NEWSLETTER Edisi 3, Tahun 2013 Daftar Isi: Better Work Indonesia 2. Better Work Indonesia dan FSB Garteks: SMS Grievance System 3. Agenda Mendatang 4. Better Work di layar lebar 6. Training 2013 7. Profil : Elly Rosita Silaban 8. Pelatihan Hubungan Industrial bagi Para Pendamping Perusahaan Better Work Betterworkindo Better Work Indonesia didanai oleh: The Australian Government Netherlands Ministry of Foreign Affairs Swiss State Secretariat for Economic Affaris (SECO) Better Work Indonesia dan FSB Garteks: SMS Grievance System Bulan September merupakan awal baru bagi Federasi Serikat Buruh Garment Tekstil (FSB Garteks). Hal ini ditandai dengan masuknya teknologi berbasis selular ke dalam struktur serikat pekerja tersebut. Teknologi yang biasa dikenal sebagai SMS Grievance System (Sistem SMS Keluh Kesah) ini merupakan sistem komunikasi yang baru dan pertama kali dimiliki oleh serikat pekerja/ serikat buruh se-Asia Pacific. “Saya bangga sekali karena daerah Subang mendapat kesempatan pertama untuk mendapatkan penjelasan tentang sistem SMS keluh kesah kesah ini, serta diberikan kesempatan pertama pula untuk mencoba sistem tersebut,”kata Suherman, Ketua DPC FSB Garteks Subang, dalam sambutannya ketika membuka acara sosialisasi SMS Grievance System yang diadakan pada tanggal 14-15 September di Gedung BB Padi milik Pemerintah Provinsi Subang. Sosialisasi hal serupa juga dilaksanakan pada tanggal 28-29 September di Bogor. Nurbaeti, anggota Garteks Subangmenyatakan, ”Sekarang kami memiliki tempat untuk menyampaikan keluhan dan ketidak adilan yang kami terima. Selama ini kami hanya dapat berdiam diri dan berkeluh kesah kepada sesama rekan kerja. Apabila kami mengadu kepada pihak manajemen perusahaan, tidak ada tindak lanjutnya. SMS Grievance System ini diinisisasi oleh Better Work Indonesia dan kini telah diintegrasikan ke dalam FSB Garteks. Diharapkan agar dengan adanya sistem ini, maka keluhan para pekerja dapat diterima dengan baik, sehingga konflik atau perselisihan di tingkat perusahaan akan dapat dihindari. Sistem ini juga memampukan serikat pekerja untuk dapat menginspeksi dan menavigasi status keluhan pekerja sehingga ditindak lanjuti sebagaimana mestinya. Penggunaan SMS tersebut juga sangat mudah, cukup dengan mengirimkan pesan dengan format: nama pengirim, nama perusahaan, unit kerja, isi pesan/ keluhan . Keluhan-keluhan yang dikirimkan akan diterima dan dikelola secara sistematis oleh komputer. Sistem ini kemudian akan menyaring keluhan para pekerja sesuai dengan kategori yang ditentukan. Ada tiga nomor dari tiga provider berbeda yang didedikasikan khusus bagi para anggota FSB Garteks untuk menyampaikan keluhannya: • Telkomsel : 0813 1825 2000 • Indosat : 0857 1099 2000 • XL : 0819 089 32000 Agus Wijiono, Ketua SP Garteks di tingkat perusahaan di Bogor menyatakan, “SMS Grievance ini membantu untuk meningkatkan transparansi serikat pekerja di perusahaan.” Menurut beliau, hal ini juga dapat menjadi masukan serta koreksi terhadap cara kerja serikat di tingkat perusahaan. Agenda Mendatang: Oktober – Desember 2013 • Better Work Indonesia bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Tengah akan mengadakan sebuah pelatihan Lembaga Kerjasama Bipartit pada tanggal 24 Oktober 2013 di Semarang. • Kunjungan ke pabrik garmen oleh Agen Pemerintah Korea untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (KOSHA) dan perwakilan dari ILO pada tanggal 29 Oktober 2013. • Better Work Indonesia bekerjasama dengan pembeli Internasional menyelenggarakan pelatihan Kepekaan Budaya bagi pabrik-pabrik Korea pada tanggal 30-31 Oktober 2013, di Lembang, Jawa Barat. • Better Work Indonesia bekerjasama dengan Better Work Global menyelenggarakan sebuah pelatihan tentang Prosedur Keluh Kesah bagi Tim Pendamping Perusahaan pada tanggal 12-15 November 2013 di Bogor, Jawa Barat. • Better Work Indonesia dan