepemilikan responden tersebut tidak nyata merubah relasi gender dalam
pembagian kerja.
6.2.
Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG
Akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat merupakan indikator kesetaraan
dan keadilan gender yang diuji pada penelitian ini. Berdasakan hasil tabulasi
silang pada Tabel , responden yang menyatakan akses tinggi, Usia yang memiliki
akses tergolong dalam kategori sedang. Hal ini berarti dengan akses yang tinggi
58
yang sering melakukan usia kategori sedang dalam usahatani sebesar 100 persen.
Hal tersebut mengartikan bahwa persepsi petani di implementasikan saat proses
produksi, dimana usia tua sudah tidak banyak mengakses faktor-faktor produksi.
Responden yang menyatakan Akses tinggi, jenis kelamin berada pada
kategori sedang. Responden yang yang menyatakan akses sedang, tingkat
pendidikanya juga sedang. Hal ini berarti terdapat perbedaan akses laki-laki dan
perempuan untuk faktor produksi dalam pengelolaan usahatani bawang merah.
Tabel 11
Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan
Kesetaraan dan Keadilan Gender di Desa Sidakaton, Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011
Faktor Sosial
Ekonomi
Usia
Jenis
Kelamin
Tingkat
Pendidika
n
Luas lahan
yang
digarap
Status
Kepemilik
an Lahan
Kesetaraan dan Keadilan Gender
Kontrol
Partisipasi
R
S
T
R
S
T
57.1
30.0
0 71.4 12.5
0
R
81.8
Akses
S
30.0
T
R
R
42.9
S
T
T
R
S
T
T
R
57.1
0
100
36.4
45.5
18.2
100
27.3
40.0
30.0
100
44.4
44.4
11.1
100
22.2
100.0
0
100
20.0
66.7
13.3
100
26.7
42.9
0
100
50.0
50.0
0
100
50.0
40.0
30.0
100
30.0
60.0
10.0
100
20.0
63.6
36.4
100
9.1
54.4
36.5
100
0
21.4
7.1
100
78.6
21.4
0
100
37.5
62.5
25.0
100
0
87.5
12.5
100
25.0
69.2
30.8
100
0
69.5
30.8
100
15.4
18.2
0
100
81.8
18.2
0
100
36.4
60.0
0
100
40.0
60.0
0
100
20.0
63.2
36.8
100
0
73.7
26.3
100
21.1
S
T
T
R
54.5
18.2
100
36.4
56.6
22.2
100
33.3
26.7
46.7
100
13.3
42.9
7.1
100
50.0
70.0
10.0
100
40.0
18.2
81.2
100
63.6
42.9
21.4
100
57.1
37.5
37.5
100
12.5
46.2
38.5
100
0
54.5
9.1
100
72.7
20.0
60.0
100
20.0
42.1
36.8
100
0
S
T
T
R
S
T
T
63.6
0
100
37.3
34.5
28.2
100
55.6
11.1
100
22.2
56.6
22.2
100
73.3
13.3
100
26.7
26.7
46.7
100
35.7
14.3
100
60.0
32.9
7.1
100
40.0
20.0
100
20.0
60.0
20.0
100
18.2
18.2
100
0
18.2
81.2
100
35.7
7.1
100
37.5
42.9
21.4
100
87.5
0
100
25.0
27.5
47.5
100
84.6
15.4
100
25.4
36.2
38.5
100
27.3
0
100
36.4
54.5
9.1
100
80.0
0
100
20.0
20.0
60.0
100
84.2
15.8
100
11.1
52.1
36.8
100
0
Keterangan R= rendah, S= sedang, T=total, To=total
Manfaat
S
T
40.0
0
59
Responden yang menyatakan kontrol di dalam usahatani bawang merah
tinggi, usia yang melakukan kontrol tersebut tergolong pada kategori sedang
sebesar 63.6 persen. Hal ini berarti dengan kontrol yang tinggi, hanya dapat
dilakukan oleh responden yang masuk dalam kategori usia yang sedang. Namun
ketika kontrol rendah tidak berarti usia yang melakukan kategori tinggi, karena
tidak terdapat kegiatan produktif didalamnya. Responden yang menyatakan
kontrol sedang menghasilkan persentase jenis kelamin yang sedang pula yaitu
sebesar 60 persen. Hal ini berarti kontrol dalam usahatani bawang merah
dipengaruhi jenis kelamin, hal ini dikarenakan dalam setiap bidang terdapat
perbedaan
pengambilan keputusan (kontrol) antara laki-laki dan perempuan
misalnya kontrol dalam pembentukan keluarga di dominasi oleh perempuan dan
kontrol dalam kegiatan usahatani bawang merah dan kegiatan kemasyarakatan di
dominasi oleh laki-laki.
Sedangkan ketika kontrol rendah, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin di
dalamnya. Hal ini sudah pasti karena dengan kontrol yang rendah tidak akan
mempermasalahkan jenis kelamin mana yang akan membuat kontrol dalam
usahatani bawang merah baik laki-laki maupun perempuan.. Lalu responden yang
menyatakan kontrol tinggi, tingkat pendidikan yang dihasilkan juga tinggi yaitu
sebesar 81.2 persen. Hal ini wajar, karena kontrol di dalam kegiatan usahatani
bawang merah sangat bergantung pada tingkat pendidikan, petani yang memiliki
pendidikan tinggi akan lebih cermat dan teliti dalam melakukan kontrol terhadap
kegiatan usahatani bawang merah. Kemudian responden yang menyatakan kontrol
rendah, luas lahan yang digarap yang dapat dihasilkan juga rendah.karena jika
petani hanya memiliki luas lahan yang sempit, maka tidak mungkin petani akan
melakukan kontrol yang tinggi, karena petani tidak membutuhkan kontrol yang
tinggi dalam kegiatan usahatani tersebut. Namun, ketika kontrol
tinggistatus
kepemilikan lahan adalah tinggi karena petani yang memiliki satus sebagai
pemilik dan penggarap akan memiliki kontrol yang besar dalam kegiatan
usahatani bawang merah berbeda dengan responden yang hanya berstatus sebagai
buruh tani, hanya memiliki kontrol yang rendah terhadap kegiatan usahatani
bawang merah.
60
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan partisipasi
di dalam kegiatan usahatani rendah,usia yang dihasilkan juga rendah. Hal ini
wajar, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh usia produktif. Lalu responden
yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani bawang merah rendah,
usia dalam kegiatan usahatani bawang merah juga rendah. Hal ini sangat wajar,
karena jika usia yang sudah tidak produktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan
usahatani bawang merah, maka kegiatan usahatani bawang merah yang dihasilkan
juga rendah. Berbeda ketika partisipasi tinggi, jenis kelamin yang dihasilkan akan
tinggi yaitu sebesar 30.8 persen. Jumlah tersebut memang tidak besar, karena
seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa tidak semua rumahtangga petani
melibatkan semua anggotanya ikut serta dalam kegiatan usahatani bawang merah .
sehingga jawaban tersebut sebagian besar merupakan pernyataan responden yang
perempuannya ikut partisipasi bersama dalam kegiatan usahatani bawang merah.
Kemudian responden yang menyatakan terdapat partisipasi yang tinggi di dalam
kegiatan usahatani bawang merah, maka tingkat pendidikannya adalah tergolong
sedang. Dengan partisipasi yang tinggi, tidak membuat tingkat pendidikan dalam
kegiatan usahatani bawang merah juga tinggi, karena hanya sebagian responden
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Bagi responden yang menyatakan
partisipasi di dalam kegiatan usahatani bawang merah sedang, memiliki luas lahan
yang sedang pula sebesar 87.5 persen yang artinya, petani yang memiliki luas
lahan memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan usahatani bawang merah.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan manfaat
rendah, usia yang dihasilkan juga rendah.hal ini wajar, karena usia yang masih
muda belum begitu merasakan atau mendapatkan manfaat dalam kegiatan
usahatani bawang merah. Sedangkan ketika manfaat dinyatakan tinggi, responden
yang menyatakan usia sedang sebesar 63.2 persen. Kemudian responden yang
menyatakan manfaat rendah, jenis kelamin juga kelompok. Hal ini berarti ketika
manfaat hanya dirasakan oleh salah satu pihak saja misalkan hanya laki-laki atau
perempuan saja. Sedangkan ketika responden menyatakan mendapat manfaat
dalam kegiatan usahatani bawang merah membuat jenis kelamin yang terjalin
tergolong dalam kategori sedang, tidak seluruh responden aktif dalam kegiatan
usahatani bawang merah. Lalu responden yang menyatakan manfaat sedang,
61
tingkat pendidikan tergolong tinggi. Sedangkan bagi responden yang menyatakan
manfaat di dalam kegiatan usahatani bawang merah tinggi, tingkat pendidikan
yang dihasilkan hanya 42.1 persen yang tergolong sedang. Bagi responden yang
merasakan manfaat tinggi menghasilkan peresentase luas lahan yang digarap
sedang sebesar 84.2 persen. Hal ini menunjukkan ketika manfaat tinggi, luas lahan
yang digarap hanya berada pada kategori sedang. Sedangkan responden yang
menyatakan manfaat tinggi , status kepemilikan lahan
berada pada kategori
sedang. sebesar 52.1 persen. Hal ini berarti banyak manfaat yang didapat oleh
petani yang berstatus sebagai pemilik dan penggarap, begitu juga dengan buruh
tani.
Hubungan antara faktor sosial ekonomi (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, luas lahan yang digarap, dan status kepemelikan lahan) dengan KKG
dalam rumahtangga petani yang ditinjau dari (akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat) dianalisis dengan menggunakan Rank-Spearman. Hasil pengujian
hubungan dapat terlihat pada Tabel 12
Tabel 12
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Faktor Sosial Ekonomi dengan
Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah
Faktor Sosial Ekonomi
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat pendidikan
Luas lahan yang digarap
Status Kepemilikan
lahan
Akses
0.022
0.000
0.000
0.041
0.147
Kesetaraan dan keadilan gender
Kontrol
Partisipasi
0.004
0.025
0.003
0.000
0.000
0.009
0.141
0.137
0.544
0.315
Manfaat
0.126
0.037
0.201
0.267
0.105
Usia berhubungan dengan keempat variabel dalam kesetaraan dan keadilan
gender dalam usahatani bawang merah. Usia merupakan faktor sosial ekonomi
yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani bawang merah . Makin muda petani
biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga
dengan demikian petani berusaha untuk lebih baik melakukan kegiatan usahatani
walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal kegiatan usahatani bawang
merah tersebut.
62
Jenis kelamin berhubungan dengan keempat variabel dalam kesetaraan dan
keadilan gender dalam usahatani bawang merah. Hal ini dimungkinkan karena ada
perbedaan akses laki-laki dan perempuan untuk faktor produksi dalam
pengelolaan usahatani bawang merah. Kontrol dalam kegiatan usahatani bawang
merah juga berhubungan dimana ada kalanya kontrol dalam kegiatan usahatani di
dominasi laki-laki terkadang juga di dominasi oleh perempuan Serta manfaat
pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden laki-laki dan perempuan
memberikan manfaat yang berbeda bagi pemenuhan kebutuhan masing-masing
responden.Tingkat
pendidikan
berhubungan
dengan
akses,
kontrol,
dan
partisipasi, sedangkan manfaat tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan.
Luas lahan dan status kepemilikan lahan
tidak berhubungan dengan
keempat kesetaraan dan keadilan gender (akses, kontrol, partisipasi dan manfaat).
Petani yang memiliki lahan yang luas dan berstatus sebagai pemilik dan
penggarap akan lebih mudah melakukan kegiatan usahatani bawang merah karena
keefesienan penggunaan sarana produksi.
BAB VII
RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA
7.1.
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Relasi gender, mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam
pembagian sumberdaya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan
previlege. Penggunaan relasi gender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi
berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki. Relasi gender
dalam masyarakat dapat dilihat sebagai faktor yang tidak tetap. Hal itu karena
gender berkaitan dengan klasifikasi maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh
suatu masyarakat. Klasifikasi sosial tersebut berbeda-beda tergantung budaya
yang ada dalam masyarakat.
