bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Permasalahan
Di dalam dogma Kristen dinyatakan bahwa hanya karena anugerah Allah di dalam
Yesus Kristus, manusia dapat dibenarkan ataupun dibebaskan dari kuasa dan
penghukuman dosa, bukan oleh usaha manusia sendiri. Anugerah keselamatan yang
diberikan kepada manusia merupakan permulaan atau pembukaan menuju perwujudan
akhir dari keselamatan yang akan dinyatakan nanti pada akhirnya. Oleh karena itu
hidup kristiani adalah hidup dalam pengharapan (Roma 8:24)1. Dari dogma Kristen ini
dipahami bahwa perbuatan baik manusia bukanlah syarat yang harus dilakukan untuk
mendapatkan keselamatan, melainkan sebagai akibat ataupun respon atas anugerah
yang telah diterima. Setiap tindakan dan perbuatan orang Kristen lebih didasarkan
sebagai respon ungkapan syukur.
Pemahaman dogma Kristen tentang keselamatan hanya karena anugerah ini atau biasa
disebut dengan sola gratia, dalam praktek hidup sehari-hari dari orang Kristen sering
mendapat pemahaman dan penekanan yang berbeda, ketika anugerah dihubungkan
dengan tujuan hidup orang beriman. Di satu sisi ada orang Kristen yang begitu
menekankan anugerah tetapi mengabaikan hal berbuat. Manusia telah menerima
anugerah keselamatan di dalam Yesus Kristus karena itu tidak perlu adanya usaha
ataupun kerja. Apa yang dilakukannya hanya sebagai respon ungkapan syukur atas
anugerah yang telah diterima. Pemahaman seperti ini berpengaruh pada kemauan dan
semangat kerja dari orang Kristen, yang tampak dalam kenyataan hidup sehari-hari dari
orang Kristen. Banyak orang Kristen yang kurang memberi perhatian ataupun terlibat
dalam persoalan-persoalan sosial. Kenyataan ini juga dapat dilihat dalam gereja sendiri
sebagai persekutuan orang percaya. Gereja kurang memberi perhatian dalam
melakukan kebaikan yang konkrit dalam kehidupan bermasyarakat. Kalaupun ada
kegiatan sosial gereja biasanya hanya bersifat insidental yang hanya dilaksanakan pada
momen-momen ataupun perayaan tertentu saja, misalnya kegiatan-kegiatan bakti sosial
paskah, bingkisan natal dan sebagainya. Kurangnya perhatian gereja terhadap persoalan
sosial juga dapat dilihat dalam managemen keuangan gereja di mana bidang diakonia
1
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2, Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm 177-180
1
selalu mendapat pembagian dana yang lebih sedikit daripada bidang-bidang yang
lainnya. Kemudian pada sisi yang lain lagi, ada orang Kristen yang terlalu terfokus
pada tujuan akhir dari hidup beriman dan menganggap bahwa untuk segala sesuatu
yang dikerjakan manusia sebagai orang beriman akan mendapat upah dari Allah.
Pandangan ini menganggap ada keselamatan akhir yang harus dicapai oleh orang
Kristen, karena itu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan baik sebanyak-banyaknya
dengan tujuan untuk mendapatkan balasan ataupun imbalan dari Allah berupa upah
bagi orang beriman. Pemahaman seperti ini mengabaikan anugerah Allah dan
mengandalkan kekuatan serta kemampuan diri sendiri. Disadari atau tidak, di dalam
praktek hidup sehari-hari dari orang Kristen ada pemahaman semacam ini, sekalipun
mungkin hal itu tidak dengan jelas dinyatakan.
Dari kedua pemahaman ekstrim yang ada dalam kenyataan hidup orang Kristen di atas,
dapat dilihat adanya persoalan antara pemahaman tentang upah dan anugerah dalam
kehidupan orang beriman. Ada pandangan ekstrim yang menganggap ada upah bagi
orang Kristen dan orang Kristen harus berusaha untuk mendapatkannya. Kemudian ada
pandangan orang Kristen yang terlalu terpaku pada anugerah dan mengabaikan usaha
ataupun kerja yang harus dilakukan orang Kristen. Pandangan ini menganggap tidak
ada upah yang harus dicari oleh orang Kristen karena Allah telah memberikan
anugerahnya kepada manusia, dengan begitu tidak perlu usaha ataupun kerja.
Kedua pandangan ekstrim yang telah dibicarakan di atas sering menjadi persoalan dan
juga kebingungan bagi orang Kristen, yaitu apakah ada upah bagi orang Kristen atas
apa yang dilakukan dan diperbuatnya sebagai orang beriman? Kalau tidak ada upah
berarti semua usaha dan kerja manusia akan menjadi sia-sia, lalu bagaimana dengan
keadilan Allah dalam menghargai usaha dan perbuatan orang Kristen sebagai orang
beriman? Kemudian bagaimana juga orang Kristen harus memahami anugerah? Apakah
anugerah itu merupakan upah yang diterima orang Kristen sebagai orang beriman?
