I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi komunikasi memicu perusahaan atau
badan usaha untuk lebih kreatif menjadikan model pemasaran bertransisi
ke mobile marketing, yaitu pemasaran melalui media baru seperti dalam
bentuk SMS advertising. Metode pemasaran atau periklanan yang
dilakukan dengan mobile advertising memanfaatkan perangkat selular.
Aktivitas
marketing
communication
perusahaan
seiring
waktu
menggunakan fitur pesan singkat atau SMS (Short Mesagging Service)
sebagai media untuk mengiklankan produknya. Pelanggan layanan
telekomunikasi seluler yang jumlahnya banyak menjadikannya sebagai
sasaran target iklan produk oleh badan usaha atau operator selular, namun
perlu diperhatikan bahwa pelanggan merupakan fokus utama dalam
aktivitas pemasaran, dan hak-haknya sebagai konsumen harus menjadi
perhatian. Hal tersebut mendorong perlunya penerapan aturan yang
mengatur tentang tata cara beriklan, dalam bentuk kebijakan komunikasi,
baik berdasarkan pada perundang-undangan dan etika periklanan yang
menjadi kewajiban bagi badan usaha dalam pertimbangan pengambilan
keputusan untuk pemasaran suatu produk.
Aturan yang mengatur periklanan menjadi bagian dari kebijakan
komunikasi, yang mampu melindungi kepentingan masyarakat dari
kepentingan para pelaku usaha serta dapat menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat diantara pelaku usaha. Pesan iklan merupakan bentuk
komunikasi yang sifatnya persuasif dan memiliki kecenderungan
hiperbola, sehingga selalu dikuatirkan dapat menjadi pesan yang tidak lagi
sesuai dengan kenyataan. Hal tersebut pada akhirnya dapat merugikan
mereka yang diterpa oleh iklan.
Dalam perkembangan pemasaran, salah satu metode yang
berkembang digunakan adalah pemasaran melalui media Short Messaging
1
Service (SMS). SMS advertising menjadi peluang bagi para pelaku usaha
untuk beriklan atau memasarkan produknya.
Perusahaan operator seluler di Indonesia menggunakan layanan
iklan mobile, yang terarah dan memungkinkan iklan mencapai para
pengguna. Operator selular telah mengembangkan infrastruktur dan
ekosistem mobile advertising, sebuah platform yang memungkinkan
pengiklan untuk mempromosikan produk dan layanan kepada pelanggan
berdasarkan profil, yaitu langsung berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi,
waktu, jenis handset, data status dan ARPU (Avarage Revenue Per
User), yang akan membantu untuk memberikan iklan yang relevan
langsung ke target pasar yang paling potensial. Sehingga proses
penyampaian pesan iklan dapat menjadi efektif, efisien dan terukur.
Mobile advertising atau mobile marketing merupakan layanan
pengiriman iklan terbesar di dunia, yang terus mengalami perkembangan
atau peningkatan. Pada awalnya, pengembangan program tersbeut belum
terprediksi keberhasilannya, hingga terlihat saat ini.
Menurut lembaga riset Nielsen dalam situs resminya, penetrasi
smartphone di kawasan Asia yang sudah maju seperti Hong Kong dan
Singapura mencapai 87%, Malaysia (80%), dan kawasan Australia (75%).
Sedangkan untuk negara Asia dengan kategori sedang berkembang seperti
China, penetrasi smartphone mencapai 71%, Thailand (49%), Indonesia
(23%), India (18%), dan Filipina (15%). Dalam laporan Nielsen, Decoding
the Asian Mobile Consumer sebanyak 90% atau sembilan dari 10 pemilik
smartphone di China meng-klik mobile advertisement dalam satu bulan
bulan belakangan, demikian juga dengan 87% pemilik smartphone di
India, dan 78% di Jepang dan Hong Kong. Sedangkan pengguna di
Thailand dan Indonesia menunjukkan penolakan tertinggi terhadap mobile
advertising. Di Thailand, hanya 53% yang meng-klik iklan, dan di
Indonesia sebanyak 56% dalam satu bulan terakhir.1
1
Potensi Mobile Advertising di Asia Menjanjikan, (http://www.indotelko.com/kanal? c=gn&it=
Potensi-Mobile-Advertising-di-Asia-Menjanjikan, Akses 06 nop 2012, 16.00)
2
Menurut laporan terbaru yang diterbitkan oleh BuzzCity,2
penggunaan mobile advertising global meningkat lebih dari 38% selama
kuartal pertama tahun 2011. Ini berarti kira-kira terjadi peningkatan
sebesar 23,2 miliar mobile ads impression. Area pertumbuhan terbesar
meliputi area Amerika Tengah dan Selatan di negara-negara seperti Costa
Rica, Meksiko dan Venezuela dimana negara-negara tersebut memiliki
tarif yang rendah dan juga kualitas jaringan yang baik, dan Mesir mencatat
peningkatan sebesar 144%. Negara-negara lain yang menunjukkan
pertumbuhan yang signifikan adalah Spanyol dengan pertumbuhan 225%,
China sebesar 130%, Korea Selatan dengan 92%, Thailand dengan 92%
dan Turki sebesar 80%. Ada beberapa poin mengenai pertumbuhan mobile
advertising dari hasil penelitian BuzzCity di kuartal pertama tahun 2011.
Beberapa poin menjadi menarik karena ternyata Indonesia memiliki andil
yang cukup besar dalam bidang mobile advertising. India, Indonesia,
Amerika Serikat, Korea dan Afrika Selatan melanjutkan dominasi mereka
sebagai lima negara teratas dalam bidang mobile advertising. Indonesia
berada di posisi kedua sebagai negara yang berhasil menarik perhatian
pengiklan. Dengan pencapaian peningkatan banner iklan sebesar 31% di
kuartal ini, dan semakin berkembangnya pengguna Internet di Indonesia,
hal ini dapat menjadi potensi tersendiri untuk menciptakan aplikasi mobile
yang profitable. Selengkapnya bisa dilihat pada tabel berikut:
2
Mobile Advertising dan Potensi Besarnya di Indonesia, (http://www.teknojurnal.com/
2011/04/25/mobile-advertising-dan-potensi-besarnya-di-indonesia/, Akses 06 np 2013, 16.15).
3
Tabel.1a.1
Quarterly ranking:Top 20 Mobile advertising countries
Badan usaha yang banyak memanfaatkan SMS advertising di
Indonesia adalah operator selular yang mengiklankan berbagai produk dan
jasa telekomunikasi kepada para pelanggannya.
Dalam menjalankan aktivitas periklanan tersebut, setiap operator
seluler wajib untuk menerapkan kode etik dan menjaga kerahasiaan
informasi atau privasi pelanggan. Pijakan terhadap koridor hukum yang
berlaku dan tidak memberikan toleransi atas terjadinya kesengajaan yang
mengakibatkan terjadinya pelanggaran aturan juga menjadi landasan.
Dengan mekanisme ini, operator seluler harus dapat melindungi
kepentingan pelanggan dan industri telekomunikasi di Indonesia untuk
tetap dapat tumbuh positif dan memberikan kontribusi terbaik bagi
Indonesia.
Milne dan Rohm (2000) menjelaskan bahwa berdasarkan aspek
demografi, konsumen yang sudah lanjut usia atau dewasa memiliki
4
pengetahuan yang cukup sehingga memiliki kepedulian untuk lebih
memperhatikan secara seksama setiap informasi yang diterima. Konsumen
atau pelanggan dianggap lebih bisa mempertimbangkan dengan hati-hati
setiap informasi, sehingga bisa menentukan pembuatan keputusan yang
lebih bijaksana. Berbeda dengan individu yang umurnya lebih muda,
dianggap belum cukup memiliki pengetahuan dan cenderung meremehkan
informasi yang diterima. mereka cenderung mengabaikan informasi yang
diterima sehingga tidak begitu mengkhawatirkan informasi yang bisa
dianggap menganggu privasinya.3
Hal ini cukup berpengaruh pada pengolahan informasi SMS
advertising, yang menjadikan konsumen untuk bersikap berhati-hati atas
produk yang ditawarkan kepada dirinya. Pada intinya semaksimal
mungkin bagi badan usaha beriklanlah dengan informasi yang lengkap,
benar dan mudah dipahami oleh setiap pelanggan. Informasi yang lengkap
dan benar, mudah dipahami menjadikan pesan iklan lebih nampak etis,
lebih berfungsi daripada menjadi pesan yang menganggu privasi atau
merugikan.
Aktivitas mobile marketing dengan memanfaatkan media yang
bersentuhan secara personal dengan pengguna, sekaligus memiliki posisi
sebagai pelanggan/ konsumen, maka diperlukan kebijakan komunikasi
dalam bentuk aturan-aturan dan etika seperti Etika Pariwara Indonesia dan
undang-undang yang mampu membatasi perbuatan sewenang-wenang
pengiklan yang berujung pada persaingan tidak sehat, selain itu mampu
melindungi hak konsumen sehingga tidak mengakibatkan dampak
ketidaknyamanan yang merugikan konsumen.
SMS advertising dalam perspektif manajemen memang menjadi
efektif sebagai sarana promotion bagi corporate. Dilihat dari keefektifan,
pemasaran melalui pesan singkat tidak memerlukan biaya yang lebih
banyak dibandingkan dengan beriklan melalui fitur lain. SMS advertising
3
Milne, G.R, & Rohm, A.J. 2000. Consumer Privacy and Name Removal Across Direct Marketing
Channels: Exploring Opt in and Opt out Alternatives. Journal of Public Policy and Marketing, hal
238-249
5
dapat diterima oleh siapapun pengguna telepon seluler, baik yang berada
di luar wilayah dengan jangkauan layanan internet, terbatas oleh frekuensi
penyiaran televisi, dan keterbatasan dalam mengakses fitur telepon selain
telepon dan SMS, namun seperti diketahui bahwa dampak negatif yang
muncul adalah penyampaian pesan yang harus menyesuaikan jumlah
maksimal karakter SMS yang berjumlah 150 huruf tersebut, dapat
membuat informasi yang tersampaikan menjadi tidak maksimal, dan
intensitas pengiriman sering kali dapat menjadi gangguan.
Segala macam pemasaran yang dilakukan oleh produsen sudah
seharusnya melihat respon dari pelanggannya, ketika mempertimbangkan
konsumennya bukan hanya orang-orang dengan kemampuan yang cukup
maka ada strategi yang dibuat agar apa yang disampaikan dapat dicerna
dengan baik oleh pelanggannya.
Saat produsen memilih menggunakan SMS sebagai media
pemasaran, maka pertimbangan-pertimbangan yang harus dilihat adalah
aturan tentang media yang digunakan tersebut berdasarkan kebijakan atau
policy yang berlaku pada daerah atau teritorial tempat operasionalnya
pemasaran tersebut. Hal yang pokok didasarkan dengan melihat telepon
seluler adalah perangkat yang dimiliki oleh masing-masing orang yang
sifatnya sangat personal, pesan langsung sampai kepada penerima, dan
dengan perilaku cara mengolah informasi yang berbeda-beda dan aktivitas
yang berbeda juga. Apalagi berkaitan dengan isi iklan atau pesan yang
harus sesuai dengan apa yang disampaikan. Tata cara atas kapan
mengirimkan pesan iklan dan bagaimana menyampaikannya juga perlu
diperhatikan, karena memiliki kecenderungan untuk melanggar ruang
pribadi dari orang lain yang berkedudukan sebagai pelanggan, dan hal ini
terus menjadi permasalahan yang tidak berkesudahan.