Masyarakat di Desa Sidakaton berasal dari etnis Jawa yang cenderung
menjunjung tinggi budaya patriakhi. Masyarakat patriarkhi menurut Sadawi
(2001) adalah masyarakat yang mempunyai rujukan sistem yang berdasarkan
pada kesepakatan laki-laki, dimana dalam masyarakat tersebut kondisi perempuan
sangat termarginalisasikan dan dipinggirkan melalui kerja-kerja domestik.
Peminggiran perempuan dalam masyarakat patriarkhi dilihat dari sisi pola
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan terwujud dengan sangat jelas,
dimanalaki-laki lebih banyak mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan
pada sektor domestik. Dalam masyarakat patriarkhi, hubungan pembagian kerja
tidak menampakkan pola keseimbangan. Dalam pekerjaan, laki-laki lebih dihargai
dibandingkan pekerjaan perempuan
Juliet Mitchell (1994), seperti ditulis oleh Juliastuti4, mendeskripsikan
patriarki dalam suatu term psikoanalisis yaitu “ the law of the father” (aturan
ayah) yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simolik lainnya.
Selanjutnya Juliastuti mengutip pendapat Herdi Hartmann (1992), salah seorang
feminis sosial, mengatakan bahwa patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki
4
Juliastuti,
Nuraini.
“Kebudayaan
Maskulin,
Macho,
Jantan,
dan
Gagah”,
from:http://www.kunci.or.id/esai/nws/08/macho.htm. tanggal, 27 November 2011
Retrieved
64
dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi
subordinat. Selain itu, patriaki merupakan sisten nilai atau cara pandang terhadap
kehidupan dengan menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi dan peran
yang berbeda-beda. Laki-laki ditempatkan pada posisi tinggi, dominan, dan sektor
publik. Perempuan diposisikan rendah, subordinasi, dan sektor domestik,
konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan.
Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja pada masyarakat di Desa
Sidakaton sudah berdasarkan
jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam
keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui
apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam keluarga, dan bahkan dalam
masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam
keluarga akan membentuk kepribadian seseorang.
Berkaitan dengan hal itu, Mead dalam Megawangi (1999) mengatakan
bahwa sesungguhnya pria dan wanita adalah makhluk yang belajar berperilaku,
mereka sebagai orang dewasa tergantung dari pengalaman-pengalaman di masa
kanak-kanak. Pengalaman yang didapatkan dari proses belajar di masa kecil akan
terus mengiringi pola tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan keluarga
dan orang lain. Pernyataan Mead di atas berlaku pada masyarakat Jawa di Desa
Sidakaton. Masyarakat di desa tersebut mempunyai kebiasaan berinteraksi dalam
mengerjakan tugas sehari-hari. Setiap anggota keluarga mempunyai peranan yang
disesuaikan dengan pola pembagian kerja yang seimbang serta saling membantu
agar dapat mengerjakan pekerjaan yang lain selain bertani.
Pola sosialisasi dilakukan oleh generasi yang lebih tua dengan
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki kepada generasi
selanjutnya. Nilai-nilai tersebut ditanamkan sesuai dengan tingkat dan pola
pemahamannya mengenai pembagian kerja dalam mengerjakan aktivitas seharihari. Pembagian kerja secara seksual oleh laki-laki dan perempuan telah menjadi
kesepakatan masyarakat awam atas tubuh perempuan dan tubuh laki-laki,
sehingga akan muncul nilai-nilai dan norma yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan, baik dalam keluarga dan lembaga masyarakat. Pada umumnya anak
laki-laki berorientasi pada jenis pekerjaan yang biasa dilakukan setiap hari
sedangkan anak perempuan lebih banyak berorientasi kepada ibunya.
65
Pembagian kerja dalam rumahtangga petani memiliki beragam hubungan
dalam tabulasi silang dengan relasi gender. Hasil tabulasi silang antara relasi
gender dengan pembagian kerja disajikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13
Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,
2011
Pembagian Kerja
Relasi Gender
Produktif
R
Adil
Kurang
Adil
Tidak Adil
S
Reproduktif
Sosial
T
R
S
T
R
S
T
R
40
0
42.9
22.2
36.4
50.0
30.0
0
42.9
S
40
75.0
42.9
50.0
54.4
33.3
65.0
75.0
57.1
T
20
25.0
14.3
27.8
9.1
16.7
5.0
25.0
0
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
35.0
12.5
42.9
27.8
36.4
37.3
22.2
18.2
50.0
S
65.0
50.0
28.6
55.6
45.5
66.7
72.2
72.7
33.3
T
0
37.5
28.0
16.7
18.2
0
5.6
9.1
16.7
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
40.0
0
14.3
33.3
18.2
16.7
56.0
37.5
0
S
35.0
37.5
71.4
33.3
54.5
50.0
24.0
25.0
0
T
25.0
62.5
14.3
33.4
27.3
33.3
20.0
37.5
100
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Keterangan : R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi
Berdasarkan tabulasi silang dapat dilihat bahwa relasi gender adil tertinggi
ketika kegiatan produksi berada pada kategori sedang, sedangkan pada saat
kegiatan produksi rendah , persentase responden yang dihasilkan relasi gender adil
berada pada kategori sedang sebesar 65 persen. Pada saat kegiatan produksi
tinggi persentase responden yang dihasilkan relasi gender tidak adil berada
kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian responden
mengatakan bahwa dalam kegiatan produktif (usahatani bawang merah)
mengatakan adil, sebagian lagi kurang adil dan bahkan persentase terbesar saat
66
kegiatan produktif tinggi menghasilkan persentase responden tidak adil sebesar
71,4 persen. Hal ini dikarenakan oleh budaya patriarkhi yang memposisikan
kaum laki-laki sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi perempuan. Dengan
demikian, posisi perempuan hanya dianggap sebagai pembantu atau perawat yang
melakukan pekerjaan sebatas melayani kepentingan laki-laki.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang melakukan kegiatan
reproduktif yang tinggi dengan relasi gender adil yang rendah sebesar 50 persen.
Hal ini menunjukkan responden yang menganggap kegiatan reproduktif dalam
rumahtangga petanin bawang merah memiliki relasi adil hanya setengahnya..
Sedangkan ketika responden menganggap kegiatan reproduktif tinggi dan relasi
gender yang mengatakan adil juga tinggi memiliki persentase sebesar 16.7 persen,
artinya kegiatan reproduktif tidak membuat relasi gender adil menjadi tinggi pada
rumahtangga petani. Responden yang memiliki kegiatan reproduktif yang tinggi,
menghasilkan pernyataan akan relasi gender kurang adil pada rumahtangga petani
bawang merah tergolong pada kategori sedang yaitu sebesar 66.7 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan reproduktif rumahtangga petani tidak terlalu
berhubungan dengan relasi gender. Sedangkan kegiatan reproduktif yang tinggi
tidak membuat relasi gender tidak adil juga tinggi seperti terlihat pada tabel.
Sebagian besar responden yang menganggap kegiatan reproduktif tinggi,
menghasilkan pernyataan responden pada relasi gender kurang adil sedang yaitu
sebanyak 50 persen. Hal ini dikarenakan kegiatan reproduktif rumahtangga petani
bawang merah tidak terlalu memperhatikan relasi gender dalam kegiatan
reproduktif.
Dilihat dari persentase atas tanggapan responden mengenai pernyataan
yang diajukan dan wawancara mendalam dalam studi kasus yang dilakukan
terhadap responden dan informan terdapat pernyataan-pernyataan yang sangat
jelas bahwa diantara laki-laki dan perempuan mempunyai tugas utama masingmasing. Tampak jelas bahwa tugas utama yang digarisbawahi adalah tugas
perempuan sebagai pengatur rumahtangga dan mengurus anak. Meskipun
demikian, satu hal yang amat menonjol dari jawaban-jawaban responden adalah
bahwa mereka tetap diperbolehkan oleh suaminya untuk bekerja. Hal ini
disebabkan sifat pekerjaan yang ditekuni dapat disesuaikan dengan kondisi
67
kesibukan dalam rumahtangga. Sementara itu, secara eksplisit tidak disebutkan
bahwa laki-laki juga bertanggung jawab untuk mengurus rumahtangga dan
merawat anak.
Menurut masyarakat Desa sidakaton, nilai-nilai pembagian kerja atau
peran gender istri dalam rumahtangga cenderung ketat jika dibandingkan dengan
nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender suami. Responden suami boleh
menjalankan perannya dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan.
Berbeda dengan responden istri yang perannya dominan di sektor domestik,
terutama pada rumahtangga yang memiliki pendapatan rendah, istri harus
membantu suami mencari nafkah dengan ikut bekerja di lahan usahatani bawang
merah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Responden istri memiliki beban kerja yang terlalu berat. Beban kerja istri
pada kegiatan produktif dan reproduktif menghambat perannya untuk ikut dalam
kegiatan kemasyarakatan. Sehingga mereka merasa bahwa relasi gender dalam
rumahtangga kurang adil. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh ibu ZNB
(60 tahun):
“…ya nok gimana mau ikut kegiatan masyarakat wong kerjaan di
rumah banyak, belum lagi kerjaan di sawah udah cape duluan,,,”
Pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan
dalam sektor domestik dan publik akan melahirkan beban kerja ganda bagi kaum
perempuan. Akan tetapi, beban tersebut dianggap sebagai peran pembantu dalam
pekerjaan laki-laki, bukan sebagai perempuan yang mampu bekerja terlepas dari
segala mitos tubuh dan isu gender yang bias.
Tabel 14 memaparkan beberapa pernyataan yang merupakan gambaran
dari ketat atau tidaknya nilai-nilai gender dalam rumahtangga menurut masyarakat
Desa Sidakaton. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari 15 item pernyataan
mengenai relasi gender dapat dilihat bahwa sebagian responden di Desa Sidakaton
memiliki pandangan positif terhadap pernyataan ketat atau tidaknya nilai-nilai
peran gender akan tetapi ada juga yang masih memandang nilai-nilai tersebut
negatif.
68
Tabel 14. Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi
Gender, Desa Sidakaton, 2011
Responden
Suami
Istri
No
Relasi Gender
Jumlah
S TS
S
TS
1. Suami dan istri memiliki kedudukan yang 24 21 17 28
90
sama dalam keluarga
2. Istri boleh menjadi penanggung jawab 38
7
45
0
90
dalam keluarga jika suami tidak ada
3. Perempuan boleh menikmati pendidikan 35 10 42
3
90
setinggi mungkin seperti yang diimgimkan
4. Perempuan boleh sering meninggalkan 6
39
0
45
90
rumah
5. Perempuan boleh pulang malam
9
36
9
36
90
6. Perempuan atau istri boleh menafkahi 38
7
45
0
90
keluarga
7. Perempuan boleh bekerja diluar rumah
23 22 39
6
90
8. Perempuan boleh melakukan pekerjaan 0
45
0
45
90
berat seperti: mencangkul, mengolah lahan,
dan mengairi lahan usahatani.
9. Laki-laki juga dapat melakukan pekerjaan 41
4
45
0
90
yang ringan seperti: menyemai, menanam,
serta menyiangi
10. Istri harus mendapat izin dari suami untuk 30 15 42
3
90
melakukan kredit usahatani
11. Suami dan istri mremiliki tanggungjawab 25 20 41
4
90
yang sama terhadap usahatani yang dimiliki
12. Melakukan pekerjaan rumah seperti: 17 28 37
8
90
memasak, mengasuh anak, membersihkan
rumah tidak hanya dilakukan oleh istri tapi
juga suami
13. Istri boleh terlibat aktif dalam kegiatan 30 15 42
3
90
berorganisasi
14. Istri boleh memimpin rapat dalam 12 33 14 31
90
pertemuan-pertemuan kemasyarakatan
15 Istri tidak perlu mendapatkan izin dari 0
45
0
45
90
suami untuk mengikuti kegiatan diluar
rumah
Keterangan: S: Setuju; TS: Tidak Setuju
Pembagian kerja gender menurut Budiman (1985) adalah pola pembagian
kerja antara pasangan suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh
sikap saling memahami dan saling mengerti. Pembagian kerja tersebut diciptakan
oleh pasangan dalam keluarga pada sektor publik dan sektor domestik. Pembagian
kerja tersebut tidak dilakukan berdasarkan konsep tubuh laki-laki dan tubuh
perempuan, melainkan atas kerjasama yang harmonis dalam membangun
69
keluarga. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja menurut jenis kelamin
dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan
agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan masyarakat. Atau
dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan
membentuk kepribadian seseorang.
