REVITALISASI LAYANAN PENGGUNA JASA KERETA API Bagi konsumen di ibukota, impian akan transportasi publik yang nyaman, dapat diandalkan di tengah padatnya kemacetan lalu lintas dan biaya yang terjangkau masih sulit untuk diraih. Salah satu alternatif yang banyak dipilih adalah kereta api, yang mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal, hemat energi, hemat lahan dan mengurangi kemacetan. Namun hingga kini kualitas layanan bagi pengguna jasa kereta api masih mengalami kemunduran yang serius, antara lain banyaknya kecelakaan antar atau di lintasan kereta api, seringnya keterlambatan, kurangnya pemeliharaan sarana dan prasarana, serta terbatasnya gerbong dan infrastruktur lain. Lebih jauh terkait dengan keselamatan konsumen, terjadinya disfungsi terhadap pengoperasian perkeretaapian akan berakibat fatal dan potensial merenggut nyawa manusia. Dari sisi koordinasi, masih terdapat ketidakjelasan tanggung jawab antara Departemen Perhubungan dengan PT Kereta Api Indonesia, dan PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek. Contohnya, pihak PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek mengaku tak bisa berbuat banyak mengatasi berbagai masalah kereta rel listrik karena kewenangannya ada pada PT KAI. Padahal masalahnya bersifat klasik, tapi belum dibenahi secara tuntas. Dengan kemampuan keuangan PT KAI yang terbatas , kualitas prasarana kurang optimal berakibat potensi kecelakaan akibat kurang handalnya prasarana tinggi. Apabila terjadi kecelakaan kereta api, maka tidak ada keputusan yang jelas atas penyebab kecelakaan tersebut karena menyangkut kesalahan regulator yang merangkap fungsi mekaksanakan pekerjaan operator. Hal ini menimbulkan 2 tantangan utama bagi kereta api yaitu kemampuan untuk dapat bersaing dengan sejumlah pasar transportasi yang lain dan sekaligus memberikan perlindungan kepada konsumen dari aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L). Mencermati kondisi tersebut, BPKN berupaya memberikan masukan yang konstruktif, yang hasilnya diberikan sebagai rekomendasi kebijakan strategis kepada Presiden, yaitu: 1. Pemerintah perlu mengkaji kembali secara jelas misi PT. KAI sebagai lembaga penyelenggara perkeretaapian, dengan menetapkan sasaran kebijakan yang menggunakan tiga indikator kinerja efektivitas pengguna dana PSO yaitu ketepatan waktu, jumlah pertumbuhan penumpang dan kepuasan Konsumen. 2. Pemerintah perlu menerapkan kompetisi pasar dan partisipasi sektor swasta dalam perkeretaapian agar dicapai efisiensi yang lebih tinggi. 3. Pemerintah perlu memperluas hak akses terhadap infrastruktur yang mengijinkan perusahaan perkeretaapian baru (swastanisasi) untuk memasuki pasar perkeretaapian. Hal ini mengingat keselamatan perkeretaapian merupakan aspek yang sangat penting dalam pengoperasian 1 KA, sementara kecelakaan KA di Indonesia kini sudah berada pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. 4. Untuk menanggulangi masalah keselamatan secara sistematik, pada level regulator perlu ditetapkan standardisasi keselamatan sebagai acuan bagi operator. Dalam manajemen PT. KAI perlu dibentuk organisasi baru yaitu pusat keselamatan yang bertugas mengorganisir aspek-aspek keselamatan yang melibatkan seluruh unit kerja perusahaan. 5. Pemerintah perlu mewajibkan penerapan standardisasi pelayanan transportasi KA sebagai independent tool yang menjembatani keinginan atau harapan konsumen untuk mendapatkan pelayanan umum dengan menggunakan fasilitas umum. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Departemen Perhubungan telah menyusun UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (UUKA) sebagai revisi dari UU No. 13 Tahun 1992. Beberapa poin penting yang terdapat dalam UUKA ini antara lain: a. pemerintah memiliki kewajiban menjamin subsidi operasi untuk pelayanan "Public Service Obligation"/PSO PT Kereta Api, khususnya untuk kelas ekonomi. b. Terdapat pemisahan fungsi dan kejelasan tanggung jawab antara regulator dan operator. Fungsi regulator tetap dipegang oleh pemerintah. Sementara kalangan swasta bisa terjun ke bisnis perkeretaapian, baik sebagai operator PT KAI, pengelola sarana dan prasarana atau badan penyelenggara prasana perkeretaapian saja. Berkaitan dengan UUKA tersebut, terdapat beberapa catatan penting dalam revitalisasi penyelenggaraan layanan kereta api yaitu: a. Dana subsidi PSO perlu untuk diaudit untuk mengevaluasi apakah alokasi subsidi sudah tepat sasaran. Dari hasil audit itu, pemerintah dapat mengkaji stuktur tarif kereta api kelas ekonomi yang proporsional sebanding dengan ketersediaan sarana dan layanan yang diberikan. b. Pemanfaatan dana PSO tidak hanya diarahkan untuk pengadaan gerbong, tapi juga membangun jaringan fasilitas pelayanan ticketing kereta api, khususnya bagi konsumen kelas ekonomi yang memiliki keterbatasan akses dan masih menggunakan cara manual. Pelayanan ticketing perlu disediakan sampai ke tingkat kecamatan untuk menghindari antrian panjang dan adanya jaminan kepastian tarif (tidak ada permainan harga). c. Dalam tiket kereta api, terdapat ketentuan klausula baku yang didalamnya antara lain mengatur mengenai layanan dan juga jaminan asuransi bagi konsumen. Bila terjadi kerugian yang diderita oleh konsumen akibat dari pelayanan pihak kereta api yang tidak memuaskan dari aspek kenyamanan, keamanan dan keselamatan, maka konsumen berhak mendapat ganti rugi. Untuk itu, PT. KAI perlu menyiapkan akses pemulihan hak bagi konsumen dengan baik dan menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) kereta api. d. SPM kereta api merupakan tolak ukur tingkat capaian layanan operator kepada konsumen (sesuai ketentuan Permenhub No. 41 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi). Hak konsumen berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 yang perlu diakomodasi di dalam penyusunan SPM antara lain: 2 • • • • • • • Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut Hak untuk mendapat pendidikan dan pembinaan konsumen Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi/penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya e. Selain penyusunan SPM, kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara perkeretaapian berdasarkan Ps. 15 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik antara lain: • menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat pelayanan; • menempatkan pelaksana yang kompeten; • menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; • berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; • memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan; • membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya; • bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik. Tips bagi Konsumen Kereta Api • • • Jadilah konsumen yang baik dengan ikut memelihara sarana dan prasarana, menjaga kebersihan dan keamanan kereta api. Belilah tiket kereta api di tempat yang sudah ditentukan, hindari pembelian dengan ‘calo’ karena tidak ada jaminan layanan dan akan merugikan konsumen dari aspek harga. Utamakanlah keselamatan dan jangan pernah naik ke atap kereta api untuk mengemplang kewajiban memiliki tiket. Bila merasa dirugikan dari aspek K3L, konsumen dapat menyampaikan pengaduan dan meminta pemulihan haknya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 3