Permasalahan di bidang telekomunikasi sudah menjadi masalah
krusial yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia, baik dari sisi
teknologi, kultural dan kebijakan yang mengaturnya. Kebutuhan
pelanggan jasa telekomunikasi yang masih bersifat latah terhadap berbagai
6
layanan yang tersedia, didukung keterbatasan akses pada informasi
menyebabkan kurangnya kesadaran terhadap informasi pada layanan yang
sesuai dengan kebutuhannya tersebut.
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sektor
bidang telekomunikasi menyumbang jumlah keluhan tiga besar setelah
sektor perbankan dan perumahan. Keluhan yang paling banyak adalah
iklan layanan konsumen yang tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan antara informasi yang disampaikan
melalui iklan dan layanan yang dirasakan oleh konsumen. Informasi
melalui iklan tersebut tentu karena kurang jelas, tidak transparannya
‘Product Knowledge’ dan diterimanya pesan iklan secara mentah oleh
pelanggan.4
Sularsi (dalam Wachyu 2013) yang berkedudukan selaku Ketua
Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI)
menjelaskan bahwa dulu pengaduan yang paling banyak adalah persoalan
pulsa, tapi sekarang adalah soal internet. Tawaran prabayar dan kapasitas
data sering kali tidak memberikan penjelasan terperinci. Konsumen hanya
diberi informasi kecepatan maksimum, tapi tidak diberi tahu kecepatan
minimum, padahal kenyataannya kecepatan maksimum tidak pernah dapat
tercapai karena kurang tersedianya teknologi terkini dan infrastruktur
jaringan yang kurang dan keterbatasan frekuensi.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka kendala yang dihadapi
oleh pelanggan adalah permasalahan pada keterbatasan informasi tentang
produk yang ditawarkan, yang akhirnya mengakibatkan kerugian.
Permasalahan
telekomunikasi
yang
sering
dirasakan
oleh
pelanggan, dapat dilihat juga seperti dari kasus yang dialami oleh
pengguna layanan telekomunikasi di salah satu kota di Indonesia, yaitu di
Surabaya. Pada tahun 2011, Direktur Lembaga Perlindungan Konsumen
Surabaya (LPKS), Paidi Pawiro Rejo menjelaskan bahwa keluhan
4
Wachyu. 2013. “Layanan Telekomunikasi I Pemerintah Menyoal Janji-janji Manis Operator,
Hentikan Istilah Iklan Gratis”. Koran Jakarta. (http://m.koran-jakarta.com/index.php?
id=114942&mode_beritadetail=1. Akses 17 Juni 2013)
7
terhadap jasa telekomunikasi meningkat sebanyak 7%. Pihaknya mencatat,
masalah tarif masih menduduki peringkat pertama yang sering dikeluhkan
pelanggan. Hal ini disebabkan oleh kelemahan sistem dan regulasi dalam
pelayanan jasa telekomunikasi yang membuat tidak ada jaminan bagi
konsumen telekomunikasi. Masyarakat sering tiba-tiba mengalami
kehilangan sejumlah nominal pulsa. Selain itu, keluhan mengenai jaringan
dan sinyal menduduki peringkat selanjutnya disamping persaingan iklan
antar operator. Masalah lain yang tidak luput dari perhatian adalah
masyarakat keberatan dengan sistem iklan yang dilakukan operator
telekomunikasi dengan menggunakan SMS (Short Message Service) atau
SMS advertising tersebut, yang kerap dianggap mengganggu.5
Pemasaran atau promosi melalui SMS advertising dapat direlasikan
dengan beberapa aturan, seperti pasal dalam Undang-undang ITE dan etika
periklanan. Salah satu pasal yang memiliki keterhubungan dengan
aktivitas SMS advertising adalah pada pasal ke-9. Dalam Undang-undang
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 9
disebutkan bahwa badan usaha yang menawarkan produknya melalui
media elektronik, wajib menyediakan atau memberikan informasi yang
jelas mengenai produk yang ditawarkannya tersebut. Melihat pada pasal
ini, tentunya suatu perusahaan yang menyampaikan informasi tentang
produknya menggunakan cara beriklan yang dapat diterima dengan baik
oleh pelanggan. Cara beriklan melalui media merupakan suatu cara
menyampaikan informasi yang menggambarkan tentang kebijakan
komunikasi perusahaan dalam berkomunikasi dengan pelanggannya
melalui media yang digunakannya.
Setiap operator seluler yang menjalankan program mobile
advertising, maka SMS advertising dimanfaatkan untuk memasarkan
produk mereka sendiri, selain sebagai media yang mengiklankan produk
dan jasa milik badan usaha lain yang ingin memasarkan produk mereka.
5
Den Yop. 2011. “YLKI: Telekomunikasi Rampok Pelanggan”. Surabaya Post Online. (http://
www.surabayapost.co.id/?mnu= berita&act=view&id=a1877366e183533540e65c5caa638b81&
jenis= c81e728d9d4c2f636f067f89cc1486c Akses 17 Juni 2013).
8
Peran perusahaan sebagai media mobile advertising, khususnya SMS
advertising menjadikan posisi perusahaan sebagai media periklanan.
Setiap operator seluler sebagai perusahaan yang bergerak dalam jasa
layanan telekomunikasi, dengan program mobile advertising dalam bentuk
SMS advertising tentunya diterpa oleh adanya
kebijakan-kebijakan
komunikasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dan sudah semestinya untuk
menerapkannya.
Kebijakan komunikasi perusahaan dalam menyampaikan informasi
iklan dilihat berdasarkan cara perusahaan menyusun pesan SMS
advertising dengan unsur-unsur komunikasi. Perusahaan atau badan usaha
yang menggunakan pemasaran melalui SMS tentu dibatasi oleh jumlah
space dan memerlukan pertimbangan-pertimbangan dalam mengirim
pesan singkat yang dibuat berdasarkan karakter maksimal jumlah 160
huruf, dan unsur-unsur komunikasi dalam pesan SMS advertising
semestinya juga berdasarkan pada etika yang berlaku, yakni Undangundang No.11 tahun 2008 tentang ITE pasal ke-9 dan Etika Pariwara
Indonesia.
Fenomena dari banyaknya dampak negatif yang muncul karena
Iklan telekomunikasi, yang dilandasi oleh cukup banyak keluhan tentang
kerugian dari informasi yang disiarkan terkait produk telekomunikasi
maka urusan ini menjadi fokus tersendiri yang ditangani oleh kementrian
komunikasi dan informatika. Iklan telekomunikasi tersebut menjadi
perhatian karena dalam Etika Pariwara Indonesia tidak terdapat bagian
yang membahas tentang produk telekomunikasi. Surat Edaran yang dibuat
oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika disebarkan dan ditujukan
kepada seluruh direktur perusahaan telekomunikasi agar dapat mematuhi
peraturan-peraturan dalam membuat iklan untuk produk yang dibuatnya.
Peraturan-peraturan tersebut, mewajibkan setiap perusahaan
operator seluler wajib membuat iklan produknya yang disiarkan dengan
media apapun harus berdasarkan pada Etika Pariwara Indonesia, dan
aturan perundang-undangan. Kurangnya informasi tentang produk atau
9
layanan yang ditawarkan akan mengakibatkan kerugian bagi pelanggan,
seperti kronologis kasus berikut yang didapatkan dari beberapa sumber:
Tabel.1a.2 Contoh Kasus
Kasus
SMS dari 1818,
langganan RBT
Deskripsi Permasalahan
SMS dengan isi “Anda akan dikenakan biaya berlangganan
setelah 7 hari. Utk daftar lagu lain kirim RBT ke 1818. Kirim
unsub ke 1818 untuk berhenti”. Selanjutnya seminggu
kemudian, pelanggan mendapat sms dari 1818: “Terima kasih
masa berlangganan RBT Anda telah diperpanjang utk 30 hari”.
Untuk perpanjangan masa berlangganan ini pelanggan
dikenakan biaya berlangganan RBT sebesar Rp. 5.500.
ketentuan besarnya tarif tersebut diinformasikan melalui
website.
Respon dari Operator terkait layanan: (1) Program free RBT
kepada seluruh pelanggan telah dinonaktifkan. (2) Pelanggan
diberikan gratis RBT hanya periode 7 hari, pelanggan akan
dikirimkan notifikasi reminder 3 hari sebelum periode gratis
habis. (3) setelah engecekan, pelanggan tidak menerima SMS
notofikasi reminder, dan operator beralasan dengan kesalah
sistem
Pengguna kartu
As “paket
jagoan serbu:
Karena tergiur iklan di televisi tentang paket jagoan serbu, lantas
pengguna mencoba untuk pindah paket dengan menghubungi
*100#. Ternyata biaya sms paket jagoan serbu lebih mahal yaitu
Rp.115/sms daripada paket regular yang Rp. 99/sms. Ternyata
tidak ada cara untuk kembali ke paket sebelumnya (informasi
dari CS 116), karena paket yang baru didaftarkan bersifat
permanen.
Program
“Talkmania”
Dalam iklannya, Telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke
sesama produk operator selular itu selama 5.400 detik atau 90
menit. Untuk mendapatkan layanan itu, pulsa pelanggan akan
dikurangi Rp3 ribu setelah mendaftar melalui SMS dengan
10
mengetik “TM ON” yang dikirim ke nomor 8999 terlebih dulu.