Relasi gender dalam pembagian kerja pada rumahtangga untuk penelitian
ini didekati dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan yang mencakup kegiatan
produktif, kegiatan reprodukstif, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kegiatan
produktif atau nafkah yaitu kegiatan yang dilakukan langsung atau tidak langsung
yang menghasilkan pendapatan berupa uang. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan
yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan rumahtangga serta mendukung
kegiatan produkstif. Sementara kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan
kegiatan dimana terdapat saling interaksi sesama manusia yang bertujuan untuk
menjalin hubungan yang baik dalam suatu masyarakat.
7.2.
Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah)
Kegiatan produktif responden petani bawang merah adalah kegiatan dalam
usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan terdiri dari
beberapa tahapan kegiatan. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang
dimanfaatkan adalah umbinya yang berlapis-lapis yang sebenarnya merupakan
pangkal daun yang bagian atasnya berbentuk silinder dan dari pangkal daun
sampai bagian yang ada akarnya berubah bentuk dan membengkak menjadi umbi
yang berlapis-lapis.
Tahapan kegiatan dalam menanam bawang merah diantaranya yaitu;
tahapan pra panen, tahapan panen serta tahapan pasca panen. Tahapan pra panen
terdiri dari: pengolahan lahan, pembuatan bedengan, penyediaan bibit, penanaman
bibit,
pemberian
pupuk
pertama,
pengairan,
penjarangan,
penyiangan
(membersihkan lahan sawah dari gulma), pemberian pupuk kedua dan seterusnya
sampai empat kali serta pengontrolan hama. Sedangkan tahapan pasca panen
terdiri dari; pengangkutan, sortasi (memilih hasil panen yang layak untuk dijual),
pembersihan, pengemasan,memuat hasil panen ke dalam truk dan pemasaran.
70
7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang merah
Seperti halnya yang sudah dijelaskan di atas bahwa proses usahatani atau
budidaya tanaman bawang merah memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama
yaitu tahapan pra panen yang terdiri dari: Pengolahan Lahan Bertujuan untuk
menciptakan tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi gembur sehingga
tanah seperti ini akan dapat menunjang pertumbuhan akar dengan baik sedini
mungkin. Disamping itu pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk dapat
menciptakan iklim makro dari tanah yang dimaksudkan untuk membasmi sisa-sisa
gulma.
Setelah struktur tanah yang gembur dapat diciptakan, pekerjaan
selanjutnya yaitu membuat bedengan-bedengan sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran bedengan yang pas adalah
lebarnya 80 - 100 cm dengan ketinggian bedeng 30 - 50 cm; panjang bedengan
disesuaikan dengan ukuran lahan setempat. Sedangkan jarak antara satu bedengan
dengan bedengan lainnya (lebar parit) adalah 30 - 40 cm. Arah memanjang
bedengan tegak lurus dari arah/alur irigasi pokoknya.
Penyediaan Bibit , Bibit merupakan awal dari keberhasilan atau kegagalan.
Oleh karena itu bibit haruslah bibit yang sehat yang telah melewati masa dorman
selama 3 - 4 bulan, dan akar telah mulai keluar. Umbi masih terasa padat, utuh
dan tidak cacat. Sehari sebelum tanam, dilakukan pemotongan sepertiga dari
pucuknya dengan maksud untuk mempercepat pertumbuhan umbi dan tumbuhnya
tunas dan umbi. Hal ini sesuai dengan apa yang dituturkan oleh Bapak HJK (50
tahun);
“…pemilihan bibit itu harus yang bagus agar mendapat hasil
yang bagus juga. Biasa bawang yang akan dijadikan bibit yaitu
bawang kawak (bawang lama) dan biasanya bibit yang
digunakan untuk 1 hektar sawah sebanyak 16 kwintal…”
Dasar pemilihan bibit yang baik lainnya adalah sebagai berikut : Siung
bawang merah yang akan dijadikan bibit sudah harus mengalami penyimpanan
selama tiga bulan sejak dipanen, diameter siung sebesar 1,5 - 2 cm, keadaan
umbi/siung harus merupakan bawang merah yang utuh bulat, padat, keras dan
mengkilat dengan kadar air sebesar 80 persen, di panen dari tanaman yang telah
71
berumur dari 60- 70 hari, setiap siung yang ditanam akan mampu menghasilkan
hasil panen 4 - 6 siung anakan serta untuk luas tanam satu ha memerlukan bibit
berkisar antara 15-16 Kwintal. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Hj.CS (65
tahun);
”...bibit yang baik atau bibit unggul memiliki harga yang cukup
tinggi. Harga bibit unggul sebesar Rp.2.000.000,00 per kwintal,
untuk satu hektar tanah yang akan dikelola dibutuhkan 15 kwintal
jadi harga bibit unggul yang akan digunakan untuk budidaya
bawang merah sebesar Rp. 3.000.000, 00...”
Kegiatan sebelum penanaman Bibit, diatas bedengan dibuat alur tanam
untuk tanah yang relatif subur dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan
kedalaman tanam 2 - 3 cm. Pemupukan Awal dilakukan bilamana pupuk kandang
mudah didapat maka setiap hektar lahan memerlukan sebanyak 15 - 20 ton pupuk
kandang yang harus dicampur merata dengan tanah sewaktu pekerjaan
mempersiapkan bedengan. Pemupukan dilakukan sebanyak empat kali dalam satu
kali tanam. Komposisi Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kujang satu kwintal,
NPK 1 kwintal, dan TS 0.5 kwintal untuk lahan satu hektar. Kegiatan selanjutnya
yaitu kegiatan pemeliharaan seperti pengairan, pengontrolan hama, penyiangan,
penjarangan.
Tahapan terakhir yaitu tahapan pasca panen. Untuk mempertahankan
kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena
sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain penurunan
kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan
umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik dan nilai gizi ,
warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting untuk
menghindari
kerusakan
dan
penurunan
kualitas
meliputi
pembersihan,
pengeringan, sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan
pengolahan, seperti yang dikemukakan salah satu informan yaitu bapak LLM (50
tahun);
“…setelah 60 -70 hari maka bawang siap dipanen dan setelah
bawang dipanen sebelum dijual bawang harus dijemur selama 10
hari dan setelah itu dilakukan pembersihan (mbutik). Mbutik
untuk dua kwintal bawang merah biasanya dikerjakan oleh 1
orang buruh tani..”
72
7.2.2. Pembagian kerja dalam Kegiatan Produktif
Kegiatan Produktif merupakan kegiatan yang menyumbang pendapatan
keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, berdagang,
dan lain-lain. Kegiatan produktif dalam penelitian ini yaitu kegiatan usahatani
bawang merah. Peran dalam kegiatan ini dilihat melalui pembagian kerja antara
laki-laki dan perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah.
mulai dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran).
Pembagian kerja produktif responden petani bawang merah dibedakan
dalam tiga jenis kegiatan yaitu kegiatan produktif di lahan usahatani yang hanya
dilakukan suami, kegiatan tang dilakukan bersama (suami dan istri) serta kegiatan
yang hanya dilakuakan oleh istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian
kerja untuk kerja produktif di keluarga responden lebih banyak dilakukan lakilaki, perempuan yang bekerja hanya untuk menambah pendapatan keluarga.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada tahapan kegiatan dalam
usahatani bawang merah yang sifatnya merupakan pekerjaan kasar dan berat maka
pelaku kegiatannya dominan laki-laki (suami). Sebaliknya, pada tahapan kegiatan
yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku kegiatannya dominan
perempuan (istri). Munculnya anggapan bahwa perempuan melakukan pekerjaan
ringan dalam tahapan kegiatan usahatani disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain: (1) bentuk fisik laki-laki dan fisik perempuan, dimana fisik perempuan
dikatakan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja;
(2) perempuan adalah makhluk yang berperasaan halus, lemah-lembut, suka
merapikan, dan melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk pelabelan (stereotipi) yang dibentuk oleh masyarakat
terhadap perempuan dalam kegiatan usahatani.bawang merah.
Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan
produktif.
73
Tabel 15. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Produktif
NO
KEGIATAN
USAHATANI
BAWANG MERAH
SUAMI+ISTRI
S
n
I
persen
TOTAL
(persen)
B
n
persen
n
persen
1
Pengolahan lahan
90
100 0
0
0
0
100
2
Pembuatan Bedengan
90
100 0
0
0
0
100
3
Mencangkul
90
100 0
0
0
0
100
4
Penanaman bibit
14
15,6 50
55,6
26
28, 9
100
5
Pemberian pupuk I
68
75, 6 4
4,4
18
20,0
100
6
Pengairan (nyiram)
60
66, 7 4
4, 4
26
28, 9
100
7
Penjarangan
30
33,3 12
13, 3 48
53, 3
100
8
Penyiangan
2
2,22 54
60
34
37,8
100
9
Pemberian pupuk II
72
80 0
0
18
20
100
10
Pengontrolan hama
56
62, 2 6
6,7
28
31, 1
100
11
Panen
8
8, 9 32
35, 6
50
55,6
100
12
Pengangkutan
82
91,1 0
0
8
8,9
100
13
Sortasi
56
62,2 6
6, 7
28
31, 1
100
14
Pembersihan
10
11,1 32
35,6
48
53, 3
100
15
Pengemasan
12
13, 3 32
35,6 46
51, 1
100
16
Memuat hasil panen ke
dalam alat angkut
89
97, 8 0
0
1
2, 2
100
17
Pemasaran
48
53,3 0
0
42
46, 7
100
18
Membeli benih
64
71,1 0
0
26
28, 9
100
Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama
Berdasarkan Tabel 15, terlihat beberapa pola umum pembagian kerja
dalam kegiatan usahatani bawang merah di Desa Sidakaton. Kegiatan produktif
yang dominan dilakukan oleh suami atau laki-laki diantaranya Pengolahan lahan,
pembuatan guludan, mencangkul, memupuk, pengairan, pengangkutan, membeli
benih dal lain-lain. Keadaan di Desa Sidakaton sejalan dengan hasil penelitian di
Kecamatan
Ngargoyoso,
Kabupaten
Karanganyar
(Pratiwi,
2007)
yang
menunjukan bahwa tahapan kegiatan usahatani yang sifatnya merupakan
pekerjaan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan suami. Sebaliknya,
74
tahapan kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku
kegiatannya dominan istri.
Pembelian benih dan pupuk dominan dilakukan oleh suami karena
suamilah yang tergabung dalam kelompok tani. Sementara istri hanya membantu
dalam proses pembibitan dan pemupukan. Kegiatan produktif yang dominan
dilakukan oleh istri atau perempuan antara lain menanam benih (tandur),
menyiram, menyiangi hama (matun), pembersihan (mbutik), pemilihan benih
(mrotol). Kegiatan produktif yang dilakukan secara bersama adalah memanen
(ngunduh). Pengemasan, dan lain-lain.
Pembagian kerja tersebut dipengaruhi oleh steterotipi yang berkembang
dalam masyarakat yaitu; perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan berat
karena pekerjaan berat di sawah seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Seperti yang
telah dikemukakan oleh Bapak WS (60 tahun) berikut ini;
“..mencangkul yang ngerjain ya laki-laki. kan pekerjaan berat
terus butuh tenaga yang kuat kasihan kalo yang ngerjain
perempuan. Perempuan mah kerja yang ringan-ringan aja
seperti; mrotol, nandur, panen, nyiangi, karo mbutik..”