Apakah kalau demikian tidak perlu lagi adanya kerja?
Di dalam Perjanjian Baru yang merupakan dasar Alkitabiah dari dogma Kristen tentang
anugerah ini, penyusun juga melihat adanya permasalahan seperti yang telah diuraikan
di atas, yaitu ketika penyusun membaca tentang upah yang dibicarakan di dalam kitab
Matius yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi, khususnya dalam bagian Khotbah
2
di Bukit dengan pandangan tentang anugerah di dalam dogma Kristen. Di dalam injil
Matius khususnya di dalam bagian Khotbah di Bukit, Yesus banyak menggunakan kata
upah dalam pengajarannya yang berhubungan dengan perbuatan, ada upah yang
dijanjikan, kesannya belum diterima oleh manusia. Sementara di dalam dogma Kristen
dinyatakan bahwa manusia telah menerima anugerah.
Di dalam kehidupan sehari-hari upah dipahami sebagai imbalan yang di dapatkan atas
pekerjaan yang telah dilakukan, sedangkan anugerah adalah karunia ataupun
pemberian yang tidak ternilai harganya dan tidak selalu sebagai akibat ataupun hasil
dari perbuatan yang telah dilakukan. Berangkat dari pengertian sehari-hari inilah ketika
membaca tentang upah di dalam injil Matius, penyusun mempertanyakan apakah upah
yang ada di dalam injil Matius pengertiannya menunjuk pada imbalan yang akan
diterima atas pekerjaan yang dilakukan? Lalu bagaimana memahami anugerah di
dalam dogma Kristen? Apakah keduanya mempunyai pengertian yang sama?
1. 2. Pokok Permasalahan
Permasalahan orang Kristen yang berhubungan dengan tujuan akhir dari orang beriman,
seperti yang telah diuraikan di atas, juga dapat dilihat sebagai persoalan teologis ketika
kita membaca tentang upah di dalam injil Matius khususnya dalam bagian Khotbah di
Bukit dengan dogma Kristen yang berbicara tentang anugerah. Ada 6 kali digunakan
kata upah, yang dalam bahasa Yunaninya misqo.j (misthos) di dalam bagian Khotbah
di Bukit dan 4 kali dalam bagian injil Matius lainnya. Baik itu berbicara tentang upah
yang telah ada maupun tentang upah yang dijanjikan, yang kesannya belum di terima.
Apabila kita membaca pemahaman tentang anugerah yang dinyatakan di dalam dogma
Kristen bahwa manusia telah menerima anugerah keselamatan di dalam Yesus Kristus,
maka kita akan mempertanyakan tentang upah yang banyak dibicarakan di dalam injil
Matius, apa yang dimaksud dengan upah di sana? Lalu bagaimana juga kita memahami
anugerah yang dinyatakan dalam dogma Kristen? Apakah anugerah itu juga bisa
disebut sebagai upah yang telah diterima? Bagaimana hubungan pengertian antara upah
di dalam injil Matius dengan anugerah di dalam dogma Kristen?
3
Persoalan upah di dalam injil Matius sangat mungkin dipengaruhi oleh alamat kepada
siapa injil Matius ini diberikan ataupun juga konteks penerima berita, di mana dunia
Yahudi merupakan konteks dari injil Matius. Sehingga akan menarik untuk dibicarakan
lebih lanjut tentang makna dari upah yang ada dalam injil Matius. Apa sesungguhnya
makna upah yang ada di dalam injil Matius?
Untuk dapat membahas permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penyusun
memberi skripsi ini judul:
UPAH DI DALAM INJIL MATIUS
1. 3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk menyelidiki dan memahami makna
upah yang ada di dalam injil Matius. Apakah upah yang dimaksud dalam injil
Matius sama ataukah berbeda dengan pengertian anugerah yang ada dalam
dogma Kristen. Apakah ada hubungan pengertian keduanya?
2. Selanjutnya penyusun mencari relevansinya dengan permasalahan yang ada di
dalam kenyataan hidup orang Kristen saat ini dalam memahami dogma tentang
anugerah yang berhubungan dengan tujuan hidup orang beriman. Sehingga pada
akhirnya nanti hasil penyusunan skripsi ini, dapat berguna dalam memberikan
sumbangan pemikiran yang dapat menjadi pedoman dalam memahami arti upah
dan juga anugerah dalam kehidupan orang Kristen sehari-hari.
