II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Perubahan Iklim Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai perubahan iklim dapat berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi di Asia. Hasil studi ADB baru-baru ini tentang perubahan iklim di Asia Tenggara menunjukkan, kerugian biaya total akibat perubahan iklim cukup besar. Jika tak ada yang dilakukan, maka total cost dari perubahan iklim bagi negara Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam dapat mencapai 6,7 persen dari gabungan GDP setiap tahun sampai 2100. Perekonomian yang berkelanjutan tak akan bisa berjalan apabila masing-masing negara tidak menurunkan angka emisi karbon. Penanganan dampak perubahan iklim harus berjalan dan dilakukan satu persatu secara bersama-sama5. Perubahan iklim mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama di bidang pertanian yang memberikan kontribusi paling besar bagi perekonomian di Indonesia. Perubahan iklim menyebabkan adanya penurunan produksi pertanian sehingga berdampak terhadap kenaikan harga komoditas pertanian. Perubahan iklim juga memicu adanya adaptasi yang dilakukan petani terutama mengubah pola tanam. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pendapatan bagi petani. 2.1.1 Pengertian Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi 5 http://economy.okezone.com/read/2011/06/13/213/467938/perubahan-iklim-ancam-pertumbuhan-ekonomiasia[diakses pada 20 Juli 2011] 11 dalam kurun waktu yang panjang. Perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu6. Istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. IPCC (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Pengamatan selama 157 tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 oC/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18 oC/dekade. Sumber : IPCC (2007) Gambar 2. Kenaikan Suhu Rata-Rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang disebebakan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal tersebut dapat 6 http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=79[diakses pada 10 Oktober 2010] 12 terjadi melalui proses internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Peningkatan suhu iklim juga bisa dikarenakan peningkatan radiasi matahari, namun efeknya relatif sangat kecil. Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Perubahan iklim global sebagai peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi (Budianto, 2001). El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal 13 kembali. La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino. Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina karena mungkin bisa terjadi banjir 7. 2.1.2 Dampak Perubahan Iklim di Bidang Pertanian Dampak perubahan iklim mempengaruhi beberapa sektor ekonomi masyarakat, seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan kurangnya cadangan air. Terlambatnya musim hujan dan naiknya intensitas hujan, membawa kerugian cukup besar bagi masyarakat. Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian. Pertama, perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Kedua, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman. Ketiga, menurunnya kesejahteraan ekonomi petani 8. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani. 7 http://Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia<<Ojanmaul’s Blog.htm[diakses pada 10 Oktober 2010] 8 http://kaumbiasa.com/tag/dampak-perubahan-iklim-pada-sektor-pertanian[diakses pada 17 November 2010] 14 Sebab perekonomian petani bergantung pada keberhasilan panen, jika terjadi kegagalan maka petani akan rugi. 2.1.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pangan Peng et al. (2004) menemukan interaksi antara variabel iklim seperti peningkatan konsentrasi CO2, peningkatan suhu, peningkatan curah hujan, kondisi cuaca yang ekstrem dengan pertumbuhan tanaman, biomasa dan hasil panen tanaman pangan. Dampak yang ditimbulkan perubahan iklim yaitu (i) peningkatan CO2 di udara meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi karena CO2 dan udara diperlukan untuk tumbuhan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Semakin bertambah CO2 maka semakin banyak karbohidrat yang diproduksi; (ii) peningkatan suhu akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hal ini terjadi karena proses fotosintesis yang berlangsung memiliki batasan temperatur. Jika temperatur berada di atas batas, maka fotosintesis berhenti; (iii) peningkatan curah hujan akan meningkatkan hasil panen. Hubungan ini terjadi karena dalam proses fotosintesis tanaman membutuhkan air, curah hujan yang tinggi akan menambah persediaan air bagi tanaman pangan; (iv) peningkatan variasi cuaca dan kondisi cuaca yang ekstrem akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi karena tanaman pangan yang ditanam akan rusak jika terjadi variasi cuaca dan kondisi cuaca yang ekstrem. 2.1.