7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Usahatani
Bawang Merah
Curahan waktu antara responden laki-laki dan responden perempuan
dalam kegiatan usahatani berbeda. Curahan waktu yang diukur yaitu curahan
waktu responden petani dalam mengelola sawah pertanian Pada Gambar 6
disajikan curahan waktu kerja produktif responden suami dan responden istri.
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa curahan waktu responden suami
dalam kegiatan usahatani bawang merah dominan pada tahap pra panen atau kerja
pemeliharaan. Namun jam kerja suami lebih banyak daripada istri yaitu 149 jam
dari total waktu kerja dalam satu kali musim tanam. Sedangkan sisanya digunakan
untuk kegiatan pasca panen yaitu enam jam.
75
Gambar 6. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden
Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011 (dalam jam)
Berbeda dengan responden istri, responden suami tidak melalukan
kegiatan panen. Curahan waktu istri dalam kegiatan usahatani bawang merah juga
dominan pada tahapan pra panen yaitu menghabiskan waktu 86 jam untuk satu
kali musim tananm dari total kerja produktif. Sisanya, delapan jam digunakan
untuk panen, delapan jam lagi digunakan untuk sortasi dan pembersihan (mbutik).
Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki keterlibatan dalam pekerjaan produktif dalam hal usahatani bawang
merah. Perbedaannya pada jenis pekerjaannya serta jumlah jam kerja laki-laki
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah jam kerja perempuan. Pada
tahap pasca panen jumlah jam kerja istri lebih banyak daripada jumlah jam kerja
suami. Jika dilihat terjadi pola keseimbangan antara kerja domestik dengan kerja
produktif hal ini disebabkan perempuan atau para istri ikut serta dalam kegiatan
mencari nafkah (kegiatan produktif). Selain itu faktor budaya masyarakat petani
bawang merah dalam mendukung terjadinya keseimbangan pembagian kerja
dalam keluarga petani tersebut. Faktor tersebut menumbuhkan kesadaran gender
pada keluarga petani untuk menerapkan praktik pembagian kerja yang seimbang,
baik di dalam maupun di luar rumah. Pembagian kerja tersebut juga melahirkan
nilai-nilai dan sikap yang menghargai dan memposisikan istri (perempuan) tanpa
menimbulkan ketimpangan gender pada keluarga petani ltersebut
76
Upah satu hari kerja dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB untuk
buruh perempuan adalah sebesar Rp.25.000,00, sedangkan untuk buruh tani lakilaki sebesar Rp.35.000,00 akan tetapi biasanya buruh tani laki-laki mendapat
upahnya bagi hasil dengan pemilik lahan. Dengan bagi hasil 1/8 yaitu satu untuk
pekerja dan tujuh untuk pemilik modal. Misalkan saja mendapat uang sebesar
Rp.16.000.000,00 , Rp.2.000.000,00 untuk buruh tani laki-laki dan sisanya untuk
pemilik modal. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak SN(45 tahun);
“…upah untuk buruh laki-laki dalam satu hari kerja sebesar
Rp.30.000,00-Rp.35.000,00
dan
perempuan
sebesar
Rp.25.000,00-Rp.30.000,00. Biasanya buruh laki-laki mendapat
bagi hasil dari pemilik modal sebesar 1/8. 1 untuk buruh tani dan
7 untuk pemilik lahan dan modal. Sementara untuk upah
pembersihan berbeda lagi itu sudah jadi tanggung jawab
pembeli. Saya mah hanya upah panen mbak kalo masalah mbutik
ya yang bayar upah pembeli..”
Lebih besarnya upah buruh tani laki-laki daripada buruh tani perempuan
disebabkan karena jenis pekerjaan laki-laki dalam pengelolaan usahatani bawang
merah lebih berat daripada pekerjaan perempuan. Dengan demikian, tampaknya
masih terdapat ketidakadilan gender dalam hal perbedaan upah antara buruh tani
laki-laki dan buruh tani perempuan. Seperti yang telah dikemukakan oleh
Mugniesyah dan Fadhilah dalam Meylasari (2010) bahwa pekerjaan di sektor
pertanian, sebagaimana sektor informal lainya belum dilindungi oleh UndangUndang Ketenagakerjaan No. 25 tahun 1997, padahal Indonesia memiliki
Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan, khususnya Pasal 11 tentang hak perempuan
dan laki-laki untuk menerima upah yang sama.
7.3.
Kegiatan Reproduktif
Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan
pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan
dalam kehidupan rumah tangga Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh
responden petani bawang merah meliputi: memasak, mencuci pakaian, mengasuh
anak, membersihkan halaman, membersihkan rumah, berbelanja ke pasar,
77
mendampingi anak belajar, mengantar anak sekolah, menyetrika pakaian, mencuci
piring, memperbaiki rumah jika ada yang rusak, memperbaiki peralatan listrik,
pengelolaan keuangan, menyapu dan mengepel. Kegiatan ini diukur melalui
curahan waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan
satuan jam perhari. Pada tabel berikutnya akan dilihat bagaimana pembagian
kerja reproduktif dan curahan waktu antara responden suami dan responden istri.
7.3.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Reproduktif
Pembagian kerja dalam rumahtangga dapat dilihat dari profil kegiatan lakilaki dan perempuan. Berdasarkan konsep peran laki-laki dan perempuan dalam
keluarga dapat dibedakan adanya lingkup kerja reproduktif. Pembagian kerja
dalam keluarga untuk kerja reproduktif adalah kegiatan yang menjamin
kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak
serta pekerjaan rumah tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari
pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci
pakaian, menyetrika pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah
tangga. Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan
reproduktif
78
Tabel 16. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Reproduktif.
NO
JENIS KEGIATAN
SUAMI+ISTRI
REPRODUKTIF
S
n
1
Memasak
2
Mencuci pakaian
3
Mengasuh anak
4
I
persen
n
TOTAL
(persen)
B
persen
n
persen
0
0
88,0
97,8
2,0
2,2 100
16,0
17, 8
54,0
60,0
20,0
22,2 100
0
0
46,0
51,1
44,0
48,9 100
Membersihkan halaman
22,0
24, 4
41,0
45,6
27,0
30,0 100
5
Membersihkan rumah
22,0
24, 4
41,0
45,6
27,0
30,0 100
6
Berbelanja ke pasar
0
0
90,0
100,0
0
0 100
7
Mendampingi anak
belajar
0
0
45,0
50,0
45,0
50,0 100
8
Mengantar anak sekolah
41,0
45,6
49,0
54,4
0
0 100
9
Menyetrika pakaian
0
0
90,0
100,0
0
0 100
10
Mencuci piring
6,0
6,7
71,0
78,9
13,0
14,4 100
11
Memperbaiki rumah jika
rusak
53,0
58,9
14,0
15,6
23,0
43,4 100
12
Memperbaiki peralatan
listrik
78,0
86,7
6,0
6,7
6,0
6,7 100
13
Pengelolaan keuangan
33,0
36,7
57,0
63,3
0
0 100
14
Menyapu
2,0
2, 2
39,0
43,3
49,0
54,4 100
15
Mengepel
23,0
25,6
44,0
48,9
23,0
25,6 100
Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat sebanyak 13 dari 15 kegiatan
reproduktif yang diamati dalam penelitian ini dominan dikerjakan oleh istri atau
perempuan. Kegiatan reproduktif yang dominan dilakukan oleh suami atau lakilaki yaitu memperbaiki rumah dan peralatan listrik jika terjadi kerusakan.
Walaupun suami ikut membantu, akan tetapi istri lebih dominan dalam mengasuh
anak. Proses pengasuhan ini mencakup bidang pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dan pendidikan. Dalam pengasuhan, para suami tidak cukup sabar dalam
mengasuh dan mendidik anak.
79
7.3.2.
Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan
Reproduktif
Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya dimana perempuan
dominan bekerja pada sektor domestic, maka laki-laki dominan pada sektor
publik. Pada rumahtangga petani bawang merah yang diteliti, total curahan waktu
yang digunakan responden istri untuk melakukan pekerjaan reprpduktif lebih
banyak daripada total curahan waktu responden suami. Responden suami
mencurahkan 8,63 jam dari 24 jam waktu yang dimilikinya untuk melaukan
kegiatan reproduktif. Sedangkan istri mencurahkan 16 jam dari 24 jam waktu
yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan reproduktif. Rata-rata curhan waktu
kerja reproduktif responden dalam rumahtangga petani bawang merah tersaji pada
Tabel 17.
Tabel 17 .Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami dan
Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam), Desa
Sidakaton, 2011
Responden Suami
Responden Istri
Jenis pekerjaan
Jam
jam
Memasak
0,10
1,48
Mencuci pakaian
0,30
0,97
Mengasuh anak
1,50
2,98
Membersihkan halaman
0,98
1,00
Membersihkan rumah
0,60
1,50
Berbelanja ke pasar
1,00
2,34
Mendampingi anak belajar
1,50
1,98
Mengantar anak sekolah
0,55
0,55
Menyetrika pakaian
0,50
1,00
Mencuci piring
0,30
0,40
Memperbaiki rumah jika rusak
0,40
0,20
Memperbaiki peralatan listrik
0,50
0
Pengelolaan keuangan
0,20
1,00
Menyapu
0,10
0,30
Mengepel
0,10
0,30
Total
8,63
16
80
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa memang benar jika
dikatakan sektor domestik didominasi oleh perempuan akan tetapi tidak berarti
laki-laki tidak berperan dalam sektor domestik
7.4.
Kegiatan Sosial
Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan
dengan lingkungan masyarakat setempat. Kegiatan kemasyarakatan di Desa
Sidakaton terbagi menjadi dua bagian yaitu; kegiatan kelembagaan informal dan
kegiatan kelembagaan formal. Keikutsertaan responden responden petani bawang
merah dalam kegiatan kemasyarakatan dilihat berdasarkan pendapat responden
suami dan responden istri.
7.4.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan
Kegiatan sosial kemasyarakatan lebih sering dilakukan secara bersamaan.
Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh baik suami
maupun istri yaitu arisan, pengajian, takziah (melayat), menjenguk orang sakit,
membantu dan menghadiri acara hajatan dan kerja bakti. Kegiatan yang sering
diikuti oleh responden laki-laki diantaranya yaitu rapat RT, siskamling, kelompok
tani. Sedangkan kegiatan sosial yang khusus diikuti oleh responden perempuan
yaitu posyandu, kegiatan PKK akan tetapi kegiatan ini jarang sekali dilaksanakan.
Responden suami dan responden istri sepakat bahwa dalam kelembagaan
formal didominasi oleh peran suami dalam bidang kegiiatn politik seperti rapat
RT, Kelompok Usaha Tani. Sedangkan istri seperti kegiatan posyandu, KB, dan
PKK. Kegiatan PKK di desa ini tidak terlalu berjalan dikarenakan ibu-ibu atau
para istri yang kurang aktif dalam kegiatan tersebut.
Pada kelembagaan informal, kegiatan yang dominasi dilakukan oleh istri
adalah pengajian. Pengajian diadakan secara rutin setiap satu minggu sekali,
Pengajian diadakan di masjid masjid dengan jamaah laki-laki maupun perempuan
terkadang ada juga pengajian khusus laki-laki dan pengajian khusus perempuan.
Selain kegiatan pengajian acara kumpul bersama dengan warga-warga lain yaitu
81
pada saat ada warga yang meninggal dunia dan setiap malam selama tujuh hari
diadakan pengajian di rumah keluarga orang yang meninggal dunia.
Jika ada tetangga yang sedang mengadakan acara hajatan atau selamatan
maka penduduk akan turut membantu penyelenggaraan acara tersebut. Para suami
dapat membantu dalam persiapan peralatan dan perlengkapan acara, sedangkan
para istri dapat membantu dalam persiapan konsumsi. Bantuan (snoman) tersebut
biasanya dilakukan sejak tiga hari menjelang penyelenggaraan acara.