Iklan ini biasanya ditawarkn melalui layanan SMS.
program “Talkmania” dengan tetap menarik pulsa pelanggan
meski keutamaan dalam program itu tidak diberikan. Pelanggan
merasa kecewa karena layanan itu selalu gagal dan hanya
dijawab dengan pernyataan “maaf disebabkan sistem di operator
selular tersebut sedang sibuk” serta disuruh mencoba lagi,
dengan pulsa pelanggan tetap dikurangi, dan apabila terus dicoba
tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi. Ada juga
pelanggan bernama Ulung (34 tahun) mengatakan, penggunaan
layanan Talkmania yang diiklankan Telkomsel itu seperti
“berjudi”, maksudnya Kadang-kadang berhasil, kadang-kadang
gagal, namun pulsa tetap ditarik.6
Berdasarkan contoh kasus tersebut, ada beberapa point yang bisa
disimpulkan,
diantaranya:
(1)
Syarat
dan
ketentuan
yang
merekomendasikan untuk megunjungi website. Perihal ini, tentu tidak
semua pelanggan memiliki kapabilitas untuk mengakses internet; (2)
Negatif option. kirim unsub ke 1818 utk berhenti. Sudah saatnya tidak
dipergunakan lagi; (3) penjelasan atas siapa yang mempertanggung
jawabkan kesalahan sistem, haruskah pelanggan menanggung risiko dari
suatu kegagalan system operator.(4) Operator memang melakukan proses
refine atau pengembalian pulsa pelanggan namun Bagaimana dengan
nasib pelanggan yang tidak mengadu. Ujung permasalahan dapat diatasi
dengan operator yang ‘merefine’ atau mengembalikan kembali pulsa
nomor-nomor (handpone) yang gagal itu.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen
(LAPK), Farid Wajdi, SH, MHum menjelaskan contoh layanan iklan milik
operator itu dapat dianggap manipulasi karena terjadinya “misleading”
atau perbedaan antara realisasi dengan janji. Semua peristiwa tersebut
6
Irwan. Telkomsel Diduga Lakukan Manipulasi dalam Iklan Talkmania
www.antarasumut.com/berita-sumut/hukum-dan-kriminal/telkomsel-diduga-lakukanmanipulasi-dalam-iklan-talkmania/ akses 09/11/2013, 14.22)
(http://
11
terjadi karena iklan operator selular tersebut adalah menjebak, saling
menjatuhkan dan tidak memiliki aturan yang jelas.7
Permasalahan tersebut merupakan beberapa contoh kasus yang
berawal dari SMS advertising yang sangat bergantung pada metode
penyampaian informasi lebih tentang produk atau layanan yang dipahami
oleh pelanggan. Dalam iklan memang ada layanan yang dimurahkan
namum ada konsekuensi lain yang harus diterima. Sayangnya informasi
tersebut tidak terlampir secara langsung, namun berupa rekomendasi atau
saran keada pelanggan untuk mencari dan mengakses informasi sendiri.
Pelanggan bukan hanya orang yang melek terhadap informasi, dan
sebagian besar diantaranya dalam keterbatasan akses. Sehingga kesadaran
dari pihak produsen dituntut untuk tidak memanfaatkannya melalui celah
kelalaian konsumen sebagai cara memperoleh keuntungan secara sepihak.
Maka dengan kepatuhan operator seluler sebagai badan usaha
dalam menjalankan Undang-undang No.11 Tahun 2008 pasal (9) dan Etika
Pariwara Indonesia pada metode penyusunan SMS advertising atau
kebijakan pemasaran perusahaan dalam berkomunikasi dengan pelanggan
melalui SMS advertising yang sesuai dengan etika dan aturan yang
berlaku, idealnya memberikan informasi secara jelas dan dipahami oleh
yang menerimanya.
Deskripsi tersebut menjadi fondasi untuk membangun penelitian
atas pentingnya aturan tentang kebijakan komunikasi
dalam mobile
marketing khususnya melalui SMS advertising yang akan melindungi
pengguna telepon seluler, dari jangkauan pengiklan, sehingga para
operator seluler yang juga sebagai pengiklan produk telekomunikasi
menerapkan aktivitas pemasarannya berdasarkan dengan Undang-undang
tentang ITE dan Etika Pariwara Indonesia.
7
ibid
12
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah
kesesuaian
penerapan
kebijakan
komunikasi
berdasarkan pasal ke-9 Undang-undang No 11. Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Etika Pariwara Indonesia dalam
SMS advertising oleh operator seluler GSM Prabayar periode Juli sampai
dengan November 2013?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kesesuaian
antara aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam pemasaran melalui sms
advertising dengan pasal (9) dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, bahwa penyajian informasi
produk dalam SMS
advertising sudah cukup jelas, dari metode atau
kebijakan yang dilakukan oleh masing-masing operator seluler.
D. MANFAAT PENELITIAN
Kesadaran pelanggan terhadap menemapaikan keluhannya
dirasakan masih kurang. Dari laporan yang bersumber dari YLKI ternyata
keluhan pada kurang jelasnya informasi yang disampaikan oleh pihak
penyelenggara layanan menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini nantinya dapat menjadi acuan
bagi:
1.
Pihak penyelenggara layanan telekomunikasi, yaitu masukan terhadap
kebijakan yang digunakannya dalam menyampaikan informasi
produknya melalui SMS advertising, apakah pesan mereka secara
efektif menarik pelanggan untuk memahami program yang ditawarkan
oleh mereka sudah jelas, sehingga perlu perubahan atau tidak.
2.
Pihak pemerintah, menjadi masukan berupa gambaran tentang
penerapan Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi
Elektronik
pada
program
SMS
advertising
yang
13
diselenggarakan oleh penyelenggara jasa layanan telekomunikasi,
telah benar-benar memberikan informasi yang jelas kepada pelanggan.
3.
Akademis, dapat menjadi sumber pengetahuan tentang kajian
komunikasi, khususnya kebijakan komunikasi dalam periklanan dan
referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji bahasan serupa.
4.
Masyarakat, dapat menilai penyusunan SMS advertising yang
diterimanya dari penyelenggara jasa layanan telekomunikasi.
E. OBJEK PENELITIAN
Pada dasarnya peneliti mengambil masa aktivasi kartu prabayar
masing-masing operator, yaitu setelah diberlakukannya surat edaran dari
kementrian komunikasi dan informatika, tentang penertiban iklan
telekomunikasi. Surat edaran tersebut berlaku mulai bulan April 2013.
Penertiban iklan telekomunikasi harus berdasarkan Etika
Pariwara Indonesia serta peraturan Perundang-undangan, salah satunya
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik pasal(9).
Pesan iklan langsung dikirimkan kepada pelanggan dengan tepat
sasaran berdasarkan umur, lokasi, jenis kelamin, hobbi, dan lain-lain, yang
menjadi faktor pertimbangan dalam pengukuran terhadap efektifitas atas
mobile marketing. Hal tersebut yang dijadikan dasar oleh operator untuk
menawarkan program SMS advertising dikirimkan berdasarkan status
pelanggan.
Maka dari itu, nomor SSIDN atau nomor telepon seluler yang
dijadikan objek untuk pengumpulan data atau SMS advertising
diregistrasikan dengan status yang sama, sehingga peneliti menganggap
bahwa semua media pengumpul objek dalam perlakuan yang sama.
Objek penelitin ini adalah SMS advertising yang berasal dari
semua operator seluler GSM pra bayar, yang berkedudukan sebagai badan
14
usaha yang melakukan mobile marketing. Data bersumber dari operator
seluler berikut:
(1) Telkomsel Simpati
(2) Telkomsel AS
(3) Indosat M3
(4) Indosat Mentari
(5) Three
(6) Xl Axiata
(7) Axis
Peneliti menggunakan perlakuan kesamaan status saat registrasi
pada semua operator tersebut agar karakter dari kebijakan yang masingmasing operator seluler terapkan pada SMS advertising tersebut dapat
dinilai secara umum. Dalam pengambilan objek, nomor ponsel yang
digunakan dalam perlakuan sama, yaitu registrasi berdasarkan status data
kepemilikan yang sama, sekaligus merupakan dasar informasi terkait
demografis dari sasaran sms advertising yang dapat tersegmen. Data status
kepemilikan tersebut, adalah sebagai berikut:
a)
Lokasi
: Regional Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
b)
Umur
: Dewasa (25 tahun)
c)
Jenis Kelamin : Lak-laki
F. KERANGKA TEORI
1. Etika Dalam Pemasaran
Menurut Shimp (2000), etika adalah tindakan moral yang
berkenan dengan setiap aspek komunikasi pemasaran. Fisk (1982)
mengemukakan lima prinsip yang berkaitan dengan tata pemasaran
yang etis dengan memberikan fokus perhatian pada konsumen, yaitu:
a) Principle of trade: prinsip yang berkaitan dengan saling
menguntungkan.
b) Principle of noncoercion: perilaku etis tanpa pemaksaan secara
fisik maupun psikologis.
c) Principle of fairness: berkaitan dengan perlakuan adil, bisa saja adil
atas informasi dan produk yang ditawarkan.
d) Principle of independent judgement: ada pertanggungjawaban yang
bersifat netral untuk menyelesaikan masalah.
15
e)
Principle of marketing: berorientasi pada memuaskan kebutuhan
konsumen.8
Prinsip-prinsip
tersebut
digunakan
untuk
menjelaskan
pengelolaan hubungan dengan konsumen sebagai fokus utamanya,
karena dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan/ konsumen dan
tidak memaksakan kehendak pemasar kepada konsumen, dapat
mendorong terciptanya suatu hubungan yang etis. Berkaitan dengan
metode pemasaran secara mobile, pemasar sebaiknya menerapkan hal
ini, karena dengan memperhatikan kebutuhan konsumen, informasi
yang diberikan akan disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Konsumen juga merasa tidak diintimidasi atas informasi yang diberikan
secara tiba-tiba oleh pemasar, dan tidak merasa dimanipulasi oleh
layanan yang tidak dibutuhkannya.
Hal senada juga tercakup dalam tiga konsep etika dalam
pemasaran menurut John R Boatright adalah:9
a) Fairness/ Justice. Fairnes menjadi pusat perhatian karena menjadi
kebutuhan yang paling dasar dalam transaksi pasar. Setiap
pertukaran atau transaksi dianggap fair atau adil pada saat satu
sama lain memberikan keuntungan (mutually beneficial) dan
memberikan
informasi
yang
memadai.
Namun
pemberian
informasi dalam transaksi memang masih diragukan. Hal tersebut
disebabkan karena penjual tidak memiliki kewahiban untuk
menyediakan semua informasi yang relevan kepada pembeli/
pelanggan, dan pembeli
memiliki
suatu
kewajiban untuk
diinformasikan mengenai produk apa yang dibelinya. Pertanyaan
engenai siapa yang memiliki kewajiban menyangkut informasi
terbagi dalam dua hukum tradisional pada pemasaran, yaitu caveat
8
Fisk, R.P. 1982. Toward A Theoretical Framework for Marketing Ethics. Southern Marketing
Association Proceedings, hal 255-259
9
Boatright, John R. 2006. Ethics and the Conduct of Business. (6th edition), Prentice Hall.
16
emptor (biarkan pembeli berhati-hati) dan caveat venditor (biarkan
penjual juga berhati-hati).
b) Freedom, yaitu memberikan jangkauan pada pilihan konsumen.
Freedom dapat dikatakan tidak terjadi bila pemasar melakukan
praktik manpulasi, dan mengambil keuntungan dari populasi yang
tidak berdaya seperti anak-anak, orang miskin, kaum lansia, dan
masyarakat yang terbatas akses informasinya.
c) Well being, merupakan suatu pertimbangan untuk mengevaluasi
dampak sosial dari produk maupun periklanan, serta keamanan
produk.
Konsep fairness pada etika dalam pemasaran, memiliki
kesamaan dengan teori kedudukan produsen dan konsumen, yang
berasaskan pada tujuan keadilan bagi kedua belah pihak, khususnya
dalam kepemilikan dan pengaksesan informasi terkait dengan suatu
produk yang ditawarkan. Hal ini juga yang kemudian dijadikan dasar
atau kerangka pemikiran pada aktivitas pemasaran melalui media
seperti telepon seluler dengan menggunakan fitur SMS advertising.