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Hortikultura Perpaduan antara meningkatnya suhu rata-rata, siklus hidrologi yang terganggu sehingga menyebabkan musim kemarau lebih panjang dan musim hujan yang lebih intensif namun lebih pendek. Meningkatnya siklus anomali musim 15 kering dan hujan dan berkurangnya kelembaban tanah akan menganggu sektor pertanian. Curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia diprediksikan akan meningkat sekitar 2 persen sampai 3 persen per tahun. Di Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua curah hujan akan berkurang. Kecenderungan yang akan terjadi adalah musim kemarau lebih panjang. Khusus di Pulau Jawa, perubahan musim akan sangat ekstrem dimana musim hujan akan menjadi sangat basah dan musim kering akan menjadi sangat kering dan lebih panjang. Hal ini menyebabkan Jawa menjadi rawan banjir dan kekeringan (BMKG, 2011). Tanaman bawang merah pada dasarnya tidak membutuhkan banyak air dalam pertumbuhannya. Adanya peningkatan curah hujan jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kondisi fisik bawang merah. Tanaman bawang merah yang tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi bawang merah akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan. Selain itu, curah hujan yang meningkat menyebabkan penularan penyakit pada bawang merah lebih cepat. Salah satu penyakit penting pada bawang merah yang menimbulkan banyak kerugian di beberapa sentra produksi. Penyakit penting yang menyerang tanaman bawang merah yaitu penyakit Moler, yang biasa disebut oleh masyarakat Brebes sebagai penyakit Inul, dan Bahasa Latinnya adalah Twisting Disease. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan ini yaitu busuk pada pangkal batang, sehingga tanaman menjadi layu dan busuk kemudian tanaman mati. Penyakit Moler/Inul menyerang tanaman bawang merah pada musim hujan, sedangkan 16 pada musim kemarau penyakit ini tidak menyebabkan kerugian yang besar (Wiyatiningsih, 2007). Tanaman cabai lebih tahan panas daripada tomat dan terung. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhannya antara 16-23oC. Kegagalan pembentukan buah tanaman cabai seperti pada tomat tergantung pada perubahan iklim menjelang pembuangan. Perubahan ini mungkin dapat menghalangi produksi tepung sari, penyerbukan/pembuahan. Beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawan patogen Alternaria solani, busuk daun oleh cendawan patogen Phytophtora infestans, mati bujang oleh cendawan patogen Pythium dan cendawan Rizhoctonia sp. Sedangkan hama yang sering menyerang cabai adalah ulat penggerek daun (Epilachna dodecastigma), ulat penggerek buah (Heliotis sp), ulat penggerek leher batang (Agrotis ypsilon), dan kutu daun (Aphis gossipii). Beberapa penyakit dan hama tersebut muncul saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi (Ashari, 1995). 2.1.5 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pola Tanam Pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan dengan mengatur pola pertanaman. Pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan dan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah dan bera (Setjana, 1983). Selanjutnya Tahir (1974) menyatakan bahwa pola tanam adalah suatu pola bercocok tanam selama setahun atau lebih dan atau kurang yang terdiri dari beberapa kali bertanam dari satu atau beberapa jenis tanaman secara bergilir, bersisipan, atau secara bertumpangsari dengan maksud untuk meningkatkan produksi usahatani atau meningkatkan pendapatan petani tiap satuan luas per satuan waktu. Pada dasarnya 17 yang perlu diperhatikan dalam perencanaan prediksi atau pengaturan pola tanam adalah bahwa semua kombinasi tanaman harus dapat memenuhi persyaratan teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial seperti pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan sifat-sifat lahan, iklim dan memiliki komoditas yang ekonomis. Penentuan pola tanam merupakan salah satu prinsip yang digunakan petani sebagai manajer dalam mengelola usahataninya (Hernanto, 1989). Perubahan iklim yang terjadi telah mengubah pola pengusahaan tanaman (pola tanam) yang dilakukan oleh petani. Secara umum, dua provinsi di Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur) yang pasokan airnya lebih tersedia memiliki intensitas tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di luar Jawa. Namun, di Jawa Barat dan Jawa Timur telah terjadi perubahan pola tanam, yang sebelumnya padi-padi-padi menjadi padi-padi-palawija. Hal ini mengindikasikan bahwa petnai sudah responsif terhadap adanya gejala-gejala perubahan iklim dengan menyesuaikan jenis tanaman yang mereka usahakan (Handoko et al, 2008). 2.1.6 Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman ternyata sangat bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak saja dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti ketersediaan pupuk dan pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal (Handoko et al, 2008). Produktivitas padi mengalami penurunan di Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo serta Sumatra Utara (dengan variasi antara 1,8% hingga 20,5%); sementara di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengalami peningkatan (antara 18 6,2% hingga 14,3%). Produktivitas palawija juga sebagian besar mengalami penurunan, kecuali di Jawa Timur yang mengalami peningkatan. Perubahan produktivitas yang mencolok justru terjadi pada komoditas tebu. Di Jawa Barat, produktivitas tebu mengalami penurunan sebesar 25,0%, sementara di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 93,9%. 