Sementara itu, kerja bakti yang bersifat tidak rutin diadakan menurut
kepentingan tertentu. Misalnya pada saat ada pengajian akbar, ada pembangunan
jalan, jumat bersih. Biasanya kerja bakti dilakukan pada masing-masing RT
tergantung dari kesepakan RT tersebut. Keikutsertaan responden petani bawang
merah dalam kegiatan kemasyarakatan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam
Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011
No
Jenis Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
KB
Posyandu
Pemilu
Rapat RT
PKK/Dasawisma
6.
7.
Kelompok tani
KUT
8.
9.
Pengajian
Arisan
10.
11.
Responden Suami (persen)
Suami
Istri
Bersama
23,0
65,4
11,5
0 100,0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0 100,0
0
Responden Istri (persen)
Suami
Istri
Bersama
23,1
65,4
11,5
0 100,0
0
0
0
100,0
83,3
0
16,7
0 100,0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
80,0
83,3
10,0
10,0
10,0
6,67
10,0
0
83,3
0
6,7
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
Gotong-royong
Selamatan/hajatan
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
100,0
100,0
12.
13.
Kematian/dukacita
Siskamling
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
14.
Menjenguk orang
sakit
Membantu di
hajatan
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
15.
82
7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan
Kemasyarakatan
Kegiatan kemasyarakatan pada responden petani bawang merah lebih
dilakukan oleh suami, begitu juga dengan curahan waktunya. Curahan waktu
dalam kegiatan kemasyarakatan diukur dalam waktu satu bulan (24 jam x 30 hari).
Berikut disajikan hasil rata-rata curahan waktu responden petani bawang merah
dalam kegiatan kemasyarakatan.
Tabel 19. Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam
Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011
Responden Suami
Responden Istri
No
Jenis Kegiatan
Jam
jam
1. KB
0
1,00
2. Posyandu
0
1,60
3. Pemilu
0
0
4. Rapat RT
2,27
1,86
5. PKK/Dasawisma
0
1,50
6. Kelompok tani
2,33
2,00
7. KUT
1,86
0
8. Pengajian
2,12
2,29
9. Arisan
2,03
1,89
10. Gotong-royong
3,17
1,46
11. Selamatan/hajatan
2,87
2,85
12. Kematian/dukacita
2,89
2,00
13. Siskamling
6,39
0
14. Menjenguk orang sakit
1,74
1,87
15. Membantu di hajatan
2,98
3,00
Total
30,65
23,32
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata curahan waktu untuk kegiatan sosial
yang dilakukan oleh responden suami lebih banyak daripada responden istri.
Responden suami mencurahkan waktu 30,65 jam dari total waktu selama satu
bulan. Sedangkan istri hanya mencurahkan waktu sebanyak 23,32 jam dari total
waktu selama satu bulan
.
83
7. 5.
Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan
KKG dalam Rumahtangga Petani
Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja (reproduktif ,
produktif dan sosial) dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam rumahtangga
petani dilihat dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat diuji dengan
menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan tersebut
tersaji pada Tabel 18 di bawah ini. Hasil pengujian hubungan antara relasi gender
dalam pembagian kerja dengan konsep KKG tidak memiliki hubungan yang nyata
baik untuk akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat. Dengan demikian hipotesis
keduayang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam
pembagian kerja dengan konsep KKG dalam rumah tangga petani yang ditinjau
dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat” ditolak.
Tabel 20 . Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga Petani
Pembagian
kerja
Akses
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Pembentukan Kegiatan Kegiatan
Utbm
Masyarakat
Keluarga
Partisip
asi
Manfaat
Reproduktif
.190
-.188
-.162
.204
-.177
-0.037
Produktif
-.029
.043
-.051
.136
-.061
-0.153
Kegiatan
Sosial
.036
-.194
.025
.212
-.090
0.026
Reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia
dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak serta pekerjaan rumah
tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari pembagian kerja lakilaki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika
pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) lebih besar
dari 0,05 (p>0,05) untuk persepsi akses, partisipasi, kontrol dan mafaat. Dengan
demikian relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif tidak
berhubungan nyata dengan konsep KKG yang di tinjau dari akses, kontrol,
partisipasi dan manfaat.
84
Responden penelitian ini adalah Rumahtangga petani yang melakukan
kegiatan produktif seluruhnya yaitu menanam bawang merah. Hasil pengujian
hubungan antara produktif dengan diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari
0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata. Hal ini
dikarenakan seluruh responden bekerja dalam bidang produktif.
BAB VIII
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA
PETANI BAWANG MERAH
8.1.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
Pengertian keadilan gender (gender equity) menurut ILO (Mugniesyah,
2007) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada
kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan
tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban,
kesempatan-kesempatan, dan manfaat.
Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang
menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku.
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan
laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan
masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara
matematis dan tidak bersifat universal. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender
adalah akses, kontrol, partisipasi dan manfaat.
8.1.1.
Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah
Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan
perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani
(produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses responden petani
bawang merah terhadap faktor produksi adalah akses terhadap faktor produksi
modal dan tenaga kerja. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor
produksi dapat dilihat pada Tabel 19.
86
Tabel 21. Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi
Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011
No
Faktor produksi
Responden suami
(persen)
Responden istri(persen)
Suami
Istri
Suami
Istri
1.
Lahan pertanian
100,00
93,33
96,67
93,33
2.
Lahan pekarangan
76,67
93,33
66,67
96,67
3.
Saluran perairan
96,67
40,00
100,00
76,67
4.
Alat-alat pertanian
93,33
40,00
96,67
76,67
5.
Pupuk
96,67
0
100,00
0
6.
Bibit, plestisida
93,33
86,67
93,33
76,67
7.
Kredit
30,00
3,33
30,00
10,00
8.
Penyuluhan
96,67
36,67
96,67
43,33
9.
Tenaga kerja
40,00
60,00
60,00
60,00
10.
Rumah tempat tinggal
100,00
100,00
100,00
100,00
Responden suami dan responden istri sepakat bahwa suami maupun istri
memiliki akses terhadap faktor produksi usahatani bawang merah. Tabel 18
memperlihatkan bahwa persentase jumlah suami yang menyatakan akses terhadap
faktor produksi tersebut lebih tinggi daripada istri.
Akses suami pada lahan pertanian, saluran perairan, alat-alat pertanian,
dan pupuk lebih tinggi karena memang laki-laki adalah pencari nafkah utama
keluarga. Sedangkan istri juga memiliki akses dan bekerja akan tetapi bukan
sebagai pencari nafkah utama melaikan hanya membantu menambah penghasilan
keluarga.
Dalam hal pinjam-meminjam uang (kredit), persentase istri lebih rendah
daripada suami hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari pihak istri
mengenai ketentuan pengajuan pinjaman dari bank. Berbeda dengan masalah
tenaga kerja, persentase jumlah istri yang menyatakan akses terhadap tenaga kerja
lebih tinggi daripada suami. Hal ini dikarenakan yang bertugas menyiapkan dan
menyediakan makanan serta minuman untuk tenaga kerja adalah perempuan atau
istri karena tugas tersebut berkaitan dengan peranan perempuan dalam pekerjaan
domestik.
87
8.2.
Kontrol (pengambilan keputusan ) dalam Rumahtangga Petani
Mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian
banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk
memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) , setiap keputusan
yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Menurut Supranto (2005) inti dari
pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan bernbagai alternatif
tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan
alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya
dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Pengambilan
keputusan dalam rumahtangga yaitu siapa yang lebih dominan (suami atau istri)
dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan atau tidak melalukan
suatu kegiatan. Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri
(skor 1), istri sendiri (skor 2), bersama (skor 3).
Kontrol responden suami dan istri dalam rumahtangga petani bawang
merah dilihat melalui pola pengambilan keputusan baik dalam hal pengelolaan
usahatani bawang merah (kegiatan produktif) maupun dalam hal kegiatan
reproduktif dan kegiatan kemasyarakatan. Menurut Sajogyo (1983) dalam
Meiliala (2006) pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga
dapat diperinci menurut empat bidang. sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup
pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal,
penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;
2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan
pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya
pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan;
3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang
mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara
anak-anak, dan pendidikan; serta
4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan
sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup
selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran
pada berbagai kegiatan kelompok.
88
8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang
Merah
Pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani bawang
merah dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami
dan istri. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama akan tetapi ada
keputusan yang didominasi oleh suami ada juga yang didominasi oleh istri.
Namun demikian, ada juga pengambilan kepurusan dalam rumahtangga dimana
suami dan istri mengambil keputusan sama besar atau seimbang. Menurut
responden suami dan responden istri, pengambilan keputusan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah didominasi oleh suami.
Pengetahuan yang dimiliki oleh suami dalam hal pertanian lebih banyak
daripada pengetahuan yang dimiliki oleh istri dikarenakan keterlibatan suami
dalam kegiatan kemasyarakatan, khususnya penyuluh pertanian dan kelompok
tani. Sehingga suami mendominasi pengambilan keputusan di bidang produktif
karena suami dianggap lebih mengetahui tentang proses penanaman bawang
merah. Pengetahuan ini terutama dalam hal pembelian peralatan dan perlengkapan
produksi, penentuan jenis dan jumlah pupuk, penentuan jarak tanam, penentuan
waktu dan penjualan hasil panen.
Responden suami dan istri akan berdiskusi terlebih dahulu untuk
memutuskan sesuatu yang dianggap baru dalam usahatani yang sedang dikelola
mereka tidak semata-mata suami memutuskan atau istri memutuskan, mereka
harus tau keunggulan atau kelemahan, manfaat dari apa yang mereka putuskan
berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan penyuluhan yang sering
diikuti. Pola pengambilan keputusan responden rumahtangga petani bawang
merah dalam pengelolaan usahtani terdapat pada Tabel 22.
89
Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden Istri
dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Jenis keputusan
Jenis bibit yang digunakan
Jenis dan jumlah pupuk.
Sewa tanah
Jarak tanam (pola tanam)
Jenis dan penggunaan
plestisida
Penentuan cabang
usahatani
Pembelian saprotan.
Penentuan waktu dan
penjualan hasil panen.
Penentuan tempat menjual
hasil panen
Penentuan cara menjual
hasil panen.
Harga jual hasil usahatani
Alat angkut hasil
usahatani
Biaya pengembangan
Biaya penanaman
Biaya hidup petani selama
menunggu panen
Pengeloaan pendapatan
dan modal
Penentuan dan pengaturan
tenaga kerja usahatani.
Ide untuk bekerja
Penentuan siapa yang
bekerja
Penentuan waktu bekerja
Responden Suami
(persen)
Responden Istri
(persen)
S
100,0
63,3
100,0
100,0
66,7
I
0
33,3
0
0
26,7
B
0
3,3
0
0
6,7
S
100,0
50,0
100,0
83,3
80,0
I
0
40,0
0
0
10,0
B
0
10
0
16,7
10,0
100,0
0
0
80,0
10,0
10,0
100,0
83,3
0
13,3
0
3,3
83,3
83,3
10,0
10,0
6,7
6,7
20,0
20,0
60,0
20,0
3,3
76,6
20,0
3,33
76,6
20,0
6,7
73,3
10,0
0
10,0
0
80,0
100,0
23,3
0
6,7
0
70,0
100,0
23,3
0
0
16,7
0
0
60,0
100,0
100,0
20,0
0
0
6,7
0
0
73,3
100,0
100,0
36,6
13,3
50,0
36,7
30,0
33,3
33,3
20,0
46,7
16,7
50,0
63,3
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
Pola pengambilan keputusan yang seimbang antara suami dan istri tampak
pada pola pngambilan keputusan dalam hal pengaturan biaya hidup petani selama
menunggu musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, ide untuk bekerja,
penentuan siapa yang bekerja, dan penentuan waktu bekerja. Walaupun istri
adalah pemegang keuangan dalam rumahtangga, hal yang berhubungan dengan
90
keuangan harus diketahui oleh suami, sehingga keputusan yang diambil juga
harus berdasarkan keputusan bersama.