Layanan pesan singkat atau SMS merupakan bentuk sistem elektronik
yang memiliki aturan dalam pengoperasionalisasinya, apalagi berkaitan
dengan aktivitas pemasaran yang memerlukan etika. Sehingga demi
tercapainya keadilan bersama, bagi kedua belah pihak selaku pemberi
dan penerima informasi maka proses komunikasi tersebut dimediasikan
melalui pasal (9) Undang-undang N0. 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Konsep freedom pada etika dalam pemasaran merupakan bentuk
kesadaran dari produsen untuk memberikan akses bagi pelanggan agar
pelanggan tetap selalu dalam kondisi dilindungi saat mengkonsumsi
atau menggunakan suatu produk. Tidak terjadi kesengajaan dari pihak
produsen untuk membuat celah yang dapat merugikan pelanggan, dari
kelemahan pelanggan atau incapabilitas akses pelanggan. Dalam hal ini,
17
ketika berkaitan dengan produk yang ditawarkan melalui SMS
advertising, maka isi pesanpun tidak menggunakan cara yang rumit
yang kemungkinan besar akan membawa pelanggan kepada sesat tafsir
atau menjadikannya sebagai persyaratan kontrak yang mutlak
diputuskan secara sepihak.
Bila mengacu pada teori new media, bila freedom tersebut tidak
memberikan jalan keluar atau akses, yang tidak dapat diakses, maka
dalam artian berikanlah akses informasi yang langsung dapat diakses
oleh target penerima pesan iklan tersebut, sehingga
faedah dari
perkembangan teknologi komunikasi tersebut, benar-benar mampu
menjadi media yang menghubungkan kedua belah pihak secara
interaksi fungsional.
Konsep yang ketiga merupakan dampak serta konsekuensi
terhadap penawaran produk hingga sampai pada fase penggunaan
produk oleh pelanggan. Dampak sosial merupakan bentuk penerimaan
pelanggan terhadap cara beriklan, khususnya melalui SMS advertising
tersebut dengan berdasarkan pada
habit penggunaan pesan SMS
advertising. Hal ini bisa dilihat dari kecenderungan suatu pesan iklan
tersebut akan mengarah menjadi SMS advertising yang sifatnya spam
sebagai SMS sampah, atau menjadi sumber informasi bagi pelanggan.
Masalah ini dapat dilihat dari intensitas pengiriman SMS advertising
tersebut.
2. Etika Periklanan
Dalam industri yang berkaitan dengan periklanan atau pariwara,
ada aturan yang menjadi dasar dalam jalannya proses beriklan. Dalam
dunia periklanan, ada EPI atau Etika Pariwara Indonesia yang menjadi
acuan sebagai bentuk kepedulian yang menyetarakan industri
periklanan, berada diantara kewajiban untuk melindungi konsumen
dengan keharusan dalam melindungi pelaku periklanan dalam usahanya
dalam persaingan yang sehat.
18
Etika Periklanan ialah ketentuan-ketentuan normatif yang
menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk
dihormati, ditaati dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga
pengembannya. Etika Pariwara Indonesia berlaku bagi semua iklan,
pelaku, dan usaha periklanan yang disiarkan atau beroperasi di wilayah
hukum Republik Indonesia.
Pedoman etika (code of ethics) periklanan tersusun dalam dua
tatanan pokok, yaitu tata krama (code of conducts) atau tatanan etika
profesi, dan tata cara (code of pactice) atau tatanan etika usaha, yang
terlihat dalam bentuk wewenangnya yang mengikat ke dalam dan ke
luar. Maksud ke dalam, adalah bahwa etika perkiklanan siapapun yang
berkiprah dalam profesi apapun di bidang periklanan, serta segala
entitas yang ada dalam industri periklanan. Ke luar, berarti etika
periklanan mengikat semua pelaku periklanan, baik sebagai profesional
maupun entitas usaha terhadap interaksinya dengan masyarakat juga
pamong. Masyarakat adalah konsumen dari produk yang diiklankan,
atau penerima pesan iklan. Pamong adalah semua lembaga resmi, baik
di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Etika Pariwara memiliki asas, yaitu:
a) Jujur, benar dan bertanggungjawab
b) Bersaing secara sehat
c) Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama,
budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku.
Etika periklanan dilaksanakan dengan prinsip swakramawi (self
regulation)
yang berarti bahwa etika periklanan akan berjalan bila
dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pelakunya. Hanya saja akan selalu
ada permasalahan dalam pelaksanaannya, yang mendorong bahwa etika
periklanan wajib untuk terus disosialisasikan dan diupayakan dapat
termanfaatkan.
19
Kepedulian etika periklanan adalah semata-mata pada isi dan
metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, bukan
pada unsur-unsur efektifitas, estetika dan seleranya.
Fenomena metode periklanan yang saat ini dilakukan oleh
berbagai badan usaha seiring berkembangnya teknologi informasi dan
komunikasi dan pola komunikasi masyarakat yang sangat bergantung
pada tekonologi, adalah metode periklanan yang menyasar pada model
mobile advertising. Salah satunya adalah beriklan dengan model SMS
advertising atau SMS advertising.
Dalam etika periklanan, wahana iklan yang dimaksud salah
satunya adalah media baru (new media). Pesan periklanan pada media
baru harus dapat dibedakan antara inti pesan, dengan unsur satir atau
parodi, berita, karikatur maupun fiksi. Bentuk periklanan melalui media
baru yang dicakup oleh etika periklanan adalah iklan pada media
internet dan layanan pesan ringkas (SMS-Short Message Service).
Iklan layanan pesan ringkas (SMS-Short Mesage Service),
memilik aturan, diantaranya:10
a) Iklan atau promosi melalui layanan pesan rigkas tidak boleh
menggunakan data atau nomor ponsel ilegal, atau yang tidak dapat
dihubungi kembali.
b) Iklan atau promosi melalui layanan pesan ringkas hanya boleh
dilakukan
kepada
mereka
yang
sudah
menyetujui
untuk
menerimanya. Kecuali jika penerimaan pesan-pesan tersebut
semata-mata merupakan bagian atau konsekuensi dari keterikatan
mereka kepada atau atas sesuatu, seperti keagenan, komunitas,
keanggotaan, dsb.
c) Iklan untuk berlangganan apapun melalui SMS harus juga
mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas,
mudah dan cepat.
10
Etika Pariwara Indonesia. 2007
20
3. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Pasal (9) Sebagai Dasar Etika Beriklan
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 adalah kebijakan
komunikasi yang mengatur tentang segala perbuatan hukum yang
berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik, apalagi terkait
dengan aktivitas ekonomi melalui media elektronik. Media elektronik
menjadi alat yang menghubungkan antara beberapa pihak. Dalam
kegiatan jual beli, ada pihak penjual (pembuat produk) yang disebut
produsen dan ada pihak pembeli (Pengguna) yang disebut dengan
konsumen.
Telepon seluler adalah alat komunikasi berbasis sistem
elektronik yang digunakan untuk berbagai kepentingan berkomunikasi,
maka tidak luput dari kepentingan suatu perusahaan atau badan usaha
memanfaatkannya untuk media periklanan, guna menyampaikan produk
yang ingin ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang
jumlahnya cukup banyak sebagai pengguna telepon seluler.
Dalam pasalnya yang ke-9, Undang-undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan:
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap
dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen,
dan produk yang ditawarkan”
Berdasarkan keterangan pasal tersebut, maka suatu iklan yang
dikirimkan melalui media, khususnya dalam bentuk sms pada telepon
seluler harus melampirkan informasi tentang ketiga unsur tersebut, yang
dijelaskan sebagai berikut:
a) Syarat Kontrak, adalah informasi yang berisi tentang suatu
perjanjian atas kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah
pihak dalam proses penjualan dan pembelian produk.
21
b) Produsen, adalah informasi tentang siapa yang menawarkan
produk.informasi produsen adalah nama pelaku usaha yang harus
disediakan dalam SMS advertising.
c) Produk yang ditawarkan, adalah informasi tentang nama produk
atau program yang ditawarkan. Informasi berisi tentang karaker
produk seperti kelebihan yang akan diperoleh oleh pelanggan atau
konsumen.
Ketiga unsur tersebut menjadi dasar etis yang mendorong
perusahaan untuk selalu menerapkannya dalam setiap aktivitas
periklanan yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik dan
mejadi unsur penilai terhadap kepatuhan produsen kepada perlindungan
konsumen.
4. Iklan Telekomunikasi
Iklan telekomunikasi yang dimaksud seperti yang dijelaskan
oleh kementerian komunikasi dan informatika pada Siaran Pers
No.24/PIH/KOMINFO/3/2013 dalam Surat Edaran tentang penertiban
iklan telekomunikasi, yang dijelaskan sebagai berikut:
a) Iklan produk telekomunikasi yang di dalamnya disertakan layanan
telekomunikasi
(bundling)
atau
diberi
bonus
layanan
telekomunikasi seperti: kartu perdana seluler; modem internet;
telepon seluler; dan/ atau produk telekomunikasi lainnya;
b) Iklan layanan telekomunikasi yang meliputi informasi tentang tarif,
pulsa, dan kualitas layanan jasa: SMS; MMS; internet; layanan
data; voice; dan/ atau layanan jasa lainnya terkait dengan
telekomunikasi.
22
5. Kebijakan Komunikasi
Beberapa
karakteristik
untuk
mengemukakan
adanya
permasalahan kebijakan komunikasi, yaitu:11
1) Menyangkut kepentingan masyarakat luas
Permasalahan
dapat
dikatakan
sebagai
masalah
kebijakan
komunikasi jika terjadi dalam skala nasional. Permasalahannya
dapat dirasakan oleh orang banyak di beberapa wilayah dari
sumber persoalan yang sama.
2) Serius
Situasi yang tidak dapat diabaikan lagi, karena telah berada di batas
ambang toleransi.
3) Potensi menjadi serius
Mengantisipasi dan perlunya menerapkan kebijakan komunikasi
tertentu agar masalah tidak berkembang lebih serius dimasa yang
akan datang.
4) Ada peluang untuk memperbaiki
Tidak semua situasi problematis layak menjadi masalah kebijakan
komunikasi.
Kebijakan
komunikasi
pada
hakikatnya
adalah
untuk
memperlancar sistem komunikasi di Indonesia, yang bisa dimaksudkan
bahwa dengan adanya kebijakan komunikasi, maka proses komunikasi
yang mentransferkan informasi harus dapat dipahami dengan baik oleh
masyarakat berdasarkan pada informasi atau pesan yang tersampaikan
dengan baik, dan jelas informasinya. Sehingga komunikasi yang terjadi
tidak mengakibatkan dampak kerugian bagi mereka yang menjadi
komunikan.
Permasalahan yang dialami oleh masyarakat dari korban iklan
telekomunikasi, baik melalui media massa maupun media elektronik
cukup banyak, dan terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
11
Abrar, Ana Nadhya. 2008. Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek. Yogyakarta.
