BAB VIII KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER

advertisement
BAB VIII
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA
PETANI BAWANG MERAH
8.1.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
Pengertian keadilan gender (gender equity) menurut ILO (Mugniesyah,
2007) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada
kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan
tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban,
kesempatan-kesempatan, dan manfaat.
Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang
menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku.
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan
laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan
masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara
matematis dan tidak bersifat universal. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender
adalah akses, kontrol, partisipasi dan manfaat.
8.1.1.
Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah
Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan
perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani
(produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses responden petani
bawang merah terhadap faktor produksi adalah akses terhadap faktor produksi
modal dan tenaga kerja. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor
produksi dapat dilihat pada Tabel 19.
86
Tabel 21. Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi
Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011
No
Faktor produksi
Responden suami
(persen)
Responden istri(persen)
Suami
Istri
Suami
Istri
1.
Lahan pertanian
100,00
93,33
96,67
93,33
2.
Lahan pekarangan
76,67
93,33
66,67
96,67
3.
Saluran perairan
96,67
40,00
100,00
76,67
4.
Alat-alat pertanian
93,33
40,00
96,67
76,67
5.
Pupuk
96,67
0
100,00
0
6.
Bibit, plestisida
93,33
86,67
93,33
76,67
7.
Kredit
30,00
3,33
30,00
10,00
8.
Penyuluhan
96,67
36,67
96,67
43,33
9.
Tenaga kerja
40,00
60,00
60,00
60,00
10.
Rumah tempat tinggal
100,00
100,00
100,00
100,00
Responden suami dan responden istri sepakat bahwa suami maupun istri
memiliki akses terhadap faktor produksi usahatani bawang merah. Tabel 18
memperlihatkan bahwa persentase jumlah suami yang menyatakan akses terhadap
faktor produksi tersebut lebih tinggi daripada istri.
Akses suami pada lahan pertanian, saluran perairan, alat-alat pertanian,
dan pupuk lebih tinggi karena memang laki-laki adalah pencari nafkah utama
keluarga. Sedangkan istri juga memiliki akses dan bekerja akan tetapi bukan
sebagai pencari nafkah utama melaikan hanya membantu menambah penghasilan
keluarga.
Dalam hal pinjam-meminjam uang (kredit), persentase istri lebih rendah
daripada suami hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari pihak istri
mengenai ketentuan pengajuan pinjaman dari bank. Berbeda dengan masalah
tenaga kerja, persentase jumlah istri yang menyatakan akses terhadap tenaga kerja
lebih tinggi daripada suami. Hal ini dikarenakan yang bertugas menyiapkan dan
menyediakan makanan serta minuman untuk tenaga kerja adalah perempuan atau
istri karena tugas tersebut berkaitan dengan peranan perempuan dalam pekerjaan
domestik.
87
8.2.
Kontrol (pengambilan keputusan ) dalam Rumahtangga Petani
Mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian
banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk
memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) , setiap keputusan
yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Menurut Supranto (2005) inti dari
pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan bernbagai alternatif
tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan
alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya
dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Pengambilan
keputusan dalam rumahtangga yaitu siapa yang lebih dominan (suami atau istri)
dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan atau tidak melalukan
suatu kegiatan. Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri
(skor 1), istri sendiri (skor 2), bersama (skor 3).
Kontrol responden suami dan istri dalam rumahtangga petani bawang
merah dilihat melalui pola pengambilan keputusan baik dalam hal pengelolaan
usahatani bawang merah (kegiatan produktif) maupun dalam hal kegiatan
reproduktif dan kegiatan kemasyarakatan. Menurut Sajogyo (1983) dalam
Meiliala (2006) pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga
dapat diperinci menurut empat bidang. sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup
pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal,
penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;
2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan
pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya
pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan;
3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang
mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara
anak-anak, dan pendidikan; serta
4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan
sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup
selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran
pada berbagai kegiatan kelompok.
88
8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang
Merah
Pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani bawang
merah dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami
dan istri. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama akan tetapi ada
keputusan yang didominasi oleh suami ada juga yang didominasi oleh istri.
Namun demikian, ada juga pengambilan kepurusan dalam rumahtangga dimana
suami dan istri mengambil keputusan sama besar atau seimbang. Menurut
responden suami dan responden istri, pengambilan keputusan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah didominasi oleh suami.