2.2 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim Persepsi dalam arti sempit merupakan suatu penglihatan bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas yaitu pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengerti sesuatu (Leavitt, 1978). Menurut Muchtar (1998) dalam Yuwono (2006), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada dan dapat menentukan tindakannya. Menurut Schiffman and Kanuk (1987), setiap individu mempunyai pandangan yang spesifik dalam melihat suatu realita. Empat orang yang secara bersama-sama melihat suatu kejadian yang sama, dapat menuliskan empat macam laporan yang ditulis secara jujur tetapi isinya berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terjadi karena bagi setiap orang realita adalah suatu fenomena yang bersifat individual tergantung dari kebutuhan, keinginan, nilai yang dipegang dan pengalaman dari individu tersebut. Jadi, bagi individu, realita bukanlah merupakan realita objektif. Cara memandang suatu kenyataan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya disebut persepsi. 19 Salah satu pihak yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim adalah petani. Keterbatasan informasi yang dimiliki petani diduga menyebabkan petani memiliki persepsi tersendiri mengenai perubahan iklim. 2.3 Prinsip Ekonomi Proses produksi merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produksi atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut hubungan antara input dengan output. Selain itu, dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lainnya. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut dapat diterapkan secara luas sebab dapat menjelaskan hubungan-hubungan yang dapat menyelesaikan masalah mengenai berbagai upaya perbaikan usahatani (Suratiyah, 2006). Pengetahuan tentang ilmu ekonomi dapat memberikan dasar untuk perencanaan usahatani dan pemilihan alternatif usaha. Usahatani merupakan kegiatan untuk menghasilkan produk dengan menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien pada sektor pertanian, perikanan atau peternakan. 2.3.1 Konsep Usahatani Menurut Vink (1984), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yag membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan atau perikanan. Selain itu, usahatani juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau 20 perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak tersebut (Prawirokusumo, 1990). Melalui produksi pertanian yang berlebih dapat diharapkan memperoleh pendapatan yang tinggi, maka usahatani harus dimulai dengan perencanaan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Definisi tersebut juga memperlihatkan adanya pertimbangan ekonomis disamping pertimbangan teknis (Suratiyah, 2006). 2.3.2 Pendapatan Usahatani Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian, yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Karena dalam kegiatan itu bertindak seorang petani yang berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja dan sebagai seorang penanam modal pada usahanya, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo, 1972). Bagi seorang petani, analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Analisa pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud tiga hal yaitu (a) hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual, (b) produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, (c) kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani berubah-ubah setiap tahun, sehingga ada perbedaan nilai pada awal tahun dengan akhir tahun perhitungan. Jika ada 21 kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani itu, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani (Soeharjo, 1972). Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi. Biaya tetap ini terdiri dari pajak, penyusutan alat-alat produksi, bunga pinjaman, sewa tanah dan lain-lain. Biaya variabel sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi. Biaya variabel terdiri dari bibit, makanan ternak, biaya menggembala, pembelian sarana produksi, dan lain-lain (Soeharjo, 1972). 2.4 Strategi Petani Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim 2.4.1 Strategi Antisipasi Strategi antisipasi ditujukan untuk menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi berdasarkan kajian dampak perubahan iklim terhadap (a) sumberdaya pertanian seperti pola curah hujan dan musim (aspek klimatologis), sistem hidrologi dan sumberdaya air (aspek hidrologis), keragaan dan penciutan luas lahan pertanian di sekitar pantai, (b) infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian, terutama sistem irigasi, dan waduk, (c) sistem usahatani dan agribisnis, pola tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan varietas dominan, produksi, dan (d) aspek sosial-ekonomi dan budaya. Berdasarkan kajian tersebut ditetapkan strategi yang harus ditempuh dalam upaya mengurangi laju perubahan iklim (mitigasi) melalui penyesuaian dan perbaikan aktivitas/praktek dan teknologi pertanian dan mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sistem dan produksi pertanian melalui penyesuaian dan perbaikan infrastruktur (sarana dan prasarana) pertanian dan penyesuaian dan teknologi pertanian (adaptasi) (Las, 2007). 22 2.4.2 Strategi Mitigasi Indonesia selain sebagai emitor terbesar oksigen (O2) dari hutan dan areal pertaniannya, Indonesia juga dituding sebagai negara terbesar ketiga dalam mengemisi Gas Rumah Kaca (GRK), terutama dari sistem pertanian lahan sawah dan rawa, kebakaran hutan/lahan, emisi dari lahan gambut. Oleh sebab itu, Indonesia dituntut (sesuai dengan Kiyoto Protocol) untuk senantiasa berupaya mengurangi (mitigasi) GRK, antara lain melalui; (a) CDM (Clean Development Mechanism), (b) perdagangan karbon (carbon trading) melalui pengembangan teknologi budidaya yang mampu menekan emisi GRK, dan (c) penerapan teknologi budidaya seperti penanaman varietas dan pengelolaan lahan dan air dengan tingkat emisi GRK yang lebih rendah (Sinar Tani, 2010). 