Gava Media, hal 50
23
6. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan bagian yang krusial dalam
proses
kebijakan
diimplemetasikan
publik.
agar
Suatu
mempunyai
program
dampak
kebijakan
atau
tujuan
harus
yang
diinginkan.12
Dalam pandangan Weimer dan Vining, ada tiga kelompok
variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi satu
program, yaitu:13
1) Logika kebijakan, suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan
mendapat dukungan teoritis.
2) Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan.
3) Kemampuan implementasi kebijakan, keberhasilan suatu kebijakan
dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari
para implementor kebijakan.
Implementasi atau penerapan suatu kebijakan dapat berarti
merupakan kedisiplinan para implementor kebijakan yang memiliki
kewajiban untuk melaksanakannya. Dalam lingkungan yang sedang
mengalami perkembangan dalam mobile marketing, maka keberhasilan
kebijakan
tersebut
dipengaruhi
oleh
tingkat
kompetensi
dan
keterampilan dari para pelaku bisnis, khususnya para produsen layanan
telekomunikasi.
Selain itu, menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok
variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu:
1) Variabel independent, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan
yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis
12
Dunn, William. 1999. Implementasi Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta. hal 24-25
13
Subarsosno, Ag. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka pelajar: Yogyakarta. hal 103
24
pelaksanaan keragaman objek dan perubahan seperti apa yang
dikehendaki.
2) Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan
konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana
dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak
luar.
3) Variabel dependent, yaitu pemahaman dari lembaga atau badan
pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek,
hasil nyata, penerimaan hasil nyata dan kebijakan yang bersifat
mendasar.
Kejelasan
atas
konsistensi
tujuan,
merupakan
faktor
keberhasilan kebijakan yang atinya dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak. Maka disini dapat dijelaskan bahwa apa yang menjadi isi
kebijakan tersebut telah memiliki maksud yang jelas, namun ketika itu
tidak dalam maksud yang jelas, maka kebijakan akan dapat berjalan
namun tidak memiliki manfaat yang baik, karena dijalankan dengan
berbagai persepsi sesuai kebutuhan.
Korten (dalam Akib &Tarigan 2008) membuat model
Kesesuaian implementasi kebijakan atau program dengan memakai
pendekatan proses pembelajaran. Keefektifan kebijakan atau program
menurut Korten tergantung pada tingkat kesesuaian antara, program
dengan pemanfaat, kesesuaian program dengan organisasi pelaksana
dan kesesuaian program kelompok pemanfaat dengan organisasi
pelaksana. Model ini berintikan kesesuaian antara tiga elemen yang ada
dalam pelaksanaan program, yaitu program itu sendiri, pelaksanaan
program dan kelompok sasaran program, seperti dalam gambar:
25
Gambar. I.f.1. Model Kesesuaian
Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil
dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi
program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu
kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang
dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian
antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara
tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi
pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan
organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan
organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang
dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program14
7. Komunikasi Satu Arah
Model komunikasi akan sangat berpengaruh terhadap efektifitas
komunikasi, karena sangat bergantung dari interaksional antara pmberi
pesan dan penerima pesan. Dapat dilihat kelebihan dan kekuranga dari
model komunikasi, khususnya kominikasi satu arah dan komunikasi
dua arah.
14
Dr. Haedar Akib, M.Si. & Dr. Antonius Tarigan, Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan:
Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal edisi Agustus 2008.
26
Aktivitas SMS advertising yang dilakukan oleh operator seluler
merupakan suatu bentuk komunikasi satu arah. Yaitu komunikasi yang
hanya berbentuk pola pengiriman pesan dari komunikator langsung
kepada komunikan tanpa diharapkan feedback atau umpan balik.
Komunikasi satu arah cenderung disukai oleh pengirim pesan iklan
karena mereka menganggap lebih mengefektifkan penggunaan waktu.
Sedangkan bagi penerima SMS advertising, merasa bahwa mereka
hanya sebagai komunikan yang hanya menerima informasi yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman dan ketidak jelasan.
Sebagian besar karakter komunikasi dalam SMS advertising
berbentuk komunikasi satu arah. Bentuk komunikasi tersebut, seperti
dalam bentu syarat kontrak: direct in message, short number acces, dan
portal web. Kalaupun ada call center, hal tersebut hanya record
information untuk didengar. Untuk berbicara dengan call center, tidak
selamanya bebas karena sebagian juga memberlakukan biaya atau tarif
flat. Karakter SMS advertising dengan model one way communication
in new media yang unik tersebut yang cenderung mendorong produsen
atau operator sebagai penyampai iklan wajib mengikuti aturan yang
berlaku.
Wilbur Schraumn (2009) mengemukakan bahwa pengalaman
merupakan hal penting dalam proses komunikasi. Pengalaman ini akan
menentukan apakah maksud dari pesan yang dikirimkan sesuai dengan
apa yang diharapkan baik oleh si pengirim mauapun si penerima pesan,
sehingga jika tidak ada kesamaan dalam budaya pengalaman, seperti
bahasa, kebudayaan dan latar belakang maka sedikit kemungkinan
pesan yang disampaikan, dapat diinterpretasikan dengan benar15
Hal
yang
dikemukakan
oleh
schraumn
tersebut
tentu
berpengaruh pada proses penyampaian pesan iklan yang sifatnya satu
arah, dan tanpa mengharapkan feedback. Latar belakang penerima
15
Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta, Bumi Aksara, hal 10
27
pesan atau pelanggan yang beraneka ragam, dan tingkat pemahaman
tentu memiliki kecnderungan ke arah missinterpretasi dari suatu pesan.
8. Posisi Produsen dan Konsumen
Dalam hubungan atau transaksi ekonomi yang merupakan salah
satu pola pemenuhan kebutuhan manusia yang saling interdependen
terjadi proses yang saling berhadapan, yaitu antara konsumen dan
produsen. Kedua posisi ini penting untuk dicermati agar terjadi
hubungan yang seimbang Dalam ilmu konsumen, seperti dijelaskan
oleh N.H.T Siahaan, (dalam Susanto 2008) ada dua teori tentang posisi
antara konsumen dan produsen: 16
a)
Teori pertama menganut bahwa konsumen dan produsen berada
dalam situasi yang berimbang. Teori ini memandang tidak perlu
adanya proteksi (perlindungan) untuk konsumen. Alasannya karena
keduanya telah berada pada posisi yang berimbang untuk
menentukan pilihannya, yaitu yang satu menghasilkan produk dan
satunya lagi membutuhkan produk. Maka konsumen dituntut untuk
bersikap hati-hati dalam mengkonsumsi suatu produk. Dasar
pikiran teori ini berawal dari prinsip “let the buyer beware” atau
(pembeli perlu berhati-hati) dalam membeli atau membutuhkan apa
yang diperlukan dari produsen. Permasalahan muncul karena posisi
yang seimbang itu tidak disertai dengan “keterbukaan” yang
disediakan dalam informasi sebuah produk. Artinya, banyak
konsumen yang tidak mendapatkan infrmasi yang lengkap tentang
produk yang dikonsusmsinya. Masih banyak produsen dengan
karakter masih menyembunyikan bagaimana kondisi produk yang
ditawarkan kepada konsumen.
16
Susanto, Happy. 2008. Hak-hak konsumen jika dirugikan, Jakarta. Transmedia. hal 28-29
28
b) Teori yang berkembang berikutnya adalah bahwa produsen
memiliki kewajiban untuk selalu bersikap hati-hati dalam
memproduksi barang/jasa yang dihasilkannya. Teori ini jauh lebih
baik dari yang pertama. Produsen diwajibkan selalu berhati-hati
karena mereka lebih mengetahui kondisi produknya sendiri, baik
sejak proses produksi hingga pemasarannya ke konsumen.
Konsekuensi dari sikap ini, produsen harus menanggung kesalahan
(liabilitiy) jika ternyata ada produknya yang merugikan konsumen.
Sebaliknya, produsen tidak bisa dipersalahkan atau dimintai
pertanggungjawaban jika ternyata mereka telah berhati-hati. Dari
teori
ini
kemudian
berkembang
konsep
‘ganti-rugi’.
Jika
melakukan kesalahan dan merugikan konsumen, produsen harus
memberikan ganti rugi.
Pelaku usaha lebih tahu persis keadaan, kondisi, dan kualitas
barang yang dihasilkan. Dan pelaku usaha memiliki keleluasaan untuk
menentukan segala macam kepentingannya. Konsumen terbatas
jangkauan pengetahuannya atas informasi tentang sifat dan mutu
barang-brang kebutuhan yang diperlukan
(N.H,T. Siahaan, dalam
Susanto 2008). Padahal, konsumen sangat bergantung pada informasi
yan diberikan oleh pelaku usaha. Dengan tidak adanya informasi yang
memadai, konsumen pada akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya
bisa menerima, dan sebagai objek yang pasif.17
Konsumen perlu mengetahui bagaimana kondisi barang/jasa
yang akab dibelinya. Informasi terhadap bentuk barang/jasa sangat
diperlukan. Dengan mengethui kondisi sesungguhnya suatu barang/jasa,
kita akan mengetahui resikonya.
Berdsarkan teori yang dikemukan oleh pakar tersebut, maka
dalam aktivitas mobile advertising atau SMS advertising, maka ada
17
ibid
29
kesadaran diantara produsen dan konsumen. Produsen harus memenuhi
tanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai produk atau
program yang ditwakan kepada pelanggannya. Pelangganpun turut
berhati-hati dengan informasi atau penawaran yang disajikan.
9. Mobile Marketing
Pekembangan
teknologi
komunikasi
mempengaruhi
cara
perusahaan (corporate) berkomunikasi dengan klien atau pelanggannya.
Perusahaan memiliki strategi untuk mengkampanyekan atau menjual
produknya kepada pelanggan dengan berbagai macam cara
dan
dukungan oleh media yang diadaptasi oleh masyarakat. Pemasaran
produk atau iklan tersebut disiarkan melalui media cetak, pamflet,
poster, radio, televisi, dan telepon seluler. Iklan melalui telepon seluler
dapat dilakukan dengan layanan yang dimiliki oleh fitur telepon seluler
tersebut, diantaranya: pesan singkat (SMS), pesan multimedia (MMS),
browser ponsel; halaman browser yang kita buka, dan aplikasi-aplikasi
lain seperti game. Beberapa konsep yang menjelaskan tentang mobile
marketing, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel.I.f. Konsep Mobile Marketing
Referensi
Konsep
Deskripsi
Barnes &
Scornavacca
2004
Mobile marketing
M-commerce
Wireless marketing
“The distribution of any kind of
message or promotion that adds
value for the customer while
enhancing revenue for the firm”
(Kalakota & Robinson 2002)
Bauer et al.
2005a
Mobile marketing
& Mobile
communication
Innovative form of commercial
communication, individualised and
dialogue-oriented communication
Bauer et al.
2005b
Mobile marketing
An innovative form of commercial
communication. Personal,
ubiquitous,
interactive, localised, dialogueoriented
communication
30
Karjaluoto et al.
2004
Scharl et al.