Variabel pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang
merah diukur dengan duapuluh jenis keputusan yang dikategorikan menjadi:
rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor
>47). Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam
pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:
Gambar 7. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, 2011
(dalam persen)
Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan sebagian besar pola pengambilan
keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah baik responden suami
maupun responden istri memiliki pengambilan keputusan sedang yang berarti pola
pengambilan keputusannya seimbang walau pada kenyataannya tetap saja suami
yang dominan dalam bidang produksi.
91
8.2.2.
Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan
Rumahtangga Petani
Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga adalah tingkat dominasi responden dalam pengambilan
keputusan di bidang yang berhubungan dengan alokasi pemanfaatan pendapatan.
Variabel ini diukur dengan tujuh belas jenis keputusan yang dikategorikan
menjadi: rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi
(jumlah skor >40). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8.
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam
persen)
Persentase terbesar berada pada kategori sedang baik responden suami
(64persen) maupun responden istri (67persen) yang berarti pola pengambilan
keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan seimbang antara suami dan istri
walaupun pada kenyataannya pengambilan keputusan di bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga didominasi oleh perempuan (istri).
Perempuan dianggap dapat mengambil keputusan dengan lebih bijaksana
apabila keputusan tersebut berkaitan dengan urusan rumahtangga. Hal ini karena
perempuan lebih sering berada di rumah bila dibandingkan dengan laki-laki.
92
Selain itu, keputusan ini juga berhubungan dengan pembagian kerja dalam
rumahtangga
dimana
pengelolaan
keuangan
dipegang
oleh
perempuan.
Pengaturan pengeluaran keuangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga walaupun dilakukan oleh istri akan tetapi dengan pertimbangan
dari suami juga. Hal ini dilakukan karena istri menghormati posisi suami sebagai
kepala
rumahtangga.
Dengan
demikian,
perempuan
diharapkan
dapat
mengalokasikan pendapatan rumahtangga secara tepat.
8.2.3. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga
Rumahtangga Petani
Pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga adalah
tingkat dominasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
perencanaan dan sosialisasi dalam keluarga. Variabel ini diukur dengan sepuluh
jenis keputusan.keputusan ini meliputi jumlah anak,
proses sosialisasi anak,
pembagian kerja anak, pendidikan anak. Jenis KB, waktu KB, Cara pengasuhan
anak. Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor <
26), sedang (jumlah skor 26-28), dan tinggi (jumlah skor >28). Dominasi
pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat
dilihat pada Gambar 9 berikut
Gambar 9.
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton, 2011 (dalam
persen)
93
Berdasarkan gambar di atas persentase terbesar untuk responden suami
berada pada kategori sedang (44persen) yang berarti bahwa responden suami
berpendapat bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan
keluarga setara atau seimbang antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang
dominasi. Sedangkan persentase terbesar pada responden istri berada pada
kategori tinggi (42persen) yang berarti bahwa pola pengambilan keputusan dalam
bidang pembentukan keluarga istri memiliki kekuasaan yang tinggi. Hal ini
ditandai oleh tiga dari sepuluh jenis keputusan yang ditentukan oleh istri tanpa ada
dominasi suami. Keputusan yang ditentukan oleh istri sendiri diantaranya jenis
dan waktu mengikuti program KB, pembagian kerja anak, mengatur dan
mengajari anak disiplin.
Dominasi istri pada pengambilan keputusan di bidang pembentukan
keluarga berkaitan dengan pembagian kerja dalam ruamhtangga. Jenis keputusan
di bidang pembentukan keluarga 60 persen berkenaan dengan pengasuhan anak.
Dengan demikian, keputusan yang berhubungan dengan anak diambil oleh
perempuan.
8.2.4. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan
Pengambilan
keputusan
oleh
responden
dalam
bidang
sosial
kemasyarakatan adalah tingkat dominasi responden suami atau istri dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan interaksi sosial antarmanusia
di suatu masyarakat. Variabel ini diukur dengan tiga belas jenis keputusan.
Keputusan ini meliputi kegiatan selamatan, arisan, pengajian, PKK, kerja bakti,
Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Pengambilan keputusan ini
dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 31-33),
dan tinggi (jumlah skor >33). Dominasi pengambilan keputusan di bidang
kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut;
94
Gambar 10
Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan
Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa
Sidakaton, 2011 (dalam persen)
Sebagian besar (sebelas dari tiga belas jenis) keputusan di bidang kegiatan
sosial kemasyarakatan pada rumahtangga petani bawang merah ditentukan secara
bersama oleh suami maupun istri. Keputusan yang diambil secara bersama
berkaitan dengan acara selamatan, arisan, pengajian, dan kerja bakti. Ada satu
jenis keputusan yang diambil oleh suami sendiri, yaitu keikutsertaan suami dalam
kegiatan Siskamling. Sedangkan satu jenis keputusan yang diambil oleh istri
sendiri yaitu kegiatan PKK. Hal ini karena kegiatan PKK hanya diikuti oleh para
istri.
Sehingga dari Gambar 10 jika dilihat dari persentase tanggapan responden
suami maupun responden istri jumlah terbanyak berada pada kategori sedang hal
ini berarti pola pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan
seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya pengambilan keputusan pada bidang
kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh suami. Dominasi suami pada
pengambilan keputusan di bidang ini terkait dengan peran suami yang lebih tinggi
di sektor publik dibandingkan dengan peran perempuan.
Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan suatu bentuk interaksi sosial
yang terjalin antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Kerjasama
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendekatkan atau
mempersatukan. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai
sesuatu tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kerjasama
95
menurut Chitambar (1973) dalam buku sosiologi umum meliputi:(i) motivasi atau
kepentingan pribadi: misalnya tolong menolong, (ii) kepentingan umum; misalnya
gotong-royong atau kerja bakti memperbaiki saluran irigasi atau jalan desa, (iii)
motivasi altruistic yaitru semangat pengabdian/ ibadah demi kemanuasian,
panggilan atau motivasi tanpa pamrih untuk menolong sesama. Berikut disajikan
tingkat kerjasama yang dilakukan responden dengan petani lain atau masyarakat.
Gambar 11 . Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori
Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)
Berdasarkan Gambar 12, persentase tingkat kerjasama yang memiliki nilai
tertinggi
terdapat pada kategori sedang baik responden laki-laki maupun
responden perempuan akan tetapi persentase terbesar dimilki oleh responden
suami hal ini disebabkan oleh bentuk kerjasama yang dilakukan merupakan
bentuk kegiatan kemasyarakatan yang didominasi oleh suami.
8.3.
Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah
Partisipasi adalah peluang yang sama bagi responden laki-laki dan
perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah. Variabel ini diukur dengan dua belas pernyataan
mengenai keikutsertaan responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang
96
merah. Partisipasi responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan
Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton,
2011(dalam persen)
Berdasarkan Gambar 12
dapat dilihat persentase terbanyak responden
suami berada pada kategori adil (69persen) hal ini berarti partisipasi dalam
pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden suami sudah adil
sedangkan menurut responden istri partisipasi dalam pengelolaan usahatani
bawang merah masih kurang adil terlihat dari persentase responden istri berada
pada kategori kurang adil (40persen) seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab
sebelumnya bahwa dalam kegiatan produktif suami lebih dominan daripada istri.
8.4.
Manfaat
Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari
pengelolaan usahatani bawang merah. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan
pengeloalaan usahatani bawang merah. Hasil perhitungan seluruh responden baik
laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani
bawang merah sangat baik/sangat adil dan setara. Persepsi responden sangat
97
baik/sangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari
kegiatan produktif tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak berbeda antara
responden laki-laki dan perempuan.
8.5.
Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani
Bawang Merah
Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga
mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup”
(Koentjaraningrat, 1969). Dalam kehidupan bermasyarakat, sistem nilai ini
berkaitan erat dengan sikap, di mana keduanya menentukan pola-pola tingkah
laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika-moral, yang dalam
manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat
sopan-santun yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur tata-tertib
kehidupan bermasyarakat.
Adat-istiadat menetapkan bagaimana seharusnya warga masyarakat
bertindak secara tertib. Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik,
artinya khas berlaku umum dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sejak
kecil “individu-individu telah diresapi oleh nilai-nilai budaya masyarakatnya,
sehingga konsepsi-konsepsi itu telah menjadi berakar dalam mentalitas mereka
dan sukar untuk digantikan oleh nilai budaya yang lain dalam waktu yang
singkat”
(Koentjaraningrat,
1969).
Sehubungan
dengan
itu,
di
dalam
manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotip tertentu,
misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang-orang yang santun, bertindak
pelan-pelan, lembah manah (low profile), halus tutur katanya dan sebagainya.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Budaya5
diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan
perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial,
5
Endriatmo Soetarto dan Ivanovich. 2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23
98
baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga petani bawang
merah, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga,
kegiatan sosial, maupun sarana sosial lainnya.
Orangtua bukanlah satu-satunya pihak yang akan mempengaruhi tumbuhkembang anak,akan tetapi orangtua merupakan significant other bagi anak dan
role model bagi seorang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Dengan
demikian pada tahap awal,orangtua memiliki peran penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak,termasuk dalam pembentukan karakter dan penanaman
nilai-nilai budi pekerti pada anak. Karena orangtua merupakan sosok pertama dan
utama dalam melindungi,merawat,dan mencurahkan kasih-sayang sebelum anak
mengenal orang lain.
Sebagian besar masyarakat di Desa Sidakaton melihat kehadiran seorang
anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota
keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya
berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak antara lain:
Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi
wanita hamil tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk membentuk jiwa sang calon
bayi semenjak ia masih di dalam kandungannya. Upacara ini diadakan dari pukul
sembilan sampai pukul sebelas pagi hari. Pada upacara ini sang calon ibu
dimandikan oleh orang tuanya,kakek neneknya,dan keluarga yang dituakan
lainnya. Air yang digunakan untuk mandi merupakan campuran air dengan
beberapa jenis kembang (kembang setaman) yang dipetik dari satu kebun. Dan
pada malam harinya diadakan tahlilan (selametan).
Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu
wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon
keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan
penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga. Puputan yang ditujukan
untuk memohon keselamatan bagi bayi yang dilaksanakan pada saat tali pusat
putus dengan mengadakan kenduri,bancakan dan pemberian nama bayi. Malam
harinya diadakan barzanzian.
Upacara Tedak Sinten merupakan upacara yang diperuntukkan bagi bayi
pada saat pertama kali ia diijinkan untuk menginjak bumi atau belajar berjalan dan
99
dilaksanakan pada usia 7 lapan (7 x 35 hari = 245 hari) atau sekitar delapam
bulan. Tedah Siten ditujukan untuk memohon keselamatan dan harapan agar bayi
cepat berjalan dengan adanya peristiwa turun tanah. Adapun tahapan dalam
upacara ini antara lain meliputi:membersihkan kaki,menginjak tanah,berjalan
melewati tujuh wadah,tangga tebu wulung,kurungan,memberikan uang dan
melepas ayam. Secara keseluruhan upacara ini bermakna untuk mengajarkan
konsep kemandirian pada anak.
Penerapan nilai budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak,
norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa
persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden
yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat petani akan pentingnya anak sebagai
investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan perlakuan terhadap jenis kelamin
anak memiliki persentase setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya
jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara laki-laki dan
perempuan terhadap pendidikan .
Norma bekerja masyarakat petani di Desa Sidakaton dipengaruhi oleh
ideology patriarkhi dalam kehidupan masyarakat di Desa Sidakaton. Laki-laki
memiliki akses dan kontrol lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai
bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya produktif maupun sector lainnya.
Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif dan pekerjaan itu sudah dianggap
sebagai kodrat pekerjaan perempuan.
Hasil persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban
tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja
pada malam hari karena dianggap tidak pantas. Pekerjaan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah tidak mempekerjakan perempuan pada malam hari
semua proses tahapan pengelolaan bawang merah dilakukan pada pagi hingga
sore sehingga jarang sekali dan hampir tidak ada perempuan yang bekerja di
malam hari.
Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan
gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda,
tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah
responden yang mengatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan
100
berbeda dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik
dibandingkan laki-laki.
Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh,asah dan asih yang dijadikan
pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam
rangka memenuhi kebutuhan,memberi perlindungan,dan mendidik anak dalam
kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan
perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak.
Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan
majemuk,utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini
meliputi pembentukan intelektualitas,kecakapan bahasa,keruntutan logika dan
nalar,serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih
merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan
spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang,empati,memiliki norma
dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan
mempengaruhi perkembangan afeksi anak,meliputi moral,akhlak,emosi dan
perilaku.
Pola asuh,asah dan asih orangtua pada masyarakat Desa Sidakaton
terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal,seperti latar belakang budaya,status
sosial-ekonomi,kondisi
geografis,
dan
pemahaman
nilai-nilai.
Dengan
demikian,masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh,asah dan asih
yang berbeda-beda. Orangtua di Desa Sidakaton menerapkan pola asuh,asah dan
asih secara turun-temurun dari nenek moyang..
Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting
hanya saja dalam tindakan Anak perempuan lebih banyak terlibat dalam tugastugas di lingkungan rumah tangga. Sejak masa kanak-kanak, anak perempuan
telah diperkenalkan dengan pekerjaan serta kegiatan lain yang bersifat feminin.
Pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian dan ketekunan, seperti menjahit,
mengurus rumah, mempersiapkan makanan, ataupun mengasuh anak. Kegiatankegiatan yang dapat mengembangkan ketangkasan dan keberanian, seperti berlari,
memanjat pohon, ataupun berkelahi tidak diperbolehkan untuk anak perempuan.
Kegiatan kegiatan seperti ini dianggap hanya pantas dilakukan oleh anak laki-laki.
101
Apabila anak perempuan terlihat berada di luar lingkungan rumah, maka orangtua
ataupun saudara akan menegurnya dengan kalimat “kamu seperti anak laki-laki”.
Dengan teguran tersebut, bagi anak perempuan untuk berada di luar rumah akan
terbatasi. Apabila ada kegiatan yang berlangsung di luar rumah seperti belajar
mengaji, melihat keramaian, atau upacara-upacara tertentu, maka biasanya mereka
akan keluar secara bersama sama dengan wanita lain, tetangga atau teman dan
terkadang ditemani saudara-saudaranya.
BAB XI
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:
1.
a. Responden rumahtangga petani bawang merah mayoritas berada pada
kelompok usia dewasa madya (40-<60) dengan persentase responden istri
jumlahnya lebih banyak dibanding suami. Berdasarkan Luas lahan yang
digarap rumahtangga petani Desa Sidakaton tergolong petani sempit dan
petani menengah sedangkan menurut status kepemilikan lahan hampir 91
persen responden berstatus sebagai pemilik dan penggarap. Tingkat
pendidikan bagi perempuan di Desa Sidakaton masih dikategorikan rendah
dibandingkan laki-laki .
b. Faktor Sosial Ekonomi yang berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan
gender
yaitu jenis kelamin dan usia. Perbedaaan jenis kelamin
mempengaruhi akses terhadap faktor produksi dimana laki-laki memiliki
akses lebih daripada perempuan. Pengambilan keputusan dihubungkan
dengan produksi didominasi oleh suami. Padahal istri juga memilki
kontribusi untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan
keluarga. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam
kebutuhan pokok didominasi oleh perempuan karena pembagian kerja
dalam rumahtangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh
perempuan.
c. Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol,
maka dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada
rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelasanaan peranan
suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan
usahatani bawang merah) dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih
dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender.
2.
a. Relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang
merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif
103
sekaligus produktif, sehingga Perempuan mengalami beban kerja berlebih
sedangkan laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif dan
lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif
pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi
yang berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang
dilakukan responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan
pengelolaan usahatani bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam
pembayaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan gender
sehingga dapat menyebabkan perempuan semakin termarginalisasi.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan
dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua
dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki
hubungan dengan KKG.
c. Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak
antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak
Sinten. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak
ada yang lebih penting hanya saja dalam hal tindakan. Penerapan nilai
budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan
etos kerja.
9.2.
Saran
Merujuk kepada tujuan penelitian dan hasil penelitian disarankan agar
diadakannya pelatihan pengembangan diri baik untuk petani laki-laki maupun
perempuan yang terkait dengan usahatani bawang merah. Serta untuk
meningkatkan kesadaran gender dalam usahatani bawang merah, Kementrian
Pertanian perlu mengadakan penyuluhan pertanian yang responsif gender. Selain
itu perlu adanya kajian mengenai pola pengambilan keputusan dalam
rumahtangga terhadap kesejahteraan rumahtangga serta pola pengasuhan dan
budaya. Hal ini sangat penting dan berguna karena perempuan juga berperan aktif
dalam membantu perekonomian keluarga
104
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 1993. Hasil Sensus Pertanian 1993. Jakarta.
Budiman, A. 1985. Pembagian Kerja Seksual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chairnani, Yanita Dwi. 2010. Analisis Gender dalam Pengembangan Agribisnis
Paprika (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat ).
Skripsi.Bogor: Institut Pertanian Bogor
Fauziah, Zahra.2010. Program Pengentasan Kemiskinan. Malang..UMM Press
Handayani, Trisakti. dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang: UMM Press.
Juliani, Rani. 2010. Persepsi Pekerja Perempuan tentang Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) dalam Pelaksanaan Peraturan (Kasus :
Pekerja perempuan PT. Indorama Teknologies, Jalan Raya Subang,
Desa Cijaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, Jawa
Barat). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta:Balai Pustaka.
Lembaga Penelitian Undana. 2009. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang
Usaha (bawang merah). Kupang. Universitas Nusa Cendana Kupang.
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan.
Meylasari, Ika. 2010. Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi
Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga
(Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten
Gunung kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Meliala, Annekhe Dahnita Sembiring. 2006. Pembagian Kerja Gender dalam
Rumahtangga Petani Pedagang Tanaman Hias (Kasus Sentra Bunga
Dukuh Nglurah, Kelurahan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu,
Solo , Jawa Tengah). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mosse, Julia Cleves.1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
105
Mugniesyah S S. 2002. Jender dan Perilaku Masyarakat Petani Lahan Kering
dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. [Laporan Penelitian].
Bogor. Program Studi Wanita Institut Pertanian Bogor.
Mugniesyah S S. 2006. Komunikasi Gender I. Bogor. Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
______, 2007 . Gender , Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan dalam
Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Prasodjo, Nuraini W et al. 2003. Modul Mata Kuliah Gender dan Pembangunan.
Bogor : Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat. Institut
Pertanian Bogor. [ Tidak dipublikasikan].
Pratiwi, Novia. 2007. Analisis Gender pada Rumahtangga Petani Monokultur
Sayur ( Kasus Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah ). Skripsi.Bogor: Institut Pertanian Bogor
Puspitasari, Anandita. 2006. Analisis Program Pengembangan Masyarakat
Berdasar Perspektif Gender (Studi Kasus Mengenai PT Astra
Internasional TBK di Kawasan Industri Sunter Dua Jakarta Utara).
Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Qoriah, Siti Nurul. 2008. Analisis Gender Dalam Program Mandiri Pangan
(Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten,
Provinsi Jawa Tengah). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rahayu, E, dan Berlian,N. V. A, 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya, Jakarta,
Hlm4
Rukmana, R, 1995. Bawang merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca panen.
Kanisius, Jakarta, Hlm 18.
Sadawi, Nawal, L. 2001. Perempuan Dalam Budaya Patriarkhi. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Sajogyo, Pudjiwati. 1993. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat
Desa. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES.
106
Soehardjo dan Dahlan. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bahan Kuliah.
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
PT Refika Aditama.
Tafalas, M. 2010. Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap Kehidupan
Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari
Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat). Tesis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Wahyuni & Muljono. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bahan Kuliah. Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian
Bogor, Bogor
106
LAMPIRAN
107
LAMPIRAN 1
108
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas
BAGIAN I.
A.
Relasi Gender, hasil uji validitas:
Korelasi antara
V1 dengan
V2 dengan
V3 dengan
V4 dengan
V5 dengan
V6 dengan
V7 dengan
V8 dengan
V9 dengan
V10 dengan
V11 dengan
V12 dengan
V13 dengan
V14 dengan
V15 dengan
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.380
0,459**
0,464**
0,553**
0,458**
0,323**
0,380**
0,512**
0,416**
0,352*
0,306*
0,312*
0,322*
-
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0,010
0,002
0,001
0,000
0,002
0,030
0,010
0,000
0,004
0,018
0,037
0,031
0,033
-
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak valid
B. Kontrol Dalam Kegiatan Reproduktif (Bidang Pembentukan Keluarga) , hasil
uji validitas
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 engan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
-0.518
0. 046
0.667*
0.616*
-0.555
0.628*
0. .633
0.634*
0.845**
0.231
0.048
0.871
0.007
0.014
0.847
0.012
0.011
0.011
0.000
0.405
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
109
C. Kontrol Dalam Kegiatan Reproduktif (Bidang Pengeluaran Kebutuhan
Rumahtangga, Hasil Uji Validitas
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
V14 denganVtot
V15 denganVtot
V16 denganVtot
V17 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.329
0.870
0.824
0.946
0.609
0.627
0.442
0.709
0.526
0.298
0.648
-0.160
0.508
0.769
0.590
0.590
0.528
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.231
0.000
0.000
0.000
0.016
0.026
0.099
0.004
0.044
0.001
0.009
0.570
0.053
0.001
0.021
0.021
0.043
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
0.497
Kesimpulan
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
C. Kontrol Dalam Kegiatan Sosial, Hasil Uji Validitas
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.060
0. 751
0.854
0.440
0.221
0
0. .633
-0.180
-0.299
0.681
0.655
0.425
0.060
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.831
0.001
0.000
0.100
0.428
0
0.011
0.521
0.280
0.005
0.008
0.115
0.831
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
110
D. Kontrol Dalam Kegiatan Produktif (Kegiatan usahatani bawang merah)
Hasil Uji Validitas
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
V14 denganVtot
V15 denganVtot
V16 denganVtot
V17 denganVtot
V18 denganVtot
V19 denganVtot
V20 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.598
0.646
0.765
0.546
0.841
0.533
0.920
0.920
0.722
0.698
0.648
-0.160
0.644
0.644
0
0.869
0.383
0.590
0.590
0.528
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.019
0.009
0.001
0.035
0.000
0.041
0.000
0.000
0.002
0.001
0.009
0.570
0.10
0.010
0
0.000
0.159
0.021
0.021
0.043
E. PARTISIPASI, HASIL UJI VALIDITAS:
Nilai Korelasi
Probabilitas
Korelasi antara
(Pearson
Korelasi
Corellation)
[sig.(2-tailed)]
V1 dengan Vtot
0.590
0.005
V2 dengan Vtot
0.588
0.021
V3 dengan Vtot
0.834
0.000
V4 dengan Vtot
0.690
0.004
V5 dengan Vtot
0.557
0.031
V6 dengan Vtot
0.155
0.582
V7 dengan Vtot
0.613
0.015
V8 dengan Vtot
0.605
0.017
V9 dengan Vtot
0.410
0.129
V10 dengan Vtot
0.366
0.180
V11 dengan Vtot
0.497
0.059
V12 dengan Vtot
0.474
0.074
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
0.497
Kesimpulan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
TdakValid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
111
F.. MANFAAT
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.644
0.644
0.605
0.869
0
0.10
0.010
0.017
0.000
0
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
BAGIAN II PEMBAGIAN KERJA
A. KEGIATAN RRODUKTIF (USAHATANI BAWANG MERAH)
0,219
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.231
0.000
0.000
0.000
0.016
0.000
0.000
0.000
0.016
0.281
0.009
0.570
0.767
V14 denganVtot
0,912**
0.019
Valid
V15 denganVtot
0,912**
0.009
Valid
V16 denganVtot
0,899**
0.001
Valid
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
V17 denganVtot
V18 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.329
0.870
0.824
0.946
0.609
0.870
0.824
0.946
0.609
0.298
0.648
-0.160
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
0.497
Kesimpulan
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
112
B.KEGIATAN REPRODUKTIF
0,706**
Probabilitas
Korelasi
[sig.(2-tailed)]
0.231
0.000
0.000
0.000
0.016
0.826
0.099
0.804
0.044
0.281
0.009
0.570
0.831
V14 denganVtot
0,878**
0.001
Valid
V15 denganVtot
0,839**
0.000
Valid
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0,770**
0,963**
0,963**
0,963**
0,909**
0,909**
0,269
0,000
0.526
0.298
0.648
-0.160
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
0.497
C. KEGIATAN SOSIAL
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
V11 dengan Vtot
V12 denganVtot
V13 denganVtot
V14 denganVtot
V15 denganVtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0,672**
0,000
0,672**
0,401
0,000
0,486*
0,546*
0,098
0,443
0,401
-0,131
0,617**
0,834**
0,652**
0,834**
Nilai r tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Kesimpulan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
113
BAGIAN III NILAI SOSIAL BUDAYA
A. Tingkat orientasi nilai Sosial dan Komunikasi
Korelasi antara
Nilai
Korelasi
(Pearson
Corellation
)
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot
0,732**
Valid
V2 dengan Vtot
0,950**
Valid
V3 dengan Vtot
0,950**
Valid
V4 dengan Vtot
0,950**
V5 dengan Vtot
0,950**
Valid
V6 dengan Vtot
0,950**
Valid
V7 dengan Vtot
0,109
Tidak Valid
0.497
Valid
B. Kerjasama dengan petani lain dan Kerjasama masyarakat
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
V6 dengan Vtot
V7 dengan Vtot
V8 dengan Vtot
V9 dengan Vtot
V10 dengan Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0,770**
0,963**
0,963**
0,963**
0,909**
0,909**
0,269
0.334
0.845**
0.231
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
C. BUDAYA LOKAL PADA MASYARAKAT PETANI
Nilai anak, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.644
0.644
0
0.869
0.383
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
114
Norma bekerja Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.508
0.769
0.590
0.590
0.528
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Nilai r
tabel
(n=15,
α=5%)
Kesimpulan
0.497
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Etos kerja Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara
V1 dengan Vtot
V2 dengan Vtot
V3 dengan Vtot
V4 dengan Vtot
V5 dengan Vtot
Uji Reabilitas
Nilai Korelasi
(Pearson
Corellation)
0.598
0.646
0.765
0.546
0.347
115
Lampiran 3. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan KKG
Jenis Kelamin*Relasi Gender
Relasi Gender
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
14
15
16
45
4
32
9
45
18
47
25
90
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig
.363
.001
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
90
Jenis Kelamin*Partisipasi
Crosstab
Partisipasi
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
9
27
9
45
10
21
14
45
19
48
23
90
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.143
90
0.002**
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Jenis Kelamin*Manfaat
Crosstab
Manfaat
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
14
15
16
45
4
32
9
45
18
47
25
90
Symmetric Measures
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Value
Approx. Sig.