2.4.3 Strategi Adaptasi Strategi adaptasi adalah pengembangan berbagai upaya yang adaptif dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya infrastruktur dan lain lain melalui (a) reinventarisasi dan redelineasi potensi dan karakterisasi sumberdaya lahan dan air, (b) penyesuaian dan pengembangan infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi dan potensi sumberdaya air, (c) penyesuaian sistem usahatani dan agribisnis, terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah (Las, 2007). Proses adaptasi merupakan suatu bagian dari proses evolusi kebudayaan yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaiakan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang 23 berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam kelangsungan hidup organisme termasuk manusia, sehingga dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk pola-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi (Mulyadi, 2005). 2.5 Penelitian Terdahulu Asikin (2010) melakukan peneltian mengenai analisis dampak perubahan iklim terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Perubahan iklim mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Cianjur yang merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani padi mengenai perubahan iklim menyebabkan persepsi antar petani mengenai perubahan iklim menjadi berbeda. Oleh karena itu, kajian mengenai sejauh mana persepsi petani padi terhadap perubahan iklim tersebut penting untuk dilakukan. Adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim juga penting untuk dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana petani padi mampu bertahan dan merespon kondisi iklim yang tidak menentu. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Mayangsari (2010) melakukan penelitian terhadap tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor tempel di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi akibat perubahan iklim. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPN Pelabuhanratu) merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang dibangun oleh pemerintah pusat guna menunjang aktivitas perikanan yang memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di wilayah pengelolaan perikanan. PPN Pelabuhanratu 24 memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudra Hindia dan akses pemasaran domestik mapun ekspor. Dengan adanya perubahan iklim, peneliti melakukan analisis dampak perubahan iklim terhadap sektor peikanan, mengestimasi besarnya perubahan tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor tempel yang ada di Pelabuhanratu dan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan perahu motor tempel akibat adanya perubahan iklim. Handayani (2007) melakukan penelitian terhadap budidaya tanaman bawang merah organik terhadap tingkat permintaan konsumen. Budidaya organik mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan melakukan praktekpraktek budidaya tanaman seperti daur ulang unsur hara, rotasi tanaman, pengolahan tanah yang tepat, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetik. Peralihan sistem budidaya ini disebabkan oleh tingginya penggunaan pupuk dan pestisida sintetik sehingga mengakibatkan produktivitas tanah di Indonesia menjadi makin menurun dan konsumen bawang merah sudah mulai peduli akan bahaya dari penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan, sehingga konsumen mulai menggunakan produk organik. Penelitian tersebut menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dari kedua teknik budidaya (konvenssional dan organik), untuk membandingkan teknik budidaya yang lebih efisien atau menguntungkan, serta untuk mengetahui apakah Indonesia lebih diuntungkan memproduksi bawang merah dalam negeri atau lebih diuntungkan apabila mengimpor dari luar negeri. Sunarno (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan optimalisasi pola tanam komoditas sayuran di Desa Sukatani, Kecamatan Pecet, 25 Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pendapatan usahatani sayuran petani responden pada kondisi aktual menunjukkan bahwa pendapatan per hektar petani luas lebih rendah dibandingkan petani sempit. Nilai R/C rasio petani sempit lebih besar dibandingkan petani luas, hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan petani sempit lebih efisien dibandingkan petani luas. Tingkat produktivitas lahan petani sempit yang lebih besar dibandingkan petani luas disebabkan karena pemeliharaan yang dilakukan lebih intensif. Sedangkan hasil analisis optimalisasi untuk pertanian menunjukkan bahwa pola tanam yang dapat memberikan pendapatan yang optimal adalah tanaman horinso, brokoli dan wortel + bawang daun, sedangkan petani sempit adalah tanaman horinso, brokoli dan horinso. Hasil optimal petani luas lebih kecil dibanding petani sempit. Nilai R/C ratio optimal untuk petani luas juga lebih kecil dibandingkan petani petani sempit, tetapi tambahan pendapatan per hektar yang diperoleh petani luas lebih besar dibanding petani sempit. Petani luas lebih berdiversivikasi dibanding petani sempit. 26