1. 4. Metode Penulisan
Dalam rangka penelitian skripsi ini, penyusun menggunakan metode eksegetis yaitu
pendekatan hermeneutis dengan menggunakan metode pendekatan kritik historissosiologis2. Di sini penyusun menguraikan konteks dari masyarakat Yahudi yang
2
Kritik historis-sosiologis yang dimaksud di sini adalah penyusun menggunakan metode kritik historis
dalam menafsirkan teks yaitu suatu metode penafsiran yang didasarkan pada situasi “sejarah di dalam”
dan “sejarah dari teks” itu dimunculkan, di mana teks tersebut berfungsi sebagai jendela yang melaluinya
dapat melihat suatu periode sejarah tertentu (John H Hayes, Pedoman Penafsiran Alkitab, BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 1993, p. 52), namun juga memperhatikan sosiologis dari konteks yang melatarbelakangi
injil Matius. Kritik historis lebih memperhatikan pada data-data sejarah, sedangkan yang dimaksud
dengan sosiologi di sini adalah ilmu yang mencari pola-pola tetap dalam perilaku manusia sejauh itu
4
melatarbelakangi kitab Matius (penerima), kemudian menafsirkan bagian injil Matius
yang berbicara ataupun berhubungan dengan persoalan upah, untuk mendapatkan
pemahaman tentang upah3 dalam injil Matius.
1. 5. Batasan Masalah
Kata upah banyak dibicarakan di dalam Perjanjian Baru dan juga dalam injil Matius.
Untuk memahami pengertian upah yang ada di dalam injil Matius, dalam penyusunan
skripsi ini penyusun hanya membatasi, dengan menafsirkan bagian injil Matius yang
berbicara tentang upah saja, yang ada dalam bagian Khotbah di Bukit, yaitu Matius 6:18,12&14-18. Sekalipun dalam proses menafsir penyusun tetap memperhatikan bagian
injil Matius lainnya yang berbicara tentang upah, manakala hal itu dapat membantu
ataupun diperlukan.
1. 6. Sistimatika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, maka penyusun menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan
Pada bagian ini, penyusun akan menuliskan latar belakang permasalahan, pokok
permasalahan, metode penulisan, batasan masalah dan sistematika penulisan skripsi ini.
disebabkan oleh situasi sosial manusia itu dan juga pola-pola perubahan sosial yang ada (Dr. Martin
Harun OFM, “Tafsir Alkitab dan Ilmu-Ilmu Sosial”, dalam Forum Biblika No. 8, 1998). Di dalam
memahami makna upah dalam injil Matius, penyusun memperhatikan kedua hal tersebut, yaitu unsur
historis dan juga sosiologis.
3
Kata upah terkait dengan makna bahasa. Menurut Bruce J. Malina, untuk menafsirkan bahasa secara
tepat berarti menafsirkan sistem sosial yang menjadi tempat asal bahasa tersebut. Ada persoalan dalam
menentukan sistem sosial siapakah yang harus diperhatikan. Sistem sosial penulis teks ataukah sistem
sosial pembaca teks? (Pdt. Yusak Tridarmanto, M.Th, Berteologi Secara Kontekstual dan Penafsiran
Alkitab, dalam Teologi Operatif, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003, p. 31). Di dalam menyelidiki makna
upah dalam injil Matius penyusun memperhatikan sistem sosial dari keduanya yaitu sistem sosial dari
masyarakat Yahudi di Palestina, dengan memahami bahwa penulis dan penerima, yang melatarbelakangi
injil Matius adalah orang Yahudi. Injil Matius kemungkinan ditulis pada tahun 80-an di Abad pertama.
Mengenai tempat asal usulnya, kemungkinan satu-satunya adalah suatu wilayah Kristen Yahudi, dan
kemungkinan yang harus dipertimbangkan adalah suatu tempat di Siria. Dapat dipahami bahwa kitab ini
berasal di Pela, yang terdapat di daerah sebelah timur Yordan tempat komunitas Kristen Yahudi di
Yerusalem menemukan daerah pertemuan baru setelah pelarian dari kota itu tak lama sebelum
kehancurannya dalam tahun 70 M. (Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru; Pendekatan kritis
terhadap masalah-masalahnya, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, p. 184). Karena itu sangat
dimungkinkan komunitas Yahudi ini masih memiliki ingatan yang kuat tentang daerah asalnya Palestina
dan situasi sosial kemasyarakatan yang ada di sana.
5
BAB II. Konteks Sosial Kemasyarakatan Injil Matius
Pada bagian ini penyusun menguraikan konteks sosial kemasyarakatan injil Matius,
yang berhubungan dengan pemahaman upah, baik itu dari aspek sosio politik, religius
dan ekonomi
BAB III. Upah di dalam Injil Matius
Pada bagian ini penyusun menafsirkan bagian injil Matius yang berbicara tentang upah,
yaitu Matius 6:1-8,12&14-18 untuk memahami makna upah yang ada di dalam injil
Matius.
BAB IV. Penutup
Pada bagian ini penyusun menuliskan kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi ini dan
juga relevansinya bagi kehidupan gereja pada saat ini.
6
Download