Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan SOSIALISASI FORMULARIUM NASIONAL Pada tanggal 12 s.d. 14 Mei 2014 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelanggarakan pertemuan Sosialisasi Formularium Nasional, bertempat di hotel Grand Tjokro Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh 120 orang peserta yang terdiri dari RSUD Provinsi dan RS Vertikal, Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, organisasi profesi (IDI, IAI), HISFARSI. Tujuan dari kegiatan ini adalah mensosialisasikan FORNAS agar dapat diterapkan dan bermanfaat bagi semua pihak terkait, sehingga tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk menjamin kesehatan masyarakat dapat tercapai. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D. dalam sambutannya menyampaikan bahwa di era Jaminan Kesehatan Nasional, cakupan pelayanan kesehatan akan meningkat secara signifikan. Peserta JKN a ka n m en er im a m a nfa at pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasar ke b u t u h a n m e d i s , t e r m a s u k didalamnya pelayanan obat. Untuk itu perlu peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian agar pelayanan obat dapat terselenggara dengan baik, obat yang diberikan terjamin mutu, manfaat dan keamanan, cost efektif s e r ta m e n j a m i n p e n i n g ka t a n penggunaan obat yang rasional. “Dalam upaya untuk menjamin aksesibilitas dan keterjangkauan obat di era JKN, perlu tersedia suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan di d a l a m p e l ay a n a n ke s e h a t a n . Sehubungan dengan itu, Kementerian Kesehatan telah menyusun Formularium Nasional bagi peng gunaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan” tandas Ibu Dirjen. FORNAS merupakan daftar obat yang disusun oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas, didasarkan pada bukti ilmiah terkini, berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau. Penyusunan FORNAS dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk keamanan, mutu dan manfaat serta cost efektifitas obat. Penggunaan obat yang mengacu pada FORNAS akan meningkatkan efisiensi biaya obat dan pada akhirnya akan berdampak pada efisiensi biaya p e l a y a n a n ke s e h a t a n s e c a r a menyeluruh. Penyusunan formularium merupakan langkah awal dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas mutu pelayanan kefarmasian dalam JKN. Untuk itu peran serta seluruh stake holder dalam implementasi FORNAS sangat krusial dalam penyediaan dan p e n g g u n a a n o b at d i fa s i l i ta s kesehatan. S e m e n t a ra i t u D i re k t u r B i n a Pelayanan Kefarmasian Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt, M.Pharm Hal.03 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan di RS menggunakan Sistem Indonesian Case-Base Groups (INA CBG's) agar rasional, efisien, dan efektif, namun penggunaan obat tetap harus dapat dipantau. Diperlukan daftar obat yang harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari INA CBG's, untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai kaidah dan standar yang berlaku. Untuk hal itu perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk menjamin aksesibilitas, keterjangkauan dan penggunaan obat secara rasional yang diwujudkan dalam bentuk Formularium Nasional. Salah satu narasumber, Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.MedSc., Ph.D, dalam paparannya menyampaikan bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih cenderung memilih berobat di luar negeri dengan biaya tinggi, namun kesehatan belum tentu terjamin. Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 04 Sehingga dia menyarankan untuk menggunakan dengan peralatan dan bahan murah namun dapat bermanfaat sama. “Mengapa berobat dengan alat-alat mahal kalau ada alat yang praktis dan murah hasilnya sama bisa menyembuhkan pasien?” tegas Prof. Iwan Dwiprahasto kepada peserta Sosialisasi Formularium Nasional. Dari kegiatan Sosialisasi Formularium Nasional ini dapat ditarik benang merah bahwa FORNAS memiliki peranan penting untuk: Menjadi acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam menjamin aksesibilitas obat yang berkhasiat, bermutu, aman, dan terjangkau dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menjadi acuan dalam memilih obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau dan berbasis bukti ilmiah. Menjadi acuan dalam perencanaan dan penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Menjadi acuan penetapan penggunaan obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan penggunaan obat yang rasional, mengendalikan biaya dan mutu pengobatan, m e n g o p t i m a l ka n p e l aya n a n kepada pasien, memudahkan perencanaan dan penyediaan obat, meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan. Informasi kefarmasian dan alat kesehatan ANALISA DAN EVALUASI HASIL PEMETAAN SARANA PRODUKSI DAN LABORATORIUM UJI ALAT KESEHATAN Pada tanggal 29 s.d 31 Mei 2014 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan kegiatan Analisa dan Evaluasi Hasil Pemetaan Sarana Produksi dan Laboratorium Uji Alat Kesehatan di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta. Pertemuan ini bertujuan sebagai sosialisasi hasil pemetaan produk dalam negeri dan laboratorium uji alat kesehatan untuk dapat dimanfaatkan dalam pengadaan alat kesehatan baik dari sisi regulasi maupun ketersediaan. Pertemuan tersebut mengundang 17 Dinas Kesehatan Provinsi yang meliputi Dinas Kesehatan Provinsi NAD, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Ke s e h ata n P rov i n s i D I Y, D i n a s Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam acara ini hadir pula beberapa narasumber yaitu Fadli Arif dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Ir. Ade Tarya Hidayat dari Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI), dan Dr. Ir. Fatimah Zulfah Padmadinata, DEA. dari Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian - LIPI. Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drg. Arianti Anaya, MKM dalam arahannya menyampaikan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberadaan alat kesehatan seiring dengan semakin berkembangnya peradaban umat manusia sejak zaman Mesir Kuno. Perkembangan sangat pesat pada awal abad ke-21 karena perkembangan inovasi dalam perkembangan IPTEK. Kebutuhan alat kesehatan semakin dipengaruhi pula oleh perkembangan IPTEK bidang kesehatan. Hal ini perlu diiringi pula dengan penilaian kemanfaatan dan biaya (cost-benefit assessment) dalam pemanfaatannya. Salah satu langkah penting pembangunan sektor kesehatan telah dimulai pada 1 Januari 2014, melalui implementasi Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh masyarakat secara bertahap sesuai Undang Undang. Dalam implementasi JKN, diperlukan integrasi berbagai subsistem kesehatan seperti: 1) Pembiayaan Kesehatan; 2) Upaya Kesehatan; 3) SDM Kesehatan; 4)Sediaan Farmasi, Alkes dan Makanan; 5)Penelitiandan Pengembangan Kesehatan; 6)Manajemen, Informasi, dan regulasi kesehatan; Hal.05 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan 7) Pemberdayaan masyarakat. Sebagai salah satu poin penting pelaksanaan JKN terkait dengan program Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah melakukan langkah strategis antara lain: 1)Penggunaan Alat kesehatan yang tepat guna; 2)Pemantapan keterjangkauan obat dan alat kesehatan; 3)Analisa kebutuhan alat kesehatan. Dengan telah dilaksanakannya SJSN bidang kesehatan maka diprediksi kebutuhan atas alat kesehatan meningkat 3 kali dari kebutuhan alat kesehatan saat ini. Di samping itu makin berkembangnya tekhnologi dan pelayanan kesehatan s e r ta m e n i n g kat nya e ko n o m i masyarakat maka tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu menjadi semakin tinggi. Hal ini juga mengakibatkan meningkatnya penggunaan alat kesehatan baik produk impor maupun produk lokal. Pemanfaatan produk dalam negeri telah ditegaskan dalam Inpres No.2 Tahun 2009. Alat kesehatan telah menjadi salah satu komoditi bisnis yang menjanjikan terutama di Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yang menjadikannya sebagai pasar alat kesehatan terbesar dunia khususnya di kawasan ASEAN. Pembinaan dan pengawasan (Binwas) di bidang Alat Kesehatan dan PKRT secara garis besar ditujukan pada 4 Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 06 (empat) faktor utama yaitu Sarana (Produksi dan Distribusi), Tenaga, Produk/Komoditi, dan Penggunaan. Pada penggunaannya di sarana layanan kesehatan, keberpihakan pada produk dalam negeri telah dilakukan dengan adanya Permenkes No. 86 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pe n g e m b a n g a n I n d u s t r i A l a t Kesehatan Dalam Negeri yang disusun berdasarkan prioritas kebutuhan, kemampuan sarana produksi yang telah ada dan sumber daya yang tersedia. Pada pemanfaatannya, telah ditetapkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, Lembaga Penelitian dan Masyarakat harus berperan aktif dalam pelaksanaan Peta Jalan Pe n g e m b a n g a n I n d u s t r i A l a t Kesehatan untuk meningkatkan pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri. Implementasi roadmap ini dibagi dalam 3 tahapan berdasarkan pertimbangan di atas tersebut. Tahap I (2014-2016) optimalisasi regulasi yang memberikan kemudahan dalam investasi di bidang industri alkes Tahap II (2017-2019) Membangun kemandirian alat kesehatan dengan teknologi menengah ke atas yang berbasis riset, dan Tahap III (2020-2022) Peningkatan sarana produksi alat kesehatan memenuhi persyaratan mutu mengacu ISO 13485 dan CPAKB Adapun kebijakan yang terkait implementasi pengembangan produk alkes dalam negeri yang akan dilaksanakan adalah: Menyusun standar mutu alat kesehatan Mendorong penggunaan produk dalam negeri dan pengaturan tata niaga impor, menciptakan iklim usaha yang atraktif melalui kebijakan mendorong investasi sarana produksi alat kesehatan Melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi alat kesehatan dalam negeri yang terintegrasi, berkualitas melalui pemberian insentif dan dukungan dana Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan penggunaan produk dalam negeri dan larangan subsidi impor dengan anggaran Negara, dan Membantu penambahan modal untuk meningkatkan mutu sarana produksi. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah melaksanakan pemetaan industri alat ke s e h a ta n d a l a m n e g e r i d a n kemampuan laboratorium pada TA 2013. Selanjutnya pada TA 2014 sedang dilaksanakan pemetaan sarana distribusi alat kesehatan. Laboratorium uji alat kesehatan merupakan bagian integral dalam pelaksanaan fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian alat kesehatan. Dengan tersedianya informasi produsen dan produk dalam negeri, serta informasi kapasitas laboratorium uji alat kesehatan, maka produk alat kesehatan dalam negeri dapat berkembang dan memiliki daya saing serta pada gilirannya dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Informasi kefarmasian dan alat kesehatan KUNJUNGAN KERJA KE PROVINSI KALIMANTAN BARAT Pada tanggal 28 s.d 30 Mei 2014 Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Purwadi, Apt, MM, ME melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Barat tepatnya ke Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sintang. Selain mengunjungi Instalasi Farmasi Kabupaten, beliau juga melakukan serah terima secara simbolis kendaraan operasional roda 4 bersumber dana Program CrossCutting Health System Strenghtening Intervention (CC-HSSI) Global Fund tahun 2013 untuk Instalasi Farmasi Kabupaten Kapuas Hulu kepada Bupati Kapuas Hulu. Program Cross-Cutting Health System Strenghtening Intervention Global Fund merupakan program bantuan/hibah luar negeri yang bertujuan memberikan bantuan kesehatan serta penguatan sistem kesehatan yang bersinggungan dengan program AIDS, TB dan Malaria (ATM). Sebagai salah satu kegiatan dari project CC-HSSI Global Fund yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selaku Sub Recipient (SR) mulai tahun 2012 sampai dengan 2014 ini, adalah pengadaan kendaraan operasional Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/ Kota. Pengadaan kendaraan ini merupakan project pengadaan kendaraan tahun 2013 (di carry over ke tahun 2014) yang diserahkan kepada 3 Propinsi dan 3 Kab/Kota yang salah satunya adalah Kabupaten Kapuas Hulu Acara serah terima kendaraan operasional tersebut dilakukan di kediaman Bupati Kapuas Hulu, AM. Nasir SH. Dalam sambutannya Bapak Nasir mengatakan bahwa Kapuas Hulu sebagai salah satu kabupaten terluar di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia d i n i l a i s a n ga t m e m b u t u h ka n kendaraan operasional Instalasi Farmasi sebagai sarana untuk mendistribusikan obat-obatan. Dengan cakupan sebanyak 23 Puskesmas dengan jarak paling jauh lebih dari 300 km, yaitu Puskesmas Badau dan Puskesmas Puring K e n c a n a . D e n g a n ke n d a r a a n operasional Instalasi Farmasi ini diharapkan proses pendistribusian obat bisa menjangkau daerah-daerah tersebut dengan lebih cepat dan mudah. Pertemuan ini juga dihadiri oleh ketua DPRD serta wakil bupati dan Kepala Dinas Kesehatan, dr. H.Harisson, M.Kes, dan berlangsung dalam suasana santai dan akrab. Acara diakhiri dengan penyerahan kunci mobil operasional Instalasi Farmasi secara simbolis oleh Bapak Sekretaris Ditjen Binfar dan Alkes kepada Bupati Kabupaten Kapuas Hulu. Di hari berikutnya, setelah menyempatkan diri berkunjung ke Instalasi Farmasi Kabupaten Kapuas Hulu, Bapak Sesditjen Binfar dan Alkes bertolak ke Kabupaten Sintang. Perjalanan dari Kabupaten Kapuas Hulu ke Kabupaten Sintang memakan waktu kurang lebih 8 jam dengan kondisi jalan trans kalimantan yang rusak dibeberapa titik sehingga menyebabkan waktu kedatangan di Sintang sudah malam hari. Keesokan harinya Bapak Sesditjen berkunjung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang untuk melakukan kunjungan melihat Kondisi Instalasi Farmasi disana. Kabupaten Sintang juga merupakan daerah Intervensi Program CC-HSSI Global Fund dan salah satu yang mendapatkan dana rehabilitasi Instalasi Farmasi di tahun 2014 ini. Kedatangan beliau disambut oleh Sekretaris Kepala Dinas, Bapak dr. Markus Gatot BP, M.Kes. Dalam diskusi disela-sela kunjungan Bapak Sesditjen menyarankan agar Dinas Kesehatan segera dapat merenovasi Instalasi Farmasi di Kabupaten tersebut mengingat kondisi Instalasi Farmasi yang memang kurang representatif sebagai tempat penyimpanan obat. Hal.07 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan SOSIALISASI DAN KOORDINASI TEKNIS PERIZINAN ALAT KESEHATAN Pada hari Selasa 29/04/2014 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan – Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan Sosialisasi dan Koordinasi Teknis Perizinan Alat Kesehatan yang berlangsung sampai dengan tanggal 2 Mei 2014. Perhelatan ini diselenggarakan di Hotel JW Marriot – Surabaya dan diikuti lebih dari 200 orang peserta yang terdiri dari perwakilan Dinas Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/ Kota, Rumah Sakit, KKP, Balai Kesehatan serta peserta Pusat termasuk didalamnya para p e nye l e n g ga ra U n i t Pe l aya n a n Pengadaan (ULP) di kementerian kesehatan. Beberapa isu yang akan dibahas dalam kegiatan ini diantaranya Sistem Pengawasan Alkes Nasional yang akan melibatkan Dinas Kesehatan Propinsi, Rumah Sakit, KKP, Industri Alkes dan PKRT dan tujuan untuk dengan mengintegrasikan berbagai Sistem Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 08 yang sudah dijalankan di Direktorat Bina Prodis Alkes. Isu selanjutnya masih seputar e-catalog Alat Kesehatan, serta Pembinaan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri yang menekan pentingnya setiap Industri dalam negeri baik alat kesehatan dan PKRT memiliki sertifikat produksi sebelum produknya beredar di pasar seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1189/Menkes/Per /VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan industri alat kesehatan dalam negeri didorong agar mendapatkan sertifikat ISO 13485, Medical devices- Quality management Systems-Requirements for regulatory purposes sebagai persyaratan sistem management mutu untuk pabrik alat kesehatan karena sertifikat ISO 13485 merupakan salah satu kesepakatan yang dicapai dalam implementasi ASEAN Medical Device Directive (AMDD) dalam rangka menyongsong pasar bebas ASEAN tahun 2015 yang skema akreditasi dan sertifikasinya telah di launching oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN)/Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kegiatan ini juga dikombinasikan dengan Kunjungan ke Sarana Industri Alat Kesehatan yang ada di Jawa Timur dengan mengunjungi PT. Jaya Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Mas Surabaya yang dihadiri oleh ibu Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan beserta eselon III dan IV dan didampingi oleh direktur PT JMS dan jajarannya yang salah satu produksi adalannya adalah jarum suntik/syringe yang telah mampu memenuhi sebagian kebutuhan jarum suntik pada sarana perlayanan kesehatan di Indonesia. Tujuan dari kunjugan ini adalah untuk memperilhatkan kepada peserta bahwa Indonesia telah memiliki salah satu industry alat kesehatan dalam negeri dimana baik fasilitas dan sistem manajemen mutunya telah memenuhi regulasi nasional dan persyaratan internasional. Pertemuan ini diadakan komunikasi dua arah antara para peserta dengan para narasumber dalam setiap topik yang dibahas dalam kegiatan ini yang kemudian dibahas dalam diskusi kelompok yang hasilnya akan menjadi rekomendasi bagi Kementerian Kesehatan serta para stake holder yang terkait dengan teknis perizinan alat Kesehatan dan PKRT. Hasil rekomendasi kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi Teknis Perizinan Alkes dan PKRT Tahun 2014 ini adalah 1. Sosialisasi dan Koordinasi Teknis Perizinan Alkes dan PKRT tahun 2015 diharapkan adanya pembahasan skala prioritas dan strategi i m p l e m e nta s i te r ka i t d e n ga n pengawasan Alkes dan PKRT 2. Sosialisasi dari e-Watch, e-Report dan e-Info Alkes dan PKRT diharapkan akan lebih intens sehingga implementasi dari system tersebut bisa lebih cepat terwujud. 3. Kerjasama dan koordinasi oleh Direktorat Bina Prodis Alkes dengan dinkes propinsi, kab/kota, KKP, Rumah Sakit dan BPFK diharapkan akan lebih diintensifkan dan terjadi suatu sinergi yang saling memperkuat. 4. Dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan Alkes dan PKRT, diharapkan Direktorat Bina Prodis Alkes mengupayakan adanya jabatan fungsional pengawas alkes dan PKRT. 5. Direktorat Bina Prodis Alkes diharapkan lebih banyak lagi mengeluarkan regulasi yang bersifat juknis atau teknis implementatif terkait Alkes dan PKRT. Hal.09 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PEMUTAKHIRAN DATA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 Ku a l i ta s s u at u ke b i j a ka n ata u keputusan dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas data dan informasi yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Oleh karena itu, data dan informasi dengan tingkat akurasi dan validitas yang dapat dipercaya serta tepat waktu/ada saat diperlukan, merupakan input yang utama dalam proses pengambilan keputusan atau suatu kebijakan di semua tingkat manajemen. Untuk mendukung hal tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengadakan pertemuan Pemutakhiran Data Tingkat Nasional Ditjen Binfar dan Alkes pada tanggal 4 s.d 7 Juni 2014 di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta. Pertemuan ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh Penanggungjawab program kefarmasian dan Alkes yaitu Direktorat dan Sekretariat di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes dan para Pelaksana Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 10 Program Kefarmasian dan Alkes di tingkat Provinsi. Adapun tujuan dari kegiatan pemutakhiran data kefarmasian dan alat kesehatan ini adalah untuk memutakhirkan database sarana dan capaian di bidang kefarmasian dan alat kesehatan di tingkat nasional dengan melakukan pencocokkan data antara Pusat dan Provinsi menggunakan alat bantu berupa formulir/kuesioner dan aplikasi Sistem Pemutakhiran Data (SIPEDA) yang baru mulai diluncurkan pada tahun 2013 kemarin. Kegiatan Pemutakhiran Data ini dibuka oleh Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Purwadi, Apt, MM, ME dengan didampingi oleh Kepala Bidang SDK Dinas Kesehatan DI. Yogyakarta. Dalam sambutannya beliau mengharapkan kegiatan pemutakhiran data ini dapat mendukung pengelolaan pelayanan kesehatan baik dari aspek koordinasi maupun kepentingan monitoring a ta u p e m a n ta u a n d a ta ya n g dilaksanakan secara terpadu dan terencana, serta sebagai pendukung informasi dan bahan acuan dalam pengambilan keputusan. Kegiatan ini dihadiri oleh 31 Propinsi, 2 Propinsi yaitu Propinsi Papua Barat dan Sulawesi Barat berhalang hadir dalam kegiatan Pemutakhiran Data ini dan Penanggung Jawab Teknis dari masing-masing Satker di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes. Data-data yang dikumpulkan merupakan data kefarmasian dan alat kesehatan yang esensial sebagai bahan dasar untuk perencanaan maupun laporan indikator kinerja program/kegiatan. Dengan dilakukannya pengumpulan data kefarmasian tingkat nasional ini, maka diharapkan data yang terkumpul dapat lebih cepat dan tervalid. Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PENANDATANGANAN MOU TENTANG FASILITASI P4TO, PED DAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI P4TO Pada Hari Senin (16/06) di Hotel B i d a kara Jakarta dilaksanakan Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama Antara Kementerian Kesehatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kaur, Kabupaten Maros, Kabupaten Tulang Barat, Kabupaten Bangli, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Tegal tentang Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Tanaman Obat, Pusat ekstrak daerah dan Laboraturium Mikrobiologi pada pusat pengolahan pasca panen tanaman obat. Kementerian Kesehatan dalam kesempatan ini diwakili Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. dimana beliau menyampaikan bahwa Mou ini merupakan salah satu prioritas dalam Program Aksi Kesehatan dalam meningkatnya penguasaan IPTEK di bidang kesehatan, untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor dalam proses produksi obat serta merupakan kesungguhan Pemerintah dalam mendorong kemajuan dunia obat tradisional Indonesia dengan sebelumnya telah ditetapkan SK Menkes No. 