Pengetahuan yang dimiliki oleh suami dalam hal pertanian lebih banyak
daripada pengetahuan yang dimiliki oleh istri dikarenakan keterlibatan suami
dalam kegiatan kemasyarakatan, khususnya penyuluh pertanian dan kelompok
tani. Sehingga suami mendominasi pengambilan keputusan di bidang produktif
karena suami dianggap lebih mengetahui tentang proses penanaman bawang
merah. Pengetahuan ini terutama dalam hal pembelian peralatan dan perlengkapan
produksi, penentuan jenis dan jumlah pupuk, penentuan jarak tanam, penentuan
waktu dan penjualan hasil panen.
Responden suami dan istri akan berdiskusi terlebih dahulu untuk
memutuskan sesuatu yang dianggap baru dalam usahatani yang sedang dikelola
mereka tidak semata-mata suami memutuskan atau istri memutuskan, mereka
harus tau keunggulan atau kelemahan, manfaat dari apa yang mereka putuskan
berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan penyuluhan yang sering
diikuti. Pola pengambilan keputusan responden rumahtangga petani bawang
merah dalam pengelolaan usahtani terdapat pada Tabel 22.
89
Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden Istri
dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Jenis keputusan
Jenis bibit yang digunakan
Jenis dan jumlah pupuk.
Sewa tanah
Jarak tanam (pola tanam)
Jenis dan penggunaan
plestisida
Penentuan cabang
usahatani
Pembelian saprotan.
Penentuan waktu dan
penjualan hasil panen.
Penentuan tempat menjual
hasil panen
Penentuan cara menjual
hasil panen.
Harga jual hasil usahatani
Alat angkut hasil
usahatani
Biaya pengembangan
Biaya penanaman
Biaya hidup petani selama
menunggu panen
Pengeloaan pendapatan
dan modal
Penentuan dan pengaturan
tenaga kerja usahatani.
Ide untuk bekerja
Penentuan siapa yang
bekerja
Penentuan waktu bekerja
Responden Suami
(persen)
Responden Istri
(persen)
S
100,0
63,3
100,0
100,0
66,7
I
0
33,3
0
0
26,7
B
0
3,3
0
0
6,7
S
100,0
50,0
100,0
83,3
80,0
I
0
40,0
0
0
10,0
B
0
10
0
16,7
10,0
100,0
0
0
80,0
10,0
10,0
100,0
83,3
0
13,3
0
3,3
83,3
83,3
10,0
10,0
6,7
6,7
20,0
20,0
60,0
20,0
3,3
76,6
20,0
3,33
76,6
20,0
6,7
73,3
10,0
0
10,0
0
80,0
100,0
23,3
0
6,7
0
70,0
100,0
23,3
0
0
16,7
0
0
60,0
100,0
100,0
20,0
0
0
6,7
0
0
73,3
100,0
100,0
36,6
13,3
50,0
36,7
30,0
33,3
33,3
20,0
46,7
16,7
50,0
63,3
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
Pola pengambilan keputusan yang seimbang antara suami dan istri tampak
pada pola pngambilan keputusan dalam hal pengaturan biaya hidup petani selama
menunggu musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, ide untuk bekerja,
penentuan siapa yang bekerja, dan penentuan waktu bekerja. Walaupun istri
adalah pemegang keuangan dalam rumahtangga, hal yang berhubungan dengan
90
keuangan harus diketahui oleh suami, sehingga keputusan yang diambil juga
harus berdasarkan keputusan bersama.
Variabel pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang
merah diukur dengan duapuluh jenis keputusan yang dikategorikan menjadi:
rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor
>47). Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam
pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:
Gambar 7. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, 2011
(dalam persen)
Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan sebagian besar pola pengambilan
keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah baik responden suami
maupun responden istri memiliki pengambilan keputusan sedang yang berarti pola
pengambilan keputusannya seimbang walau pada kenyataannya tetap saja suami
yang dominan dalam bidang produksi.
91
8.2.2.
Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan
Rumahtangga Petani
Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga adalah tingkat dominasi responden dalam pengambilan
keputusan di bidang yang berhubungan dengan alokasi pemanfaatan pendapatan.
Variabel ini diukur dengan tujuh belas jenis keputusan yang dikategorikan
menjadi: rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi
(jumlah skor >40). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8.
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam
persen)
Persentase terbesar berada pada kategori sedang baik responden suami
(64persen) maupun responden istri (67persen) yang berarti pola pengambilan
keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan seimbang antara suami dan istri
walaupun pada kenyataannya pengambilan keputusan di bidang pengeluaran
kebutuhan rumahtangga didominasi oleh perempuan (istri).