2005
Mobile marketing
Two-way marketing medium,
interactive
channel to drive sales.
Mobile marketing
communication
A fresh element in companies’
promotion mix.
Mobile marketing
Using a wireless medium to
provide consumers with time- and
locationsensitive, personalised
information that promotes goods,
services and ideas, there by
benefiting all stakeholders
Sumber: Jaana Tahtinen. 2006. Mobile Advertising or Mobile Marketing. A Need
for a New Concept?. In: Febr 2005- frontiers of e-Business Research 2005,
conference Proceedings of eBRF 2005. University of Qulu.
La Marca (2007) mendefinisikan mobile marketing sebagai
berikut:18
“Mobile marketing adalah penggunaan medium nirkabel
(wireless media) yang memberikan interaktif untuk
pelanggan (customer) dengan sensitifitas waktu, lokasi
dan informasi personal yang digunakan dalam
mempromosikan barang, jasa maupun pemikiran, yang
akhirnya dapat menghasilkan value bagi sleuruh
stakholder”
Berdasarkan
berbagai
deskripsi
tentang
konsep
mobile
marketing, maka dapat ditarik suatu persamaan, bahwa mobile
marketing adalah adalah bentuk dari komunikasi pemasaran dengan
metode penggunaan telepon seluler untuk mempromosikan barang dan
jasa yang memiliki arti sama dengan mobile advertising atau aktivitas
periklanan dengan metode telepon seluler.
10. SMS Advertising
Mobile marketing disiarkan melalui perangkat telepon seluler,
dengan berbagai fitur yang sesuai dengan teknologi yang dimiliki oleh
ponsel tersebut. Melihat karakter telepon seluler, maka bentuk mobile
18
La Marca, Daniela (ed). 2007. Mobile Marketing: The User Controlled Media. Asian emarketing No. 3 tahun 2007, edisi Mei/ Juni. mediaBUZZ. Singapore, hal1
31
marketing dapat berupa pop iklan yang akan muncul bersama dengan
berbagai aplikasi yang terhubung dengan internet, atau yang langsung
dapat diterima tanpa perlu memerlukan jaringan internet, yaitu dengan
melalui fitur SMS atau disebut SMS advertising. Sadeh (2002)
menjelaskan bahwa definisi dari SMS Advertising sebagai berikut:19
“One of the first mobile communications technologies to be
applied in marketing, SMS is a new technological buzzword
for transmitting business-to-customer message to mobile
phones, pager, and personal Data Asistants (PDAs). SMS
advertising is now a substantial source of revenue for many
operators, particularly because it has been incorporated in
the “instan messaging culture” among teenagers nd young
professionals” (Sadeh, 2002 dalam Okazaki and Taylor).
Secara keefktifan, pemasaran melalui pesan singkat atau text
marketing tidak memerlukan biaya yang lebih banyak dibandingkan
dengan beriklan melalui fitur lain. SMS Advertising menjadi sarana
yang menguntungkan bagi pelaku usaha karena telah menjadi budaya
dalam berkomunikasi melalui media. SMS Advertising dapat diterima
oleh siapapun pengguna telepon seluler, baik yang berada di luar
wilayah dengan jangkauan layanan internet, terbatas oleh frekuensi
penyiaran televisi, dan keterbatasan dalam mengakses fitur telepon
selain telepon dan pesan singkat.
Terdapat dua model bentuk penyampaian pesan iklan melalui
SMS dalam mobile marketing, yaitu: push campaign dan pull campaign
(Schreiber, G.A dalam Dinckinger, et al 2004). Model push campaign
adalah perusahaan mengirimkan pesan yang tidak diminta oleh
pengguna melalui SMS, yang disebabkan oleh konsekuensi dari status
19
Okazaki, Shintaro, and Taylor, Charles. 2006. What is SMS Avertising and Why do
Multinationls Adopt it? Answer from An Empirical Study in Europen Markets. Journal of
Business Research (2007). www.sciencdirect.com. Hal 2
32
berlangganan sedangkan model pull campaign adalah promosi
berdasarkan informasi yang diinginkan oleh konsumen.20
Barwise dan Strong (2002), mengidentifikasi terdapat 6 (enam)
cara dalam menggunakan SMS untuk iklan: Brand building, special
offer, timely mediatreasure, product, service, atau information request,
competition, dan polls/ voting. Di seluruh kategori tersebut, mereka
menemukan bahwa iklan yang bagus harus yang pendek/ langsung pada
intinya, lucu atau menghibur, relevan pada target group, menarik, dan
informatif dengan hadiah dan promosi.21 Sebuah pesan harus memiliki
sesuatu yang menarik, ringkas, mempunyai bahasa yang dimengerti
oleh target grup, dan menggunakan 160 karakter tersedia secara efektif.
Dalam menjalin hubungan dengan konsumen, strategi dalam
program ini pemasar tidak dapat sembarang menembak semua
pelanggan dengan satu pesan yang seragam, namun harus personalized.
Osenton (2002) mangatkan bahwa pemasar harus berhati-hati dalam
menyampaikan pesan kepada pelanggan, dengan mempertimbangkan
informasi yang didasarkan pada: informasi yang diinginkan (requested),
relevan (relevant), dan berarti (respectfull).22 Ketika itu semua telah
diterapkan dengan baik, maka pemasar atau badan usaha yang
menyampaikan pesan sesuai dengan target, menandakan bahwa badan
usaha tersebut mengerti tentang etika mengiklankan produk yang dapat
meminimalisirkan layanan yang sifatnya merugikan dan tidak begitu
penting bagi kebutuhan pelanggan.
Kebanyakan iklan yang dipaksakan terkirim agar dilihat atau
dapat dibaca ke telepon seluler pengguna menjadi suatu gangguan yang
tidak diharapkan oleh pengguna telepon seluler. Godin (2001)
20
21
22
Dickinger A., Haghirian P. Murphy J., and Scharl A. 2004. An Investigation and Conceptual
Model of SMS Marketing. Proceedings of the 37th Hawaii International Conference on System
Sciences (HICSS-37), Hawaii, USA. hal 2 http://csdl.computer.org/comp/proceedings/
hicss/2004/2056/01/205610031b.pdf.
Barwis, P. Strong C. 2002. Permission-Based Mobile Advertising. Journal of interactive
Marketing. hal 14-24
Osenton, Tom. 2002. Customer Share Marketing. Prentice Hall PTR. New Jersey, hal 43
33
menjelaskan bahwa konsep izin pemasaran membahas masalah tentang
spam dalam komunikasi media baru yang menuntut persetujuan dari
penerima pesan untuk menerima iklan atau informasi promosi.
Pendekatan ini merupakan penarikan kesimpulan bahwa sebagian besar
iklan massal anonim atau yang dipaksakan untuk diterima oleh
penerima pesan tidak disukai oleh konsumen dan memutuskan untuk
menolaknya.23
SMS advertising yang menjadi kajian dalam penelitian ini
adalah model push campaign, yang tentunya adalah SMS advertising
yang masuk ke ponsel pelanggan tanpa dimintai, berupa informasi yang
berbentuk satu arah karena tidak dapat dibalas secara langsung.
11. New Media
Lievrouw dan Livingstone, seperti dikutip Flew (2002) dalam
pengamatannya, mengemukakan bahwa setiap pendekatan untuk
berpikir tentang media baru perlu mempertimbangkan tiga elemen: 24 (1)
Perangkat tersebut memungkinkan untuk memperluas kemampuan
dalam komunikasi (2) kegiatan atau praktek komunikasi yang dilakukan
menjadi bagian dalam mengembangkan penggunaan perangkat dan (3)
terjadi pengaturan sosial dan organisasi yang terbentuk dari perangkat
dan praktek komunikasinya.
Media baru berkembang dari praktek komunikasi melalui
perangkat seluler, yaitu dapat melalui mobile phone dengan fitur-fitur
yang ada di dalamnya, salah satunya layanan mesaging atau pesan
singkat.
Dalam aktivitas SMS advertising, media yang digunakan
layanan SMS melalui telepon seluler. Layanan SMS menjadi media
antara perusahaan dan pelanggan dalam proses transmisi pesan,
23
24
Bauer, H.H., Barnes, S.J., Reichardt, T., dan Neumann, M.M. 2005. Driving Consumer
Acceptance of Mobile Marketing: A Theoretical Framework and Empirical Study. Journal of
Electronic Commerce Research. Vol. 6, No.3, hal 181.
Flew,Terry. 2005. New Media: an Introduction. Oxford University Press. New York, hal 2
34
khususnya iklan. Pada dasarnya melalui mobile phone, proses
komunikasi dapat berlangsung secara timbal balik atau adanya interaksi
serta umpan balik.
Perkembangan new media tersebut, turut mendukung berbagai
macam aktivitas, seperti halnya dengan kegiatan promosi atau
pemasaran. Dengan beralihnya pola komunikasi masyarakat melalui
media/ perangkat komunikasi, maka terbentuk khalayak atau audiens
sebagai suatu konsumen atau pelanggan yang menjadi target sasaran
iklan. Bahkan perilaku penerimaan terhadap SMS advertising pun
beragam dalam kehidupan sosial. Penggunaan Perangkat teknologi
komunikasi sebagai unsur new media tersebut juga memerlukan
regulasi atau aturan. Di Indonesia, sistem yang mengaturnya adalah
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Aturan kegiatan promosi dengan media baru juga dijelaskan
dalam Etika Pariwara Indonesia. Etika pemasaran pada intinya
mengedapankan tentang komponen kesadaran atas rasa keamanan dan
kenyamanan dari informasi produk, seperti melalui periklanan.
Sehingga karakter iklan atau pemasaran yang diaplikasikan dengan
perangkat new media, harus mengikuti sistem yang berlaku. Aturan
Undang-undang tentang ITE yang khusus mengatur keterkaitan dengan
kegiatan pemasaran, tercantum dalam pasal (9) tentang tata cara
penawaran produk melalui sistem elektronik, termasuk di dalamnya
penawaran produk atau promosi dengan metode pesan singkat/ SMS.
Dimensi interactivity atau kemampuan interaksi dari media baru, juga
menjadikan dasar dalam aturan etika pariwara bahwa pemasaran
melalui
media
baru,
salah
satunya
dengan
SMS
seharusnya
menggunakan nomor/ ID sumber yang dapat dihubungi kembali.
35
12. Kerangka Pemikiran
Etika Periklanan/ Etika Pariwara Indonesia memiliki perananan
yang dapat disandingkan dengan aturan perundang-undangan yang
lebih kuat mengikat dan wajib untuk dilaksanakan, meskipun sifat etika
yang lebih lunak dari peraturan perundang-undangan. Bila dilihat pada
tujuannya, Etika dalam pemasaran yang memiliki konsep untuk
melindungi konsumen dari materi iklan, serta prosuk dan menjadi
pedoman dalam semua aktivitas industri yang berkaitan dengan
periklanan, maka aturan etika periklanan memiliki misi yang sama, hal
ini juga sejalan dengan aturan perundang-undangan yang tercakup
dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
tansaksi elektronik, khususnya pada pasal (9). Hal ini bisa dilihat dari
media yang digunakan untuk beriklan, dan isi pasal (9) yang secara
khusus mengatur tentang penawaran produk oleh badan usaha yang
wajib memperhatikan karakter dari materi iklan yang disiarkan.