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS). Ditambahkan keseriusan Pemerintah juga ditunjukkan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. 003/MENKES/PER/I/ 2010 tentang Saintifikasi Jamu. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empirik melalui penelitian yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter praktik jamu. Untuk mendukung pencapaian maksud diatas, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan fasilitasi peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED) dalam rangka mendukung kemandirian obat dan bahan baku obat. Dalam p e m b a n g u n a n d a n operasionalisasinya, Pusat Ekstrak Daerah (PED) dan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) tersebut tentu memerlukan Hal.11 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan dukungan perangkat pemerintah daerah. Pembangunan P4TO dan PED ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas bahan baku obat tradisional yang memenuhi syarat, menjamin kesinambungan dan ketersediaan b a h a n b a ku o b at t ra d i s i o n a l , menjembatani antara Industri Obat Tradisional dengan petani penghasil bahan baku, menjamin stabilitas harga bahan baku obat tradisional di pasaran, dan sekaligus untuk mengantisipasi persaingan global di bidang obat tradisional dengan mendukung tersedianya jamu yang aman, dan memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Penandatangan Kesepakatan Bersama (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Kesehatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli, Kabupaten Kaur, Kabupaten Maros, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Tegal tentang Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO), Pusat Ekstrak Daerah (PED) dan Laboratorium Mikrobiologi Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 12 pada Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO). Dari hasil kerjasama ini diharapkan akan dihasilkan bahan baku obat tradisional (BBOT) yang memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku di Indonesia untuk di kemudian hari dapat dimanfaatkan oleh produsen obat tradisional di Indonesia bahkan untuk diekspor ke manca negara. Selain itu juga diharapkan dengan adanya fasilitas P4TO dan PED, dapat mendorong pengembangan tumbuhan obat khas daerah. Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah-daerah di seluruh pelosok tanah air memiliki tanaman obat khas tertentu yang telah digunakan secara turun temurun, maupun yang telah didukung dengan riset. Misalnya di daerah Maros, Sulawesi Selatan terdapat tumbuhan paliasa (Kleinhovia hospita Linn) dan tumbuhan sanrego. Demikian pula kabupaten-kabupaten lain yang telah dan akan mendapatkan fasilitasi ini dapat membuat strategi yang tepat demi pemanfaatannya. Kabupaten Tegal dan Sukoharjo adalah 2 wilayah yang berada di provinsi Jawa Tengah. Kedua Kabupaten ini nantinya diharapkan dapat menjadi pemasok utama bagi industri-industri obat tradisional yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah. Selain itu juga mendukung program Saintifikasi Jamu di Provinsi Jawa Tengah. Di daerah Jawa Tengah sudah banyak puskesmas yang menerapkan program saintifikasi jamu ini. Dengan kemampuan Indonesia untuk memproduksi Bahan Baku Obat Tr a d i s i o n a l ( B B O T ) d i m a s a mendatang, maka ketersediaan bahan baku obat tradisional akan lebih terjamin sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu obat tradisional yang selama ini sudah digunakan secara luas untuk tujuan preventif, promotif dan kuratif dan j u ga d a p a t d i g u n a ka n u n t u k mendukung program Saintifikasi Jamu. Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PEMANTAPAN SISTEM AKUNTANSI INSTANSI (SAK & SIMAK-BMN) DALAM RANGKA PENINGKATAN PEYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan dan pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dirancang untuk menghasilkan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap, persediaan, dan lainnya untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara serta laporan manajerial lainnya. Untuk meningkatkan kemampuan teknis petugas dalam menyajikan data laporan keuangan yang dihasilkan melalui SAI sehingga dapat mempertahankan Opini Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) maka pada tanggal 15 s.d 18 Juni 2014 Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyeleng garakan kegiatan Pemantapan Sistem Akuntansi Instansi (SAK & SIMAK-BMN) Dalam Rangka Peningkatan Peyusunan Laporan Keuangan di Hotel Grand Aquila Bandung, Jawa Barat. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan m e n g u p d a t e d a n mengkonsolidasikan data laporan keuangan satuan kerja (satker) dekonsentrasi di daerah dengan data laporan keuangan di pusat, sebagai persiapan penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Binfar dan Alkes semester I Tahun 2014. Kegiatan ini diikuti oleh 5 satker Pusat Ditjen Binfar dan Alkes serta 33 satker daerah (dekonsentrasi) dengan narasumber dari Biro Keuangan dan BMN Kementerian Kesehatan dan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (DAPK) Ditjen Pembendaharaan Kementerian Keuangan. Fitra Riadian dari DAPK dalam paparannya menjelaskan mengenai Perdirjen Perbendaharaan No 57/PB/2013 Tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan perbedaannya dengan Perdirjen Perbendaharaan No 55/PB/2012 dimana diantaranya dalam Perdirjen 57/PB/2013 membedakan Laporan Keuangan Pokok dan Laporan Keuangan Pendukung, tidak perlu Penyajian mutasi persediaan pada neraca pada ilustrasi, serta terdapat penyajian penyusutan pada ilustrasi. Selanjutnya Fitra juga mengungkapkan bahwa hasil audit BPK untuk Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun 2013 a d a l a h O p i n i W a j a r Ta n p a Pengecualian (WTP) yang merupakan peningkatan dari hasil audit BPK untuk Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun 2012 yang memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP). Untuk Ditjen Binfar dan Alkes sendiri sudah 4 tahun berturut-turut berhasil mempertahankan predikat WTP dalam Laporan Keuangannya sebagai salah satu unit utama Kementerian Kesehatan. Suatu prestasi yang diraih dari kerja keras, koordinasi yang baik, serta komitmen bersama, yang patut mendapat acungan jempol. Dalam pertemuan ini juga disampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Laporan Keuangan BMN: Pastikan Saldo Awal 1 Januari 2014 sama dengan Saldo Audited 31 Desember 2013 Kementerian Kesehatan Pastikan seluruh transaksi telah dientry pada Aplikasi Persediaan dan Aplikasi SIMAK-BMN Pastikan data Aplikasi Persediaan telah dikirim ke Aplikasi SIMAKBMN Pastikan semua BMN telah terdistribusi ke dalam Daftar Barang Ruangan (DBR) Lakukan Labelisasi terhadap semua BMN yang ada Pastikan melakukan Penyusutan Reguler Semester I sebelum melakukan Rekon Internal dan Eksternal Hal.13 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PEMBINAAN DAN PENINGKATAN KAPASITAS SDM SEBAGAI UPAYA PENDUKUNGAN OPERASIONALISASI P4TO DAN PED UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DI INDONESIA Bahan alam berupa tanaman obat mempunyai potensi yang besar sebagai sumber bahan baku obat. Kegiatan pengembangan obat alam/obat tradisional Indonesia merupakan rangkaian proses yang panjang, menyangkut proses produksi, perdagangan dan penggunaan obatobat herbal, mulai dari sektor hulu b e r u p a kegiata n p en g u m p u la n tanaman, pengolahan pasca panen, pengolahan bahan baku baik berupa simplisia maupun produksi ekstrak, serta produk jadi, sampai pada proses pemasaran dan penggunaannya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan, dan pengobatan penyakit. Pada tahun 2012 dan 2013, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes telah melaksanakan fasilitasi peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED) bekerjasama Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 14 dengan pemerintah daerah. Tujuan pembangunan P4TO ialah ialah m e m b a nt u p eta n i / p e n g u m p u l tanaman obat untuk menyiapkan B B OT b e r u p a s i m p l i s i a ya n g memenuhi standar dan persyaratan. Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Sampai saat ini telah terdapat 7 (tujuh) P4TO yaitu di Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Kota Pekalongan, Kab. Sukoharjo, Kab. Tegal, Kab. Bangli, dan Kab. Kaur serta 1 (satu) PED di Kota Pekalongan. Mengacu pada WHO Traditional Medicine Strategy 2014 – 2023, p e n g g u n a a n o b at t ra d i s i o n a l diarahkan melalui promosi potensi terhadap kesehatan, wellness, dan pelayanan berbasis masyarakat salah satunya melalui strategi penguatan jaminan kualitas, keamanan, dan kemanfaatan obat tradisional melalui pendidikan, pelatihan, pengembangan keterampilan SDM baik di lini produksi maupun pelayanan dan terapi. Dalam rangka Informasi kefarmasian dan alat kesehatan pencapaian hal tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah melaksanaan pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM P4TO dan PED. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka membekali pengelola P4TO dan PED terkait operasionalisasi produksi yang baik dan terstandar sehingga menghasilkan produk yang dapat memenuhi standar dan persyaratan sehingga terjamin mutu, khasiat, dan kemanfaatannya. Melalui kegiatan semacam ini diharapkan agar P4TO dan PED akan memiliki SDM yang handal sehingga mampu mengoperasikan seluruh peralatan P4TO dan PED dengan baik dan optimal. Dalam pelaksanaan pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM tersebut, direktorat bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan POM, pelaku industri dan stakeholder terkait lainnya untuk melaksanakan pembinaan terutama dalam rangka membekali fasilitas P4TO dan PED terkait standar dan persyaratan termasuk pengembangan produk serta cara produksi obat tradisional yang baik. Kegiatan pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM P4TO dan PED tersebut telah dilaksanakan pada 17 s.d. 20 Juni 2014 di Provinsi Jawa Tengah. Pe l a k s a n a a n p e m b i n a a n d a n peningkatan kapasitas SDM tersebut dilaksanakan secara sistematis melalui paparan dan diskusi serta field-trip ke fasilitas P4TO dan PED Kota Pekalongan serta industri obat tradisional PT. Sido Muncul. Kegiatan juga dihadiri oleh SAM Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, Prof. Agus Purwadianto. Materi pelatihan yang disampaikan melingkupi kebijakan dan strategi pemenuhan BBOT untuk mendukung ke m a n d i r i a n o b a t d a n B B O ; penanganan pasca panen tanaman obat; pengendalian mutu simplisia dan ekstrak tanaman obat; serta panduan penggunaan fasilitas ekstrasi pada PED. Kegiatan pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM P4TO dan PED tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan SDM dengan komprehensif dan kontinyu sehingga