Perempuan dianggap dapat mengambil keputusan dengan lebih bijaksana
apabila keputusan tersebut berkaitan dengan urusan rumahtangga. Hal ini karena
perempuan lebih sering berada di rumah bila dibandingkan dengan laki-laki.
92
Selain itu, keputusan ini juga berhubungan dengan pembagian kerja dalam
rumahtangga
dimana
pengelolaan
keuangan
dipegang
oleh
perempuan.
Pengaturan pengeluaran keuangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga walaupun dilakukan oleh istri akan tetapi dengan pertimbangan
dari suami juga. Hal ini dilakukan karena istri menghormati posisi suami sebagai
kepala
rumahtangga.
Dengan
demikian,
perempuan
diharapkan
dapat
mengalokasikan pendapatan rumahtangga secara tepat.
8.2.3. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga
Rumahtangga Petani
Pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga adalah
tingkat dominasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
perencanaan dan sosialisasi dalam keluarga. Variabel ini diukur dengan sepuluh
jenis keputusan.keputusan ini meliputi jumlah anak,
proses sosialisasi anak,
pembagian kerja anak, pendidikan anak. Jenis KB, waktu KB, Cara pengasuhan
anak. Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor <
26), sedang (jumlah skor 26-28), dan tinggi (jumlah skor >28). Dominasi
pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat
dilihat pada Gambar 9 berikut
Gambar 9.
Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan
di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton, 2011 (dalam
persen)
93
Berdasarkan gambar di atas persentase terbesar untuk responden suami
berada pada kategori sedang (44persen) yang berarti bahwa responden suami
berpendapat bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan
keluarga setara atau seimbang antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang
dominasi. Sedangkan persentase terbesar pada responden istri berada pada
kategori tinggi (42persen) yang berarti bahwa pola pengambilan keputusan dalam
bidang pembentukan keluarga istri memiliki kekuasaan yang tinggi. Hal ini
ditandai oleh tiga dari sepuluh jenis keputusan yang ditentukan oleh istri tanpa ada
dominasi suami. Keputusan yang ditentukan oleh istri sendiri diantaranya jenis
dan waktu mengikuti program KB, pembagian kerja anak, mengatur dan
mengajari anak disiplin.
Dominasi istri pada pengambilan keputusan di bidang pembentukan
keluarga berkaitan dengan pembagian kerja dalam ruamhtangga. Jenis keputusan
di bidang pembentukan keluarga 60 persen berkenaan dengan pengasuhan anak.
Dengan demikian, keputusan yang berhubungan dengan anak diambil oleh
perempuan.
8.2.4. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan
Pengambilan
keputusan
oleh
responden
dalam
bidang
sosial
kemasyarakatan adalah tingkat dominasi responden suami atau istri dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan interaksi sosial antarmanusia
di suatu masyarakat. Variabel ini diukur dengan tiga belas jenis keputusan.
Keputusan ini meliputi kegiatan selamatan, arisan, pengajian, PKK, kerja bakti,
Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Pengambilan keputusan ini
dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 31-33),
dan tinggi (jumlah skor >33). Dominasi pengambilan keputusan di bidang
kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut;
94
Gambar 10
Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan
Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa
Sidakaton, 2011 (dalam persen)
Sebagian besar (sebelas dari tiga belas jenis) keputusan di bidang kegiatan
sosial kemasyarakatan pada rumahtangga petani bawang merah ditentukan secara
bersama oleh suami maupun istri. Keputusan yang diambil secara bersama
berkaitan dengan acara selamatan, arisan, pengajian, dan kerja bakti. Ada satu
jenis keputusan yang diambil oleh suami sendiri, yaitu keikutsertaan suami dalam
kegiatan Siskamling. Sedangkan satu jenis keputusan yang diambil oleh istri
sendiri yaitu kegiatan PKK. Hal ini karena kegiatan PKK hanya diikuti oleh para
istri.
Sehingga dari Gambar 10 jika dilihat dari persentase tanggapan responden
suami maupun responden istri jumlah terbanyak berada pada kategori sedang hal
ini berarti pola pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan
seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya pengambilan keputusan pada bidang
kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh suami. Dominasi suami pada
pengambilan keputusan di bidang ini terkait dengan peran suami yang lebih tinggi
di sektor publik dibandingkan dengan peran perempuan.
Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan suatu bentuk interaksi sosial
yang terjalin antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Kerjasama
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendekatkan atau
mempersatukan. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai
sesuatu tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kerjasama
95
menurut Chitambar (1973) dalam buku sosiologi umum meliputi:(i) motivasi atau
kepentingan pribadi: misalnya tolong menolong, (ii) kepentingan umum; misalnya
gotong-royong atau kerja bakti memperbaiki saluran irigasi atau jalan desa, (iii)
motivasi altruistic yaitru semangat pengabdian/ ibadah demi kemanuasian,
panggilan atau motivasi tanpa pamrih untuk menolong sesama. Berikut disajikan
tingkat kerjasama yang dilakukan responden dengan petani lain atau masyarakat.
Gambar 11 . Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori
Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)
Berdasarkan Gambar 12, persentase tingkat kerjasama yang memiliki nilai
tertinggi
terdapat pada kategori sedang baik responden laki-laki maupun
responden perempuan akan tetapi persentase terbesar dimilki oleh responden
suami hal ini disebabkan oleh bentuk kerjasama yang dilakukan merupakan
bentuk kegiatan kemasyarakatan yang didominasi oleh suami.
8.3.
Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah
Partisipasi adalah peluang yang sama bagi responden laki-laki dan
perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah. Variabel ini diukur dengan dua belas pernyataan
mengenai keikutsertaan responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang
96
merah. Partisipasi responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan
Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton,
2011(dalam persen)
Berdasarkan Gambar 12
dapat dilihat persentase terbanyak responden
suami berada pada kategori adil (69persen) hal ini berarti partisipasi dalam
pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden suami sudah adil
sedangkan menurut responden istri partisipasi dalam pengelolaan usahatani
bawang merah masih kurang adil terlihat dari persentase responden istri berada
pada kategori kurang adil (40persen) seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab
sebelumnya bahwa dalam kegiatan produktif suami lebih dominan daripada istri.
8.4.
Manfaat
Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari
pengelolaan usahatani bawang merah. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan
pengeloalaan usahatani bawang merah. Hasil perhitungan seluruh responden baik
laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani
bawang merah sangat baik/sangat adil dan setara. Persepsi responden sangat
97
baik/sangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari
kegiatan produktif tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak berbeda antara
responden laki-laki dan perempuan.
8.5.
Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani
Bawang Merah
Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga
mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup”
(Koentjaraningrat, 1969). Dalam kehidupan bermasyarakat, sistem nilai ini
berkaitan erat dengan sikap, di mana keduanya menentukan pola-pola tingkah
laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika-moral, yang dalam
manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat
sopan-santun yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur tata-tertib
kehidupan bermasyarakat.
Adat-istiadat menetapkan bagaimana seharusnya warga masyarakat
bertindak secara tertib. Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik,
artinya khas berlaku umum dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sejak
kecil “individu-individu telah diresapi oleh nilai-nilai budaya masyarakatnya,
sehingga konsepsi-konsepsi itu telah menjadi berakar dalam mentalitas mereka
dan sukar untuk digantikan oleh nilai budaya yang lain dalam waktu yang
singkat”
(Koentjaraningrat,
1969).
Sehubungan
dengan
itu,
di
dalam
manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotip tertentu,
misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang-orang yang santun, bertindak
pelan-pelan, lembah manah (low profile), halus tutur katanya dan sebagainya.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Budaya5
diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan
perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial,
5
Endriatmo Soetarto dan Ivanovich. 2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23
98
baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga petani bawang
merah, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga,
kegiatan sosial, maupun sarana sosial lainnya.
Orangtua bukanlah satu-satunya pihak yang akan mempengaruhi tumbuhkembang anak,akan tetapi orangtua merupakan significant other bagi anak dan
role model bagi seorang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Dengan
demikian pada tahap awal,orangtua memiliki peran penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak,termasuk dalam pembentukan karakter dan penanaman
nilai-nilai budi pekerti pada anak. Karena orangtua merupakan sosok pertama dan
utama dalam melindungi,merawat,dan mencurahkan kasih-sayang sebelum anak
mengenal orang lain.
Sebagian besar masyarakat di Desa Sidakaton melihat kehadiran seorang
anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota
keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya
berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak antara lain:
Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi
wanita hamil tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk membentuk jiwa sang calon
bayi semenjak ia masih di dalam kandungannya. Upacara ini diadakan dari pukul
sembilan sampai pukul sebelas pagi hari. Pada upacara ini sang calon ibu
dimandikan oleh orang tuanya,kakek neneknya,dan keluarga yang dituakan
lainnya. Air yang digunakan untuk mandi merupakan campuran air dengan
beberapa jenis kembang (kembang setaman) yang dipetik dari satu kebun. Dan
pada malam harinya diadakan tahlilan (selametan).
Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu
wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon
keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan
penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga. Puputan yang ditujukan
untuk memohon keselamatan bagi bayi yang dilaksanakan pada saat tali pusat
putus dengan mengadakan kenduri,bancakan dan pemberian nama bayi. Malam
harinya diadakan barzanzian.
Upacara Tedak Sinten merupakan upacara yang diperuntukkan bagi bayi
pada saat pertama kali ia diijinkan untuk menginjak bumi atau belajar berjalan dan
99
dilaksanakan pada usia 7 lapan (7 x 35 hari = 245 hari) atau sekitar delapam
bulan. Tedah Siten ditujukan untuk memohon keselamatan dan harapan agar bayi
cepat berjalan dengan adanya peristiwa turun tanah. Adapun tahapan dalam
upacara ini antara lain meliputi:membersihkan kaki,menginjak tanah,berjalan
melewati tujuh wadah,tangga tebu wulung,kurungan,memberikan uang dan
melepas ayam. Secara keseluruhan upacara ini bermakna untuk mengajarkan
konsep kemandirian pada anak.
Penerapan nilai budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak,
norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa
persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden
yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat petani akan pentingnya anak sebagai
investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan perlakuan terhadap jenis kelamin
anak memiliki persentase setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya
jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara laki-laki dan
perempuan terhadap pendidikan .
Norma bekerja masyarakat petani di Desa Sidakaton dipengaruhi oleh
ideology patriarkhi dalam kehidupan masyarakat di Desa Sidakaton. Laki-laki
memiliki akses dan kontrol lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai
bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya produktif maupun sector lainnya.
Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif dan pekerjaan itu sudah dianggap
sebagai kodrat pekerjaan perempuan.
Hasil persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban
tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja
pada malam hari karena dianggap tidak pantas. Pekerjaan dalam pengelolaan
usahatani bawang merah tidak mempekerjakan perempuan pada malam hari
semua proses tahapan pengelolaan bawang merah dilakukan pada pagi hingga
sore sehingga jarang sekali dan hampir tidak ada perempuan yang bekerja di
malam hari.
Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan
gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda,
tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah
responden yang mengatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan
100
berbeda dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik
dibandingkan laki-laki.
Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh,asah dan asih yang dijadikan
pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam
rangka memenuhi kebutuhan,memberi perlindungan,dan mendidik anak dalam
kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan
perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak.
Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan
majemuk,utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini
meliputi pembentukan intelektualitas,kecakapan bahasa,keruntutan logika dan
nalar,serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih
merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan
spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang,empati,memiliki norma
dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan
mempengaruhi perkembangan afeksi anak,meliputi moral,akhlak,emosi dan
perilaku.
Pola asuh,asah dan asih orangtua pada masyarakat Desa Sidakaton
terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal,seperti latar belakang budaya,status
sosial-ekonomi,kondisi
geografis,
dan
pemahaman
nilai-nilai.
Dengan
demikian,masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh,asah dan asih
yang berbeda-beda. Orangtua di Desa Sidakaton menerapkan pola asuh,asah dan
asih secara turun-temurun dari nenek moyang..
Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting
hanya saja dalam tindakan Anak perempuan lebih banyak terlibat dalam tugastugas di lingkungan rumah tangga. Sejak masa kanak-kanak, anak perempuan
telah diperkenalkan dengan pekerjaan serta kegiatan lain yang bersifat feminin.
Pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian dan ketekunan, seperti menjahit,
mengurus rumah, mempersiapkan makanan, ataupun mengasuh anak. Kegiatankegiatan yang dapat mengembangkan ketangkasan dan keberanian, seperti berlari,
memanjat pohon, ataupun berkelahi tidak diperbolehkan untuk anak perempuan.
Kegiatan kegiatan seperti ini dianggap hanya pantas dilakukan oleh anak laki-laki.
101
Apabila anak perempuan terlihat berada di luar lingkungan rumah, maka orangtua
ataupun saudara akan menegurnya dengan kalimat “kamu seperti anak laki-laki”.
Dengan teguran tersebut, bagi anak perempuan untuk berada di luar rumah akan
terbatasi. Apabila ada kegiatan yang berlangsung di luar rumah seperti belajar
mengaji, melihat keramaian, atau upacara-upacara tertentu, maka biasanya mereka
akan keluar secara bersama sama dengan wanita lain, tetangga atau teman dan
terkadang ditemani saudara-saudaranya.
Download