Kedudukan antara aturan periklanan, model iklan dan penerima iklan
dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar. I.f.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
36
Jika melihat karakter SMS advertising, maka sudah tentu iklan
tersebut harus juga mengikuti pedoman dalam Etika Pariwara Indonesia
dan perundang-undangan, khususnya pada pasal (9) Undang-undang
No. 11 Tahun 2008 tentang kewajiban badan usaha yang harus dipenuhi
dalam
kegiatannya
menawarkan
produk
melalui
perangkat
elektronik.Iklan produk telekomunikasi yang memilik ke-khasan
dibandingkan dengan produk lainnya, membuat tidak semua tata bahasa
yg dianjurkan dalam etika pariwara indonesia tergunakan dan
penggunaan disesuaikan, tetapi tata cara beriklan berdasarkan pasal (9)
Undang-undang No.11 tahun 2008 tetap wajib untuk diikuti dan
dijalankan.
G. KERANGKA KONSEP
Kebijakan Komunikasi dalam Mobile Marketing (SMS Advertising)
Kebijakan komunikasi dalam mobile marketing, yaitu pada SMS
advertising adalah aturan yang menjadi dasar dan seharusnya dipenuhi
oleh setiap badan usaha atau perusahaan yang menjalankan aktivitas
pemasaran. Dalam perspektf kebijakan komunikasi, etika yang termasuk
dalam aktivitas mobile marketing adalah yang harus memenuhi
persyaratan berdasarkan pada aturan Undang-undang ITE pada pasal ke-9
dan Etika Pariwara Indonesia. Pada kedua aturan tersebut terdiri atas
kebijakan yang sifatnya struktural dalam bentuk Undang-undang, dan
yang sifatnya kulturan dalam bentuk etika. Di dalamnya terdapat indikator
yang ideal menjadi prasyarat dikatakannya suatu SMS advertising telah
sesuai dengan apa yang ditetapkan sehingga dapat melindungi pelanggan
atau konsumen. Dalam diagram dapat digambarkan sebagai berikut:
37
Gambar.I.g. Kerangka Konsep Kebijakan Komunikasi dalam
Mobile Marketing
1. Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Kebijakan Komunikasi
Secara Struktural)
Menjelaskan bahwa Pelaku usaha yang menawarkan produk
melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap
dan benar berkaitan dengan syarat kotrak, produsen dan produk yang
ditawarkan. SMS advertising yang lengkap informasinya, adalah yang
dalam tiap SMS advertising yang diterima disertakan tentang: Nama
pengirim, detail produk yang ditawarkan, dan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh konsumen. Dalam Undang-undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal ke-9 dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar”
meliputi:
a) Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara
maupun perantara;
38
b) Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat
sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
2. Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia (Kebijakan Komunikasi
Secara Kultural)
Iklan
produk
telekomunikasi
yang
memilik
ke-khasan
dibandingkan dengan produk lainnya, harus mengkijuti tata bahasa yg
dianjurkan dalam Etika Pariwara Indonesia, meskipun tidak semua
dipergunakan dan tergunakan dalam penggunaan disesuaikan.
Ciri-ciri pesan iklan yang benar tersebut dapat terlihat dari nama
badan usaha yang tercantum langsung pada kotak ‘pengirim’ dari
pesan iklan yang diterima untuk memenuhi sebagai persyaratan SMS
advertising yang lengkap dan benar, maka setiap badan usaha wajib
mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Aturan dalam undang-undang
No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (pasal 9)
menjadi dasar kewajiban yang harus dipatuhi, dengan pematuhan yang
lebih rinci mengikuti aturan dari etika periklanan.
Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia, yang menjadi indikator
adalah mengikuti ketentuan umum aturan periklanan di dalamnya dan
yang terkait dengan periklanan melalui media SMS, yang dijelaskan di
dalam Etika Pariwara Indonesia tersebut.
Secara rinci, mengenai persyaratan dalam penerapan penawaran
produk melalui sistem elektronik yang lengkap dan benar sebagai
bentuk penerapan kebijakan komunikasi melalui mobile marketing,
yaitu SMS advertising dapat dilihat dari kesesuaian dalam definisi
operasional yang dijelaskan dalam tabel sebagai sebagai berikut:
39
Tabel.I.g.1. Definisi Operasional
Konsep
berdasarkan
Kebijakan
Komunikasi
Deskripsi
Informasi
Produsen (X1)
Informasi dalam SMS advertising
harus mencantumkan nama
produsen/ badan usaha (operator
selular) dan diposisikan sebagai
pengirim pesan, dan terdapat di
dalam sebuah SMS advertising.
Dalam penelitian pada sikap atau
perilaku konsumen terhadap SMS
advertising, produsen menjadi
salah satu faktor “credibility” atau
dapat dipercaya sumbernya,
artinya dapat memberikan rasa
aman bagi konsumen
Terdapat nama atau jenis produk,
kelebihan produk/ program atau
layanan yang ditawarkan kepada
pelanggan
Syarat kontrak merupakan bentuk
informasi yang terpadu dalam
pesan iklan mengenai karakter
produk yang ditawarkan antara
harga barang, dan juga layanan
yang akan didapatkan, serta masa
berlakunya produk yang
ditawarkan
Untuk melengkapi informasi yang
tidak lengkap, operator akan
mengindikasikan untuk
menggunakan metode lain sebagai
rekomendasi, yang terdiri dari
pengaksesan lebih lanjut
Pengirim pesan yang tertulis
adalah harus nomor resmi
operator
Terlampir nomor pengirim yang
dapat dihubungi kembali
Informasi
Produk (X2)
I
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008,
tentang ITE, pasal (9)
Indikator
Informasi
Syarat
Kontrak (X3)
Informasi
Lebih Lanjut
(X4)
II
Etika Pariwara Indonesia
X1.A
Nomor legal
X1.B Dapat
dihubungi lagi
X2. C
Pencantuman
harga
Harus Mencantumkan harga
dengan layanan yang diperoleh
(Harga Tertera dan Jelas);Jika
harga sesuatu produk
dicantumkan dalam iklan, maka ia
harus ditampakkan dengan jelas,
Kesesuaian
dalam isi
SMS
advertising
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak Ada
Short
Number
Dial Center
Portal Web
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ada
Tidak ada
40
sehingga konsumen mengetahui
apa yang akan diperolehnya
dengan harga tersebut.
X2. D
Pemakaian
kata gratis
X2. E
Bahasa
persandian
X2. F
Kalimat
‘Selama
persediaan
masih ada.
X2.G
Kalimat ‘dan
masih banyak
lagi’
X3.H
Cara
Mendaftarkan
X3. I Masa
berlangganan/
Masa berlaku
Harus Benar-benar gratis tanpa
persyaratan;Jika ada Kata
“gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila
ternyata konsumen harus
membayar biaya lain. Biaya
pengiriman yang dikenakan
kepada konsumen juga harus
dicantumkan dengan jelas.
Iklan harus disajikan dalam
bahasa yang bisa dipahami oleh
khalayak sasarannya, dan tidak
menggunakan persandian
(enkripsi) yang dapat
menimbulkan penafsiran selain
dari yang dimaksudkan oleh
perancang pesan iklan tersebut
Iklan hadiah langsung tidak boleh
mensyaratkan kalimat “selama
persediaan masih ada”atau
ungkapan lain yang bermakna
sama
Ya (sesuai)
Iklan tentang hadiah/ bonus tidak
boleh menyatakan kalimat "...dan
masih banyak lagi " atau
ungkapan yang bermakna sama,
kecuali secara jelas menyebutkan
jumlah yang dimaksud
Terdapat keterangan tentang
bagaimana cara mendaftarkan
layanan / produk
Ada informasi tentang masa
berlangganan dan masa berlaku
promosi layanan
Ya (sesuai)
Tidak sesuai
Ya / Tidak
Ya (Sesuai)
Tidak sesuai
Tidak sesuai
Tersedia /
Tidak
tersedia
Tersedia /
Tidak
tersedia
Pesan yang informasinya lengkap, adalah benar dan itu tandanya
pesan SMS advertising telah diterapkan dengan cara yang benar.
Sedangkan pesan yang tidak lengkap, maka informasi tersebut tidak
41
benar. Upaya operator dalam melengkapi informasi yang tidak lengkap,
operator akan mengindikasikan untuk menggunakan metode lain
sebagai rekomendasi, yang terdiri dari pengaksesan lebih lanjut. Ketika
memerlukan akses informasi lebih lanjut dengan metode yang
disediakan oleh operator tersebut, maka ada kekurangan masing-masing
yang membuat penerapan metode tersebut di skala ordinatkan, yang
dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel.I.g.2. Skala Akses Informasi Lebih Lanjut
Kebijakan Perusahaan
(Metode Penyampaian Informasi
lebih lanjut)
Skala
SMS advertising merekomendasikan Terakses
Short Number
SMS advertising merekomendasikan CukupTerakses
dial center
SMS advertising merekomendasikan Kurang Terakses
portal web
Secara umum, Penjelasan metode yang dilakukan oleh operator
untuk menyampaikan informasi lebih lanjut tentang layanan sebagai
berikut:
(1) Short Number, untuk mengetahui informasi lebih jauh tentang
syarat kontrak dari penawaran yang dilakukan, pelanggan harus
mengakses nomor pendek berformat (*angka/nomor#). Untuk
mengetahui informasi, pelanggan berlu berinteraksi dengan
jawaban dari mesin operator yang telah dipersiapkan terkait dengan
syarat kontrak, (tanpa memerlukan koneksi internet, baik
GPRS/HSDPA) dan gratis.
(2) Dial Center, untuk mengetahui informasi lebih jauh tentang syarat
kontrak dari penawaran yang dilakukan, pelanggan dapat
menghubungi nomor pendek berformat (Tiga angka). Pelanggan
dapat langsung berinteraksi dengan pilihan informasi yang
42
disajikan dalam bentuk voice, baik itu dalam berbentuk rekaman
maupun berbicara langsung dengan Costumer Service (CS) (tanpa
memerlukan koneksi internet, baik gprs/hsdpa), tidak dipungut
biaya dan beberapa membutuhkan biaya menelepon.
(3) Portal Web, untuk mngetahui infirmasi lebih jauh tentang syarat
kontrak dari produk yang ditawarkan, pelanggan direkomendasikan
untuk mengunjungi situs resmi dari operator seluler. Dalam situs
biasanya tersaji lengkap tentang penawaran dan promo yang
diberikan. Hanya saja untuk mengakses portal web pelanggan tentu
akan terkena biaya akses internet (perhitungan data yang digunakan
hingga sampai ke halaman situs), selain itu akses informasi tidak
akan berjalan atau ditemukan ketika jaringan atau ponsel yang
digunakan oleh pelanggan tidak support terhadap koneksi
GPRS/HSDPA.