dapat mendukung proses produksi yang baik. Resultan keseluruhan pembinaan diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia. Hal.15 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 2015-2019: MENJAMIN AKSES TERHADAP SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN UNTUK SISTEM KESEHATAN YANG LEBIH BAIK Oleh: Roy Himawan, S.Farm, Apt, MKM “Kegagalan membuat perencanaan sama dengan merencanakan untuk gagal” Periode pembangunan kesehatan 2010-2014 akan segera berakhir 6 b u l a n l a g i . D e n ga n d e m i k i a n , Kementerian Kesehatan sedang ramai menyusun rencana pembangunan kesehatan periode 2015-2019, untuk melanjutkan keberhasilan, memperbaiki kegagalan, dan mencapai perbaikan kinerja untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2025. Sejalan dengan hal tersebut, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan juga sedang menyusun rencana strategis untuk periode yang sama. Tulisan ini dimaksudkan untuk sedikit merepresentasikan hal-hal yang akan dimuat dalam perencanaan strategis Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan periode 2015-2019. Pada periode pembangunan kesehatan 2010-2014, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah dapat mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu meningkatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau. Hal ini dapat diindikasikan dengan tercapainya target-target indikator yang ditetapkan pada Renstra Kementerian Kesehatan maupun Rencana Aksi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010-2014. Misalnya, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah meningkatkan Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 16 persentase ketersediaan obat dan vaksin bagi pelayanan kesehatan dasar pemerintah, dimana pada tahun 2013 telah mencapai 96,93%. Instalasi farmasi Kabupaten/Kota yang memenuhi standar juga telah dapat ditingkatkan, dari semula 32% pada tahun 2010 menjadi 79% di tahun 2013. Alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi standar keamananmutu-manfaat juga terus meningkat, dari 70% di tahun 2010 menjadi 90,12% di tahun 2013. Bahkan, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan juga telah memulai upayaupaya kemandirian bahan baku obat, dimana sampai dengan tahun 2013 terdapat 39 jenis bahan baku obat yang siap diproduksi dalam negeri. Hal ini tentunya memberikan lampu terang untuk pelaksanaan program di periode 2015-2019. Walaupun seluruh indikator target Program telah tercapai, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Ketersediaan obat dan vaksin bagi pelayanan kesehatan dasar memang telah mencapai 96,93%, tetapi kesenjangan antar Provinsi terlihat sangat jelas. Beberapa provinsi memiliki tingkat ketersediaan obat lebih dari 100%, dan beberapa lainnya di bawah 80%. Selain itu, instalasi farmasi Kabupaten/Kota belum dapat terpantau kinerjanya, mengingat yang dipantau selama ini baru sebatas dimensi fisik. Belum semua sarana produksi alat kesehatan dan PKRT (78,18%, tahun 2013) menerapkan Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB), sehingga diperlukan upaya lebih untuk menjamin produk alkes yang diproduksi sesuai standar keamanan-mutu-manfaat. Mutu p e l a y a n a n ke f a r m a s i a n y a n g dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan juga perlu mendapat perhatian, mengingat baru 41,7% RS pemerintah dan 35,3% Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar. Perencanaan strategis periode 20152019 juga perlu memperhatikan dinamika kefarmasian dan alat kesehatan, sebagai lingkungan strategis Program. Dinamika dimaksud antara lain pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, yang akan membuka persaingan dan pasar dalam negeri terhadap pelaku pasar di kawasan ASEAN. Pada masa ini, daya saing dan keung gulan kompetitif sektor Informasi kefarmasian dan alat kesehatan kefarmasian dan alat kesehatan domestik menjadi faktor yang harus dimiliki. Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan perlu mencermati hal ini, serta menjalankan fungsi pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan nasional dengan memanfaatkan instrumen regulasi beserta sumber daya yang dimiliki. Dinamika lainnya adalah pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditargetkan mencapai universal coverage di tahun 2019. Pemberlakuan JKN mengharuskan perubahan polapola aktivitas di bidang kefarmasian dan alat kesehatan, sehingga menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan dengan mutu terstandar dan biaya terekonomis. Hal ini sudah dimulai sejak tahun 2013 melalui pemberlakuan Formularium Nasional, e-catalogue obat dan alat kesehatan, sampai dengan implementasi Health Technology Assessment (HTA). Dengan demikian, Program perlu mengakomodir dinamika ini dalam penyusunan regulasi yang dibutuhkan. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan mencoba untuk menyusun perencanaan strategis periode 2015- 2019. Perencanaan ini selanjutnya dituangkan dalam dokumen tingkat pemerintah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, RPJMN), dokumen tingkat Kementerian/ Lembaga (Renstra Kementerian Kesehatan), dan dokumen tingkat unit utama (Rencana Aksi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan). Untuk periode 2015-2019, telah disusun bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh adalah Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta kualitas sediaan farmasi dan alat kesehatan. Beberapa strategi yang akan dilaksanakan dalam arah kebijakan tersebut yaitu: 1) Peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat program, terutama obat esensial generik di fasilitas kesehatan; 2) Peningkatan pengendalian, monitoring, dan evaluasi harga obat; 3) Peningkatan kapasitas institusi dalam management supply chain obat dan teknologi; 4) Peningkatan daya saing industri farmasi dan alkes melalui pemenuhan standar dan persyaratan serta upaya kemandirian di bidang bahan baku obat (BBO); 5) Peningkatan pengawasan pre- dan post-market alat kesehatan dan PKRT; 6) Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian termasuk tenaga kefarmasian; serta 7) Peningkatan promosi penggunaan obat dan teknologi rasional oleh provider dan konsumen. Arah kebijakan dan strategi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan periode 2015-2019 memberikan pedoman bagi perencanaan tahap berikutnya. Walaupun perencanaan strategis tersebut belum sepenuhnya selesai, tetapi sesungguhnya aktivitas dan operasional Program pada periode 2015-2019 sudah tergambar secara ringkas. Pertanyaannya, apakah gambaran tersebut telah dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat, pembangunan kesehatan, serta dinamika kefarmasian dan alat kesehatan di periode itu? Kita berharap, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, m e m b e r i ka n k i ta ke m u d a h a n menyelesaikan perencanaan strategis 2015-2019 ini dengan baik, sehingga menjadi pedoman pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang implementable dalam menjamin akses sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk sistem kesehatan yang lebih baik. Hal.17 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PEMBUKAAN CONVENTION OF PHARMACEUTICAL INGREDIENTS SOUTH EAST ASIA III 2014 Convention on Pharmaceutical Ingredients South East Asia (CPhl SEA) ketiga digelar di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta pada 20-22 Mei 2014. Konvensi yang diselenggarakan oleh United Business Media (UBM) Live ini diikuti pula dengan pameran P-MEC dan InnoPack. Kegiatan ini merupakan platform penting regional bagi profesional farmasi domestik dan internasional serta supplier untuk membangun jejaring dan mendorong sektor farmasi Asia Tenggara. Sebagai pusat perekonomian di Asia Tenggara, pasar farmasi Indonesia tumbuh lebih cepat dari rata-rata dunia yang dipicu pertumbuhan ekonomi yang tercepat di ASEAN. "Saat ini waktu yang ideal bagi pelaku farmasi dan supplier global untuk masuk ke pasar farmasi Asia Tenggara yang telah berkembang pada tingkat Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 18 yang lebih tinggi dari industri farmasi global dan akan terus berlanjut. Saat ini terjadi harmonisasi yang membuat wilayah ini menjadi pemain yang jauh lebih kuat di pasar global. Hal ini akan meningkatkan kompetisi," ujar Group Director UBM Live Chris Kilbee saat peresmian pembukaan pameran yang juga dihadiri oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Maura Linda Sitanggang serta Direktur Eksekutif GP Farmasi Darodjatun Sanusi. Perusahaan farmasi akan mendapat keuntungan dari sistem asuransi kesehatan universal pemerintah (JKN) yang diberlakukan mulai tahun ini. B e l a n j a ke s e h a ta n I n d o n e s i a diperkirakan mencapai US$ 21,7 miliar pada tahun 2015. Dengan pasar farmasi yang potensial senilai US$ 80 miliar pada 2017. Berbagai terobosan telah dilakukan dunia farmasi di Indonesia. Semua itu tidak lain untuk memenuhi kebutuhan produk farmasi bagi masyarakat di Tanah Air. Dan dari tahun ke tahun Indonesia terus berusaha menekan produk impor, terutama dalam segi bahan baku. Semua itu tidak lain untuk meningkatkan kemandirian agar bisa memproduksi sendiri, meski kadarnya relatif kecil. “Tidak ada negara yang mampu memproduksi sendiri bahan baku farmasi yang dibutuhkan. Namun tentunya dengan cara menekan impor, maka dari tahun ke tahun bisa diturunkan kapasitasnya. Seperti halnya impor bahan baku farmasi di tahun sebelumnya mencapai 96 p ers en . Pa d a ta h u n kelim a diharapkan bisa ditekan menjadi 90 persen,” jelas Dirjen Bina Kefarmasian Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan dan Alat Kesehatan Maura Linda Sitanggang. Ibu Linda mengatakan, penekanan impor bahan produk farmasi bisa mencapai dibawah 90 persen lebih bagus lagi. Semua itu merupakan usaha keras agar bisa mandiri, meski tidak bisa meninggalkan dunia impor dari negara lain. Penekanan bahan baku farmasi bisa dilakukan berbagai cara, baik melalui peningkatan atau pertumbuhan Industri Farmasi yang ada di Indonesia maupun pertumbuhan bahan herbal. Obat-obatan melalui bahan alam seperti tumbuh-tumbuhan sebagai bahan baku herbal juga mengalami peningkatan pesat di Indonesia. Kondisi seperti itu sangat membanggakan dalam dunia farmasi dengan kemandirian yang terus ditingkatkan. Pemerintah mengalokasikan dana cukup besar dalam pengadaan dunia farmasi. Untuk bahan baku farmasi (obat-obatan) sendiri mencapai Rp 1,5 triliun. Ibu Linda mengatakan, tahun 2014 kebutuhan farmasi menyangkut obatobatan mengalami peningkatan dua kali lipat. Dengan begitu, dana yang dibutuhkan juga meningkat bisa mencapai Rp 3 triliun. Apalagi dengan adanya peluncuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dari pemerintah. Sudah tentu kebutuhan obat-obatan yang diperlukan cukup besar. Untuk itu Ibu Linda menghimbau, agar bahan baku obat-obatan impor bisa diturunkan di tahun 2014 dan selanjutnya hingga lima tahun mendatang. Dengan harapan, pengeluaran dana yang besar bisa diperkecil lagi hingga mencapai target yang diharapkan pemerintah. Meski untuk memenuhi kebutuhan dunia farmasi ada beberapa