.225
90
.210
116
Jenis Kelamin*Kontrol dalam Bidang Produksi (UTBM)
Crosstab
Bidang Produksi
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
13
23
9
45
7
31
7
45
20
54
16
90
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.186
.198
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
90
Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Pengeluaran Kebutuhan
Crosstab
Pengeluaran Kebutuhan
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
6
29
10
45
5
30
10
45
11
59
20
90
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.035
90
.947
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Pembentukan Keluarga
Crosstab
Pembentukan Keluarga
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
13
20
12
45
15
11
19
45
28
31
31
90
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
.214
90
Approx. Sig.
0.031**
117
Jenis Kelamin* Kontrol dalam Bidang Kegiatan Sosial
Crosstab
Kegiatan Sosial
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
9
27
9
45
10
21
14
45
19
48
23
90
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
.143
90
Approx. Sig.
.389
118
Lampiran 4. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Kepemilikan Lahan
dengan (KKG)
Status Kepemilikan lahan*akses
akses
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
13
13
15
41
penggarap
1
2
1
4
14
15
16
45
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig
.363
.003
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
90
Status Kepemilikan Lahan*Partisipasi
Crosstab
Partisipasi
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
7
30
4
41
penggarap
2
1
1
4
9
31
4
45
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.285
.138
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
45
Status Kepemilikan Lahan *Manfaat
Crosstab
Manfaat
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
7
30
4
41
penggarap
2
1
1
4
9
31
5
45
Symmetric Measures
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Value
Approx. Sig.
.225
45
.210
119
Status Kepemilikan Lahan *Kontrol dalam Bidang Produksi (UTBM)
Crosstab
Bidang Produksi
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
11
21
9
41
penggarap
2
2
0
4
13
23
9
45
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.186
.459
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
45
Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Pengeluaran Kebutuhan
Crosstab
Pengeluaran Kebutuhan
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
7
26
8
41
penggarap
0
3
1
4
7
29
9
45
Symmetric Measures
Value
Approx. Sig.
.133
.666
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
45
Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Pembentukan Keluarga
Crosstab
Pembentukan Keluarga
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
10
20
11
41
penggarap
3
0
1
4
13
20
12
45
Symmetric Measures
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Value
Approx. Sig.
.321
.075
45
120
Status Kepemilikan Lahan * Kontrol dalam Bidang Kegiatan Sosial
Crosstab
Kegiatan Sosial
status
kepemilikan
tanah
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
pemilik+penggarap
8
24
9
41
penggarap
1
3
0
4
9
27
9
45
Symmetric Measures
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Value
Approx. Sig.
.154
.578
45
121
Lampiran 5. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Luas Lahan dengan (KKG)
LUAS * akses Crosstabulation
Akses
LUAS
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
<0,5 ha
1
10
7
18
0,5-1 ha
1
12
8
21
>1ha
0
2
2
24
4
19
6
45
Total
Value
Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases
Pearson's R
Spearman Correlation
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
Approx.
Sig.
.159
.169
-.811
-.623
.422c
.536c
-.123
-.095
45
LUAS LAHAN * PARTISIPASI Crosstabulation
Count
PARTISIPASI
LUAS LAHAN
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
<0,5 ha
5
9
4
18
0,5-1 ha
2
17
1
20
>1 ha
2
9
5
31
0
5
7
45
Total
Symmetric Measures
Value
Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases
Pearson's R
Spearman Correlation
-.113
-.088
45
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
Appro
x. Sig.
.156
.167
-.748
-.582
.458c
.563c
PEMBENTUKAN KELUARGA
LUAS LAHAN
Total
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
<0,5 ha
5
9
4
18
0,5-1 ha
5
9
6
20
>1 ha
3
13
2
20
2
12
7
45
122
Symmetric Measures
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb Approx. Sig.
Value
Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases
Pearson's R
Spearman Correlation
-.010
-.001
45
.155
.155
.946c
.993c
-.068
-.009
LUAS LAHAN * PENGELUARAN KEBUTUHAN
PENGELUARAN KEBUTUHAN
LUAS LAHAN
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
<0,5 ha
1
13
4
18
0,5-1 ha
4
12
4
20
>1 ha
2
7
4
29
1
9
7
45
Total
Value
Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases
Pearson's R
Spearman Correlation
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
Approx.
Sig.
.141
.141
-1.244
-1.221
.220c
.229c
-.186
-.183
45
LUAS LAHAN * KONTROL KEGIATAN UTBM Crosstabulation
KONTROL KEGIATAN UTBM
LUAS LAHAN
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
<0,5 ha
6
8
4
18
0,5-1 ha
5
11
4
20
>1 ha
2
13
4
23
1
9
7
45
Total
Luas Lahan yang digarap*Manfaat
Crosstab
Manfaat
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
LUAS LAHAN <0,5 ha
6
8
4
18
0,5-1 ha
5
11
4
20
>1ha
2
13
4
23
1
9
7
45
Total
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
N of Valid Cases
.294
45
Approx. Sig.
.045
123
Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Responden dengan KKG
Spearman Correlation
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat
Pendidikan
Luas lahan yang
digarap
Status
kepemilikan lahan
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Akses
Pembentukan
Keluarga
Kontrol
Kegiatan
Utbm
Kontrol
Kegiatan
Masyarakat
Partisipasi
Manfaat
0.333
0.002**
0.054
0.031**
0.104
0.004**
0.295
0.006**
0.140
0.202
0,320*
0.022**
-0.270
0.013*
-0.094
0.392
-0.141
0.198
-0.137
0.212
-0.267
0.023*
-0.137
0.212
-0.185
0.090
-0.129
0.240
-0.027
0.809
-0.157
0.152
-0.139
0.203
-0.157
0.152
-0.114
0.149
-0.088
0.375
-0.677
0.483
-0.185
0.218
0.369
0.113
-0.135
0.218
-0.214
0.049*
-0.098
0.375
-0.047
0.483
-0.135
0.218
-0.214
0.049*
-0.152
0.164
Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01
124
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik responden
dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Spearman Correlation
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
Tingkat
Pendidikan
Luas lahan yang
digarap
Status
kepemilikan
lahan
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Produksi
(UTBM)
Reproduksi
Kegiatan
sosial
0,053*
0,708*
0,245
0.002**
0.000**
0.628
-0,161
-0,243
-0.039
0.036
0.362
0.725
0,089
0.009
-0,077
0,064
0.925
0.353
-0.169
0.123
-0.077
0.486
0.183
0,509
0,038
0,876
0.155
0.158
0,312
0.002
0.708
0.000
0,200
0.628
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
0.417
0.164
Keterangan: **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01;
Lampiran 8.
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam
Pembagian Kerja dengan KKG
Spearman Correlation
Correlation
Reproduktif Coefficient
Sig. (2tailed)
Correlation
Produktif
Coefficient
Sig. (2tailed)
Kegiatan
Correlation
Sosial
Coefficient
Sig. (2tailed)
Akses
Kontrol
Kontrol
Pembentukan Kegiatan
Keluarga
Utbm
Kontrol
Kegiatan
Masyarakat
Partisipasi Manfaat
.190
-.188
-.162
.204
-.177
-0.037
.210
.217
.288
.178
.245
0.736
-.029
.043
-.051
.136
-.061
-0.153
.853
.781
.738
.374
.689
0.161
.036
-.194
.025
.212
-.090
0.026
.816
.202
.871
.162
.558
0.814
125
Lampiran 9.
Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan KKG dalam Rumahtangga Petani
Akses
Kontrol
Pembentu
kan
Keluarga
Kontrol
Kegiatan
Utbm
Kontrol
Kegiatan
Masyarakat
Partisipasi
Manfaat
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
0.054
0.623
-0.094
0.392
0.104
0.344
-0.141
0.198
0.295
0.276
-0.137
0.212
0.103
0.348
0.125
0.254
-0.039
0.724
-0.166
0.129
0.026
0.814
-0.116
0.291
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
0.055
0.619
-0.129
0.240
-0.098
0.375
-0.043
0.695
-0.027
0.809
-0.077
0.483
-0.004
0.974
-0.157
0.152
-0.135
0.218
0.103
-0.043
0.694
0.138
0.208
-0.043
-0.039
-0.028
0.802
0.062
0.572
-0.028
0.026
-0.133
0.224
0.162
0.139
-0.133
Spearman Correlation
Tingkat
kerjasama
Nilai anak
Norma
bekerja
Etos kerja
Nilai sosial
Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01
126
Lampiran 10. DOKUMENTASI
Kegiatan prapanen”pemilihan
benih” (mrotol)
Bibit yang akan ditanam
Kegiatan menanam (tandur)
Menyiangi hama (matun)
Pupuk dan obat, tanaman
bawang
Tanaman bawang umur
50 hari
127
Tanaman bawang merah yang
sedang dijemur
Salah satu informan
Penyimpanan bawang merah
Kegiatan tawar menawar
harga (jual beli bawang
merah)
Download