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi pada SMS
Advertising. Peneliti mengamati isi pesan dalam SMS advertising yang
resmi bersumber dari operartor seluler prabayar berbasis teknologi
GSM.
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi, baik itu surat kabar, berita dan iklan televisi atau radio,
maupun bahan-bahan dokumentasi lain. Begitu juga dengan SMS
advertising
yang
dikirimkan
oleh
operator
seluler
kepada
pelanggannya.
Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat suatu
kesimpulan yang valid dari teks (atau bahan terdokumentasi lain yang
bermakna) berdasarkan konteks yang digunakan.25 analisis isi
25
Krippendorf, Klaus. 1980. Content Analysis, An Introducing to Its Methodology. Baverly Hill
California. Sage Publication, hal 18
43
merupakan konteks sensitif dan karena itu memungkinkan peneliti
untuk memprosesnya sebagai data teks yang signifikan, bermakna,
informatif, dan dapat dipahami oleh orang lain.26 Analisis isi
merupakan metode dengan teknik sistematik dalam menilai isi pesan
dan mengolah pesan tersebut. Analisis isi adalah metode penelitian yang
digunakan untuk mengetahui dan mengungkap kesimpulan dari gagasan
atau ide milik penyampai pesan yang terdokumentasi. Begitu juga
untuk mengetahui isi pesan komunikasi dan kecenderungannya (Weber
1990).27 Metode ini digunakan untuk mengobservasi dan menganalisis
isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih
(Budd dalam Husein 2002).28 Aktivitas periklanan yang akan dinilai
adalah periklanan berbasis mobile melalui SMS, maka datanya adalah
kumpulan SMS advertising dari operator seluler untuk menganalisis
komunikasi atau bentuk kebijakan perusahaan yang dilakukan operator
seluler tersebut apakah sesuai dengan kebijakan komunikasi dalam
aturan pemerintahan Indonesia, sehingga dilihat dari bentuk atau
karakter dalam periklanannya.
Penelitian dengan metode ini untuk mempelajari tentang sifat
karakteristik komunikasi pemasaran, yang merupakan kedisplinan
operator seluler sebagai produsen dalam menawarkan produk,
kecenderungan kejelasan informasi pada keadaan khalayak, maupun
efek komunikasi tersebut. Proses dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar I.h. Proses Analisis Isi
Original Data
SMS Advertising
Collect SMS
Advertising Produk
“Telekomunikasi”
Word
Segmentation
(Assesment)
Result
Analysis
26
Krippendorf, op cit hal 41
Weber, Robert P. 1990. Basic Content Analysis. California: Sage Publication, hal 9
28
Husein,Umar. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi: Sebuah Pendekatan Kuantitatif
Dilengkapi dengan Contoh Proposal dan Hasil Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, hal 44
27
44
Proses dari gambar proses analisis isi SMS Advertising,
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pesan iklan/ SMS advertising dipilih yang bersumber dari operator
seluler yang digunakan.
2) Pesan iklan yang mengindikasikan untuk menggunakan produk
atau
merekomendasikan
melakukan
sesuatu
berdasarkan
penawaran suatu produk.
3) SMS terpilih merupakan SMS yang isinya menawarkan produk
telekomunikasi.
4) Jumlah tidak dibatasi, hanya dibatasi selama periode penelitan.
Sehingga jumlah bervariatif untuk masing-masing pengiklan/
operator selular.
5) Analisis data berdasarkan koding set yang dibuat. Pesan yang
merekomendasikan untuk mengakses infrmasi lebih lanjut dengn
menghubungi operator mengindikasikan bahwa pesan iklan
tersebut belum menyertakan syarat kontrak secara lengkap.
6) Menafsirkan maksud yang sebenarnya dari isi iklan yang disajikan
dengan penelusuran informasi iklan tersebut.
7) Analisis berdasarkan frekuensi, atau jumlah yang sesuai dengan
definisi operasional (Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang
ITE pasal ke-9 dan Etika Pariwara Indonesia).
2. Teknik Pengumpulan data
Cara mengumpulkan data adalah dengan mengumpulkannya
dari beberapa nomor telepon seluler yang dijadikan sebagai media
pengumpul objek, yaitu nomor telepon seluler dari berbagai operator
yang sudah diaktifkan sejak awal Juli hingga saat ini, yang dicantumkan
sebagai berikut:
45
1)
Nomor operator seluler 3 (Tri)
089 7582 790 1
2)
Nomor operator seluler Axis
083 8409 907 2
3)
Nomor operator seluler XL Axiata
087 84576143 3
4)
Nomor operator seluler telkomsel simpati
082 22674687 4
5)
Nomor operator seluler telkomsel AS
082 32496887 5
6)
Nomor operator seluler indosat mentari
081 57824207 6
7)
Nomor operator seluler indosat M3
085 64007386 7
Nomor-nomor tersebut digunakan aktif untuk telepon maupun
SMS dan didaftarkan dengan status yang sama dalam registrasinya.
Iklan
yang
dianalisis
adalah
hanya
iklan-iklan
produk
telekomunikasi atau program (event) yang ditawarkan oleh operator
seluler itu sendiri, selain itu tidak dimasukkan dalam analisis pada
penelitian ini.
Penelitian ini memilih periode selama empat bulan karena
didasarkan pada tata cara badan usaha seperti layaknya operator seluler
yang menggunakan evalusasi laporan berdasarkan kuartal atau per
empat bulan. Pemilihan bulan atau periode selama Juli hingga
November 2013, adalah karena penertiban iklan telekomunikasi melalui
Surat Edaran No. 03/2013 tentang iklan telekomunikasi mulai aktif
diberlakukan pada bulan april 2013. Berdasarkan pertimbangan tersebut
peneliti melihat bahwa tenggang waktu setelah tiga bulan merupakan
waktu yang cukup untuk menilai penerapan aturan-aturan yang menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan iklan telekomunikasi khususnya SMS
advertising.
46
3. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi yang
mengikuti alur proses seperti tahapan-tahapan yang dijelaskan oleh
Krippendorf dalam penelitian sebagai berikut:29
a) Unitizing (Peng-unitan), yaitu proses limitasi pada objek penelitian.
dalam mengumpulkan SMS advertising dengan kategori yang sama.
Dalam penelitian ini
SMS advertising
yang dikumpulkan
merupakan SMS yang memiliki kategori sebagai iklan penawaran
produk atau layanan telekomunikasi.
b) Sampling (Penyamplingan), dalam tahap ini proses dilewati karena
penelitian ini menggunakan model sensus, yaitu seluruh data SMS
Advertising yang merupakan iklan produk atau jasa layanan
telekomunikasi yang diterima, digunakan sebagai objek dalam
penelitian.
c)
Recording (coding atau perekaman), coding akan dibuat dalam dua
bagian utama. Yaitu pada bagian pertama pengkodingan, adalah
pada kategori SMS advertising berdasarkan Undang-undang No. 11
Tahun 2008 pasal 9, dan proses pengkodingan kedua adalah SMS
advertising berdasarkan etika Pariwara Indonesia. unsur tersebut,
mengalami perkembangan sub kategorisasi yang ditemukan oleh
peneliti dalam pengamatan yang telah dilakukan. Sehingga penilai
etika akan memiliki nilai interval yang menggambarkan tingkat
kejelasan informasi yang diberikan melalui SMS advertising.
Pengkodingan dengan menggunakan standar penilaian “sesuai” dan
“tidak sesuai”. Semua pesan SMS Advertising yang dijadikan objek,
akan dimasukkan ke dalam tebel analisis seperti berikut:
29
Krippendorf, op cit. hal 83
47
Tabel.I.h.1. Contoh tabel
Operator X: I Penerapan Berdasarkan Undang-undang ITE
Isi SMS advertising
Isi Iklan/
SMS Advertising
Kelengkapan Informasi berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal (9)
(Kesesuaian ada/ tidaknya informasi secara lengkap)
X1
X2
X3
X4
Produsen
Produk
Syarat Kontrak
Info lebih lanjut
Short
number
(a)
Dial
center
(b)
Portal
web
(c)
Tabel.I.h.2. Contoh tabel
Operator X: II Penerapan Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia
Kelengkapan Informasi berdasarkan Etika Pariwara Indonesia)
Cara berhenti
berlangganan
Masa
berlangganan
Cara
mendaftarkan
Kalimat “dan
masih banyak
lagi”
Kalimat
“persediaan
masih ada”
Bahasa
Persandian
Dapat
dihubungi
Pemakaian
kata gratis
b
(Kesesuaian ada/ tidaknya informasi secara lengkap)
X2
X3
c
d
e
F
g
H
I
j
Pencantuman
harga
A
Nomor Ilegal
Isi SMS advertising
X1
48
d) Reducing (pengurangan atau penyederhanaan), pada proses ini,
akan dibuat penyederhanaan pada hasil besar tersebut dalam bentuk
data yang lebih sederhana. Misalnya dalam bentuk persentase atau
jumlah keseluruhan kesesuaian dari jumlah keseluruhan sampel
yang dimasukkan ke dalam tabel hitungan, sebagai berikut:
Tabel.I.h.3. Contoh tabel
Penerapan aturan Undang-undang ITE pasal (9) oleh Operator GSM
I.
Operator GSM
Kelengkapan Informasi berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal (9)
(jumlah pesan yang sesuai / jumlah pesan sampel)
X4
X1
X2
X3
Info lebih lanjut
Produsen
Produk
Syarat
Kontrak
Short
Dial
Portal
number
center
web
(a)
(b)
(c)
Simpati
AS
Mentari
M3
XL Axiata
Axis
3
Tabel.I.h.4. Contoh tabel
Penerapan aturan Etika Pariwara Indonesia oleh Operator GSM
b
c
Cara berhenti
berlangganan
Masa
berlangganan
Cara
mendaftarkan
Kalimat “dan
masih banyak
lagi”
Kalimat
“persediaan
masih ada”
Bahasa
Persandian
Pemakaian
kata gratis
Pencantuman
harga
Dapat
dihubungi
Nomor Ilegal
Operator GSM
X1
a
II
Kelengkapan Informasi berdasarkan
Etika Pariwara Indonesia)
(jumlah pesan yang sesuai / jumlah pesan sampel)
X2
X3
D
E
F
G
h
i
J
Simpati
As
Mentari
M3
Xl Axiata
Axis
3
49
e) Abductively inferring (Pengambilan simpulan), berdasarkan pada
konteks yang dipilih data akan disimpulkan berdasarkan pada
masing-masing operator atau operator tersebut terkait dengan
penerapan pada UU ITE dan juga etika periklanan dengan
memasukkan perspektif peneliti dan juga teori yang digunakan.
f)
Naratting (Penarasian), yaitu membahas hasil akhir dari penelitian,
yang meggambarkan tentang
Pelakasanaan aktivitas pemasaran
melalui SMS advertising dan keseuainnya dengan penerapan etika,
baik berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 pasal (9) dan
Etika Pariwara Indonesia, sehingga diperoleh masukan bagi
berbagai pihak.
50
Download