kesulitan, terutama mengadaan bahan baku dari alam dan juga dari kimia. Namun Ibu Linda optimis semua kendala yang dihadapi dunia farmasi dalam memperkecil faktor impor bisa dipenuhi. Dengan cara menigkatkan kemandirian dengan pengadaan bahan baku sumber alam maupun kimia melalui industri farmasi yang terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tahun ini CPhl SEA diikuti 260 peserta dari 25 negara di dunia yang menampilkan produk bahan baku farmasi unggulan, mesin-mesin, perlengkapan dan produk kemasan Hal.19 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PERAN STRATEGIS PRANATA HUMAS DALAM INSTANSI PEMERINTAH Sejalan dengan perkembangan sistem pemerintahan yang terjadi di Indonesia sekarang ini, maka dituntut adanya paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu paradigma sistem pemerintahan yang mengarah pada ”Good Governance” M e r u j u k p a d a p e r ke m b a n g a n kebijakan pemerintahan yang tersebut diatas, tampaknya penyelenggaraan pelayanan pemerintahan yang baik, sekarang dituntut untuk mulai mengembangkan dimensi ke t e r b u k a a n , m u d a h d i a k s e s , accountable dan transparan. Instansi pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, mulai menyadari bahwa untuk membangun pemerintahan yang sehat dan bersih diperlukan banyaknya kritikan dan pendapat pihak lain atau pendapat publik. Saat ini informasi telah menjadi ke k u a t a n d o m i n a n y a n g b i s a meruntuhkan keamanan dan kestabilan pemerintahan. Masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi dari pemerintah/badan publik, karena dilindungi oleh UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Dengan haknya tersebut, masyarakat bisa dengan mudah bertindak dan berprasangka negatif jika komunikasi antara Pemerintah dengan masyarakat tidak terjalin dengan baik. Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 20 Tupoksi Pranata Humas Pranata Humas merupakan jabatan fungsional yang keberadaannya diatur dalam Keppres nomor 87 tahun 1999, “jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam satuan tugas organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada keahlian atau keterampilan tertentu serta mandiri”. Pranata humas sebagai salah satu jabatan fungsional PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang b e r we n a n g u nt u k m e l a ku ka n kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, baik informasi berskala nasional maupun daerah/lokal. Keberadaan Pranata Humas sangat dibutuhkan oleh setiap instansi pemerintahan atau. Selain memiliki peran penting dalam mendukung tugas pemerintahan, Humas Pemerintahan secara eksplisit diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.06 Tahun 2014. Pasal 4 dikatakan: Tugas pokok Pranata Humas yakni melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi perencanaan, pelayanan informasi dan kehumasan, hubungan eksternal dan internal, audit ko m u n i ka s i ke h u m a s a n s e r ta pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan. Audit komunikasi adalah suatu analisis yang lengkap atas sistemsistem komunikasi internal dan eksternal dari suatu organisasi. Ruang lingkup audit komunikasi dapat meliput rentangan dari sekedar pertimbangan atas salah satu divisi sampai ke iklim organisasi secara keseluruhan; rentang lingkungan tersebut bergantung pada mandat dan kepentingan pimpinan puncak organisasinya. Jabatan Fungsional Pranata Humas dibedakan menjadi : 1. Pranata Humas Tingkat Terampil: pranata humas yang mempunyai kualifikasi teknis atau penunjang professional yang pelaksanaan tugas d a n f u n g s i nya m e n sya ra t ka n penguasaan pengetahuan teknis di bidang kehumasan. Jenjang jabatan Pranata Humas tingkat terampil; a) Pranata Humas Pelaksana Pemula (gol II/a); b) Pranata Humas Pelaksana (gol II/b-II/d); c) Pranata Humas Pelaksana Lanjutan (gol III/a-III/b); dan d) Pranata Humas Penyelia (gol III/c-III/d). 2. Pranata Humas Tingkat Ahli: pranata humas yang mempunyai ku a l i f i ka s i p ro fe s s i o n a l ya n g pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehumasan. Jenjang jabatan Pranata Humas tingkat ahli ; a) Pranata Humas Pertama (gol III/a-III/b); b) Pranata Humas Muda (gol III/c) c) Pranata Humas Madya (gol IV/a-IV/c). Dalam pasal 27 ayat 1 dan 2 butir c dengan jelas disebutkan Pengangkatan pertama kali dalam Jabatan Pranata Humas harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional Pranata Humas. Tugas pokok pranata humas adalah melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi perencanaan, pelayanan informasi dan kehumasan, hubungan eksternal dan internal, audit komunikasi kehumasan serta pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan. Artinya, semua tugas pelayanan informasi dan kehumasan termasuk dalam cakupan penilaian jabatan fungsional pranata humas. Ada empat jenis pelayanan dasar Informasi kefarmasian dan alat kesehatan yang harus dilakukan pranata humas, yaitu: 1. Fungsi nasehat, pranata humas berhak memberikan nasehat kepada pimpinan lembaga maupun kepada bagian lain, berkaitan dengan operasionalisasi ketika sebuah masalah terjadi. 2. Fungsi pelayanan komunikasi, pranata humas mengkomunikasikan informasi mengenai lembaga dan segala kegiatannya kepada berbagai publik yang berkepentingan melalui media yang tepat. Ini merupakan kegiatan yang berupaya membuat publik tahu dengan berbagai cara yang pantas. 3. Fungsi pengkajian, pranata humas berhak melakukan penelaahan opini publik yang berpengaruh kepada lembaga. Termasuk tekanan-tekanan yang bersifat sosio politik maupun u n d a n g- u n d a n g d a n p erat u ra n pemerintah yang berkaitan dan b e r p e n ga r u h ke p a d a l e m b a ga pemerintah. 4. Fungsi promosi, pranata humas berhak mempromosikan kegiatan pemerintah. Disini dibutuhkan kreatifitas dari pranata humas untuk mempromosikan lembaga kepada publik. Pranata humas sebagai penyampai informasi kepada masyarakat harus bisa menjadi sumber informasi resmi pemerintah. Pranata humas dapat menyampaikan program pemerintah dan pembangunan yang telah banyak k i ta l a ks a n a ka n , teta p i b e l u m tersampaikan kepada masyarakat. Yang terlihat dimata masyarakat saat ini pemerintah belum berbuat banyak bagi kesejahteraan masyarakat. Kita sebagai pemberi informasi harus selangkah lebih maju dengan yang akan mencari informasi. Peran Strategis dan Tanggungjawab Pranata Humas Seiring perkembangan arus reformasi birokrasi dan era keterbukaan informasi publik, peran Pranata Humas semakin penting dan strategis. Sebagai komunikator publik, Pranata Humas harus mengamankan kebijakan lembaganya, memberikan pelayanan dan menyebarluaskan pesan atau informasi kepada masyarakat tentang kebijakan dan program kerja lembaganya. Jadi P ra n ata H u m a s b u ka n h a nya menyiapkan tempat acara peliputan dan mendampingi pimpinannya kemana pergi saja, namun dituntut juga harus mampu mengemas agenda setting. Selain sebagai komunikator, Pranata Humas bertindak sebagai mediator yang proaktif dalam menjembatani kepentingan instansi pemerintah di satu pihak, dan menampung aspirasi serta memperhatikan keinginankeinginan publiknya di lain pihak, dan berperan menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pejabat Fungsional Pranata Humas perlu memperhatikan bahwa dalam menjalankan aktivitas tugas dan fungsinya, hendaknya mampu memelihara nama baik institusi/lembaga, mampu melakukan pelayanan yang memadai, mampu menjalankan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan informasi. Dalam mengelola informasi, Pranata Humas harus sudah mulai membuka diri terhadap informasi-informasi yang sangat diperlukan oleh publik (masyarakat) untuk dapat diakses, kecuali terhadap informasi yang memang berdasarkan UndangUndang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008) dikecualikan. Ada informasi yang tidak boleh disampaikan kepada publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik, diantaranya : 1. Informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum; 2. Informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; 3.Informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; 4.Informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; 5. Informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; 6. Informasi yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri; 7.Informasi yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir atau wasiat seseorang; 8.Informasi yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi 9. Memorandum atau surat antar badan publik dan 10. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UndangUndang. Pranata Humas juga sebagai agen pembentuk opini publik, harus mampu berperan sebagai agen yang menghubungkan organisasi dengan publiknya. Pranata Humas Pemerintah harus bisa menyampaikan komunikasi dan informasi secara baik dan jelas, sehingga tidak menjadikan misskomunikasi dan miss-informasi. Komponen yang harus dibangun oleh Pemerintah adalah citra l e m b a ga / i n s t i t u s i nya m e l a l u i pendiseminasian elemen visual, verbal dan perilaku sebagai cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan rencana strategis lembaga/institusi itu sendiri. Pada prinsipnya Pranata Humas Pemerintah dituntut untuk mampu mengemas agenda setting kebijakan instansi, untuk disampaikan ke media Hal.21 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan sebagai agenda setting media dan diterima oleh publik sebagai agenda settingnya publik atau masyarakat. Melalui penciptaan agenda setting kebijakan oleh semua Pranata Humas Pemerintah, ke depan publik akan mendapatkan informasi alternatif dan benar, sehingga masyarakat tidak lagi terbeleng gu oleh “anomali ” informasi yang setiap detik membanjiri ranah publik, bahkan ranah privasi seseorang. Pranata Humas pada instansi pemerintah harus menyediakan dan memberikan informasi kepada mayarakat dan stakeholders semua kegiatan pemerintah yang akan dan sedang dilaksanakan. Selain itu, berkomunikasi dengan masyarakat untuk memperoleh dukungan dan p a r t i s i p a s i m a sya ra kat d a l a m melaksanakan kebijakan publik serta menjalin hubungan baik dengan stakeholders. Para stake holders pranata humas meliputi kelompok internal meliputi pimpinan dan p e g a w a i l e m b a g a ; ke l o m p o k eksternal atau komunitas masyarakat sekitar; kelompok media meliputi media cetak, penyiaran dan online; organisasi profesi media dan pengusaha media; kelompok K/L pemerintah, BUMN/D, TNI, dan POLRI; lembaga penyelenggara negara lainnya, seperti lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan lembaga-lembaga lainnya; dan kelompok lembaga swadaya Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 22 masyarakat, organisasi kemasyarakatan, lembaga sosialbudaya, serta lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan lembaga internasional. Pranata Humas harus mampu membangun kepercayaan publik melalui jalur komunikasi dengan menunjukkan hasil kerja nyata, mampu membangun citra positif pemerintah dan menyusun strategi komunikasi efektif serta membentuk sikap dan perilaku dari orang yang diberi kepercayaan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang Pranata Humas dituntut bersinergi dan berkoordinasi untuk menjadi citra pemerintah secara keseluruhan. Sinergita s perlu dibangun dalam hal pendistribusian informasi-informasi melalui potensi media yang sesuai dengan sifat-sifat demografis publik/masyarakat dengan melakukan aktivitas nyata dan membangun mekanisme aliran informasi yang baik. Pranata humas juga dituntut untuk mampu membina hubungan baik dengan media pers melalui mekanisme agenda setting dalam bentuk media gathering. Koordinasi yang dilakukan seorang pranata humas meliputi internal (kepada lingkungan kerja baik pimpinan maupun pegawai) dalam bentuk menjalin komunikasi kepada semua pegawai di organisasi/ instansinya agar tercapai iklim yang mendukung peningkatan kompetensi organisasi. Koordinas eksternal yang meliputi menyediakan dan memberikan informasi yang benar dan akurat kepada publik dan media massa sesuai dengan tugas dan fungsíorganisasi/institusinya; tidak diperkenankan melakukan “penekanan” terhadap wartawan serta tidak memberi barang dan jasa kepada wartawan dengan dalih kepentingan publikasi (publisitas) pribadi/golongan/organisasi/ instansinya; dan juga menghargai, menghormati, dan membina hubungan baik dengan profesi lainnya. Pranata humas juga harus dapat memantau seluruh arus informasi yang beredar, terutama yang terkait institusinya. Bila ada media yang menulis berita negatif maka perlu kemampuan respon yang cepat untuk mengatasinya. Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pranata humas pemerintah meliputi: 1. Kemampuan Menulis 2. Kemampuan Mengedit 3. Media Relations 4. Promotion 5. Public Speaking 6. Production Design dan Artwork 7. Programming merancang kegiatan kehumasan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan 8. Institusional advertising: iklan corporate untuk reputasi perusahaan Eksistensi Pranata Humas sesungguhnya sangat strategis dan sangat dibutuhkan setiap instansi pemerintah maupun satuan kerja perangkat daerah, terutama dalam rangka menyampaikan berbagai informasi publik yang memang wajib diketahui publik kepada masyarakat melalui saluran atau media yang tepat dan menjalin hubungan yang baik dengan media. Untuk itu, Pranata Humas harus menjalankan tugas secara profesional seperti memahami cara berkomunikasi yang baik, memahami budaya birokrasi dan memahami adat istiadat masyarakat setempat sehingga pesan atau informasi yang dibutuhkan publik dapat disediakan atau tersampaikan dengan baik serta citra positif pemeritah secara keseluruhan dapat terwujud - MIG - Informasi kefarmasian dan alat kesehatan MUTU OBAT GENERIK Obat Branded dan Obat Generik Memang saat ini kita merasakan harga obat semakin mahal. Namun demikian, sebenarnya tidak semua obat harganya mahal. Banyak obat yang cukup murah dan terjangkau harganya. Memang ada obat yang mahal, bahkan sangat mahal harganya, tetapi banyak juga obat yang murah. Sebenarnya bahkan ada obat generik yang harganya tidak sampai seperduapuluh dari harga obat bermereknya. Sekedar ilustrasi, obat diabetes merek A harganya sekitar Rp 3.700 (tiga ribu tujuh ratus rupiah) per butir. Bandingkan dengan salah satu obat diabetes generik yang harganya hanya Rp 150 (seratus lima puluh rupiah) per butir. Sangat jauh berbeda, lebih dari 20 kali lipat! Demikian pula obat hipertensi. Obat hipertensi bermerek C harganya sekitar Rp 3.400 (tiga ribu empat ratus rupiah) per butir, sedangkan salah satu obat hipertensi generik, yang harganya hanya Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) per butir. Hampir 15 kali lipat! Berbagai jenis obat lainnya juga demikian, sangat berbeda harga obat generik dengan obat bermerek atau obat brandednya. Jadi jelas bahwa sebenarnya harga obat sangat besar variasinya. Bahkan obat yang mengandung zat aktif yang sama bisa berbeda harganya sampai 20 kali lipat. Itu sebabnya pemerintah dan lembaga-lembaga pemberdayaan konsumen lainnya sangat gencar menganjurkan kita untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama apabila kita membutuhkan obat. Bagaimana dengan mutunya? Harga obat generik yang sangat jauh berbeda dengan obat branded atau obat bermerek dengan kandungan sejenis memang dapat menimbulkan ke ra g u - ra g u a n , a p a ka h s a m a mutunya dengan obat bermerek? Untuk diketahui, dua dari beberapa faktor yang menyebabkan mahalnya harga obat adalah promosi dan kemasan obat. Obat generik tidak dipromosikan, oleh sebab itu, bebas biaya promosi. Demikian pula, obat generik tidak dikemas mewah, kemasannya hanya seperlunya yang hanya dimaksudkan untuk melindungi obat agar tidak turun mutunya selama penyimpanan dan pengangkutan. Sebaliknya obat bermerek selalu dipromosikan, mungkin tidak dalam bentuk iklan di televisi dan surat kabar, tetapi dengan cara lain yang justru membutuhkan biaya lebih besar. Di samping itu, hampir semua obat bermerek dikemas dengan kemasan yang cukup mewah. Ada satu faktor lagi yang menyebabkan obat branded mahal harganya, yaitu biaya paten yang harus dibayar oleh produsen. Ini semua pasti dibebankan kepada konsumen. Untuk obat-obat yang banyak dibutuhkan masyarakat, yaitu obat untuk penyakit-penyakit yang umum, seperti antibiotika, obat demam, penghilang rasa sakit (analgesika), obat hipertensi, obat diabetes, dan lain sebagainya, pemerintah kita sebagaimana juga pemerintah di negara-negara lain telah mengambil kebijakan untuk memproduksi obat generik. Memang bukan pemerintah langsung yang memproduksinya, melainkan melalui perusahaan-perusahaan Hal.23 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan milik negara atau milik swasta yang bersedia memproduksinya. Biaya produksi ditekan seminimal mungkin, namun tetap harus memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan O b at ya n g B a i k ) . D i s a m p i n g produsennya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menjamin bahwa industri yang diberikan izin untuk memproduksi obat generik telah memenuhi persyaratan CPOB sehingga mutu obat generik yang diproduksibenar-benar berkualitas. Sedangkai Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM) juga ikut bertanggung jawab mengawasi mutu setiap obat generik yang beredar di pasar agar selalu terjamin mutunya sesuai persyaratan yang berlaku sebagaimana yang juga diberlakukan bagi obat bermerek. Kualitas dan kuantitas zat berkhasiat di dalam obat generik harus persis sama dengan obat brandednya. Bahan bakunya pun harus memenuhi persyaratan yang ketat. Kalau tidak p e m e r i nta h te nt u t i d a k a ka n mengizinkan obat generik tersebut Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 24 beredar. Semua persyaratan yang menyangkut khasiat dan keamanan obat yang diberlakukan pada obat bermerek, juga diberlakukan bagi obat generik. Obat generik harus identik atau bioekivalen dengan obat brandednya dalam hal dosage form, khasiat, dan keamanannya. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu meragukan kualitas atau mutu obat generik. B a h k a n p a r a a h l i ke s e h a t a n mengatakan, obat bermerek dan obat generik sama sekali tidak berbeda, kecuali pada nama, kemasan, dan harganya! Jadi pilihan bagi kita adalah, apakah mau obat generik yang relatif murah harganya, atau membuang-buang uang belanja kita untuk membiayai kemasan dan iklan/promosi obat? Di Indonesia pemakaian obat generik memang masih sangat rendah, yaitu sekitar 10 persen, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat yang penduduknya relatif lebih maju dan berpendidikan serta mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dari Indonesia, obat generik malah lebih populer. Anggapan obat generik sebagai "obat yang kurang berkualitas" justru tidak berlaku. Pemakaian obat generik di Amerika Serikat mencapai 40 persen dari total konsumsi obat mereka. Jadi, jangan ragu untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama j i ka A n d a m e m e r l u ka n o b a t . Konsultasikan dan mintalah kepada dokter Anda untuk memilihkan obat generik yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda. Memang tidak semua jenis obat ada pilihan generiknya, namun sebagian besar, terutama untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang umum di m a sya ra kat a d a p i l i h a n o b at generiknya. Obat generik sama bermutunya dengan obat bermerek. Harganya yang jauh lebih murah bukan karena mutunya yang rendah, atau dibuat dari bahan baku yang bermutu rendah, tetapi karena banyak faktor-faktor biaya yang dapat dipangkas dalam produksi dan pemasarannya. Informasi kefarmasian dan alat kesehatan INTERAKSI OBAT Ada obat yang harus diminum sebelum atau sesudah makanan. Mengapa dan apa akibatnya bila dilanggar? Saat kita mendapatkan obat dari apotik, kita sering diberi tahu bahwa obat sebaiknya diminum sebelum atau sesudah makan. Kita kadang tidak tahu, untuk apa sebenarnya hal tersebut harus dilakukan. Mengapa obat tertentu harus diminum sebelum makan dan obat lainnya harus diminum sesudah makan. Hal itu sebenarnya berkaitan dengan masalah interaksi obat, sebagai salah satu langkah unttuk menghindari terjadinya interaksi dari suatu obat yang merugikan. Obat-obatan tertentu seperti tetrasiklin, misalnya, penyerapannya akan berkurang jika di dalam saluran cerna kita terdapat makanan yang berprotein tinggi seperti susu, daging dan sebagainya. Maka, obat itu sebaiknya diminum sebelum makan. Atau, bisa juga, 2 jam sesudah makan. Pengertian interaksi obat secara luas adalah bahwa suatu obat atau makanan mengubah efek obat lain, sehingga kerja obat diubah menjadi lebih efektif (sinergis) atau menjadi kurang aktif (antagonis). Obat-obatan seperti antihistamin (antialergi) yang kerjanya menekan sistem syaraf pusat, dengan akibat mengurangi sejumlah fungsi tubuh seperti koordinasi dan kewaspadaan, akan memberikan efek depresi jika diberikan bersamaan dengan obat penekan sistem syaraf pusat lainnya seperti obat antidepresan. Hal ini merupakan salah satu contoh sinergisme. Di sisi lain, pemberian obat diabetes bersama-sama dengan obat flu yang mengandung pelega hidung, akan mengurangi efek dari obat diabetes itu sendiri. Dengan demikian, suatu obat yang saling memberikan efek sinergis atau pun antagonis, jika terpaksa harus diberikan bersama sama, haruslah diperhatikan besaran dosisnya. Obat yang kita minum, di dalam tubuh akan mengalami 4 tahapan proses dasar. Setelah melalui mulut, di dalam lambung obat tersebut mengalami disintegrasi, lalu berada dalam larutan tubuh di dalam usus. Selanjutnya, mengalami tahap pertama berupa penyerapan/ absorbs. Setelah itu, obat di distribusikan keseluruh tubuh melalui aliran darah, yang akhirnya akan memberikan efek terapi. Obat tersebut kemudian diurai di dalam hati, menjadi bentuk metabolit yang tidak aktif. Baru setelah itu, obat diekresikan ke dalam urin melalui ginjal. Interaksi obat dapat terjadi pada ke-empat tahapan tersebut. Jika interaksi terjadi pada dua tahapan pertama, yaitu proses absorbsi dan distribusi, maka akan mempercepat atau memperlambat proses efek terapi obat tersebut. Sementara pada dua tahapan terakhir, yaitu proses penguraian dan eksresi, akan Hal.25 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan berdampak pada lamanya aksi obat. Interaksi obat merupakan sarana bagi semua pihak. Pasien, dokter dan farmasis harus bekerjasama, untuk upaya memaksimalisasi pemakiaan obat demi kepentingan pasien. Di era informasi yang serba cepat dan mudah seperti sekarang ini, masyarakat mestinya semakin menyadari untuk menjadi mitra aktif dalam menjaga pemeliharaan kesehatannya sendiri dan keluarga. Interaksi Obat : Apa yang Patut Anda Ketahui Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya innteraksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, misal pemberian probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah besar. Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 26 adalah pemberian bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebaga i ka r b id o p a / levo d o p a ) . Levodopa adalah obat antiparkinson dan untuk menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak termetabolisme. Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak, sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun, karena karbidopa menghambat metabolisme levodopa di perifer, lebih banyak levodopa mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping lebih kecil. Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh b e r b a ga i p ro s e s , a nta ra l a i n perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama. Interaksi Obat yang berkaitan dengan metabolisme Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara s i p fo f l o k s a s i n d a n m e t a d o n . Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim p r i m e r ya n g b e r p e ra n u nt u k memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan kadar metadon secara bermakna. Sistem ini dapat dipengaruhi oleh induksi maupun inhibisi enzim, sebagaimana dibahas dalam contoh berikut. Induksi enzim–obat A menginduksi tubuh untuk menghasilkan lebih banyak obat yang memetabolisme obat B. Hasilnya adalah kadar efektif dari obat B akan berkurang , sementara efektivitas obat A tidak berubah. Inhibisi enzim–obat A menghambat produksi enzim yang memetabolisme obat B, sehingga peninggian obat B terjadi dan mungkin menimbulkan overdosis. Ketersediaan hayati – obat A mempengaruhi penyerapan obat B. Sayangnya, karena jumlah obat yang beredar di pasar sangat banyak, tidak mungkin bagi perusahaan obat manapun memeriksa profil kompatibilitas obatnya dengan obat lain secara lengkap. Oleh karena itu, klinisi sebaiknya memeriksa dengan seksama informasi peresepan sebelum memberikan obat, khususnya obat yang baru dikenal. Inkompatibilitas obat IV A d a o b a t i n j e k s i ya n g t i d a k kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat. Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika anda harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian “piggy back”; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misalnya kalium Informasi kefarmasian dan alat kesehatan klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obatobat ini kompatibel di dalam spuit. Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contohco nto h nya a d a l a h f u ro s e m i d e , phenytoin, heparin, midazolam, dan diazepam bila digunakan dalam campuran IV. Kekurangan-kekurangan PVC (polivinilklorida) Di samping kompatibilitas obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa masalah bisa timbul bila menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus. Plasticized polyvinyl Klorida (PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan secara luas di bidang kedokteran dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang lentur digunakan untuk kantong penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis, pipa endotrakea, infus set, serta kemasan obat. Ester asam ftalat, terutama di-(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), merupakan pelentur ya n g p a lin g d is u ka i d i b id a n g kedokteran. Karena zat aditif ini tidak berikatan kovalen dengan polimer ada kemungkinan memisah dari matriks. Lepasnya DEHP dari kantong PVC ke dalam larutan sudah bertahun-tahun m e n im b u lka n kek h awat i ra n . Toksisitas DEHP dan PVC telah mencetuskan pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan. Pemisahan DEHP dari PVC disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat seperti paclitaxel atau tamoxifen diberikan dalam kantong PVC. Kekhawatiran lain dari penggunaan kantong PVC adalah penyerapan atau “hilang”nya obat dari kantong PVC: 1. Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46 obat suntik dengan kantong infus Viaflex (PVC). Kajian memperlihatkan bahwa derajat penyerapan obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat. 2. Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa mengarah ke penurunan kadar obat di bawah kadar terapi dari insulin, vit A, asetat, diazepam dan nitrogliserin. Reaksi Maillard Wa l a u p u n b u k a n m e r u p a k a n interaksi obat-obat, masalah ini perlu dikemukakan. Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan gula pereduksi. Biasanya reaksi memerlukan panas. Seperti halnya karamelisasi, ini merupakan bentuk diskolorasi coklat yang bersifat non-enzimatik. Gugus karbonil yang reaktif dari gula bereaksi dengan gugus amino nukleofilik dari asam amino, untuk membentuk berbagai molekul yang menimbulkan berbagai warna dan aroma. Reaksi Maillard terjadi bila asam amino dan glukosa dikandung dalam satu wadah. Karena asam amino dan glukosa intravena perlu diberikan sekaligus, suatu pendekatan yang pintar adalah menghasilkan kantong dengan dua kamar di mana glukosa dan asam amino dipisah. Asam amino dan glukosa dicampur dulu sebelum diberikan ke pasien. Referensi: Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug Interaction Studies – Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing and Labeling. 1999 Brazier NC, Levine MA. Drug-herb interaction among commonly used conventional medicines: a compendium for health care professionalsAmerican Journal of Therapeutics 2003; 10(3): 163-169 http://www.drugs.com/drug_infor mation.html Soo An Choi. The role of pharmacist in NST. Proceedings of 11th PENSA Congress. pp256-258. Kowaluk EA, Roberts MS, Blackburn HD, Polack AE. Interactions between drugs and polyvinyl chloride infusion bags. Am J Hosp Pharm. 1981; 38(9):1308-14 Larry K. Fry and Lewis D. Stegink Formation of Maillard Reaction Products in Parenteral Alimentation Solutions J. Nutr. 1982 112: 1631-1637 Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy PA, Robert MC, Riediker S. Acrylamide from Maillard reaction products. Nature. 2002 Oct 3;419(6906):449-50. Hal.27 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan KONSISTENSI IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM KERANGKA GOOD GOVERNANCE Istilah governance dapat di artikan sebagai ”the way state power is used in managing economic and social resources for development of society”, tergantung pada sudut pandangnya maka istilah governance dapat diartikan sebagai ”the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation's affair at all levels”. Yang terahir ini lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Pengertian yang biasa good governance adalah kepemerintahan yang baik. Pengelolaan negara lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan adminstratif sehingga pengertian good governance sering diartikan selain sebagai kepemerintahan yang baik. Good governance itu adalah suatu manajemen pembangunan yang dilkakukan pemerintah yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi, efisien, efektif, mencegah korupsi dan penyalah gunaan wewenang, memberikan kebebasan berlakunya pasar, disiplin menjalankan anggaran serta menciptakan legal and political frame work bagi tumbuhnya suatu aktifitas usaha. Dengan pengertian ini maka good governance pastilah bercirikan: adanya Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 28 keterlibatan masyarakat dalam membuat suatu kebijakan publik, penegakan hukum yang adil tanpa pilih kasih, transparansi yaitu membangun atas dasar kebebasan memperoleh onformasi, reponsiveness dimana lembagalembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani kepentingan masyarakat dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat, equity berarti setiap masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan, efficiency dan effectiveness (pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna), accountability (bertanggung jawab kepada pihak terkait atas setiap kegiatan yang telah dilakukan), memiliki visi yang jauh ke depan untuk menjangkau kinerja yang baik. Pada 30 April 2008 telah ditetapkan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Mei 2010. Dengan berlaku efektif nya UU KIP ini maka seluruh warga sudah harus menerima d a n m e l a k s a n a ka n nya s e c a ra konsekuen dan konsisten. Maksud diterbitkannya Undangundang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) adalah dimana Pemerintah Negara Kesatuan RI sebagai negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat mengedepankan hak asasi manusia dalam hal ini hak setiap warganegara untuk memperoleh dan memanfaatkan informasi yang berasal dari lembaga publik dengan seluas-luasnya. Keterbukaan Informasi Publik memberi hak kepada setiap orang untuk memperoleh informasi dengan mengakses data yang ada di badan publik, dan menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi yang dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang ini. Undang-Undang ini mengisyaratkan adanya jaminan kepada setiap individu atau kelompok masyarakat atau badan publik lainnya untuk memperoleh informasi yang diinginkan dan dapat digunakan untuk kepentingan sendiri atau publikasi. Dalam kerangka implementasi U n d a n g - U n d a n g Ke t e r b u ka a n Informasi Publik ini maka pihak Pemerintah telah mempersiapkan lembaga independent yaitu Komisi Informasi guna menyelesaikan sengketa informasi. Sesuai dengan pasal 23 undang-undang ini bahwa Komisi Informasi merupakan lembaga yang mandiri berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan p e l a ks a n a a n nya , m e n e ta p ka n petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Tujuan utama adalah menjadikan masyarakat peduli dan ikut serta dalam kerangka merencanakan suatu kebijakan publik yang menyangkut Informasi kefarmasian dan alat kesehatan kepentingan bersama, atau segala seuatu yang direncanakan pemerintah untuk perencanaan atau program ke depan. S e m a n ga t p e m e r i n t a h m e n u j u pemerintahan yang good governance melalui membangun masyarakat yang s e j a hte ra m e l a l u i kete r b u ka a n informasi publik yang merupakan ciri pemerintahan demokratis menjunjung tinggi asas kedaulatan rakyat. karena undang-undang ini mengandung makna dan mempunyai korelasi dan relevansi UU KIP ini juga mempunyai korelasi dan relevansi dengan UndangUndang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), dan UndangUndang yang baru muncul sebelum undang-undang ini yaitu UndangUndang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang terkait