ILO bekerjasama untuk membuat video diary tentang disabilitas dan akses terhadap pekerjaan. Better Work di Layar Lebar Ketika kehidupan nyata berpapasan dengan seni, ada semacam gelombang yang menggelitik para penonton. Ini adalah gambaran situasi penayangan film Kisah Tiga Titik yang diselenggarakan oleh Better Work Indonesia di bulan September lalu yang menyatukan sekelompok kecil pekerja, manajer, dan seorang produser film terkenal. orang yang mereka tahu, kenal sering kali berinteraksi dalam kehidupan kenal dalam kehidupan sehari-hari. Kisah Tiga Titik menceritakan tentang kisah tiga wanita bernama Titik yang bekerja di industri garmen. Kisahkisah mereka bersilangan dengan cara yang dramatis dan tragis, tetapi tokoh-tokoh lucu pun memainkan peran penting dalam film tersebut. Pada layar film, tampak Titik, seseorang yang baru saja mendapat kenaikan jabatan sebagai pengawas melihat seorang wanita muda pekerja, yang juga bernama Titik sedang berlinang air mata dan Titik sang pengawas memberikan perintah untuk menyiapkan sebuah ruang pribadi kepada manajer lain yang terlihat gagap dan gugup. Para penonton tertawa seolah-olah mereka sudah terbiasa dengan hal itu. Gambaran tentang “Isu-isu yang ditampilkan dalam film adalah hal yang serius,” ujar Lola Amaria, produser film Kisah Tiga Titik. “Para penonton dengan setia menyaksikan film tersebut selama 90 menit, jadi sudah seharusnya mereka dapat menikmati film tersebut. Keberadaan hal yang menimbulkan tawa yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari itu penting.” Film ini adalah titik tolak yang kemudian memicu sebuah diskusi tentang isu-isu ketenagakerjaan yang dihadapi setiap hari. Dalam sebuah diskusi kelompok yang dilakukan setelah penayangan film tersebut, Better Work Indonesia seorang manajer yang malang, tiga karakter protagonis, di samping aktor-aktor lainnya adalah gambaran orang- bertanya kepada para peserta apabila film ini adalah penggambaran yang akurat tentang hal-hal yang telah mereka saksikan atau dengar. “Mereka semua mengiyakan,” ujar Mohamad Anis Agung, Kepala Pendamping Perusahaan di Better Work Indonesia. “Para penonton juga berpikir adalah baik untuk menyaksikan sebuah film dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Mengapa hal ini terjadi dan apa yang mereka harus lakukan? Para penonton yang hadir juga memiliki peran yang penting untuk menghindari agar hal-hal tersebut terjadi di pabrik-pabrik mereka bekerja,” katanya. untuk para pekerja di pabrik-pabrik garmen di Indonesia. Film tersebut tidak menawarkan pemecahan oleh karena tokoh-tokoh protagonis berjuang dengan kehidupan mereka sehari-hari di sektor garmen. Produser film ini berkata bukan tugasnya untuk menyampaikan pada para pemirsanya apa yang harus diperbuat. “Apabila saya menawarkan solusi, saya berdusta pada para pemirsa saya,” ujar Amaria. Film ini menangkap isu-isu yang muncul di industri garmen seperti lembur yang tidak dibayar, pekerja anak, dan hak-hak wanita yang sedang hamil dari perspektif seorang wanita. Topik-topik dalam film sangat kuat, emosional, bahkan berlebihan pada saat tertentu, tetapi para penonton yang hadir dapat menggunakan film tersebut untuk berdiskusi mengenai berbagai konsekuensi dalam kehidupan nyata. Walaupun karakter-karakter yang ada kadang-kadang tampak berlebihan, Amaria berkata bahwa mereka bersumber dari orang-orang yang ia temui selama tiga tahun masa penelitian film tersebut. Keakraban terhadap karakter-karakter yang ada serta situasi kehidupan mereka terasa dekat sekali dengan para penonton. “Setelah saya menyaksikan film tersebut, saya tahu bahwa film tersebut terinspirasi oleh kisah nyata,” ujar Hardiansyah dari PT. Gunung Salak, salah satu dari pabrik yang menjadi mitra Better Work Indonesia. “Film tersebut menginspirasi saya untuk mencegah terjadinya hal-hal yang sama di pabrik tempat saya