dengan informasi penting bagi kehidupan dan masa depan bangsa. Setiap Undang-undang yang dibuat tentu mengandung konsekuensi untuk dilaksanakan, didalamnya telah ada klausul akibat hukum bagi yang m e l a n g ga r nya , a p a ka h d e n ga n hukuman denda atau hukuman kurungan badan atau kedua-duanya. Contohnya pada pasal 52 UU KIP ini disebutkan: badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan,dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala,informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta,informasi publik yang wajib tersedia setiap saat,dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undangundang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-(lima juta rupiah). Permasalahannya ialah undang-undang ini masih memerlukan sosialisasi dan pemahaman kepada para anggota masyarakat, untuk itulah perlu pengkajian dan pembuktian tentang efektifitasnya dilapangan untuk implementasi dikalangan masyarakat, terutama di daerah-daerah. Apabila undang-undang ini berlaku efektif di kalangan lembaga-lembaga publik mungkin saja akan menimbulkan sinisme bagi pihakpihak yang terkendala dengan UU KIP ini, bahwa setiap orang atau organisasi yang menginginkan informasi meminta copy Surat Pertanggung Jawaban atau dokumen pelaksanaan anggaran yang dikelola bendaharawan atau Pejabat Pengelola Keuangan pada lembagalembaga publik terkait, khawatir bilamana terjadi kesalahan dalam administrasi yang dapat terungkap oleh publik. Kalau hal ini terjadi maka keberatan atas pemberian informasi ini menjadi berbentuk persengketaan karena informasi yang diminta tidak bertentangan dengan UndangUndangnya dan terpaksa harus dimediasi melalui penyelesaian oleh Komisi Informasi. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari segenap masyarakat atau stake holders, kesadaran akan semangat untuk menciptakan pemerintahan yang good governance itulah yang d a p at m e m b u at p e l a ks a n a a n undang-undang ini konsisten dan diakui sebagai suatu Undang-Undang yang mengatur terselenggaranya informasi Publik yang transparan dan bebas dapat dilihat dan digunakan oleh siapapun. Dengan tranparansi itu apapun yang dilakukan di dalam melaksanakan kebijakan publik pada lembagalembaga publik akan memberikan kepercayaan kepada semua orang, sehingga berapapun dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan kebijakan umum dan bagaimanapun hasilnya semua orang bisa memberikan penilaian yang positif t e r m a s u k r e ko m e n d a s i y a n g membangun dan bukan kecurigaan serta komen-komen yang bersifat munafik. Dari contoh negatif melihat hasil pembangunan fisik, yang dibangun lokasinya tidak sesuai dengan tata ruang yang ada tanpa pertimbangan sosial maupun ekonomi masyarakat setempat sehingga bangunan yang dibangun tidak akan bermanfaat sama sekali yang berarti kita menghamburkan dana yang sia-sia atau mubazir, hal ini sudah jelas tidak mengikut sertakan masyarakat setempat berarti tidak transparan, merencanakan Sesuatu itu harus terlebih dahulu membentuk opini dengan menarik aspirasi masyarakat atau stakeholdersnya. Kesalahan dalam membuat dan menerapkan program menjadi renca na kegiatan, sehing ga menimbulkan kebocoran anggaran, d u g a a n a d a n y a ko r u p s i d a n penyalahgunaan wewenang, serta kentalnya kolusi dengan memberikan pekerjaan kepada seseorang yang bukan ahlinya. Hal ini tentu tidak akan t r a n s p a r a n t e r p a p a r ke p a d a masyarakat. Kalau lembaga-lembaga publik menyadari dan memahami betapa berbahaya akibat kesalahan ini maka hal ini bisa diatasi dengan sikap transparansi dalam hal informasi kepada masyarakat. Di sektor hukum, terhadap kondisi yang dikemukakan tersebut diatas hendaknya para penegak hukum aktif meneliti keluhan dan laporan masyarakat mengenai ketidak beresan yang terjadi pada badanbadan publik. Apalagi saat ini sudah ada LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) yaitu sebuah sarana aspirasi dan pengaduan berbasis Hal.29 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan media sosial yang mudah diakses dan terpadu dengan 72 instansi Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah (K/L/D). LAPOR! diinisiasikan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat s e ka l i g u s i nte ra ks i nya d e n ga n pemerintah dalam rangka pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik. Penegakan hukum menjadi penting guna mengawal implementasi undangundang KIP ini terutama mengawali pelaksanaannya dimulai dari lembaga kita sendiri kita sudah mempersiapkan data informasi yang ada dengan memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang informasi yang terkait pada lembaganya serta kinerja dan laporan pertanggung jawabannya. Kita berharap bahwa sesuai dengan tujuan kita merdeka ini adalah mencapai masyarakat yang sejahtera adil dan mamur, mencerdaskan kehidupan bangsa serta hidup berdampingan secara bermartabat dengan bangsa lain, oleh karena itu upaya tranparansi melalui keterbukaan informasi ini merupakan upaya positif dan salah satu upaya yang apabila ini kita lakukan dengan benar dengan segala permasalahan yang ada dapat diselesaikan bersama dan tujuan kita untuk merdeka ini bisa terselenggara. Undang-undang KIP ini sesungguhnya akan dapat mengungkapkan seluasluasnya tentang program kebijakan dan praktek penyelenggaraan negara serta memberikan peluang bagi setiap orang atau organisasi-organisasi, lembaga sosial lainnya untuk ikut melakukan pengawasan publik. Untuk itulah maka lembaga-lembaga atau Badan-Badan publik baik eksekutif, legislatif ataupun yudikatif harus siap untuk melayani informasi kepada publik sesuai dengan Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 30 ketentuan undang-undang ini. Secara kelembagaan dan fungsional maka untuk mengawal implementasi U n d a n g - U n d a n g Ke t e r b u ka a n Informasi Publik ini maka Komisi informasi yang ditugaskan dengan tugas dan wewenang antara lain; menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik, menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik,menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Dalam menjalankan tugas Komisi Informasi (KI) memiliki wewenang memanggil dan mempertemukan para pihak yang bersengketa, meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh badan publik, menerima keterangan atau menghadirkan pejabat badan publik atau pihak yang terkait sebagai saksi,mengambil sumpah setiap saksi untuk didengar keterangannya dalam memediasi dan melakukan sidang ajudikasi non-litigasi untuk menyelesaikan sengketa informasi publik. Membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi. Membuat standar layanan informasi dan pedoman umum ke b i j a ka n s ta n d a r p e l aya n a n informasi publik. Jika saja semua individu paham dengan makna yang terkandung pada ide-ide UU KIP ini maka barangkali permasalahan KKN tidak akan ada lagi di negeri ini. Pemahaman ini membutuhkan kemauan politik di semua stakeholders kemampuan untuk memperdayakan lembagalembaga Publik untuk bekerjasama dengan stakeholders dalam kerangka merencanakan dan memutuskan kebijakan publik. Namun demikian kita berharap agar UU KIP ini dapat merupakan sarana atau tameng bagi anggota masyarakat yang menginginkan perubahan bagi masa depan hidupnya, karena ada beberapa point penting pada undangundang ini yaitu : adanya pengakuan hak bagi setiap warga untuk menentukan masa depannya. adanya peluang masyarakat berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. merangsang masyarakat untuk berperan aktif dalam pengambilan kebijakan publik. dapat terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik, t ra n s p a ra , e fe k t i f, e f i s i e n , akuntabel dan dapat dipertanggung jawabkan. masyarakat harus mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. berkembangnya ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. meningkatnya pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Ada dua hal yang dapat dinyatakan bahwa UU KIP ini berhasil, yaitu apabila di satu sisi masyarakat pengguna informasi publik aktif memanfaatkan haknya sebagai pengguna informasi, dan di pihak lain badan publik menyadari bahwa tanpa pengguna informasi maka informasi publik yang disediakan tidak akan bermanfaat sama sekali yang berarti merupakan pembohongan publik. Badan-badan publik dalam rangka menyediakan layanan informasi harus berupa informasi yang cepat, valid, akurat, tidak menyesatkan dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Hal.31 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 32 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Hal.33 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 34 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Hal.35 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 l Hal. 36 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Hal.37 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014 Permenkes 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERLAKUAN FARMAKOPE INDONESIA EDISI V MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Farmakope Indonesia Edisi I V s e b a ga i m a n a d i t e t a p ka n d e n ga n Ke p u t u s a n M e n t e r i K e s e h a t a n N o m o r 1262/Menkes/SK/95 yang dilengkapi dengan Pemberlakuan Suplemen I, Suplemen II, dan Suplemen III Farmakope Indonesia Edisi IV sudah tidak sesuai lagi d e n ga n p e r ke m b a n ga n i l m u pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian ; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan Pasal 105 ayat (1) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberlakuan Farmakope Indonesia Edisi V; Mengingat: 1. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1 9 9 7 t e n t a n g P s i ko t r o p i k a ( L e m b a ra n N e ga ra Re p u b l i k Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 3. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan S e d i a a n Fa r m a s i d a n A l a t Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Ta h u n 2 0 1 0 N o m o r 5 8 5 ) , sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN T E N TA N G P E M B E R L A K U A N FARMAKOPE INDONESIA EDISI V KESATU: Mengesahkan dan memberlakukan Farmakope Indonesia Edisi V sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA: Pada saat Keputusan Menteri ini berlaku: 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1262/Menkes/SK/XII/95 tentang Pemberlakuan Farmakope Indonesia Edisi IV; 2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/150/I/ 2010 tentang Pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV; 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2012/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pemberlakuan Suplemen Kedua (II) Farmakope Indonesia Edisi IV; 4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 006/Menkes/SK/I/2012 tentang Pemberlakuan Suplemen III Farmakope Indonesia Edisi IV; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KETIGA: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 April 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI Hal.39 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2014