bekerja.” Ruang ini memungkinkan bagi para pemirsa, yang menjalani permasalah ini sehari-hari, untuk tampil dengan pemecahan mereka masing-masing. “Film ini sangat inspirasional,” ujar Eka Restu Pangesti dari PT. Doosan Jaya. Status selebritas Amaria membawa daya tarik yang baru pada dialog sosial. Setelah film tersebut, para peserta mengantri untuk berebut berfoto dan bersalaman, tetapi untuk Amaria, tujuan dari film ini bukan untuk mendapatkan penghargaan, ujarnya, tetapi untuk mempengaruhi perubahan dalam tingkat tertentu Training 2013 Dalam rangka meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia serta membantu industri garmen untuk lebih produktif dalam kondusif dalam menjalankan usahanya, Better Work Indonesia telah menyiapkan beberapa pelatihan yang dirancang khusus bagi para manajer, penyelia dan para pekerja, yang dapat dilaksanakan baik di dalam ruangan kelas maupun di pabrik-pabrik. Adapun pelatihan yang kini ditawarkan oleh Better Work Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Manajemen Penanganan Kebakaran 2. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 3. Anti Pelecehan dan Kekerasan 4. Kerjasama di Tempat Kerja 5. Lembaga Kerjasama Bipartit 6. Pelatihan Keahlian Supervisi 7. HIV & AID di Tempat Kerja Better Work Indonesia juga bekerjasama dengan tenaga pengajar yang telah berpengalaman di bidangnya serta menggunakan pendekatan yang partisipatif dalam rangka meningkatkan partisipasi para peserta dalam pelatihan yang diselenggarakan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pelatihan tersebut, dapat menghubungi: Sutrisna, Petugas Pelatihan di alamat e-mail: [email protected] Profil Elly Rosita Silaban Memimpin sebuah federasi serikat pekerja di Indonesia bukan hal yang mudah, apalagi menjadi wanita yang memimpin sebuah federasi serikat pekerja. Elly Rosita Silaban adalah pemimpin Federasi Serikat buruh Garmen Tesktil (FSB Garteks) dan buatnya diskriminasi karena ia adalah wanita bukan hal yang aneh. membayar upah yang begitu tinggi. Mereka pasti akan pergi,” katanya. Federasi-federasi yang lain, menurutnya mendorong peningkatan dalam hal upah minimum secara lebih dramatis, tetapi bagi Silaban, ia lebih mengutamakan agar pabrik-pabrik garmen tersebut tetap ada dan membayar upah layak daripada menutup perusahaan dan segera mencari daerah-daerah lain atau bahkan negara-negara lain. Wanita ini telah melihat dampak dari pengangguran semasa mudanya di Sumatra Utara. Sebagai seorang yang gigih, Silaban melanjutkan pendidikannya di dalam maupun diluar sekolah. Ia berkata bahwa dunia adalah universitas baginya. Pandangan yang demikian telah membawanya mendapatkan sebuah pekerjaan di Jakarta yang kemudian mengubah kehidupannya. Pada tahun 1995, Silaban menerima pekerjaan sebagai seorang sekretaris untuk sebuah law firm milik Mochtar Pakpahan yang juga adalah ketua dari sebuah serikat pekerja, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Dibawah pimpinan Mochtar Pakpahan, wanita ini terinspirasi untuk membela hak-hak pekerja. “Tidak mudah untuk menjadi seorang wanita pemimpin,” katanya kepada Better Work Indonesia baru-baru ini. “Di awal karir, saya sering kali menangis mendengar cibiran yang mempertanyakan peran wanita dalam memimpin organisasi seperti Garteks. Tetapi serikat pekerja telah membuat saya menjadi seorang yang lebih kuat dan tangguh,” Kesulitan demi kesulitan yang dihadapi telah membuatnya menjadi seorang perempuan pemimpin yang lebih baik bagi ribuan pekerja federasi yang diwakilkannya saat ini. Kini, Silaban siap menghadapi berbagai tantangan yang terkait dengan dunia ketenegakerjaan di Indonesia di masa yang akan datang. Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi adalah perdebatan tentang upah minimum yang semakin meningkat. Di tahun 2012, tiga gubernur menaikan upah sampai dengan 40 persen, sebuah kenaikan yang menyebabkan sektor garmen tidak mungkin mampu untuk memenuhinya. “Saya merasa bahwa kita harus bisa rasional mengenai hal ini daripada mengharapkan pabrik-pabrik untuk “Ada istilah dalam bahasa Indonesia: Tak Kenal Maka Tak Sayang.” Kata Silaban. Namun, hal itu tidak berlaku bagi dirinya. Menurutnya berpartisipasi dengan pekerjaan yang berhubungan dengan SBSI telah memampukan wanita ini untuk “ dapat bertahan dalam perjuangannya.” Di tahun 2003, Silaban telah ditunjuk untuk menjadi Ketua umum untuk FSB Garteks dan masih terus berjuang hingga kini dalam rangka membela hak-hak pekerja. Walaupun hak-hak pekerja telah meningkat selama masa kepemimpinannya, Silaban percaya bahwa perjuangannya belum berakhir. Serikat pekerja masih harus terus di dorong untuk maju. “Saya ingin agar serikat pekerja dapat terus terlibat dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut industri garmen karena hal ini akan berdampak pada kehidupan para pekerja,” kata wanita ini. Pelatihan Hubungan Industrial bagi Para Pendamping Perusahaan Better Work Industri garmen mengalami perkembangan yang sangat pesat. Karena kenaikan harga yang terus terjadi seperti di China, menjadikan Indonesia semakin menarik perhatian para pemain industri ini. Para pemasok dan pembeli kembali menemukan keuntungan melakukan bisnis di Indonesia, Hal ini dibuktikan dengan angka pertumbuhan di industri garmen yang mencapai lebih dari 8% selama beberapa tahun belakangan ini. Namun seiring dengan pertumbuhan industri ini, tak jarang kita temui banyak tantangan yang menyangkut hubungan industrial. Pemerintah, serikat pekerja, manajemen pabrik dan pekerja memainkan peranan yang penting untuk memastikan hasil yang baik bagi semua pihak. Faktor penunjang yang penting dalam hal ini adalah komunikasi. “Pelatihan tentang hubungan industrial ini telah membuka wawasan saya terhadap berbagai persoalan hubungan industrial yang mungkin saja dihadapi di dalam pekerjaan saya nantinya,” kata Dinah Paramita Madiadipura, seorang Penasihat Perusahaan dari Better Work Indonesia. Indonesia menjadi tuan rumah bagi rekan-rekan yang berasal dari Yordania, Kamboja, Nikaragua dan kehadiran peserta dari tingkat global tersebut malah menambahkan perspektif yang berbeda terhadap isu tersebut; hal ini telah meningkatkan kualitas dari pelatihan menurut Madiapura. Hubungan Industrial yang baik hanya dapat terjadi apabila ada komitmen yang kuat dari pemerintah, pemangku kepentingan, serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, menurut Dan Cork dari Better Work Global. “Salah satu tantangan yang ada di Indonesia dalam rangka penyelesaian permasalahan hubungan industrial adalah kebutuhan bagi para mitra sosial untuk terus mengembangkan lembaga tripartit, kesepakatan nasional mengenai standar kerja yang layak di industri padat karya,” katanya. Cork juga menambahkan bahwa anggota tripartit dapat meningkatkan sosial dialog yang lebih efektif di tingkat nasional, sementara pabrik-pabrik yang ada di Indonesia juga harus terlibat dalam konstruktif dialog and resolusi konflik yang effektif. Pembelajaran dan pembagian pengetahuan harus terjadi dua arah. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, industri garmen di Indonesia terus mengalami transformasi; negosiasi upah yang tengah berjalan serta munculnya kebutuhan industri yang ada, menyebabkan peranan Better Work Indonesia menjadi semakin penting dalam rangka mendukung anggota tripartit untuk terus menyediakan jalur komunikasi yang terbuka, sopan dan efektif. Newsletter ini diterbitkan oleh: ILO melalui Better Work Indonesia program. Opini yang terdapat didalam terbitan ini tidak mencerminkan pandangan resmi dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), maupun Korporasi Keuangan Internasional (IFC). Apabila ada pertanyaan lainnya, mohon menghubungi Petugas Manajemen Pengetahuan [email protected].